Dara merasakan jantungnya melompat-lompat ketika ditatap Hendra penuh selidik.“A-ah! Aku tidak sengaja berjumpa dengannya, kami awalnya beramah-tamah sebentar, setelah mendengar kabar jika oma jatuh, dia langsung menawar untuk mengantarkanku kemari,” alibi Dara membuat Hendra mengangguk dan tersenyum tipis, namun entah kenapa Dara tak lekas merasakan kedamaian di hati kecilnya.Delion mendekat, ia angsurkan tangan penuh guratan maskulin itu kepada Hendra. “Bagaimana kabarmu, Mas Hendra?” tanyanya dengan nada ramah, dalam hati mencebik pada Dara yang tak lihai menutupi kegugupannya.Hendra membalas jabatan tangan itu dengan senyum tak kalah ramah. Ia tarik tubuh Delion hingga keduanya berpelukan ala lelaki.“Baik! Lama tidak berjumpa, aku dengar kamu selalu disibukkan dengan pekerjaanmu, bukankah sebuah anugerah besar keponakanku ini bisa bertemu denganmu?” kata Hendra disertai candaan yang malah membuat Dara semakin gelisah.“Sebenarnya ada apa dengan oma?” tanya Dara menyuarakan ra
Dara memandangi jam tangannya. Sudah waktunya ia kembali ke kantor setelah menghabiskan waktu makan siangnya di rumah sakit untuk menemani Laksmi. “Oma aku pergi dulu, panggil perawat atau pembantu jika membutuhkan sesuatu, jangan memaksakan diri lagi, nanti aku usahakan pulang lebih awal dan menemani oma,” kata Dara sembari membereskan alat makan Laksmi Wardana. Sang nenek tampak mengangguk patuh. “Hati-hati,” katanya ketika melihat Dara menjauh setelah mengecup sayang pipinya. Dara mengemudikan black swan menuju PT. Juita Betari dengan santai. Ketika lampu merah menunjukkan otoritasnya, wanita itu selalu mengotak-atik ponselnya, berharap ada kabar dari Delion yang bisa melegakan dahaga dendamnya. Ketika tak ada nama Delion di pop up notifikasinya, Dara hanya bisa menelan kekecewaannya diam-diam. Setelah memarkirkan mobilnya di basemen kantor, Dara segera turun dan terburu ke kamar mandi untuk mengosongkan kandung kemihnya. Ketika tengah mencuci tangan, dua karyawati tiba-tiba ma
Dara merapikan rambut bergelombang sebahunya yang terkocar-kacir saat berolahraga pagi di taman rumah sakit Wijayakusuma yang asri. Setelah melakukan pendinginan, wanita ber-hoodie navy yang dipadukan dengan legging sport hitam selutut itu masuk ke lift, untuk mendatangi neneknya yang berada di kamar Naratama.“Kata Tante Anjani, Oma mau ubi bakar madu, aku sudah memberi tahu sopir, biar aku yang beli, di tempat langganan Oma,” celetuk Dara sebelum meneguk jus jeruknya. Ia mengotak-atik ponselnya guna menghubungi sang sopir.Wajah wanita senja itu langsung berbinar. “Kalau begitu cepat pergi! Sebelum habis!” serunya membuat sang cucu mengecimus sesaat.Dara berpamitan dengan Laksmi, tak lupa mengecup pipinya sebelum pergi mendatangi sopir yang saat ini sudah siap dengan kereta besinya. Membutuhkan waktu setengah jam untuk bisa sampai di tempat yang mereka tuju. Meskipun jam masih menunjukkan pukul delapan, antrean di tempat penjual ubi bakar itu sudah dipadati ratusan calon pembeli. D
“Kenapa belakangan ini kamu tidak mengunjungi ku?” tanya wanita awal 40-an dengan nada merajuk.Sang lawan bicara kontan memeluk si wanita “Di rumahku sibuk, menantuku baru keguguran, tidak enak kalau aku keluar di saat berduka,” jawab sang pria sembari meraba-raba lekukan yang menggoyahkan iman itu.“Aku kesepian,” aku sang wanita dengan mata terpejam, menikmati sensasi yang tercipta dari tangan lihai pria di depannya. Sensasi yang tak pernah ia dapatkan dengan laki-laki mana pun.Pria paruh baya itu tersenyum menyaksikan ekspresi sang wanita yang berhasil membangkitkan gairahnya. Gairah yang sebenarnya selalu ia dapat dari istrinya, tapi pria itu memilih melampiaskan ke wanita lain.“Sekarang sudah tidak, kan?” tanya suara maskulin itu membuat sang wanita semakin mendesah.“Emhh ... sekarang sudah ada kamu yang menemani, Ohh ... kamu menginap di sini, kan?” tanya si wanita sembari menatap kekasihnya. Namun, sebuah raut bersalah tergambar jelas di raut sang kekasih. “K-kenapa?” tanya
Dara memutar tubuhnya yang sudah terbungkus dress hitam polos dengan decakan kagum. Model gaunnya yang asymmetrical neckline memperlihatkan setengah pundaknya yang seksi dan kokoh berkat pilates yang rutin ia jalani. Perempuan itu sengaja memakai anting dengan aksen ramai agar fokus orang-orang langsung ke wajahnya.Berbalikan dengan antingnya yang ramai, Dara memilih kalung sederhana berbandul batu ruby yang warnanya merah menyala selaras dengan warna merah dibibirnya. Wanita itu juga sengaja memakai kitten heel 5 senti berwarna merah serta clutch bag senada. Bolehkan Dara kagum pada dirinya yang tampak lebih dewasa ini?“Kita berangkat sekarang?” tanya Hendra yang sudah berpakaian rapi.Dara mengambil ponselnya. “Lalu mama?” tanyanya mengingat Sukma sudah pasti juga hadir.Hendra berjalan lebih dulu. “Mbak Sukma sudah berangkat dari tadi, dia kan pimpinan perusahaan, beda sama kita yang bisa datang akhir,” katanya sembari memeluk sang istri yang berpakaian ala ibu rumah tangga.“Ya
Dara menatap sang mantan sama halnya melihat hantu. “K-kamu kenapa di sini?!” tanyanya dengan gusar.William tampak membuang napas kasar. “Bukankah aku yang harus bertanya? Kenapa kamu ada di sini? Tujuanku kemari jelas, aku bekerja sebagai office boy sekaligus merangkap sebagai pelayan khusus untuk malam ini,” jelas pria 31 tahun itu malah semakin membuat Dara gelisah.Dara berjalan menjauh. Niatnya kemari adalah untuk membersihkan bajunya. “Kamu tidak perlu mengurusi kehidupanku, Wiliam. Kamu tahu, kan? Kita sudah bercerai,” kata Dara sembari celingak-celinguk, berharap tak ada seorang pun yang memergoki mereka. Dara takut prestisenya sebagai pewaris Wijayakusuma hancur karena bersepi-sepi dengan office boy yang tak lain adalah mantan suaminya. Apalagi, di sini ada banyak kolega sekaligus rival perusahaan Wijayakusuma yang bisa saja memanfaatkannya. Sudah cukup Sukma menjauhinya, jangan sampai ibunya itu juga mengusirnya.“Dara ...,” ucap William sembari menahan langkah sang istri
Dara menata sang kolega dengan napas tertahan. Bahkan lipstik merah maroon itu tak berhasil menyembunyikan raut gugupnya. Jantungnya seperti pindah ke perut, rasa-rasanya ada yang menahan kakinya hingga perempuan itu tak kuasa bergerak barang se-inci. Pria 36 tahun itu memandangi raut Dara. “Sepertinya kamu ada urusan penting, ya?” tanyanya sembari memasukkan ponselnya ke saku celana. Sagara menundukkan kepalanya sekejap. “Maaf mengganggu, saya tidak berniat menguping pembicaraan kalian.” Setelahnya, pria tegap itu berlalu menciptakan jarak antara dirinya dengan wanita semampai yang beberapa menit lalu berkenalan dengannya.“Dara!” panggil William dengan langkah tertatih-tatih.Melihat tubuh sang mantan mulai mendekat, Dara praktis berjalan cepat menghindar. Ia sudah kacau, tak berniat lagi berada di pesta mewah jahanam ini. Maka kembalinya ia di tempat acara adalah mencari sang paman untuk berpamitan.Sedang celingak-celinguk mencari wajah ramah sang paman, tiba-tiba ada seseorang
“Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih pada seluruh divisi pemasaran yang sudah mau memberikan saya kesempatan untuk memimpin rapat hari ini. Saya sudah membaca proposal dengan hati-hati, agar kita tetap memiliki satu arah tujuan yang sama. Mari kita mulai dari Bu Dian, yang akan menjelaskan strategi pemasaran produk Nawasena beauty dan banyak produk obat-obatan herbal. Tolong jangan sungkan untuk menyampaikan ide atau komentar setelah presentasi selesai dilakukan. Dan tegur saya jika ada kesalahan dalam menanggapi.” Dara membuka rapat sebagai direktur divisi pemasaran dengan lancar. Berbagai divisi tampaknya memang sedang sibuk rapat sana-sini. Tak terkecuali divisi pemasaran yang bertanggung jawab atas strategi pemasaran sesuai dengan kondisi pasar, visi, misi serta sumber daya yang dimiliki perusahaan. “Baik. Terima kasih kepada Bu Dara. Kalau begitu saya akan memulai mempresentasikan proposal perencanaan secara terperinci ....” Setelah presentasi usai, forum disku
Dara refleks memegang lengan Sagara untuk menopang berat tubuhnya yang secara tiba-tiba melemas itu, membuat laki-laki di sampingnya itu tersentak kaget dengan perlakuannya. Wajah maskulin itu segera berubah menjadi kekhawatiran saat mendapati wajah Dara yang pucat pasi dengan keringat biji jagung, bahkan Sagara bisa merasakan tangan lentik itu yang perlahan mendingin.“Ada apa, Nona Dara?” tanya Sagara sembari menggoyangkan bahu perempuan itu sekonyong-konyong agar Dara lekas sadar dari keterkejutannya.Di sisi lain, entah kenapa Dara tak bisa bergerak barang se-inci pun, mulutnya terkunci rapat, tapi hatinya jelas mengumpat. Apalagi, melihat ekspresi sang gundik berseragam khas penjaga boot, yang berjalan mendekatinya dengan ekspresi yang seakan-akan memberitahu Dara jika perempuan sundal itu akan berbuat rusuh seperti kapan hari terakhir kalinya mereka bertemu.Peringatan Delion Sunarija tiba-tiba menyeruak, membuat Dara langsung gemetaran memikirkan segala kemungkinan yang saya
“Sudah dengar kabar perselingkuhan yang sedang viral di semua platform baru-baru ini?” pancing seorang karyawan bagian dari tim marketing, membuat anggota tim lain langsung menggerombol di kubikelnya.Dara sendiri menguping pembicaraan sang anak buah sembari mengintip dari tirai yang tertutup, beruntung ruangan khusus direktur marketing ini tak kedap suara. Dara ingin mendengar kondisi terkini tentang keluarga sang mantan.“Yang suaminya aktris terkenal dan baru-baru ini main film booming yang judulnya tukang becak naik haji itu, ya?” tanya salah satu perempuan yang langsung diangguki si pemancing itu.“Seratus! Menurut kalian, apa penyebab perselingkuhan itu terjadi sedang istrinya saja modis dan cantik, kok bisa malah berpaling sama upik abu seperti itu sih?” tanya sang pemancing gosip itu dengan nada menggebu-gebu. Dara tebak sang empunya pendukung garis keras si istri sah.Anggota lain tampak kasak-kusuk. “Iya lagi! Sumpah! Kupikir selingkuhannya bakal cantik seperti peri samp
Dara tersentak. Tangannya refleks membalik macbook yang menampilkan thumbnail video kiriman Delion dengan kasar. Jantungnya bertalu-talu saat mendengar suara familier menusuk gendang telinganya.Sialan! Inilah kenapa orang harus banyak hati-hati saat sedang senang, sebab ada banyak sekali hal yang bisa dengan mudah membalikkan keadaan. Seperti sekarang, Dara yang terlalu excited melihat penyelidikan Delion hingga ia melonggarkan kewaspadaan dengan tak mengunci pintu kamar, sampai akhirnya ada nenek dan bibinya yang hampir mengetahui sisi gelapnya.Dara berbalik dengan wajah kaku .“Oma? Tante Anjani? A-da perlu apa, ya?” tanyanya sembari menelan ludahnya gugup.“Bukan hal penting, sebenarnya. Tapi oma ingin minggu depan kamu mengosongkan jadwal pribadi untuk mengunjungi salah satu rumah sakit kita di pelosok. Nanti kamu berangkat bersama tante dan ibumu. Acaranya hari Sabtu dan Minggu kok,” kata Laksmi dengan senyum khas keibuannya.Dara mendesah lega dalam hati. “Baik, nanti aku p
“Wah! Kapan lagi bisa lihat layar tancap dalam rangka memperingati ulang tahun desa kita yang makmur ini,” celetuk seorang warga sembari terduduk di tikar yang sudah di gelar.Sang teman tampak mengangguk setuju. “Iya nih, tahun lalu desa kita tidak melakukan acara seperti ini,” jawab temannya sembari melepas sandalnya dan memasukkannya ke plastik bawaan dari rumah sebab khawatir tertukar atau dicolong orang.Sri Rahmi terlihat baru saja datang bersama tiga anak perempuannya dengan gamis yang kapan hari ia beli dari hasil setor teman. Di belakangnya ada William serta sang istri yang baru saja pulang dari mencari rezeki.“Bu Rahmi! Ayo ke sini!” ajak salah seorang ibu-ibu sembari melambaikan tangan pada sang tetangga Sri Rahmi tampak mengecimus melihat tatanan lapangan desa yang menurutnya tak selevel dengan gamis baru hijau neonnya. “Wah! Sudah datang saja kalian, semangat sekali, padahal hanya mau menonton layar tancap,” celetuknya sembari mengangkat gamisnya sebetis, tak mau ba
‘Lapor komandan, pion utama sudah dijalankan, untuk selanjutnya, aku akan menginfokan keadaan lawan lebih lanjut.’ Dara tersenyum tipis saat membaca pesan dari Delion Sunarija yang mengatakan jika pihak istri sah dosen hidung belang itu akan melancarkan ultimatumnya malam ini.Jangan khawatir, kali ini Dara tak akan turun tangan langsung, sebab ia hanya akan menjadi penonton dengan popcorn di tangannya. Benar juga kata Delion, tema dendamnya kali ini adalah membunuh tanpa menyentuh. Apalagi, setelah Dara melihat susunan rencana sang istri sah yang sangat rapi dan apik, entah Delion mendapatkannya dari mana, tapi yang jelas Dara jadi memahami ucapan sang dosen jika istrinya bukan berlian yang pantas dibuang.Dara menyesap teh hijaunya dengan anggun. Saat ini, perempuan yang sebentar lagi menginjak umur 30 itu berada di ruang keluarga di kediaman Wijayakusuma bersama seluruh anggota.Laksmi memejam merasakan pijatan sang putri. “Bagaimana peluncuran produk barumu? Oma dengar itu me
Dara gelisah di tempatnya, wanita itu tanpa sadar saling meremas jarinya yang berkeringat dingin. Apakah AC ruangan ini rusak? Kenapa Dara merasa kegerahan padahal ia hanya duduk manis. Dan tatapan itu, bagaimana Dara mendeskripsikan? Sagara Adikara tidaklah melemparkan tatapan tajam yang bisa membuatnya mengompol, bukan pula tatapan merendahkan yang membuat harga dirinya anjlok. Tatapan Sagara Adikara terbilang seperti orang-orang ramah pada umumnya dengan senyum yang tak bosan hinggap di bibirnya.Tapi anehnya, Dara tak serta-merta nyaman. Apabila pria di depannya ini bertanya mengenai kejadian kapan hari, ia harus menjawab apa? Ah! Iya pak Sagara, pria itu adalah mantan suami saya, atau mungkin, saya tidak mengenalinya pak. Tapi, kan nyatanya si kunyuk itu memanggil nama Dara saat pembicaraan itu. Argh! Dara ingin menjambak rambut yang sudah ia buat bergelombang itu.“Bagaimana keadaan nyonya Laksmi Wardana?”Eh? Dara mengangkat wajahnya hingga bertemu tatap dengan pria 36 tahun
Dara mendesah pasrah. Ekspresi kusut jelas tergambar di wajah oval itu. “Apakah ada jadwal pertemuan lagi hari ini?” tanyanya pada sang sekretaris yang tak kalah kusut, bahkan baju yang pagi tadi terlihat rapi itu kini hanya menjadi kenangan.Sang sekretaris tampak menatap layar iPad-nya. “Ini yang terakhir, Bu,” jawabnya sembari menyuruh office girl agar membuatkan teh untuk sang atasan yang tampak lelah.Dara mendesah. Aneh, harusnya dia lega karena pekerjaan menumpuknya akhirnya usai juga. Kemarin-kemarin dia selalu bersemangat saat mengetahui jam kerjanya usai.Ternyata, alasan sikapnya ini karena telepon dari nomor asing yang sejak kemarin menghantui mimpinya. Sebuah ajakan makan malam, entah kenapa Dara menjadi khawatir mengingat siapa pria yang di hadapinya. Atas saran sang informan alias Delion Sunarija, Dara pun menyetujui ajakan temu itu yang akan dilaksanakan malam ini di sebuah resor mewah yang sudah direservasi pihak pengajak.Karena pikiran suntuknya, Dara memilih tu
“Saya mau kita menikah, tidak masalah kalau siri,” kata seorang perempuan muda setelah percintaan panas dengan sang dosen selesai. tangannya meraih rok yang menyingkap sampai ke perut. Sang dosen yang terengah-engah itu tiba-tiba membuka matanya lebar-lebar. “Sudah gila kamu?! Aku bisa dicincang istri dan keluargaku, jika sampai ketahuan punya simpanan, apalagi sampai menikahi! Lagi pula, aku sudah punya istri yang mengagumkan, tidak mungkin aku meninggalkan dia dan anak-anakku,” katanya sembari menaikkan celana yang beberapa menit lalu diturunkan sang mahasiswi secara suka rela. “Lalu?! Apa yang kita lakukan selama ini?! Bapak juga memberitahu jika istri Bapak tak pandai memuaskan di ranjang, kan?!” Perempuan muda yang setengah telanjang itu tampak kesal akan ucapan sang dosen yang merangkap sebagai teman tidur. Bagaimana bisa dia memuji sang istri setelah beberapa saat lalu bercinta dengannya? Pria awal 40-an itu tersenyum sinis. “Memang benar dia tidak lihai dalam memuaskanku, ta
Dara melirik jam tangan yang melingkar di pergelangannya. Sudah saatnya berangkat ke kantor, pikirannya. Setelah gadis itu mengusap bibirnya dengan lipatan serbet bagian dalam, Dara berniat pamit bekerja hingga sebuah kata dari Hendra menyela.“Bagaimana?” tanya Hendra setelah menandaskan gelas air mineralnya.Dara awalnya ragu siapa yang dituju sang paman. Namun sebuah tatap intens dari si empunya membuat ia yakin itu ditujukan padanya. “Apanya yang bagaimana, Om?” tanya Dara dengan dahi berkerut.Sagara mengusap sudut bibirnya. “Perkembangan hubungan kamu dengan Sagara,” jelasnya dengan ekspresi tengil dan membuat anggota keluarga di ruang makan terdiam seketika.Dara memandang sang paman penuh peringatan. Sayangnya, yang ditatap malah tersenyum lebar seakan-akan baru memenangkan lotre. Sungguh! Dara ingin mengarungi sang paman dan membuangnya ke rawa-rawa.“Sagara? Kenapa namanya terdengar agak asing, ya? Siapa si Sagara-Sagara ini?” tanya Anjani mengernyitkan alisnya, tampak berpi