Share

Sampai Kapan, Bu?

Penulis: Maheera
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-04 13:49:47

Langit sudah gelap ketika Yudi memarkir motornya di depan rumah ibunya. Tubuhnya terasa lemas, karena beban pikiran memberatinya. Sukma benar, masalah ini seperti tak pernah berakhir, meski kecewa dan amar4h padu di dada, dia tetap datang untuk mendengar penjelasan dari sang ibu. Yudi mengetuk pintu perlahan dan mengucap salam.

"Bu, ini Yudi."

"Masuk, Yud." Suara ibunya terdengar dari dalam rumah.

Yudi membuka pintu dan seperti biasa, ibunya sedang duduk di sofa tua di ruang tamu, wajahnya tampak kusut. Yudi duduk di hadapan ibunya, melihat wajah tua sang ibu yang terlihat suram membuat amarahnya perlahan menguap, sekesal apa pun dia tak pernah tega melihat ibunya bersedih.

“Bu, kenapa Romi bisa menggadaikan sertifikat rumah?”

Ibunya menghela napas panjang,  "Romi bilang dia butuh uang untuk modal usaha. Dia mau buka kios kecil-kecilan. Awalnya Ibu ragu, tapi dia terus memohon. Kamu tahu sendiri, Romi itu kalau minta apa-apa nggak dituruti pasti sakit. Ibu nggak tega, Nak.”

Yudi memijat kening, pening di kepalanya semakin menjadi. Sejak dulu Romi selalu menjadi kesayangan ibunya. Pernah tangan adiknya itu tergor3s sil3t, sang ibu menangis satu minggu penuh karena merasa bersalah tidak hati-hati menyimpan benda tajam.

"Lalu kenapa nggak bilang sama aku? Bukannya Ibu pernah janji nggak akan kasih u4ng ke Romi lagi?”

Ibunya berdecak lalu menjawab dengan nada ketus. “Ibu takut kamu mar4h, Yud. Lagipula, waktu itu Romi meyakinkan Ibu kalau ini yang terakhir. Dia bilang pasti bisa bayar. Ibu percaya sama anak sendiri, masa Ibu nggak boleh percaya? Lagian itu kan sertifikat rumah Ibu, kenapa harus ijin sama kamu?!"

Rahang Yudi mengeras, dia mati-matian menahan emosinya. “Karena ujung-ujungnya aku juga yang susah. Lalu sekarang u4ng itu ke mana? Kalau memang untuk modal usaha, kenapa dia belum mulai apa-apa?”

Ibunya terdiam, lalu menjawab pelan. "Ibu sudah tanya, katanya dia belum ketemu tempat usaha yang cocok."

"Belum ketemu? Sebenarnya dia niat nggak sih?" Emosi Yudi mulai terpancing hingga nada suaranya meninggi.

"Ibu nggak tahu."

"Jangan bohong, Bu. Katakan dengan jujut, dikemanakan uang itu sama dia?" Tatapan Yudi menaj4m membuat nyali sang ibu menciut. Yudi tahu tak pantas memb3ntak orang tua, tapi Ibunya sudah kelewatan hingga bablas memanjakan Romi.

"Ibu dengar dari tetangga, u4ng itu dipakai untuk judi online.”

Jantung Yudi seperti berhenti sesaat, rasanya untuk bernapas sangat sulit. Dia memandang ibunya dengan tatapan tak percaya. “Jud1  online? Jadi uang sebanyak  itu habis untuk jud1? Ibu tahu ini masalah besar, kan?”

Ibunya mengangguk pelan. “Ibu tahu, Yud. Makanya Ibu minta kamu bantu selesaikan. Rumah ini nggak boleh sampai disita. Ini tempat tinggal kita semua. Ibu yakin Romi nggak bermaksud kabur, kalau punya u4ng dia pasti bayar."

Yudi terdiam, kepalanya seakan dibent-urkan ke dinding mendengar permintaan ibunya. "Kenapa Ibu selalu membela Romi? Ini bukan kali pertama dia bikin masalah. Tiga bulan lalu aku baru saja lunasi utangnya di bank keliling. Utang itu juga gara-gara dia gadaikan sawah Ibu! Apa Ibu nggak sadar, dia selalu memanfaatkan Ibu?”

“Jangan ngomong begitu, Yudi,” ibunya membalas, suaranya terdengar tegas. “Romi itu adikmu. Kamu itu kakak tertua. Sudah tugasmu membantu adik-adikmu. Apa salahnya membantu keluarga? Kamu jangan perhitungan begitu. Ibu juga nggak perhitungan sama kamu, dari kecil sampai gede Ibu yang rawat kamu."

Yudi tertegun mendengar jawaban itu. Ada sesuatu tak kasat mata menus-uk dadanya, bahkan dia harus mengepalkan tangan untuk meredam sakitnya. Perhitungan? Apakah semua pengorbanannya selama ini dianggap perhitungan? Dia bahkan rela berhenti sekolah dan mengubur cita-cita demi membantu keluarganya bertahan hidup. Saat anak-anak lain bermain, dia malah sibuk membantu neneknya mengarungkan gabah di penggilingan padi, lalu memanggul dua karung dedak ke pasar untuk dijual.

“Bu, aku sudah bantu keluarga ini sebanyak umurku sekarang. Aku kerja pagi sampai malam sampai badan ini hampir tumbang. Bahkan istriku ikut bant1ng tulang, tapi  Ibu nggak pernah menghargai sedikit saja? Kenapa selalu aku yang harus tanggung semuanya? Kenapa Ibu nggak pernah tegas sama Romi?”

Ibunya kembali berdecak, tidak terima dengan keberatan Yudi. “Ibu nggak tega, Yud. Kamu tahu kan, Romi itu nggak terbiasa kerja berat. Dia itu lemah. Kalau bukan kita yang bantu, siapa lagi?”

“Dia bukan anak kecil lagi, Bu. Dia sudah tiga puluh tahun, sudah dewasa!” Yudi hampir berteriak, tapi lagi-lagi dia menahan diri. “Dia harus bertanggung jawab atas hidupnya sendiri!”

"Pokoknya jangan sampai rumah ini disita, Anggap saja ini pengorbanan terakhirmu untuk keluarga!" Perintah sang ibu dengan tatapan nyalang ke arah Yudi.

Yudi menatap ibunya, hatinya berkecamuk, ingin menolak dan mengatakan bahwa ini bukan tanggung jawabnya lagi. Namun, di satu sisi, dia tidak ingin dianggap anak durhaka. Pikirannya penuh dengan bayangan Sukma yang pasti akan m4rah besar kalau dia menyanggupi permintaan ini.

Akhirnya, dia hanya mengangguk pelan. “Baik, Bu. Aku akan cari cara.” Yudi kalah dengan perasaan kepada sang ibu.

Ibunya tersenyum lega. “Terima kasih, Yudi. Kamu memang an4k yang paling bisa diandalkan.”

Kata-kata itu tidak membuat Yudi merasa bangga. Justru sebaliknya, dia merasa seperti tali yang semakin menjer4t leh3rnya sendiri.

*

Yudi tiba di rumahnya hampir tengah malam. Sukma yang sedang membereskan piring di dapur bergegas ke ruang tamu dengan wajah cemas.

“Kamu dari mana saja, Mas? Aku cemas nunggu dari tadi.”

“Dari rumah Ibu,” jawab Yudi lemah, dia duduk di kursi panjang sambil melepas sepatu.

"Jadi, apa rencanamu? Kamu nggak akan mengiyakan permintaan Ibu, kan?” Dia berdiri di depan sang suami setelah meletakkan air minum di atas meja.

Yudi tidak langsung menjawab. Dia menyandarkan punggung di  sandaran kursi, wajahnya tergurat lelah. "Sukma, aku nggak punya pilihan lain."

Sukma terdiam, wajahnya berubah masam. "Mas, aku sudah bilang, aku nggak akan mendukung kalau kamu terus memanjakan mereka. Berapa kali Romi bikin masalah? Berapa kali kamu harus menanggung akibatnya?"

“Aku tahu,” suara Yudi bergetar, tapi aku nggak bisa biarkan rumah Ibu disita. Aku nggak punya pilihan.” Kali ini Yudi terlihat memelas ke Sukma. Dia tahu istrinya lelah dengan drama keluarganya, tapi mau bagaimana lagi? Sejak kecil dia terbiasa mengambil beban keluarga di pundaknya.

Sukma memandang Yudi dengan mata berkaca-kaca. “Mas, kamu sadar nggak, kamu sudah merusak hidupmu sendiri karena mereka? Apa kamu nggak peduli sama aku, sama pernikahan kita?”

Yudi membuka mulut, tapi sebelum sempat menjawab, pandangannya tiba-tiba gelap. Tubuhnya limbung seketika.

“Mas!” Sukma berteriak panik, dia sigap menangkap tubuh Yudi yang rebah ke arahnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Ipar Tak Tahu Diri

    Sukma menatap Yudi yang terbaring lemah di kursi, wajah suaminya tampak pucat, keringat dingin mengalir di pelipis. Termometer menunjukkan angka 39 derajat. Sukma menahan diri untuk tidak menangis. Bukan hanya karena kondisi fisik Yudi yang membuatnya khawatir, tetapi juga beban yang terus menumpuk di pundak pria itu. Dengan tangan cekatan, dia menggosokkan minyak kayu putih ke hidung dan leher Yudi. Tak lama, lelaki itu mulai siuman. Matanya membuka perlahan, dia meng3rang."Mas, ayo kita ke dokter," pinta Sukma lembut. Dia mengambil kain kompres di dahi Yudi.Yudi menggeleng pelan. "Nggak usah. Aku cuma butuh istirahat, tolong ambilkan paracetamol.""Mas, kamu demam tinggi. Ini bukan main-main," desak Sukma. Dia kesal, setiap sakit Yudi tidak pernah mau diajak berobat. Bagaimana kalau ada penyakit lain di tubuhnya?"Aku demam biasa. Sudah, percaya sama aku," ujar Yudi sambil mencoba duduk, meski tubuhnya masih terasa lemas.Sukma berdecak kesal, tapi akhirnya menuruti permintaan Yud

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Pusing Tujuh Keliling

    Sukma sedang sibuk menyiapkan sarapan di dapur ketika Yudi muncul dari kamar mandi dengan langkah berat. Wajah pria itu masih terlihat pucat, sisa demam semalam belum sepenuhnya hilang. Namun, aroma masakan yang memenuhi udara membuat perutnya keroncongan. Dia mendekati Sukma perlahan, lalu melingkarkan lengannya di pinggang wanita itu."Maaf, Sayang," bisiknya pelan.Sukma berhenti mengaduk nasi goreng yang hampir matang. Meski hatinya melunak sedikit, dia tidak langsung menjawab. Semalaman dia tid-ur membelakangi suaminya. Bahkan, saat pria itu mencoba memeluk dia menepis. Yudi mempererat pelukannya, kepalanya bersandar di bahu Sukma. "Aku tahu aku salah. Aku terlalu sering menaruh beban keluargaku di atas pundak kita. Aku tahu itu menyakitimu."Sukma menarik napas dalam. "Mas, aku nggak keberatan membantu keluargamu, tapi mereka udah kelewatan. Ibumu terlalu memanjakan adik-adikmu. Aku ini istrimu, jangan sampai aku merasa hanya sebagai tamu dalam hidupmu.""Aku cuma nggak tega me

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Gosip

    Sukma merapikan tudung saji dan memeriksa dapur sebelum berangkat ke rumah ibunya. Pagi ini suasana hatinya tidak baik-baik saja. Saat tahu angsuran yang harus dibayar sekitar tiga juga, kepalanya seketika terasa berat. Dulu saat Yudi membayar utang bank keliling Romi yang jumlahnya 800 ribu sebulan, dia hanya diberi nafkah satu juta per bulan. Dia pastikan ke depan mungkin Yudi akan kesulitan memberinya uang. Sukma berusaha menenangkan diri, walau dia punya penghasilan sendiri, bukan berarti tidak butuh nafkah dari Yudi. Dia memasukkan gamis, jilbab dan bahan makanan ke dalam tas kain untuk diberikan ke ibunya.Rumah yang ditempati ibunya sekarang bekas kontrakan mereka dulu. Dari usahanya berjualan online, Sukma mampu membeli rumah itu saat dia masih menimba ilmu di salah satu universitas. Rumahnya tidak terlalu besar, tetapi sangat nyaman. Bukannya tak pernah mengajak sang ibu tinggal bersama di kontrakannya, tetapi wanita itu selalu menolak untuk pindah. "Ibu di sini saja, Nak. Te

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Kesabaran yang Diuji

    Dua hari terakhir, Sukma merasa ada yang janggal. Yudi pulang larut malam hampir setiap hari. Ketika ditanya, jawabannya selalu sama. "Aku ambil pekerjaan tambahan. Kita harus segera melunasi utang bank."Mendengar itu, Sukma tidak bisa memprotes. Dia tahu Yudi melakukannya demi keluarga, tetapi dalam hati, dia sedih dan muak. Lagi-lagi, suaminya harus berkorban untuk menanggung beban yang sebagian besar adalah ulah adik-adiknya. Sukma berusaha mengendalikan dirinya, mengingat nasihat ibunya tentang kesabaran.'Aku ingin lihat sampai di mana dia bisa bertahan jadi budak keluarganya,' Sukma membatin sembari menahan kekesalan yang sudah menumpuk. Dia tidak ingin berdebat lagi, apalagi menambah beban pikiran Yudi. Masalah dengan ibu mertua di warung juga mengendap sendiri. Sejak hari itu Sukma tak pernah datang lagi mengunjungi mertuanya. Dia tahu apa pun yang dia lakukan, di mata wanita itu tetap salah.Siang itu, setelah mengantar barang dagangannya ke ekspedisi, Sukma pulang dengan pi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Pencuri

    Pagi itu, Sukma bangun lebih awal seperti biasa. Setelah menyiapkan sarapan sederhana-nasi putih, ayam goreng, dan sayur lodeh favorit Yudi-dia berniat membangunkan suaminya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Rani keluar dari kamar tamu dengan mata masih setengah tertutup. Tanpa basa-basi, Rani langsung duduk di meja makan lalu meraih piring dan mulai menyendok nasi dengan lahap. Tidak cukup sampai di situ, tangannya dengan santai mengambil ayam goreng yang Sukma siapkan khusus untuk suaminya. Sukma mematung, nyaris tak percaya dengan kelakuan adik iparnya itu. Dia gegas menghampiri meja makan. "Rani, itu ayam buat Masmu," katanya dengan suara tertahan. Rani mendongak, mengunyah pelan, lalu menjawab dengan nada datar, "Kan masih ada telur ceplok. Mas Yudi juga nggak bakal keberatan." "Ini bukan soal keberatan atau nggak," balas Sukma dengan nada mulai meninggi. "Kamu tamu di sini. Seharusnya kamu tahu sopan santun. Kalau kamu mau makan, bilang dulu. Jangan asal ambil makana

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Konfrontasi

    "Tanya adik kesayanganmu apa yang dia ambil dari rumahku?" balas Sukma dengan suara bergetar. Rasanya dar4hnya mendidih menahan amar4h. "Maksudmu apa? Kamu kenapa sih nggak suka adikku tinggal di sini? Padahal dia berkunjung sesekali, tapi sikapmu selalu ketus padanya." "Karena adikmu tidak tahu diri!" seru Sukma keras. Sepertinya Yudi sudah buta hingga tak melihat prilaku adiknya yang tidak tahu adap. Yudi menggeleng pelan. Dia tidak mengerti kenapa Sukma sangat membenci adik-adiknya. Dia tahu mereka kelewatan, tapi keluarga tetaplah keluarga. "Di mana Rani sekarang?" tanya Sukma lagi dengan wajah garang. "Sikapmu yang seperti ini bikin Rani nggak hormat. Aku antar ke terminal. Dia bilang anak-anak nggak betah di sini, jadi dia pulang ke rumahnya sore tadi. Emangnya kenapa sih?" Sukma tertawa sinis.. " Rani pulang bukan karena nggak betah, tapi untuk menghilangkan jejak!" Dahi Yudi berkerut. Dia semakin tidak mengerti arah pembicaraan Sukma. "Cincin kawin kita hilang, Mas! Ua

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Ini Pilihanku

    Sukma berdiri membelakangi Yudi sembari memegangi pipinya yang terasa kebas. Sejak menikah ini pertama kalinya Yudi melukai fisiknya dan untuk Sukma tindakan tadi adalah puncak dari segala luka yang selama ini dia pendam. Cukup sudah kesabarannya, selama ini dia bertahan berharap Yudi sadar telah bersikap tidak adil padanya. Tak jemu merajut doa di setiap sujud agar pria itu melihat pengabdiannya. Namun, semua sia-sia, ternyata berjuang sendiri itu melelahkan. Sementara itu Yudi masih berdiri di ambang pintu kamar, dia berusaha mendinginkan hati Sukma yang membara. “Sukma, aku minta maaf,” ucap Yudi dengan suara bergetar. Dia menyesali perbuatannya, melihat pipi Sukma bekas tangannya di pipi bersih Sukma menyakiti hatinya juga. Dia merasa gagal sebagai suami. “Aku khilaf. Aku nggak sengaja. Aku—” “Pergi!” Sukma menjawab tegas, suaranya meninggi. “Kamu pikir maaf bisa memperbaiki semuanya? Kamu pikir aku akan melupakan begitu saja apa yang baru saja kamu lakukan?” Yudi terdiam, mat

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Baikan

    Di rumah ibunya, Sukma terduduk di sofa kecil ruang tamu, wajahnya sembab karena tangis yang belum juga reda. Sang ibu duduk di sebelahnya, memegang tangan putrinya dengan lembut. “Sudahlah, Nak. Kamu di sini dulu. Tenangkan pikiranmu. Jangan ambil keputusan apa-apa saat hati masih panas,” ucap ibunya dengan lembut. Sukma mengangguk walau hatinya masih gelisah. “Tapi, Bu, apa gunanya bertahan? Aku mencintai Yudi, tapi dia tidak pernah berpihak padaku. Kalau begini terus, aku capek. Aku nggak sanggup.” Ibunya mengusap punggung Sukma dengan penuh kasih. “Ibu tahu kamu cinta sama dia, tapi pernikahan itu bukan cuma soal cinta, Nak. Kalau kamu terus terluka, itu bukan cinta lagi namanya. Kamu istirahat dulu, ya. Jangan terlalu memikirkan hal-hal yang meny4kitkan.” Sukma lagi-lagi mengangguk pelan. Tubuhnya terasa lelah, bukan hanya karena kurang tidur, tetapi juga karena beban emosional yang tak kunjung hilang. Belakangan ini dia juga sering merasa mual dan pusing, mungkin efek masala

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10

Bab terbaru

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 23

    "Dia kenapa?" tanya Juno melihat Yudi uring-uringan masuk ke dalam rumah. Sella yang ditanya mengangkat bahu acuh tak acuh, dia duduk di sebelah Juno dengan raut cemberut. "Masmu dari rumah Sukma. Dia kesal karena wanita itu ada laki-laki lain.""Laki-laki lain?" Dahi Juno berkerut, dia menggeser duduk lebih dekat dengan Sella. "Maksudnya gimana?"Sella tersenyum tipis. "Sukma itu tampilannya aja alim, muslimah taat, aslinya dia doyan selingkuh." "Nggak mungkin dia begitu, kamu pasti salah."Sella berdecak. "Kalau begitu dia juga berhasil menipu kamu. Emang, ya, sekarang nggak bisa menilai orang dari penampilan." Suaranya terdengar sinis."Memangnya ada bukti kalau Mbak Sukma selingkuh?"Sella menatap Juno tajam. "Kamu masih ngebela dia? Jelas-jelas tadi saat aku dan Yudi ke rumahnya, si Sukma itu baru pulang jalan sama laki-laki lain. Bukan hanya itu, laki-laki itu mengatakan akan menikahi Sukma setelah melahirkan nanti. Aku jadi curiga, jangan-jangan an4k yang dia kandung bukan an

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 22

    Arman berlari menghampiri Sukma yang mencoba bangkit, sementara sepeda motornya dibiarkan begitu saja."Kamu nggak apa-apa?" Arman memapah Sukma membawanya duduk di trotoar."Aku nggak apa-apa, tapi perutku ...." Sukma meringis sambil memegangi perutnya.Wajah Arman pias, dia tahu Sukma sedang mengandung. "Tunggu di sini, aku ambil mobil dulu. Kita ke rumah sakit."Sukma mengangguk. Dia melihat beberapa orang lelaki membawa sepeda motornya ke pinggir. Dia juga melihat Arman berbicara dengan pemilik warung lalu memberikan sesuatu. Sukma terpaksa membanting stang sepeda motor ke kiri untuk menghindari anak kecil yang tiba-tiba berlari ke tengah jalan. Sayangnya, dari belakang sepeda motor langsung menabraknya. Beruntung keduanya tidak terlalu kencang hingga tidak ada luka serius."Ayo, apa kau kuat berjalan?" Arman membantu Sukma bangkit.Sukma mengangguk, tapi baru beberapa langkah dia mengaduh. Arman tak mau berpikir panjang dia membopong si wanita lalu mendudukkan di kursi depan di

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 21

    "Sarapan dulu, Nak." Narti, Ibu Sukma meletakkan secangkir susu hangat untuk wanita ham1l di atas meja. Dia menatap putri semata wayangnya dengan sorot khawatir. Ibu mana yang tidak cemas memikirkan nasib anaknya? Putri yang dia besarkan seorang diri, berpayah-payah menahan tudingan miring orang-orang yang mengatakan kalau dia istri simpan, sebab suami yang baru menikahinya beberapa bulan menghilang tanpa jejak. Bukan tak pernah dia mencari, tetapi bingung harus ke mana? Narti yang terlalu polos percaya begitu saja saat si lelaki berkata hidup sebatang kara. Saat Sukma berdiri di depan pintu rumah tadi malam, dia tidak bertanya apa pun. Dari sorot mata sang putri dia tahu kalau pernikahannya tidak baik-baik saja. Sakit hati, pasti! Dia tidak akan membiarkan Sukma menghadapi getir seorang diri sepertinya dulu."Nggak usah, Bu. Nanti aja sekalian makan siang," balas Sukma tanpa mengalihkan pandangan dari barang jualan yang siap dikirim ke ekspedisi.Narti menghela napas, dia duduk di s

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 20

    "Lepaskan!" Sukma menepis tangan Juno yang menahan pinggangnya. Dia berdiri menjauh dari lelaki itu.Juno tersenyum miring. "Kenapa sih Mbak, setiap melihatku seperti jijik?"Sukma mendengkus, dia menatap adik iparnya dengan raut tidak suka. "Syukurlah kalau kamu sadar aku jijik sama kamu. Jangan pikir aku udah lupa apa yang kamu lakukan beberapa hari yang lalu di rumahku!"Alih-alih merasa malu, Juno malah tertawa. Dia bertolak pinggang di depan Sukma. "Hallah, Mbak, masalah itu nggak usah dibesar-besarkan. Lagian nggak ada yang percaya kalau aku ngerayu Mbak."Ingin rasanya Sukma menampar wajah adik iparnya yang kurang ajar itu, tapi dia menahan diri. Percuma meladeni manusia tidak tahu malu seperti dia. Sukma memilih menghindar, dia berjalan melewati Juno, tapi langkahnya mati karena lelaki itu menghalangi jalannya."Minggir!" bentak Sukma dengan wajah garang.Juno justru tertawa. Di matanya raut marah Sukma semakin membuat hatinya terpikat. "Mbak sangat cantik kalau marah. Aku he

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 19

    "Sa, sayang?" Yudi melepaskan tangan Sella dari lengannya, tetapi wanita itu tak peduli, dia kembali merangkul, malah kepalanya disandarkan ke bahu si pria.Tatapan Sukma menajam, dia mendekat perlahan sembari menahan amukan badai amarah di dada. Siapa yang tidak sakit hati melihat suami dempet-dempetan sama perempuan lain?Apalagi melihat Yudi sibuk melepaskan diri dari pelukan Sella. "Bisa kamu jelaskan maksud perkataan dia tadi, Mas?" Suaranya terdengar datar.Yudi bangkit menghampiri Sukma, melihat raut dingin sang istri membuat Yudi ketar-ketir. Dia takut Sukma mengamuk di ruang perawatan sang ibu."Sayang, ini nggak seperti yang kamu kira. Aku ....""Kamu pikir aku bod0h?" sambar Sukma, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum sinis. "Mataku masih awas untuk melihat apa yang kalian lakukan, telingaku sangat tajam mendengar apa yang wanita itu katakan!" Meski ada bara yang mengunggun di dadanya, tapi Sukma tetap menjaga intonasi suaranya. Dia sangat tahu diri untuk tidak membuat

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 18

    Tengah malam Sukma terbangun, dia menatap sisi pembaringan di sebelahnya. Empat hari sejak ibu mertuanya keserempet mobil, Yudi selalu menemani di rumah sakit. Beberapa kali Sukma ingin menjenguk, tapi selalu dilarang suaminya dengan alasan tak mau sang istri tertular penyakit. Alasan yang masuk akal. Akan tetapi, bukan hal itu yang menjadi menyita pikirannya. Sukma meraih ponsel di atas meja di sebelah tempat tid-urnya. Dia melihat lagi foto yang dikirimkan Mirna, tetangga sebelah rumahnya. Di foto itu tampak Yudi sedang duduk berdampingan dengan Sella di bawah pohon lansano yang rindang. Pria itu sedang menikmati makanan yang ada di dalam kotak bekal. Bukan hanya itu, di foto yang lainnya tampak Sella sedang mengulurkan botol minum ke suaminya itu. Tentu saja foto-foto itu menggiring asumsi tak baik ke kepala Sukma. Apakah Yudi mulai bermain api? Inikah alasan pria itu melarangnya ke rumah sakit? Sukma memijit dahinya yang berdenyut. Sejak kehamilannya masuk bulan ketiga rasa mual s

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 17

    Napas Yudi memburu menahan godaan Sella. Pria mana yang tidak akan tergoda bila disodori wanita cantik dan seksi setiap malam. Sekuat apa pun iman pasti akan tergoda juga."Mas, kamu nggak perlu mikir lama-lama. Kamu kepala rumah tangga, masak takut sama istri? Kalau Sukma nggak setuju ceraikan saja. Aku lebih bisa membahagiakan kamu."Sella berbisik lirih di telinga Yudi, bahkan bibir wanita itu meny3ntuh daun telinga si pria. "Coba kamu pikir, Mas. Aku anak satu-satunya, otomatis kekayaan Ayah bakal jatuh ke tanganku. Artinya, siapa saja yang jadi suamiku nanti pasti akan beruntung. Banyak lho Mas pria yang mau jadi pendampingku, tapi aku cintanya sama kamu.""Nggak Sel, aku nggak bisa berbuat curang Sukma. Dia istri yang baik. Dia nggak pernah mengecewakanku selama ini. Justru aku yang belum mampu membahgiakan dia."Mendengar Yudi terus memuji Sukma, kesabaran Sella pun terkikis. Dia semakin berani memeluk Yudi erat-erat. Gerakannya begitu tiba-tiba hingga pria itu tidak sempat be

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 16

    Yudi berdiri di depan pintu gudang yang remang-remang, tangannya memutar kunci gembok. Setelah membujuk Sukma, istrinya memberi izin meski setengah hati. Yudi tak peduli karena dengan menerima pekerjaan yang ditawarkan Sella bisa meringankan bebannya. Dia juga tidak perlu lagi mengojek. Lagipula niatnya murni bekerja bukan aneh-aneh. Gudang beras milik juragan Marjuki itu luas, dengan rak-rak tinggi yang dipenuhi karung beras tertata rapi. Tempat itu sunyi saat malam hari meski terletak di pinggir jalan desa. Yudi menghela napas panjang. Ini hari ke lima dia bekerja. Dia merenggangkan badan mencoba mengusir rasa lelah setelah seharian bekerja di pabrik.Yudi baru saja menutup pintu gudang ketika suara langkah mendekat. Dia menoleh dan mendapati Sella datang dengan membawa kotak makanan. Wanita itu mengenakan kaos ketat dan celana pendek yang bahkan tidak menutupi setengah pah4nya. Bau parfum menusuk hidung Yudi, membuatnya mengerutkan kening."Mas Yudi, aku bawain makanan buat kamu."

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 15

    "Gimana jalan-jalannya Mas?" tanya Sukma melihat sekilas ke arah Yudi masuk ke rumah saat azan Isya berkumandang. "Iya, tadi macet di jalan. Maklum lagi musim liburan." Yudi duduk di sebelah Sukma lalu memberikan kantong kresek yang dia bawa. "Tadi aku beli nasi bebek kesukaanmu? Kamu belum makan kan?"Dahi Sukma berkerut, rautnya terlihat heran. "Kamu sehat kan?" Dia menempelkan punggung tangannya ke dahi Yudi."Sehat? Kenapa sih?"Sukma mengangkat bahu, dia lalu mengendus nasi bebek yang masih di dalam bungkusnya. "Nasinya kamu kasih jampi-jampi, ya?"Yudi sampai menganga mendengar pertanyaan Sukma. "Ya, Allah, sayang! Kamu mikirnya kejauhan!" Yudi berjalan ke dapur lalu kembali lagi membawa satu piring dan sebotol air mineral. "Tadi saat pulang aku lewat depan jualan nasi bebek. Akhir-akhir ini aku perhatiin kamu doyan, mungkin bawaan hamil, ya."Sukma melengos, dia memperhatikan tangan Yudi cekatan membuka bungkus nasi lalu diletakkan di atas piring. Aroma gurih khas nasi bebek

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status