Rumah megah itu tampak sunyi, hanya suara langkah berat Andre yang terdengar saat pemuda itu memasuki ruang tamu. Wajahnya kusut, bibirnya tertutup rapat, dan kerutan di dahinya memperlihatkan betapa buruk harinya. Di ruang tengah, dirinya mendapati Siska-istri barunya, duduk santai di sofa sambil menikmati buah anggur. Pandangannya terpaku pada layar ponsel yang menayangkan film komedi.Andre menghentikan langkahnya, menatap Siska dengan tatapan tajam.“Kamu enak banget, ya. Duduk santai di sini sambil nonton film, sementara aku jungkir balik di luar,” suara Andre dingin, tetapi penuh emosi yang terpendam.Siska menoleh dengan kaget, tapi alih-alih merasa bersalah, wanita yang sedang hamil itu tersenyum kecil. “Hari yang berat, ya? Sini, duduk dulu. Aku tadi bikin jus mangga, masih ada di kulkas.”Namun, tawaran itu tidak meredakan emosi Andre. Dia berjalan ke arah meja, meletakkan tas kerjanya dengan kasar, lalu berbalik menghadap istrinya yang masih memperhatikan ponsel pintarnya..
Pagi itu, langit terlihat cerah, tetapi suasana di kantor justru terasa tegang. Sudah seminggu Siska mengambil cuti dengan alasan sakit, dan kehadirannya kembali ke kantor langsung mencuri perhatian banyak orang. Wanita itu melangkah masuk dengan senyum penuh percaya diri, mengenakan blazer biru yang dipadukan dengan rok pensil hitam, mencoba menampilkan citra sempurna seperti biasanya. Namun perutnya sedikit menonjol. Langkah wanita yang sedang hamil itu terhenti saat dia melihat sosok Akira keluar dari ruangan Pak Hermawan. Wajahnya langsung berubah, sorot matanya penuh kecurigaan. Siska mengangkat alisnya, berjalan mendekati Akira yang sedang membawa beberapa dokumen. “Wah, wah, wah. Jadi ini yang kamu lakukan setelah mantan suami kamu membuangmu jauh dari kehidupannya,, Akira?” Nada sarkas meluncur mulus dari bibirnya, kemudian menatap Akira dari ujung kepala hingga kaki. Akira mengerutkan dahi, bingung dengan tuduhan yang tiba-tiba muncul. “Apa maksudmu, Siska?” “Oh, jang
Andre hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini, d ia mendapati Siska terduduk lemas di lantai dengan darah mengalir di kakinya. “Siska!” serunya panik, berlutut di samping istrinya. Wajah Siska pucat, matanya terpejam dengan tubuh gemetar. Tanpa berpikir panjang, Andre menggendongnya dan melesat menuju mobil. Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit, tangannya gemetar di setir, sementara pikirannya dipenuhi rasa bersalah.“Aku seharusnya tidak berkata kasar padanya... kenapa aku seperti ini?” gumamnya sambil sesekali melirik Siska yang tak sadarkan diri.Begitu sampai di rumah sakit, para perawat segera membawa Siska ke ruang periksa. Andre hanya bisa berdiri di luar, mondar-mandir seperti orang gila. Wajahnya basah oleh keringat meski udara dingin menusuk kulit. Laki-laki itu mengingat betapa dia sering membentak Siska beberapa hari terakhir ini karena masalah kecil. Dirinya tahu Siska lebih sensitif selama kehamilannya, tetapi amarahnya selalu lebih dulu mengambil alih
Seminggu setelah keluar dari rumah sakit, Siska mulai menjalankan rencana liciknya. Sambil beristirahat di rumah, wanita yang tengah hamil itu menghubungi beberapa rekan kerja yang dikenalnya cukup baik, termasuk Rina, untuk menyebarkan rumor yang lebih menyakitkan. Kali ini, dirinya tidak lagi berbicara tentang pekerjaan Akira, melainkan kehidupan pribadinya."Rina, kamu tahu tidak?" Siska memulai pembicaraan dengan nada lemah, seolah mencari simpati."Aku tidak ingin ngomongin ini sebenarnya, tapi... kamu tahu kenapa Andre akhirnya menikah denganku 'kan?"Rina yang sedang mendengarkan di ujung telepon terdengar bingung."Kenapa, Sis?"Siska menarik napas dalam-dalam, seperti menahan kesedihan palsu."Karena Akira tidak bisa memberikan keturunan. Aku nggak tahu harus ngomong ini ke siapa, tapi aku merasa kasihan sama Andre waktu itu. Dia butuh keluarga, dan... ya, aku ada untuk dia."Rina seakan terkejut dengan penuturan Siska, "Apa? Akira tidak bisa punya anak? Serius?"Siska pura-p
Akira sudah bersiap untuk membawakan bekal untuk suaminya yang bekerja sebagai sekretaris, dia tampak begitu semangat dengan tersenyum kecil menemui suaminya dan memberikan kejutan kecil di tanggal pernikahan mereka. Wanita muda itu menaiki taksi agar tidak menimbulkan kecurigaan suaminya.Sesampainya di sebuah gedung tinggi, wanita cantik itu turun dan bertanya kepada resepsionis tentang jadwal suaminya."Hari ini Pak Andre tidak banyak pekerjaan, Bu. Bu Akira bisa langsung ke ruangan Pak Andre jika ingin, sekalian membawakan makan siang untuk bapak," ucap resepsionis tersebut dengan nada ramah kepada Akira, karena perempuan itu tahu siapa Akira."Baik, terima kasih untuk informasinya," sahut Akira ke arah resepsionis, dengan senyuman indah yang tak lepas dari wajah cantiknya.Akira menaiki lift dengan beberapa karyawan yang ada di dalamnya."Bu Akira ini termasuk wanita yang sangat setia dan juga perhatian sama suami ya, sudah cantik baik dan juga sempurna," tutur wanita cantik yang
"Ini pasti bercanda 'kan, Bu?" tanya Akira dengan napas memburu, air matanya tak mampu lagi ditahan. Tangannya amat gemetar, memegang surat pernyataan cerai yang dilayangkan dari suaminya sendiri. Tak hanya itu, bahkan surat tersebut sudah ditandatangani Andre sejak dua minggu yang lalu. "Kamu bisa baca, kan? Udah, gak usah banyak tanya! Segera angkat kaki dari rumah ini!"Suara tegas itu memenuhi telinga Akira. Memang, dia benar-benar merasa sakit hati, namun, ia tak ingin berlamat-lamat dalam pengkhianatan sang suami dan juga ibu mertuanya itu.Tak lama, Akira pun segera bangkit dan mengusap air matanya dengan kasar, kemudian tersenyum penuh arti."Dasar wanita gila! Jadi janda malah senang, tapi gak masalah sih, karena kamu itu seperti sampah yang tidak bisa digunakan sama sekali!" sarkas wanita paruh baya tersebut kepada Akira.Akira hanya diam, dia menyeret kopernya dengan penuh kekecewaan, dalam hati, dirinya akan menuntut balas dendam dengan semua perlakuan yang diterima diri
"Kamu sudah siap belum, Akira!?" Teriakan dari lantai bawah membuat Akira yang sedang bersiap-siap mulai bergegas. Hari itu, ibunya mengajak dirinya untuk pergi ke mall untuk ke salon, dan juga belanja keperluan ibunya. Entahlah apa itu yang dimaksud, tapi daripada Akira harus larut dalam kesedihan pasca kejadian kemarin, Akira memutuskan untuk ikut. "Sudah, Mom, tapi apakah Mommy tidak malu jika aku berpakaian seperti ini? Habis … pakaian yang kubawa dari rumah Mas Andre semuanya sudah tak layak pakai …" tutur Akira menunjukkan pakaiannya hari itu, yang hanya sebatas celana jeans dan juga kaus sederhana. "Gak apa kok, mau pakai apapun juga, anakku tetap yang paling cantik!" puji Selena kepada putrinya dengan tulus, “Lagipula, lihat ibumu ini, ibu juga hanya memakai dress batik sederhana. Orang-orang mungkin mengira ibu pakai daster!”Ucapan dari ibunya sendiri membuat Akira tersipu, dan tertawa di saat bersamaan. Itulah yang Akira sukai dari keluarganya. Meskipun Akira tahu betap
Akira berakhir naik taksi dan pulang terlebih dahulu, meninggalkan mamanya. Akira merasa bersalah, namun di saat bersamaan, Akira tak mau bertemu mantan suaminya yang telah menyakitinya lebih lama lagi. Air mata yang terus mengalir membuat pandangannya buram. Hinaan dan ejekan yang baru saja diterimanya dari Siska dan Andre masih terngiang di telinganya, menusuk hati seperti belati tajam. Dia merasa terpojok, tidak berdaya, dan marah pada dirinya sendiri karena tidak mampu membalas.“Akira!” Mendengar teriakan mamanya dari bawah, Akira bergegas menghapus air matanya, merasa malu karena terus menangisi Andre di depan mamanya sendiri yang jelas-jelas membenci mantan suaminya. “Akira, maafkan mama ya, karena mama kamu harus menghadapi orang-orang hina itu lagi.”Di luar dugaan Akira, Selena justru meminta maaf. Berarti, mamanya telah bertemu dengan Andre dan juga Siska setelah Akira pergi. Tak ingin kembali menangis, Akira hanya mengangguk pelan.“Kamu tidur aja sekarang, karena mula
Seminggu setelah keluar dari rumah sakit, Siska mulai menjalankan rencana liciknya. Sambil beristirahat di rumah, wanita yang tengah hamil itu menghubungi beberapa rekan kerja yang dikenalnya cukup baik, termasuk Rina, untuk menyebarkan rumor yang lebih menyakitkan. Kali ini, dirinya tidak lagi berbicara tentang pekerjaan Akira, melainkan kehidupan pribadinya."Rina, kamu tahu tidak?" Siska memulai pembicaraan dengan nada lemah, seolah mencari simpati."Aku tidak ingin ngomongin ini sebenarnya, tapi... kamu tahu kenapa Andre akhirnya menikah denganku 'kan?"Rina yang sedang mendengarkan di ujung telepon terdengar bingung."Kenapa, Sis?"Siska menarik napas dalam-dalam, seperti menahan kesedihan palsu."Karena Akira tidak bisa memberikan keturunan. Aku nggak tahu harus ngomong ini ke siapa, tapi aku merasa kasihan sama Andre waktu itu. Dia butuh keluarga, dan... ya, aku ada untuk dia."Rina seakan terkejut dengan penuturan Siska, "Apa? Akira tidak bisa punya anak? Serius?"Siska pura-p
Andre hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini, d ia mendapati Siska terduduk lemas di lantai dengan darah mengalir di kakinya. “Siska!” serunya panik, berlutut di samping istrinya. Wajah Siska pucat, matanya terpejam dengan tubuh gemetar. Tanpa berpikir panjang, Andre menggendongnya dan melesat menuju mobil. Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit, tangannya gemetar di setir, sementara pikirannya dipenuhi rasa bersalah.“Aku seharusnya tidak berkata kasar padanya... kenapa aku seperti ini?” gumamnya sambil sesekali melirik Siska yang tak sadarkan diri.Begitu sampai di rumah sakit, para perawat segera membawa Siska ke ruang periksa. Andre hanya bisa berdiri di luar, mondar-mandir seperti orang gila. Wajahnya basah oleh keringat meski udara dingin menusuk kulit. Laki-laki itu mengingat betapa dia sering membentak Siska beberapa hari terakhir ini karena masalah kecil. Dirinya tahu Siska lebih sensitif selama kehamilannya, tetapi amarahnya selalu lebih dulu mengambil alih
Pagi itu, langit terlihat cerah, tetapi suasana di kantor justru terasa tegang. Sudah seminggu Siska mengambil cuti dengan alasan sakit, dan kehadirannya kembali ke kantor langsung mencuri perhatian banyak orang. Wanita itu melangkah masuk dengan senyum penuh percaya diri, mengenakan blazer biru yang dipadukan dengan rok pensil hitam, mencoba menampilkan citra sempurna seperti biasanya. Namun perutnya sedikit menonjol. Langkah wanita yang sedang hamil itu terhenti saat dia melihat sosok Akira keluar dari ruangan Pak Hermawan. Wajahnya langsung berubah, sorot matanya penuh kecurigaan. Siska mengangkat alisnya, berjalan mendekati Akira yang sedang membawa beberapa dokumen. “Wah, wah, wah. Jadi ini yang kamu lakukan setelah mantan suami kamu membuangmu jauh dari kehidupannya,, Akira?” Nada sarkas meluncur mulus dari bibirnya, kemudian menatap Akira dari ujung kepala hingga kaki. Akira mengerutkan dahi, bingung dengan tuduhan yang tiba-tiba muncul. “Apa maksudmu, Siska?” “Oh, jang
Rumah megah itu tampak sunyi, hanya suara langkah berat Andre yang terdengar saat pemuda itu memasuki ruang tamu. Wajahnya kusut, bibirnya tertutup rapat, dan kerutan di dahinya memperlihatkan betapa buruk harinya. Di ruang tengah, dirinya mendapati Siska-istri barunya, duduk santai di sofa sambil menikmati buah anggur. Pandangannya terpaku pada layar ponsel yang menayangkan film komedi.Andre menghentikan langkahnya, menatap Siska dengan tatapan tajam.“Kamu enak banget, ya. Duduk santai di sini sambil nonton film, sementara aku jungkir balik di luar,” suara Andre dingin, tetapi penuh emosi yang terpendam.Siska menoleh dengan kaget, tapi alih-alih merasa bersalah, wanita yang sedang hamil itu tersenyum kecil. “Hari yang berat, ya? Sini, duduk dulu. Aku tadi bikin jus mangga, masih ada di kulkas.”Namun, tawaran itu tidak meredakan emosi Andre. Dia berjalan ke arah meja, meletakkan tas kerjanya dengan kasar, lalu berbalik menghadap istrinya yang masih memperhatikan ponsel pintarnya..
Akira duduk di ruang kerjanya yang mewah, ditemani suara jam dinding yang berdetak lembut. Matanya tertuju pada laporan yang baru saja diberikan Hiroshi, sekretaris barunya. Wajah Hiroshi memancarkan ketenangan, sementara senyumnya yang penuh percaya diri membuat Akira semakin nyaman bekerja bersamanya. Namun, di balik ketenangan itu, ada badai yang sedang berkecamuk. Andre-mantan suami Akira, baru-baru ini memperingatkan bahwa Hiroshi adalah seorang parasit berbahaya. Akira memberikan tugas khusus kepada salah satu Intel terbaiknya, meminta untuk memberikan laporan khusus tentang, Hiroshi beberapa hari ini, wanita muda itu tetap waspada dengan orang baru dan orang lama seperti mantan suaminya. Namun, setelah menyewa detektif profesional untuk memantau aktivitas Hiroshi, Akira tidak menemukan bukti yang mendukung klaim Andre. Sebaliknya, Hiroshi tampak jujur dan loyal, sesuatu yang membuat Akira lebih percaya padanya daripada pada Andre. Andre tidak tinggal diam. Ketika dia meng
Malam itu Akira kerja lembur sebagai Direktur Utama, entah sudah berapa jam dia berada di dalam kantor miliknya. Wanita muda itu mulai bergegas untuk pulang, pandangannya mulai mengabur dan berhalusinasi ada seseorang yang menolong dirinya. "Nona.. Anda tidak apa?" Suara yang asing bagi Akira, namun wanita itu belum sepenuhnya sadar "Nona, Anda sakit apa?" Pertanyaan tersebut membuat Akira sadar. "Kamu siapa? Kenapa saya ada di sini?" ujar wanita muda itu sambil melihat ruangan bercat putih yang merupakan ruangan tunggu. "Maaf, Nona, tadi saya tidak sengaja melihat Anda pingsan di dalam lift," sahut pemuda itu dengan nada lembut. "Terima kasih untuk pertolongan kamu, tapi........" Belum selesai Akira mengucapkan terima kasih, pemuda tersebut sudah pergi dari pandangan Akira. Akira yang sudah agak mendingan pun akhirnya menghubungi sopir pribadi ayahnya, wanita muda itu menceritakan kejadian yang menimpa dirinya, dan sang Ayah meminta sopir untuk menjemput putrinya di kantor.
Akira kini berada di samping Pak Hermawan, mengangguk berwibawa kala ayahnya mengumumkan dengan nada tegasnya bahwa Akira lah yang akan menggantikan posisinya di perusahaan. "Saya harap kalian tidak salah sangka, karena meskipun masih muda, Putri saya ini sudah belajar dengan giat dan bekerja keras selama bertahun-tahun. Jadi, Akira bukan sekedar menerima, tapi memang dia pantas untuk berada di posisi ini." tutur bangga pria paruh baya yang kini tersenyum penuh arti kepada Andre. Akira juga tersenyum puas ketika melihat ekspresi Andre dengan mulutnya yang terbuka. Mungkin, dia tak pernah menyangka jika mantan mertuanya, adalah atasannya sendiri. Memang, ketika Andre menikahinya, kebetulan ayahnya sedang ada dinas di luar negeri, sehingga Akira harus diwakili oleh walinya.Saat rapat dihentikan sementara untuk beristirahat, Akira bergegas menuju toilet. Namun, tiba-tiba, seseorang mencengkram pergelangan tangannya dengan kuat.“Apa yang kamu lakukan di sini?!” tanya Andre, menatap A
Akira berakhir naik taksi dan pulang terlebih dahulu, meninggalkan mamanya. Akira merasa bersalah, namun di saat bersamaan, Akira tak mau bertemu mantan suaminya yang telah menyakitinya lebih lama lagi. Air mata yang terus mengalir membuat pandangannya buram. Hinaan dan ejekan yang baru saja diterimanya dari Siska dan Andre masih terngiang di telinganya, menusuk hati seperti belati tajam. Dia merasa terpojok, tidak berdaya, dan marah pada dirinya sendiri karena tidak mampu membalas.“Akira!” Mendengar teriakan mamanya dari bawah, Akira bergegas menghapus air matanya, merasa malu karena terus menangisi Andre di depan mamanya sendiri yang jelas-jelas membenci mantan suaminya. “Akira, maafkan mama ya, karena mama kamu harus menghadapi orang-orang hina itu lagi.”Di luar dugaan Akira, Selena justru meminta maaf. Berarti, mamanya telah bertemu dengan Andre dan juga Siska setelah Akira pergi. Tak ingin kembali menangis, Akira hanya mengangguk pelan.“Kamu tidur aja sekarang, karena mula
"Kamu sudah siap belum, Akira!?" Teriakan dari lantai bawah membuat Akira yang sedang bersiap-siap mulai bergegas. Hari itu, ibunya mengajak dirinya untuk pergi ke mall untuk ke salon, dan juga belanja keperluan ibunya. Entahlah apa itu yang dimaksud, tapi daripada Akira harus larut dalam kesedihan pasca kejadian kemarin, Akira memutuskan untuk ikut. "Sudah, Mom, tapi apakah Mommy tidak malu jika aku berpakaian seperti ini? Habis … pakaian yang kubawa dari rumah Mas Andre semuanya sudah tak layak pakai …" tutur Akira menunjukkan pakaiannya hari itu, yang hanya sebatas celana jeans dan juga kaus sederhana. "Gak apa kok, mau pakai apapun juga, anakku tetap yang paling cantik!" puji Selena kepada putrinya dengan tulus, “Lagipula, lihat ibumu ini, ibu juga hanya memakai dress batik sederhana. Orang-orang mungkin mengira ibu pakai daster!”Ucapan dari ibunya sendiri membuat Akira tersipu, dan tertawa di saat bersamaan. Itulah yang Akira sukai dari keluarganya. Meskipun Akira tahu betap