Murni pun kemudian memberi usul. Murni mengatakan ada satu cara jitu yang bisa secara langsung mengatasi semua kesulitan Pak Rusdi. Yaitu dengan membakar ruko Pak Rusdi sendiri. Karena ruko Pak Rusdi diasuransikan , Pak Rusdi akan mendapatkan ganti rugi yang cukup banyak dari pihak asuransi. Dengan demikian Pak Rusdi bisa membayar hutang. Bukan itu saja. Rumah makan saingan Pak Rusdi juga akan ikut hangus terbakar. Sekali tepuk, dua lalat mati, kalau menurut istilah Murni. Murni kemudian ganti bercerita. Murni mengatakan kalau dirinya baru saja ditinggalkan oleh suaminya, karena suaminya kesengsem dengan perempuan lain. Dan perempuan lain itu adalah Suri, tetangga Pak Rusdi. Murni ingin membalas dendam pada Suri, dengan cara membuat Suri bangkrut. Murni meminta Pak Rusdi membiarkan saja api membesar hingga membakar semua deretan gedung yang ada di sana. Dengan begitu ruko kepunyaan Suri juga akan ikut menjadi debu. Sebagai imbalannya Murni akan memberikan upah sebesar seratus juta r
"Ayah sudah mendengar semuanya dari Damar dan juga penyidik perihalmu ditahan di sini." Pak Bondan Eka Cipta menatap kecewa Murni kecewa. Putri tunggal yang sangat ia sayangi sepenuh hati. Bersama Damar, hari ini Pak Bondan mendatangi kantor polisi untuk menjenguk Murni. Murni ditahan karena menjadi dalang kebakaran sejumlah ruko di jalan Sudirman. Bersama Pak Rusdi, Murni ditahan di kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.Pada saat ini Pak Bondan dan Damar duduk bersisian dengan Murni di ruangan Juru Periksa Kepolisian. Pak Bondan datang untuk membicarakan masalah kemungkinan tahanan kota dan membawa pengacara untuk Murni."Oh, baguslah kalau begitu. Berarti Murni tidak perlu capek-capek lagi menjelaskannya pada Ayah," cetus Murni enteng. "Lihat, Pak Juper. Saya sudah dijemput oleh ayah saya. Sudah saya katakan bukan, kalau saya akan secepatnya keluar dari tempat busuk ini. Tempat ini tidak layak untuk orang seperti saya," decih Murni jijik. Ia menyeringai sini
"Pak Juper, proses saja anak saya sesuai dengan hukum yang berlaku. Saya membatalkan niat saya untuk membawa pengacara mewakili anak saya di sini." Bondan beringsut dari kursi. Kepalanya sedang panas. Untuk itu sebaiknya ia rehat sejenak. Kepala yang panas tidak akan menghasilkan pemikiran yang bijak."Ayo, Mar. Kita jalan. Kita bahas masalah Chika di rumah saja. Saya minta maaf atas semua masalah yang disebabkan oleh Murni padamu," usul Pak Bondan lelah. Pak Bondan sebenarnya sudah tidak punya muka lagi untuk membahas kesalahan demi kesalahan yang disebabkan oleh Murni. Tapi ia harus. Masalah ini harus segera diselesaikan. Dengan demikian jati diri Chika akan jelas. Ia perlu tahu siapa sebenarnya ayah kandung Chika.Hari ini Pak Bondan baru mengetahui perihal Chika setelah secara tidak sengaja. Ia mendengar pembicaraan Damar dengan Bu Ajeng via telepon. Chika, cucu kesayangannya ternyata bukanlah darah daging Damar. Setelah sekian tahun berlalu, baru hari ini jugalah ia tahu penyebab
Suri berjalan hilir mudik melayani pengunjung yang singgah ke stand-nya. Dengan sabar dan penuh sukacita Suri menjelaskan tentang produk-produk yang dibuat oleh Suri Craft and Creations pada pengunjung. Hari ini adalah hari terakhir pameran UMKM di Hall A Jakarta Covention Center. Suri sangat gembira. Selain penjualan produk-produk rajutannya laris manis, kain-kain nusantara yang merupakan kerjasamanya dengan Pak Irsan, juga mendapat tender dari beberapa hotel. Industri hotel dewasa ini mulai tertarik untuk menggunakan produk UMKM nusantara. Mulai dari food and beverage hingga dekorasi. Pemerintah memang sedang menggalakkan kampanye Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia atau GNBBI. Kebijakan ini diambil demi memulihkan perekonomian dari berbagai sektor. Baik dari sisi industri perhotelan maupun UMKM itu sendiri. Suri mempersiapkan mental kala memindai kehadiran Pras. Mantan suaminya itu terpantau tengah melihat-lihat stand-stand lainnya. Ketika Pras memandang ke arahnya, dan Sur
"Baiklah, aku akan jujur. Mas, kita memang tetap harus menjaga tali silaturahmi. Karena ada Wira di antara kita. Tapi aku menolak untuk membicarakan sesuatu yang sifatnya di luar Wira. Itu tidak etis, Mas. Kita masing-masing sudah mempunyai pasangan. Lagi pula Bu Murni--""Jangan sebut-sebut nama Murni lagi. Kemarin Murni telah memutuskan dua hubungan kami sekaligus. Hubungan kerja dan juga hubungan asmara. Aku pengangguran sekarang. Kedatanganku ke sini adalah untuk meminta pekerjaan pada salah seorang relasi. Katanya ia akan menghadiri pameran ini. Makanya aku ada di sini."Murni mendepak Pras karena tujuannya untuk mengajuk hati Damar gagal rupanya."Kalau begitu Mas bertukar pikirannya dengan Bu Murni saja. Tanyakan mengapa ia memutuskan Mas secara sepihak. Bicarakanlah baik-baik." Suri yang sudah bisa menebak ke arah mana Pras akan berbicara memberi nasehat sekedarnya. Ia tidak mau terlalu ikut campur dalam hubungan asrama orang lain."Kamu benar-benar sudah tidak peduli padaku
"Ibu sama sekali tidak menyangka kalau kamu bisa sesukses ini, Ri. Terima kasih Gusti Allah. Karena Engkau telah memberikan rahmat sebesar ini kepada anak hamba." Bu Niken Pujiastuti menatap layar televisi seraya menadahkan kedua tangannya dalam posisi berdoa. Ia sungguh terharu menyaksikan anak perempuannya ada di televisi. Saat ini putrinya tengah duduk di ruang tamu keluarga. Suri pulang ke kampung halaman untuk menjenguk ayahnya yang tengah sakit.Di samping Suri, duduk Sulastri yang tertawa kegirangan sambil terus menatap televisi. Di kursi lain duduk Bapak dan Ibu Siswoyo, mantan mertua Suri sekaligus mantan besannya. Bapak dan Ibu Siswoyo kebetulan juga tengah menjenguk Pak Ratno. Di luar mantan besan, mereka semua adalah teman lama. Tinggal sekampung pula. Walaupun putra dan putri mereka telah bercerai, hubungan mereka sebagai tetangga dan teman baik tidak berubah."Selain masuk televisi, kamu ada di surat kabar dan handphone tidak, Ri?" Pak Ratno, ayah Suri juga ikut merasa
"Hah, su--suami saya kecelakaan? Saya tidak mempunyai suami Suster. Bisa Suster tolong sebutkan namanya?" Suri tergagap. Dirinya telah menjanda selama sepuluh bulan lebih. Suaminya yang mana yang kecelakaan?"Akan halnya bapak dan ibu Siswoyo, keduanya sontak menegakkan tubuh. Perasaan mereka tidak enak. Jangan-jangan putra merekalah yang tengah mengalami kecelakaan!Begitu juga dengan Pak Ratno dan Bu Niken. Keduanya saling bertukar pandangan. Jangan-jangan mantan menantu merekalah yang celaka."Tidak punya suami? Maaf. Kami tidak tahu, Bu. Hanya saja korban menyebut nama Ibu dan memberikan nomor ini sebelum korban pingsan. Berdasarkan kartu identitas, nama korban adalah Prasetyo Prasojo.""Astagfirullahaladzim, Mas Pras!" Suri menjerit kecil."Jadi Pras yang kecelakaan, Ri? Di mana dia sekarang? Apakah dia baik-baik saja?" Bu Siswoyo berdiri dari duduknya. Air mukanya pucat dan tegang. Bagaimanapun bodohnya Pras, ia tetaplah anaknya. Darah daging yang selama sembilan bulan sepuluh h
"Bapak dan Ibu benar-benar minta maaf karena telah menyusahkan kalian berdua, Suri, Nak Damar." Pak Siswoyo sungguh-sungguh merasa tidak enak hati karena telah merepotkan Suri dan Damar. Saat ini dirinya dan istri menumpang mobil Damar menuju rumah sakit. Dirinya duduk di depan, di samping Damar yang tengah menyetir. Sementara istrinya duduk di baris kedua bersama Suri. Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit dirinya dan istri tidak henti-hentinya memanjatkan doa. Memohon kepada yang Maha Kuasa agar Prasetyo, putra mereka dalam keadaan baik-baik saja.Setiba di Jakarta, memang Damar telah menunggu di rumah Suri. Dari gerak-gerik keduanya, Pak Siswoyo sudah bisa menyimpulkan bahwa keduanya memang mempunyai hubungan. Nama Damar sendiri sudah tidak asing di telinga Pak Siswoyo. Pras pernah menyebutkan nama itu tatkala dirinya menyidang kelakuan tidak pantas Pras yang berselingkuh.Dan hari ini, setelah Pak Siswoyo mengawasi gerak-gerik keduanya, Pak Siswoyo telah menyimpulkan satu hal. B
"Bagaimana keadaan Ibu?" Suri menghampiri sang ibu yang terbaring di ranjang." Dirinya memang langsung pulang kampung setelah kakaknya mengabari kalau ibu mereka sedang sakit. "Lho kamu kok tiba-tiba ada di sini, Ri? Kamu datang dengan siapa? Damar?""Dengan Pak Min, Bu. Mas Damar besok baru menyusul. Ada rapat tahunan perusahaan. Keadaan Ibu bagaimana?" Suri menggenggam tangan sang ibu. "Seperti yang kamu lihat. Ibu baik-baik saja. Pasti kamu ya yang mengadu pada Suri, Las? Ibu tidak apa-apa kok?" Bu Niken memelototi Sulastri. Putri sulungnya ini sedikit-sedikit selalu mengadu pada Suri."Tidak apa-apa bagaimana? Orang Ibu nyaris stroke kemarin?" bantah Sulastri."Itu 'kan kemarin. Sekarang Ibu toh baik-baik saja. Lain kali jangan sedikit-sedikit mengadu pada Suri. Suri baru beberapa bulan melahirkan. Repot ke mana-mana membawa bayi." "Tidak repot kok, Bu. Kan ada Mbok Inah. Lagi pula sekalian Wira ingin bertemu dengan Pras. Rindu katanya. Kebetulan sekolahnya libur dua hari karen
Suri merapikan gaun hamil babydollnya karena tegang. Saat ini MC tengah membacakan nama-nama pengusaha yang masuk dalam nominasi Anugerah Wirausaha Indonesia atau AWI. Anugerah Wirausaha Indonesia itu sendiri adalah satu acara penghargaan yang diberikan kepada para pengusaha di Indonesia. Kompetisi dan penghargaan AWI ini biasanya dilaksanakan setiap tahunnya. Dan malam ini adalah acara AWI yang ke-22. Yang mana acara diselenggarakan pada ballroom Adi Daya Graha Hotel. Dalam acara AWI tahun ini, Damar yang mewakili PT Karya Tekstil Adhyatna masuk dalam 26 nominasi AWI yang terpilih. "Santai saja, Sayang. Jangan tegang. Nanti anak kita ikutan tegang di dalam sana." Damar menggenggam tangan Suri yang saling terjalin di pangkuan. Astaga, tangan Suri dingin sekali."Saya tidak tegang, Mas. Saya cuma tidak tenang. Masa nama Mas tidak disebut-sebut sih!" Suri mendecakkan lidah. MC dari tadi hanya membacakan nama-nama nominasi pengusaha yang lain."Sabar dong, Sayang. Nominasi yang harus
Dokter Aslan tersenyum tipis. Ia teringat pada Murni Eka Cipta. Sang pendonor yang juga mantan teman sekolahnya. Pada mulanya dokter Aslan tidak mengetahui kalau pendonor kornea mata Pras adalah Murni, teman SMP-nya dulu. Sampai sosok tubuh kaku Murni didorong masuk ke ruang operasi. Berdampingan dengan Pras. "Sudah lama meniatkan kornea matanya untuk saya? Siapa orangnya, Pak Dokter? Pras mengerutkan dahi. Ia penasaran. Siapa orang ini sampai-sampai meniatkan mendonor mata padanya? "Nanti Pak Pras akan tahu sendiri." Dokter Aslan menepuk ringan bahu Pras."Baiklah. Karena operasi ini telah berhasil dengan baik, saya akan memeriksa pasien lain lagi. Nanti siang, Pak Pras sudah bisa keluar dari rumah sakit. Saya ingatkan, besok pagi Bapak harus kembali kontrol ke poli mata untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan. Gunakan obat tetes mata sesuai dengan anjuran. Hindari menekan atau mengusap bagian mata, dan jangan mengendarai kendaraan bermotor. Tambahannya makanlah makanan yang bergizi s
Pras duduk di sisi ranjang seraya membuka mata perlahan. Ia mengikuti instruksi dokter Aslan. Perban yang membungkus matanya selama dua hari ini akhirnya dibuka juga. Sehari setelah operasi keratoplasti alias cangkok kornea mata, dirinya hanya mengganti perban dan mengecek kondisi mata. Setelah dinyatakan kalau hasil operasinya bagus, baru pada hari kedua inilah ia akan membuka mata hasil keratoplasti. Ia sungguh berterima kasih kepada siapa pun orang yang telah mendonorkan kornea mata padanya.Pras mencoba mengikuti instruksi dokter Aslan. Matanya masih terasa sedikit lengket. Padahal tadi dokter Aslan telah mengusapkan semacam cairan sejuk yang melembabkan matanya. Setelah matanya terbuka, Pras mengedip-ngedipkannya sebentar. Samar-samar ia mulai melihat cahaya terang. Sebuah tirai jendela berwarna hijau muda. Pras terbata-bata mengucap syukur. Akhirnya ia mampu melihat cahaya setelah tiga tahun bergelut dalam kegelapan."Ayah? Ayah sekarang sudah bisa melihat belum?"Suara Wira, p
"Ya sudah, Wira baik-baik di sana ya? Jangan nakal." Suri mengelus puncak kepala Wira. Sang putra mengangguk patuh. "Wira masuk ke dalam mobil dulu sana. Papa ingin berbicara pada bunda." "Siap, Pa." Wira bergegas masuk ke dalam mobil. Ia sudah tidak sabar ingin menunjukkan bingkisan pada sang ayah. Karena konon katanya ayahnya sudah bisa melihat sekarang."Mas pergi dulu ya, Ri? Kamu dan Dimas baik-baik di rumah. Mas tidak lama. Setelah semua urusan selesai, Mas dan Wira akan langsung pulang ke rumah." Damar mengecup kening Suri mesra. Setelahnya ia mencium sayang pipi anak laki-lakinya.Damar kemudian berjongkok sembari mengelus perut Suri yang sedikit membukit. Ya, Suri tengah mengandung muda. Dirinya dan Suri memang kejar setoran. Usia mereka berdua sudah tidak muda lagi. Untuk mereka berusaha secepat mungkin memiliki keturunan."Adek bayi juga baik-baik di dalam sana ya? Jangan buat Bunda susah ya, Nak ya?" Damar mencium perut Suri. Mengelus-elusnya sebentar. "Ri, jangan kela
Tiga tahun kemudian.Seorang lelaki tua mengecup kening putri kesayangannya untuk yang terakhir kalinya. Setelahnya ia menatap nanar ketika jenazah sang putri didorong masuk ke ruang operasi. Sejurus kemudian satu brankar juga didorong masuk. Pintu kemudian ditutup, bersamaan dengan air matanya yang menetes perlahan. "Selamat jalan, putriku. Ayah bangga padamu karena telah berjuang hingga kamu tidak mampu lagi bertahan. Ayah juga akan melaksanakan pesan terakhirmu. Doakan agar Ayah kuat kehilanganmu. Karena masih ada satu pesanmu lagi yang harus Ayah emban hingga Ayah tutup usia."Air mata sang lelaki tua terus menetes, tanpa sang lelaki tua itu sadar. Ia menangis tanpa suara tanpa emosi. Selama tiga tahun menemani putri tunggalnya ini berjuang melawan penyakit-penyakitnya, tidak sekalipun ia menangis. Ia tidak mau putrinya melihatnya patah semangat.Namun hari ini, semua emosi yang selama ini ditahan-tahannya sendiri luruh. Ia telah kehilangan istrinya bertahun lalu. Dan kini ia ju
Dengan besar hati Murni meminta maaf atas semua kesalahannya. Dua minggu belakangan ini ia sudah menyadari semua kesalahannya. Ia juga sudah meminta maaf pada Pras, walau yang bersangkutan tidak bersedia menerima teleponnya. Menurut orang tua Pras, sekarang Pras kerap mengurung diri di kamar. Pras sedang menjalani fase-fase terburuk dalam hidupnya. "Saya maafkan, Bu. Saya juga minta maaf kalau selama ini tanpa sengaja saya telah menyakiti hati Ibu. Kita akhiri saja semua perseteruan tiada guna ini ya, Bu?" "Iya, Ri." Murni mengangguk mengiyakan. Ia setuju dengan rekonsiliasi Suri ini. Sudah cukup semua pertikaian yang pada mulanya ia picu."Sebaiknya kita memang menghentikan segala pertikaian dan menjalin hubungan silaturahmi demi tumbuh kembang anak-anak kita. Mas Damar sudah berjanji bahwa ia akan tetap menjadi ayah Chika sampai kapan pun, walau ayah kandungnya ada. Martin telah memiliki istri dan juga anak-anak. Saya harus mempertimbangkan perasaan Lidya, istri Martin."Suri ters
"Boleh saya berbicara berdua denganmu, Ri?" Murni memajukan kursi roda. Menghampiri Suri dan Damar yang sedianya akan ke lokasi perhelatan."Tidak bisa, Murni. Kami akan segera ke ballroom. Lagi pula, saya tidak mengizinkan kamu hanya berdua saja dengan Suri. Terlalu riskan soalnya." Damar dengan cepat menghalangi laju kursi roda Murni. "Saya hanya ingin berbicara sebentar saja dengan Suri sebagai sesama perempuan. Sepuluh menit saja, Mas. Lagi pula keadaan saya sekarang seperti ini. Bagaimana mungkin saya bisa menyakiti Suri?" Murni memandang Damar kecut, seraya menunjuk kursi roda dengan tatapan mata. Di mana dirinya terduduk lemah dengan hanya satu kaki normal. Kaki lainnya tinggal sebatas lutut yang ditutupi oleh kain menyerupai rok batik panjang."Menyakiti tidak hanya selalu dalam bentuk fisik, Murni." Damar menggeleng. Ia tetap tidak mengizinkan Suri berduaan dengan Murni. Istimewa di resepsi pernikahan mereka. Damar tidak mau sampai Murni melukai perasaan Suri di hari bahagi
"Oh iya. Saya akan membawa tas kecil berisi ponsel saja. Mbak Husna bisa tolong ambilkan tas tangan saya?" pinta Suri pada Mbak Husna. Suri tidak berani memandang wajah Damar yang tengah tersenyum lebar. Ia malu."Bisa dong, Ri. Ini." Mbak Husna meraih tas tangan mewah bertabur swarovski milik Suri di atas meja. Ia kemudian mengulurkan tas tangan berkilauan itu pada sang empunya tas."Mbak Husna tidak ikut keluar sekalian?" Suri yang masih grogi ingin agak Mbak Husna ikut berjalan bersama. Sebagai seorang perias pengantin, sudah menjadi kewajiban Mbak Husna untuk mendampinginya."Kamu keluar bersama Pak Damar dulu. Mbak akan mempersiapkan tas kecil untukmu touch up nanti, kalau diperlukan. Kamu duluan saja, Mbak akan segera menyusul." Mbak Husna memberi kesempatan pada Damar untuk membimbing Suri. Sebagai orang yang sudah makan asam garam kehidupan lebih lama, Mbak Husna tahu bahwa Suri belum seratus persen percaya diri menyandang status sebagai istri Damar. Oleh karenanya Mbak Husna