"Pak Juper, proses saja anak saya sesuai dengan hukum yang berlaku. Saya membatalkan niat saya untuk membawa pengacara mewakili anak saya di sini." Bondan beringsut dari kursi. Kepalanya sedang panas. Untuk itu sebaiknya ia rehat sejenak. Kepala yang panas tidak akan menghasilkan pemikiran yang bijak."Ayo, Mar. Kita jalan. Kita bahas masalah Chika di rumah saja. Saya minta maaf atas semua masalah yang disebabkan oleh Murni padamu," usul Pak Bondan lelah. Pak Bondan sebenarnya sudah tidak punya muka lagi untuk membahas kesalahan demi kesalahan yang disebabkan oleh Murni. Tapi ia harus. Masalah ini harus segera diselesaikan. Dengan demikian jati diri Chika akan jelas. Ia perlu tahu siapa sebenarnya ayah kandung Chika.Hari ini Pak Bondan baru mengetahui perihal Chika setelah secara tidak sengaja. Ia mendengar pembicaraan Damar dengan Bu Ajeng via telepon. Chika, cucu kesayangannya ternyata bukanlah darah daging Damar. Setelah sekian tahun berlalu, baru hari ini jugalah ia tahu penyebab
Suri berjalan hilir mudik melayani pengunjung yang singgah ke stand-nya. Dengan sabar dan penuh sukacita Suri menjelaskan tentang produk-produk yang dibuat oleh Suri Craft and Creations pada pengunjung. Hari ini adalah hari terakhir pameran UMKM di Hall A Jakarta Covention Center. Suri sangat gembira. Selain penjualan produk-produk rajutannya laris manis, kain-kain nusantara yang merupakan kerjasamanya dengan Pak Irsan, juga mendapat tender dari beberapa hotel. Industri hotel dewasa ini mulai tertarik untuk menggunakan produk UMKM nusantara. Mulai dari food and beverage hingga dekorasi. Pemerintah memang sedang menggalakkan kampanye Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia atau GNBBI. Kebijakan ini diambil demi memulihkan perekonomian dari berbagai sektor. Baik dari sisi industri perhotelan maupun UMKM itu sendiri. Suri mempersiapkan mental kala memindai kehadiran Pras. Mantan suaminya itu terpantau tengah melihat-lihat stand-stand lainnya. Ketika Pras memandang ke arahnya, dan Sur
"Baiklah, aku akan jujur. Mas, kita memang tetap harus menjaga tali silaturahmi. Karena ada Wira di antara kita. Tapi aku menolak untuk membicarakan sesuatu yang sifatnya di luar Wira. Itu tidak etis, Mas. Kita masing-masing sudah mempunyai pasangan. Lagi pula Bu Murni--""Jangan sebut-sebut nama Murni lagi. Kemarin Murni telah memutuskan dua hubungan kami sekaligus. Hubungan kerja dan juga hubungan asmara. Aku pengangguran sekarang. Kedatanganku ke sini adalah untuk meminta pekerjaan pada salah seorang relasi. Katanya ia akan menghadiri pameran ini. Makanya aku ada di sini."Murni mendepak Pras karena tujuannya untuk mengajuk hati Damar gagal rupanya."Kalau begitu Mas bertukar pikirannya dengan Bu Murni saja. Tanyakan mengapa ia memutuskan Mas secara sepihak. Bicarakanlah baik-baik." Suri yang sudah bisa menebak ke arah mana Pras akan berbicara memberi nasehat sekedarnya. Ia tidak mau terlalu ikut campur dalam hubungan asrama orang lain."Kamu benar-benar sudah tidak peduli padaku
"Ibu sama sekali tidak menyangka kalau kamu bisa sesukses ini, Ri. Terima kasih Gusti Allah. Karena Engkau telah memberikan rahmat sebesar ini kepada anak hamba." Bu Niken Pujiastuti menatap layar televisi seraya menadahkan kedua tangannya dalam posisi berdoa. Ia sungguh terharu menyaksikan anak perempuannya ada di televisi. Saat ini putrinya tengah duduk di ruang tamu keluarga. Suri pulang ke kampung halaman untuk menjenguk ayahnya yang tengah sakit.Di samping Suri, duduk Sulastri yang tertawa kegirangan sambil terus menatap televisi. Di kursi lain duduk Bapak dan Ibu Siswoyo, mantan mertua Suri sekaligus mantan besannya. Bapak dan Ibu Siswoyo kebetulan juga tengah menjenguk Pak Ratno. Di luar mantan besan, mereka semua adalah teman lama. Tinggal sekampung pula. Walaupun putra dan putri mereka telah bercerai, hubungan mereka sebagai tetangga dan teman baik tidak berubah."Selain masuk televisi, kamu ada di surat kabar dan handphone tidak, Ri?" Pak Ratno, ayah Suri juga ikut merasa
"Hah, su--suami saya kecelakaan? Saya tidak mempunyai suami Suster. Bisa Suster tolong sebutkan namanya?" Suri tergagap. Dirinya telah menjanda selama sepuluh bulan lebih. Suaminya yang mana yang kecelakaan?"Akan halnya bapak dan ibu Siswoyo, keduanya sontak menegakkan tubuh. Perasaan mereka tidak enak. Jangan-jangan putra merekalah yang tengah mengalami kecelakaan!Begitu juga dengan Pak Ratno dan Bu Niken. Keduanya saling bertukar pandangan. Jangan-jangan mantan menantu merekalah yang celaka."Tidak punya suami? Maaf. Kami tidak tahu, Bu. Hanya saja korban menyebut nama Ibu dan memberikan nomor ini sebelum korban pingsan. Berdasarkan kartu identitas, nama korban adalah Prasetyo Prasojo.""Astagfirullahaladzim, Mas Pras!" Suri menjerit kecil."Jadi Pras yang kecelakaan, Ri? Di mana dia sekarang? Apakah dia baik-baik saja?" Bu Siswoyo berdiri dari duduknya. Air mukanya pucat dan tegang. Bagaimanapun bodohnya Pras, ia tetaplah anaknya. Darah daging yang selama sembilan bulan sepuluh h
"Bapak dan Ibu benar-benar minta maaf karena telah menyusahkan kalian berdua, Suri, Nak Damar." Pak Siswoyo sungguh-sungguh merasa tidak enak hati karena telah merepotkan Suri dan Damar. Saat ini dirinya dan istri menumpang mobil Damar menuju rumah sakit. Dirinya duduk di depan, di samping Damar yang tengah menyetir. Sementara istrinya duduk di baris kedua bersama Suri. Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit dirinya dan istri tidak henti-hentinya memanjatkan doa. Memohon kepada yang Maha Kuasa agar Prasetyo, putra mereka dalam keadaan baik-baik saja.Setiba di Jakarta, memang Damar telah menunggu di rumah Suri. Dari gerak-gerik keduanya, Pak Siswoyo sudah bisa menyimpulkan bahwa keduanya memang mempunyai hubungan. Nama Damar sendiri sudah tidak asing di telinga Pak Siswoyo. Pras pernah menyebutkan nama itu tatkala dirinya menyidang kelakuan tidak pantas Pras yang berselingkuh.Dan hari ini, setelah Pak Siswoyo mengawasi gerak-gerik keduanya, Pak Siswoyo telah menyimpulkan satu hal. B
"Belum, Bu. Ayahnya baru saja tiba dari luar negeri. Kami harus menunggu keluarga yang akan menandatangani informed consent terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan operasi. Oleh karenanya operasi baru saja dilakukan kurang lebih lima belas menit lalu."Rumah sakit menunggu tanda tangan Pak Bondan rupanya."Ruang operasinya ada di lantai berapa, suster?""Lantai tiga kamar operasi satu, Bu."Setelah mendapat keterangan dari suster jaga, Suri pamit pada Bapak dan Ibu Siswoyo untuk melihat keadaan Murni. Bapak dan Ibu Siswoyo mengiyakan linglung. Keduanya masih shock melihat keadaan Pras yang belum sadar-sadar juga.Suri menumpang lift untuk naik ke lantai tiga rumah sakit. Ketika lift terbuka di lantai tiga, Suri langsung melihat Pak Bondan yang tengah duduk tafakur di depan ruang operasi. Lampu indikator ruang operasi nomor urut satu masih menyala. Pertanda tindakan bedah sudah dimulai.Perlahan Suri mendekati Pak Bondan. Ia ikut prihatin melihat kecemasan dan kesedihan di wajah Pa
"Saat bertemu ayah nanti, Wira mau bilang apa?" Sembari menelusuri lorong rumah sakit Suri bertanya sambil lalu pada putranya. Hari ini adalah hari kedua Pras masuk rumah sakit karena kecelakaan lalu lintas bersama Murni.Tadi pagi Suri baru mengetahui keadaan Pras yang sesungguhnya. Bahwa besar kemungkinan kalau Pras akan mengalami kebutaan. Serpihan kaca mobil yang pecah, ternyata bukan hanya melukai wajah Pras. Tetapi juga menusuk kedua bola mata Pras. Kornea mata Pras memang masih lumayan bagus. Namun jaringan selnya rusak dan tidak bisa berfungsi lagi. Suri mengetahuinya setelah Bu Siswoyo meneleponnya dari rumah sakit dengan suara terbata-bata. Sesampai di rumah sakit kemarin, bapak dan ibu Siswoyo memang menginap di rumah sakit. Masih menurut Bu Siswoyo, sebenarnya ia tidak ingin menyusahkan perihal Pras. Hanya saja karena emosi Pras yang tidak stabil, Bu Siswoyo khawatir. Bu Siswoyo takut kalau Pras putus asa dan melakukan hal yang tidak-tidak. Untuk itulah Bu Siswoyo menghub