"Ini pasti bercanda 'kan, Bu?" tanya Akira dengan napas memburu, air matanya tak mampu lagi ditahan. Tangannya amat gemetar, memegang surat pernyataan cerai yang dilayangkan dari suaminya sendiri.
Tak hanya itu, bahkan surat tersebut sudah ditandatangani Andre sejak dua minggu yang lalu.
"Kamu bisa baca, kan? Udah, gak usah banyak tanya! Segera angkat kaki dari rumah ini!"
Suara tegas itu memenuhi telinga Akira. Memang, dia benar-benar merasa sakit hati, namun, ia tak ingin berlamat-lamat dalam pengkhianatan sang suami dan juga ibu mertuanya itu.
Tak lama, Akira pun segera bangkit dan mengusap air matanya dengan kasar, kemudian tersenyum penuh arti.
"Dasar wanita gila! Jadi janda malah senang, tapi gak masalah sih, karena kamu itu seperti sampah yang tidak bisa digunakan sama sekali!" sarkas wanita paruh baya tersebut kepada Akira.
Akira hanya diam, dia menyeret kopernya dengan penuh kekecewaan, dalam hati, dirinya akan menuntut balas dendam dengan semua perlakuan yang diterima dirinya semenjak menikah dengan Andre.
Namun sebelum Akira benar-benar pergi, mertuanya memanggil.
"Hei, Akira! Kamu masih belum selesai mengerjakan tugas rumah," tegas wanita paruh baya tersebut kepada Akira yang sakit untuk kesekian kali, seolah belum cukup menyakiti Akira.
"Kerjakan sekarang!" seru mertua Akira sambil menarik rambut wanita malang itu hanya untuk membersihkan rumahnya.
Akira hanya mampu mengikuti ucapan mertuanya dalam diam, hingga pekerjaan itu selesai dan Akira didorong dengan keras dari pintu gerbang.
Wanita muda itu kini berdiri di pinggir jalan, sembari memegang ponsel dan segera menghubungi seseorang.
“Jemput aku sekarang.”
Senyum dingin dia tampilkan kala melihat wallpaper yang ada di ponsel miliknya. Hatinya terasa perih begitu juga kepercayaan yang dia bangun semenjak 5 tahun itu.
Tak menunggu lama, seseorang sudah berada di depannya dengan mengendarai mobil hitam pengeluaran terbaru.
"Siang, Nona Muda."
Pria yang berusia sekitar 35 tahun tersebut segera membukakan pintu untuk anak dari majikannya, setelah mendapatkan kabar jika Nona mudanya ingin pulang ke mansion orang tuanya.
Mobil mulai melaju, meninggalkan kenangan pahit bagi Akira dan mulai menuju kehidupan yang baru kedepannya.
Di dalam mobil, manik wanita muda itu hanya fokus ke selembar kertas dan sebuah amplop kecil yang diberikan oleh ibu mertuanya ketika dia pergi.
Dengan perlahan, Akira membuka amplop tersebut dan mengeluarkan isinya. Detik itu juga, Akira merasakan luapan emosi di seluruh tubuhnya. Sedih, marah, kecewa, semuanya menjadi satu, kala melihat sebuah test pack yang tertulis nama Siska, dengan garis dua merah di tengahnya.
“Kamu keterlaluan, Andre …” gumam Akira, berusaha menenangkan hatinya.
Beberapa jam kemudian, wanita itu akhirnya sampai di semuah mansion megah yang telah lama dia tinggalkan. Dengan mata sembabnya, Akira melangkahkan kakinya di rumah bernuansa putih dan gold milik orang tuanya.
Terdengar suara wanita paruh baya yang datang menyambut putri semata wayangnya dengan lembut dan hangat.
"Putriku, kenapa wajahmu kusut begini? Dimana suamimu? Apa kalian ada masalah?" Cecar Selena kepada Akira yang malah semakin menangis dalam pelukan ibunya.
"Kamu kenapa sayang?"
Tidak ada jawaban dari Akira, wanita cantik itu terus menumpahkan rasa sakit dan sedihnya kepada wanita yang sudah melahirkan dirinya dan merawat sepenuh hati dengan cinta.
Karena tidak ada jawaban, Selena membawa langkah Akira ke ruangan santai ditemani sebuah jus dan camilan yang merupakan kesukaan Akira dan juga dirinya.
Wanita paruh baya itu menepuk lembut punggung Akira, memberikan ketenangan kepada putri tercintanya.
Setelah dirasa putrinya sudah tenang, Selena mencoba berbicara lebih banyak dengan anaknya, sembari memberikan segelas minuman hangat pada Akira.
"Kalau sudah tenang, coba cerita sama aku, kenapa kamu menangis seperti tadi? Apa kamu bertengkar dengan suamimu?" tanya wanita paruh baya itu dengan lembut.
Akira menggeleng lemah, "Seharusnya aku mendengar nasihat Mommy dan Papi waktu itu sebelum aku menikah dengan Mas Andre… maaf, aku sudah membuat kalian kecewa," tutur Akira dengan nada lemah.
Selena menghela napas kasar, namun dia juga tidak bisa mengalahkan siapa pun, karena semua sudah digariskan oleh takdir.
"Tidak apa, Nak, Mommy tidak marah sama kamu. Justru, mommy ingin kamu jangan menangis seperti ini. Kamu harus jadi wanita yang tangguh dan hebat. Tanpa Andre pun kamu bisa berdiri sendiri dan lebih bahagia," jelas Selena kepada putrinya.
Saat itu, Akira merasa bersyukur, karena meskipun mertua dan suaminya tidak suka dengannya, Akira masih memiliki orang tua yang masih menerimanya meskipun Akira telah lama jauh dari keduanya.
"Tapi, kalau kamu datang ke sini dan dicari sama mertua dan suamimu bagaimana?" tanya lembut Selena sambil memperbaiki anak rambut di wajah putrinya.
Akira menggeleng mantap, "Mereka tidak akan mencari aku, Mom, mereka malah bahagia tanpa aku di sana," terang Akira dengan rasa sakit yang begitu dalam.
Wanita paruh baya itu mengernyit heran, "Kenapa bisa begitu, Nak?"
Akira mengeluarkan benda dan kertas yang sudah dia bentuk seperti jawaban ujian sekolah dari orang yang paling pintar.
Raut wajah Selena bingung, "K-kamu hamil?"
Akira menggeleng lagi, "Itu dari selingkuhan Mas Andre Mom, wanitanya sedang hamil anak Mas Andre.”
Akira mencoba mengatakan kehamilan selingkuhan suaminya dengan tenang, namun tetap saja, air mata kembali luruh. Bagaimana tidak? Suaminya menyakitinya bertubi-tubi. Seolah kejadian yang didengar oleh Akira di ruangan kerja Andre tidak cukup, Akira dikejutkan dengan kabar kehamilan Siska.
"Sudah, berhenti menangis. Kamu istirahat saja, biar aku bicara sama papi. Intinya, kita akan buat “mantan” suamimu itu menyesal melepaskan berlian macam kamu.”
"Kamu sudah siap belum, Akira!?" Teriakan dari lantai bawah membuat Akira yang sedang bersiap-siap mulai bergegas. Hari itu, ibunya mengajak dirinya untuk pergi ke mall untuk ke salon, dan juga belanja keperluan ibunya. Entahlah apa itu yang dimaksud, tapi daripada Akira harus larut dalam kesedihan pasca kejadian kemarin, Akira memutuskan untuk ikut. "Sudah, Mom, tapi apakah Mommy tidak malu jika aku berpakaian seperti ini? Habis … pakaian yang kubawa dari rumah Mas Andre semuanya sudah tak layak pakai …" tutur Akira menunjukkan pakaiannya hari itu, yang hanya sebatas celana jeans dan juga kaus sederhana. "Gak apa kok, mau pakai apapun juga, anakku tetap yang paling cantik!" puji Selena kepada putrinya dengan tulus, “Lagipula, lihat ibumu ini, ibu juga hanya memakai dress batik sederhana. Orang-orang mungkin mengira ibu pakai daster!”Ucapan dari ibunya sendiri membuat Akira tersipu, dan tertawa di saat bersamaan. Itulah yang Akira sukai dari keluarganya. Meskipun Akira tahu betap
Akira berakhir naik taksi dan pulang terlebih dahulu, meninggalkan mamanya. Akira merasa bersalah, namun di saat bersamaan, Akira tak mau bertemu mantan suaminya yang telah menyakitinya lebih lama lagi. Air mata yang terus mengalir membuat pandangannya buram. Hinaan dan ejekan yang baru saja diterimanya dari Siska dan Andre masih terngiang di telinganya, menusuk hati seperti belati tajam. Dia merasa terpojok, tidak berdaya, dan marah pada dirinya sendiri karena tidak mampu membalas.“Akira!” Mendengar teriakan mamanya dari bawah, Akira bergegas menghapus air matanya, merasa malu karena terus menangisi Andre di depan mamanya sendiri yang jelas-jelas membenci mantan suaminya. “Akira, maafkan mama ya, karena mama kamu harus menghadapi orang-orang hina itu lagi.”Di luar dugaan Akira, Selena justru meminta maaf. Berarti, mamanya telah bertemu dengan Andre dan juga Siska setelah Akira pergi. Tak ingin kembali menangis, Akira hanya mengangguk pelan.“Kamu tidur aja sekarang, karena mula
Akira kini berada di samping Pak Hermawan, mengangguk berwibawa kala ayahnya mengumumkan dengan nada tegasnya bahwa Akira lah yang akan menggantikan posisinya di perusahaan. "Saya harap kalian tidak salah sangka, karena meskipun masih muda, Putri saya ini sudah belajar dengan giat dan bekerja keras selama bertahun-tahun. Jadi, Akira bukan sekedar menerima, tapi memang dia pantas untuk berada di posisi ini." tutur bangga pria paruh baya yang kini tersenyum penuh arti kepada Andre. Akira juga tersenyum puas ketika melihat ekspresi Andre dengan mulutnya yang terbuka. Mungkin, dia tak pernah menyangka jika mantan mertuanya, adalah atasannya sendiri. Memang, ketika Andre menikahinya, kebetulan ayahnya sedang ada dinas di luar negeri, sehingga Akira harus diwakili oleh walinya.Saat rapat dihentikan sementara untuk beristirahat, Akira bergegas menuju toilet. Namun, tiba-tiba, seseorang mencengkram pergelangan tangannya dengan kuat.“Apa yang kamu lakukan di sini?!” tanya Andre, menatap A
Malam itu Akira kerja lembur sebagai Direktur Utama, entah sudah berapa jam dia berada di dalam kantor miliknya. Wanita muda itu mulai bergegas untuk pulang, pandangannya mulai mengabur dan berhalusinasi ada seseorang yang menolong dirinya. "Nona.. Anda tidak apa?" Suara yang asing bagi Akira, namun wanita itu belum sepenuhnya sadar "Nona, Anda sakit apa?" Pertanyaan tersebut membuat Akira sadar. "Kamu siapa? Kenapa saya ada di sini?" ujar wanita muda itu sambil melihat ruangan bercat putih yang merupakan ruangan tunggu. "Maaf, Nona, tadi saya tidak sengaja melihat Anda pingsan di dalam lift," sahut pemuda itu dengan nada lembut. "Terima kasih untuk pertolongan kamu, tapi........" Belum selesai Akira mengucapkan terima kasih, pemuda tersebut sudah pergi dari pandangan Akira. Akira yang sudah agak mendingan pun akhirnya menghubungi sopir pribadi ayahnya, wanita muda itu menceritakan kejadian yang menimpa dirinya, dan sang Ayah meminta sopir untuk menjemput putrinya di kantor.
Akira duduk di ruang kerjanya yang mewah, ditemani suara jam dinding yang berdetak lembut. Matanya tertuju pada laporan yang baru saja diberikan Hiroshi, sekretaris barunya. Wajah Hiroshi memancarkan ketenangan, sementara senyumnya yang penuh percaya diri membuat Akira semakin nyaman bekerja bersamanya. Namun, di balik ketenangan itu, ada badai yang sedang berkecamuk. Andre-mantan suami Akira, baru-baru ini memperingatkan bahwa Hiroshi adalah seorang parasit berbahaya. Akira memberikan tugas khusus kepada salah satu Intel terbaiknya, meminta untuk memberikan laporan khusus tentang, Hiroshi beberapa hari ini, wanita muda itu tetap waspada dengan orang baru dan orang lama seperti mantan suaminya. Namun, setelah menyewa detektif profesional untuk memantau aktivitas Hiroshi, Akira tidak menemukan bukti yang mendukung klaim Andre. Sebaliknya, Hiroshi tampak jujur dan loyal, sesuatu yang membuat Akira lebih percaya padanya daripada pada Andre. Andre tidak tinggal diam. Ketika dia meng
Rumah megah itu tampak sunyi, hanya suara langkah berat Andre yang terdengar saat pemuda itu memasuki ruang tamu. Wajahnya kusut, bibirnya tertutup rapat, dan kerutan di dahinya memperlihatkan betapa buruk harinya. Di ruang tengah, dirinya mendapati Siska-istri barunya, duduk santai di sofa sambil menikmati buah anggur. Pandangannya terpaku pada layar ponsel yang menayangkan film komedi.Andre menghentikan langkahnya, menatap Siska dengan tatapan tajam.“Kamu enak banget, ya. Duduk santai di sini sambil nonton film, sementara aku jungkir balik di luar,” suara Andre dingin, tetapi penuh emosi yang terpendam.Siska menoleh dengan kaget, tapi alih-alih merasa bersalah, wanita yang sedang hamil itu tersenyum kecil. “Hari yang berat, ya? Sini, duduk dulu. Aku tadi bikin jus mangga, masih ada di kulkas.”Namun, tawaran itu tidak meredakan emosi Andre. Dia berjalan ke arah meja, meletakkan tas kerjanya dengan kasar, lalu berbalik menghadap istrinya yang masih memperhatikan ponsel pintarnya..
Pagi itu, langit terlihat cerah, tetapi suasana di kantor justru terasa tegang. Sudah seminggu Siska mengambil cuti dengan alasan sakit, dan kehadirannya kembali ke kantor langsung mencuri perhatian banyak orang. Wanita itu melangkah masuk dengan senyum penuh percaya diri, mengenakan blazer biru yang dipadukan dengan rok pensil hitam, mencoba menampilkan citra sempurna seperti biasanya. Namun perutnya sedikit menonjol. Langkah wanita yang sedang hamil itu terhenti saat dia melihat sosok Akira keluar dari ruangan Pak Hermawan. Wajahnya langsung berubah, sorot matanya penuh kecurigaan. Siska mengangkat alisnya, berjalan mendekati Akira yang sedang membawa beberapa dokumen. “Wah, wah, wah. Jadi ini yang kamu lakukan setelah mantan suami kamu membuangmu jauh dari kehidupannya,, Akira?” Nada sarkas meluncur mulus dari bibirnya, kemudian menatap Akira dari ujung kepala hingga kaki. Akira mengerutkan dahi, bingung dengan tuduhan yang tiba-tiba muncul. “Apa maksudmu, Siska?” “Oh, jang
Andre hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini, d ia mendapati Siska terduduk lemas di lantai dengan darah mengalir di kakinya. “Siska!” serunya panik, berlutut di samping istrinya. Wajah Siska pucat, matanya terpejam dengan tubuh gemetar. Tanpa berpikir panjang, Andre menggendongnya dan melesat menuju mobil. Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit, tangannya gemetar di setir, sementara pikirannya dipenuhi rasa bersalah.“Aku seharusnya tidak berkata kasar padanya... kenapa aku seperti ini?” gumamnya sambil sesekali melirik Siska yang tak sadarkan diri.Begitu sampai di rumah sakit, para perawat segera membawa Siska ke ruang periksa. Andre hanya bisa berdiri di luar, mondar-mandir seperti orang gila. Wajahnya basah oleh keringat meski udara dingin menusuk kulit. Laki-laki itu mengingat betapa dia sering membentak Siska beberapa hari terakhir ini karena masalah kecil. Dirinya tahu Siska lebih sensitif selama kehamilannya, tetapi amarahnya selalu lebih dulu mengambil alih
Pagi itu, langit Jakarta mendung. Kabut tipis menyelimuti gedung-gedung pencakar langit, termasuk markas Phoenix of Gold, perusahaan yang tengah menjadi sorotan di jagat bisnis global. Noah berdiri di depan jendela besar ruang CEO, mengenakan setelan hitam yang tegas. Wajahnya serius, matanya tajam menatap awan abu-abu yang bergulung. Rapatan alisnya tak semata karena ancaman terhadap bisnis, tapi juga karena keluarganya kini ikut menjadi sasaran. Akira, istrinya, belum tidur semalaman, menyusun rencana darurat. Dan anak-anak mereka—Arka dan Eiden—tak tahu apa-apa. Mereka terlalu kecil untuk mengerti betapa dunia orang dewasa bisa sekejam ini. Pintu ruangannya diketuk. “Masuk,” kata Noah. Revan masuk dengan raut tegang. “Kita dapat pesan lagi dari kelompok tak dikenal. Mereka mengaku sebagai ‘Sons of Black Shadow’.” Noah mendengus. “Bayangan masa lalu yang ingin bangkit. Siapa pemimpinnya?” “Masih belum diketahui pasti. Tapi dari pola komunikasi dan sandi-sandi yang mereka pakai
Matahari sore mulai tenggelam, memancarkan warna oranye keemasan di balik jendela besar ruang keluarga rumah keluarga Mahendra. Di tengah suasana yang hangat, Akira duduk di sofa sambil menyuapi Eiden—bayi lucu berusia tujuh bulan yang menjadi pusat perhatian keluarga akhir-akhir ini.Namun dari sudut ruangan, Arka—anak pertama Noah dan Akira—memperhatikan semua itu dengan tatapan tidak biasa. Bocah berusia lima tahun itu menggenggam boneka beruang kesayangannya erat-erat, matanya tak lepas dari ibunya yang tampak sangat fokus pada Eiden."Noah, lihat deh. Eiden sekarang sudah mulai bisa duduk sendiri," ujar Akira dengan suara riang.Noah yang baru pulang dari kantor, ikut mendekat. Ia mencium kening Akira dan mengelus kepala Eiden."Anak jagoan Ayah," katanya sambil tersenyum, tak menyadari sorot mata Arka yang mulai meredup.Tak ada yang menyadari bahwa sejak kelahiran Eiden, hati kecil Arka merasa terusik. Ia yang dulu menjadi pusat perhatian kini merasa terpinggirkan. Tak ada yang
Pagi itu, suasana rumah keluarga Mahendra tampak hangat seperti biasa. Aroma roti panggang dan kopi memenuhi dapur besar bernuansa kayu hangat. Akira tengah menyuapi Eiden, bayi mungil mereka yang baru berusia satu tahun. Sementara Noah duduk di seberang meja, membuka laporan keuangan dari Phoenix of Gold—perusahaan baru mereka yang tengah jadi perbincangan media nasional dan internasional.Namun, di sudut tangga, Arka berdiri memeluk boneka dinosaurus favoritnya. Bocah berusia lima tahun itu menatap ke arah ibunya dan adiknya dengan ekspresi campur aduk—mata bulatnya menyiratkan rasa kehilangan yang tidak bisa ia pahami sendiri.Ia berjalan pelan menuju meja makan, tanpa sepatah kata pun.“Selamat pagi, Kakak Arka,” sapa Akira hangat. “Mau roti sama telur hari ini?”Arka tidak menjawab. Ia menarik kursinya dengan sedikit kasar lalu duduk dan menunduk. Noah menurunkan kertas di tangannya dan memperhatikan anak laki-lakinya itu.“Arka, kamu kenapa?” tanya Noah lembut.Arka menggeleng p
Hujan deras mengguyur langit Hong Kong malam itu. Di sebuah ruang bawah tanah tak berlampu, layar holografik biru menyala. Seorang pria dengan wajah disamarkan duduk dikelilingi data dan foto-foto, Akira, Noah, dan logo Phoenix of Gold.“Waktu kalian telah tiba…” gumamnya dalam bahasa Rusia, lalu menekan tombol bertuliskan ‘Activate Protocol Leviathan’.Noah baru saja kembali dari Tokyo bersama Akira. Kandungan Akira memasuki bulan ketiga, dan dokter mengatakan kondisi mereka sangat baik. Noah semakin protektif, bahkan meminta Revan menambah lapisan pengamanan digital dan fisik untuk seluruh properti dan data Phoenix.Namun satu hal membuatnya gelisah—email yang muncul tiba-tiba itu. Pengirimnya anonim, tak bisa dilacak, tapi punya akses masuk ke dalam sistem private yang hanya bisa disentuh oleh AI level tinggi seperti SIBYL.“Siapa Leviathan?” tanya Akira saat mereka duduk di rooftop, menikmati malam dengan teh chamomile hangat.Noah memandangi langit, lalu menjawab lirih, “Bayangan
Pagi itu, seluruh dunia gempar. “Phoenix of Gold Mengalahkan Dragon dan Monster dalam Valuasi Mingguan!” “Akira Mahendra, Dari Gadis Biasa Menjadi Wanita Paling Berpengaruh di Asia!” “Noah, Sang CEO Bayangan yang Menantang Tata Dunia Bisnis Global.” Hanya dalam waktu singkat, perusahaan yang dulu bernama Mahendra Corp itu melonjak drastis ke puncak perhatian dunia. Dan nama Akira—dengan segala pengorbanan, kejernihan visi, dan karismanya—mulai menghiasi majalah TIME, Forbes, bahkan Vogue. Media sosial tak kalah heboh. Tagar #PhoenixQueen, #NoahTheShadowCEO, dan #RebornFromAshes menjadi viral di berbagai platform. Netizen menganggap mereka power couple abad ini. “Citra kita terlalu tinggi untuk ukuran keamanan,” kata Revan sambil menunjukkan grafik pertumbuhan engagement online. “Saat orang mulai menaruh ekspektasi berlebihan, satu kesalahan kecil bisa jadi kehancuran besar.” Akira mengangguk. Ia tak terlalu suka tampil, tapi sebagai Ketua Dewan Asia dan wajah publik Phoenix of
Sudah tiga bulan berlalu sejak Akira dan Noah menumpas jaringan terakhir Black Shadow. Dunia mulai melupakan ketakutan lama, dan media kini menyebut Akira sebagai “Perisai Cahaya Asia”, sementara Noah tetap menjadi CEO misterius yang menolak tampil ke publik. Sebuah konferensi pers besar digelar di gedung tertinggi Jakarta, di mana Hydra Star Corp telah lama berkuasa. Para jurnalis dari seluruh dunia berkumpul, penasaran dengan undangan yang hanya berjudul,“Rebirth.”Lalu muncullah Akira di atas panggung megah, didampingi oleh Revan dan beberapa direksi muda berbakat.“Perusahaan yang sudah lama menjadi simbol kekuatan ekonomi di Asia,” kata Akira dengan lantang. “Tapi dunia berubah. Maka, hari ini, kami mempersembahkan kelahiran baru dari perusahaan ini…”Layar raksasa menyala, menampilkan logo baru: seekor burung Phoenix berwarna emas, sayapnya membentang mengelilingi bola dunia.PHOENIX OF GOLD Rise with Integrity, Reign with PurposeAkira tersenyum, lalu melangkah ke belakang ket
Langit Tokyo sore itu diliputi awan kelabu. Di tengah keramaian kota, satu mobil hitam berhenti di depan sebuah rumah tradisional Jepang yang tampak sudah lama tak berpenghuni. Dari dalam mobil, Akira turun dengan langkah pelan, diikuti Noah dan dua pengawal yang berjaga ketat.“Ini rumah tempat aku lahir,” bisik Akira, menyentuh pagar kayu yang sudah lapuk.Noah mengangguk pelan. “Kita di sini bukan hanya untuk melihat masa lalu. Tapi untuk menghancurkan akar dari semua ini.”Informasi dari Revan mengarah ke sebuah nama yang selama ini disembunyikan dalam catatan keluarga Nakamura, Kaede Nakamura — adik dari kakek Akira yang dikabarkan masih hidup dan menjadi salah satu pendiri awal Black Shadow, sebelum memilih menghilang.Dan semua jejak itu mengarah ke Tokyo.Setelah berhasil membuka kunci ruang bawah tanah rumah itu, Akira dan Noah menuruni tangga kayu menuju lorong gelap yang dipenuhi debu. Di ujung lorong, mereka menemukan sebuah ruangan tersembunyi dengan lukisan tua, surat ka
Tiga hari setelah insiden di galeri seni, markas pusat Hydra Star Corp di Jakarta menjadi benteng yang nyaris tak bisa ditembus. Semua akses masuk dijaga ketat, dan intelijen siber Revan terus menyaring lalu lintas data dari seluruh dunia. Namun, meski keamanan telah diperketat, rasa tidak tenang masih menyelimuti Noah.Ia berdiri di depan jendela kaca besar lantai 30, menatap langit yang kelabu."Rio tidak akan menyerang lagi dengan cara frontal," gumamnya. "Dia akan menyusup... masuk lewat celah yang kita anggap aman."Akira mendekat, menyentuh lengan Noah. "Kita sudah siaga. Kita tidak akan kalah."Noah menatap istrinya dalam-dalam. “Kecuali… jika pengkhianat itu ada di dalam.”Akira terdiam.Beberapa jam kemudian, Revan memanggil Noah dan Akira ke ruang kendali utama.“Ada sesuatu yang tidak masuk akal. Tiga hari lalu kita berhasil menembus sebagian data enkripsi Black Shadow, dan menemukan lokasi persembunyian mereka di Sumatera Barat. Tapi begitu kita kirim pasukan ke sana… mark
Dua minggu setelah pemecatan Vicky, suasana di Hydra Star Corp perlahan kembali normal. Noah dan Akira kembali bekerja berdampingan, berusaha memperbaiki sistem internal yang sempat diganggu oleh transaksi gelap. Namun, ketenangan itu hanyalah badai yang menunggu waktu untuk meledak.Malam itu, Noah sedang berada di ruang kerjanya, menatap layar komputer penuh grafik keuangan. Akira yang baru saja menyelesaikan laporan bulanan, masuk dengan membawa dua cangkir teh hangat.“Aku tahu kamu belum makan malam,” katanya lembut sambil menyerahkan secangkir.Noah tersenyum dan menarik istrinya duduk di pangkuannya. “Kamu selalu tahu apa yang kubutuhkan, sayang.”Namun, momen itu buyar ketika ponsel Noah berdering. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal."Kami kembali. Black Shadow tidak pernah mati. Dan Akira adalah kunci dari semuanya."Wajah Noah langsung berubah tegang. Ia bangkit dan segera membuka sistem keamanan rumah, lalu menghubungi divisi intel Mahendra Corp. “Perkuat perimeter.