Halo semuanya. Terima kasih masih setia dengan Damaira dan Ezra. Bolehlah kita saling menyala di sosmed I, F, T, bisa kepoin Lemongrass_Author
Celine telah tertidur, setelah makan malam tadi Negan menuruti keinginan anaknya untuk membacakan buku dongeng. Keinginan yang begitu sederhana bagi Negan, namun selama ini dia tak sepenuhnya meluangkan waktu untuk hal yang sesederhana itu."Tidurlah sendiri, Celine. Ayah lelah." Itulah kata yang sering dia katakan saat dulu Celine sering merengek ingin ditemani olehnya. Ternyata, meski selama ini Negan mati-matian membesarkan Celine, dia tak sepenuhnya mencurahkan kasih sayangnya.Entah sejak kapan Celine tak pernah lagi merengek dan tidur sendiri. Hingga malam ini anak itu mau mengungkapkan keinginannya lagi."Ayah, aku ingin setiap malam Ayah bacakan aku dongeng. Ezra pernah cerita, setiap mau tidur Mama dan Papinya selalu membacakannya buku," ucap Celine sebelum tidur tadi.Negan masih membelai kepala Celine, anak kecil itu begitu tenang dalam tidurnya.Negan menyadari, kehadiran Ezra dalam hidup Celine begitu sangat berpengaruh. Anak itu kini dapat meng
Negan berdiri dengan terus memegang tangan mantan istrinya."Aku belum selesai, tidak bisakah kamu memberiku waktu sebentar lagi?"Sebenarnya Negan hanya ingin mengulur waktu untuk bisa lebih lama bersama dengan wanita yang sangat dia rindukan.Damaira mencoba melepas tangan Negan, namun sia-sia tangan pria itu justru semakin kencang mencengkram tangannya."Tolong jangan seperti ini, Mas. Lepaskan!" "Aku tidak akan melepaskan sebelum kamu memberiku waktu lebih untuk berbicara, Ra."Tatapan mata Negan begitu sendu dan penuh harap.Tiba-tiba saja sebuah tangan mencengkram tangan Negan. Kedua pasang mata itu saling bersitatap, bersitegang satu sama lain."Lepaskan, Pak Negan. Kamu sudah menyakiti Damaira," kata Mahesa."Apa hak Anda memerintah saya?"Mahesa berjalan satu langkah kedepan."Tentu saja saya berhak melakukan itu, karena Damaira adalah calon istri saya," ucap Mahesa dengan spontan.Mendengar jawaban Mahesa hati Negan bagai di
Melihat kemacetan yang tak kunjung usai, Mahesa memutuskan untuk menepikan mobilnya lalu menyusul Damaira.Mahesa juga menyaksikan pria yang baru saja dievakuasi. Mahesa memegang tubuh Damaira yang sedikit oleng, terhuyung. Mahesa yakin Damaira saat ini sangat syok melihat kondisi Negan yang keadaannya cukup parah."Ira. Sadarlah." Mahesa menyadarkan Damaira yang pandangannya kosong.Damaira memandang ke arah Mahesa setelah mendengar ucapan pria itu."Mas Negan, Mas!" Damaira mulai panik.Mahesa memegang kedua bahu Damaira."Hei, hei. Tenang. Kamu harus tenang. Tarik nafas."Damaira mengikuti interuksi dari Mahesa untuk menarik dan membuang nafas."Ada aku di sini, kamu jangan khawatir." Damaira mengangguk.Mahesa tahu Damaira pasti akan sedih melihat kondisi mantan suaminya seperti itu, lantas apakah dia cemburu?Tidak. Hal seperti ini wajar terjadi apalagi mereka pernah hidup bersama, meski berpisah dengan keadaan yang tidak baik.
Damaira menoleh ke arah sumber suara."Ya ampun. Ini Ira?" tanya orang tersebut.Damaira tersenyum, "Iya, Mbak. Ini aku.""Kemana saja selama ini?" Damaira memilih tak menjawab dan hanya tersenyum.Mengerti Damaira tak ingin membahas apapun, wanita itu memilih mengganti topik pembicaraan."Ada perlu apa? Biasanya di rumah hanya ada Celine, tadi aku dengar Negan sudah mengantarnya. Mungkin dia tidur.""Aku ingin mencari Celine, Mbak. Oh iya, Mbak. Ada nomor Dina? Boleh aku minta?"Wanita itu menelisik karena melihat gelagat raut wajah gelisah dari Damaira. "Ada, ayo mampir dulu. Memangnya ada apa? Kamu sepertinya gelisah."Terlalu lama jika harus berbasa-basi dengan tetangga mantan suaminya itu, akhirnya Damaira mengatakan apa yang sedang dialami oleh Negan."Mas Negan kecelakaan, Mbak. Tolong cepat ya, penting.""Ya Tuhan. Sebentar ya, Ra. Aku ambil handphoneku dulu."Wanita itu segera berlari menuju rumahnya. Tak berapa lama keluar dengan membawa benda pipih, lalu menyebutkan nomor D
"Din, coba kamu hubungi Naya, posisi dia di mana sekarang. Aku akan menghubungi Mas Mahesa."Belum sempat Damaira mengambil ponselnya, benda pipih itu sudah berbunyi. Panggilan dari Mahesa."Halo, Mas.""Ra, apakah ada pihak keluarga yang golongan darahnya sama dengan Negan?"Deg!Perasaan Damaira kembali tak karuan, jantungnya berdetak lebih cepat."Apa kondisinya parah, Mas?" tanya Damaira sedikit bergetar."Iya, Ra. Negan butuh banyak transfusi darah. Saat ini ada dua kantong, sedang ditanyakan juga ke PMI. Untuk berjaga-jaga jika ada pihak keluarga yang sama."Melihat wajah Damaira yang panik, Dina pun menyela, "Ada apa, Mbak?"Damaira menoleh ke arah gadis itu, "Kalau tidak salah golongan darahmu sama dengan Mas Negan, kan?""Iya, Mbak.""Mas Negan butuh cadangan darah—""Apa? Apa separah itu? Kalau begitu aku akan segera ke sana, Mbak. Aku akan naik motor, agar cepat sampai." Dina memotong kalimat Damaira.Gadis itu segera be
Setelah mendapat kabar dari Andi bahwa Negan mengalami kecelakaan, Naya meminta izin pada suaminya dan bergegas menuju rumah sakit."Sayang, kamu jangan panik. Dan jangan naik kendaraan sendiri, gunakan taksi, demi keselamatanmu dan calon anak kita," ucapan suami Naya kala di telepon tadi.Tak lupa Naya memberi kabar pada adiknya–Dina, tentang kabar buruk itu.Saat ini Naya sedang berada di dalam taksi menuju rumah sakit. Gelisah, tubuhnya bahkan masih gemetar karena mendapat kabar tersebut.Menurut informasi terakhir, kakaknya masih di dalam ruang operasi. Naya pun segera mencari letak ruang tersebut setelah berhasil menginjakkan kaki di rumah sakit.Di depan ruang operasi, Naya melihat sosok yang cukup familiar, Mahesa."Pak Mahesa," sapa Naya."Oh, Naya. Kamu sudah sampai rupanya.""Bagaimana keadaan kakak saya?""Buruk, Nay. Duduklah dulu. Adikmu sedang menuju kemari."Naya, sudah tak tahan lagi, dia akhirnya mengeluarkan air mata yang sud
Mendengar pertanyaan dari wanita yang dia sayangi, Mahesa mengangguk mantap sebagai jawaban. Walau sebenarnya hati berkata lain, tak dapat dipungkiri dirinya memiliki ketakutan Damaira akan berpaling ke lain hati."Semua ini demi kemanusian, Ra. Tanpa kamu meminta izin pun aku akan mengizinkan." Mahesa tersenyum tulus."Jangan terbebani dengan hubungan ini.""Terima kasih, Mas." Hanya kata itu yang bisa Damaira ucapkan saat ini.Keduanya menikmati makan malam dengan bersenda gurau, mencoba mengalihkan cerita sedih hari ini. "Kamu akan menginap malam ini?""Iya, Mas. Kasihan Dina jika sendiri, anak-anak sudah aku titipkan pada Dinda, Isa besok akan kembali ke Jakarta, kamu tak perlu khawatir. Di antara kalian semua aku yang paling pengangguran," kata Damaira diiringi dengan kekehan. Keduanya pun segera mengakhiri makan malam mereka."Ayo aku antar masuk, setelah itu aku akan pulang." Damaira mengangguk.Sampai di depan ICU hanya ada Dina."Naya su
Melihat kondisi Negan yang memburuk, tak dapat dipungkiri ada keresahan di hati Damaira, dia menggenggam erat tangan Negan sembari menunggu tenaga medis datang."Kamu kuat, Mas. Aku sudah memaafkanmu. Jangan membuatku cemas," kata Damaira yang kalut dalam kepanikan.Jika Damaira bisa mengulang waktu, dia akan berkata hal yang lebih baik."Maafkan aku, Mas. Bertahanlah, Celine dan Ezra menunggumu," racau Damaira.Dua orang perawat masuk ke dalam ruangan Negan memeriksa keadaan.Mahesa yang duduk di depan ruang ICU dikejutkan dengan seorang dokter yang berlari menuju ke ruang ICU. Sontak membuat Mahesa berdiri.Entah mengapa hatinya menjadi resah."Siapa yang urgent?" monolog Mahesa.Dokter itu masuk ke ruang perawatan Negan, Damaira segera keluar dari ruangan tersebut.Dengan wajah cemas Damaira menatap mantan suaminya dari balik jendela kaca. Air matanya luruh tanpa permisi Dan tubuhnya bergetar.Mahesa mengintip dari balik pintu yang sebagian
Empat bulan kemudian Isa dan Dina akhirnya menikah, setelah si kembar lahir kedunia dua bulan yang lalu.Keduanya memang sengaja mengambil waktu lebih lama, agar keluarga Damaira fokus lebih dulu pada si kecil Narendra dan Naela. Kembar yang begitu menggemaskan, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, sama seperti Damaira dan Damaisa.Saat ini Isa sedang berada di depan penghulu dan juga Negan sebagai wali dalam pernikahannya dengan Dina. Dina sendiri masih menunggu di ruang rias yang tersedia tak jauh dari tempatnya berada.Deg-degan itu sudah pasti, entah sudah berapa kali pria datar itu menghela nafas untuk menetralkan kegugupan.Penghulu mulai melakukan serangkaian prosesi. Negan dan Isa berjabat tangan, prosesi ijab qabul di mulai.Dengan satu tarikan nafas akhirnya Damaisa Kurniawan telah menjadikan Findina Langit Senja binti Surya Cakrawala sebagai istrinya.Suasana haru tercipta, apalagi ketika pengantin wanita di bawa ke ruangan tersebut. Ucapan selamat dan doa terbaik diuc
“Ibu benar mau aku menikah? Dengan siapapun wanita pilihanku?” tanya Isa dengan wajah serius.Lestari diam sejenak sebelum menjawab.“Kamu masih ingin menikah dengan Dina?” tanya Lestari.“Iya, kalau Ibu memberi restu.”Lestari menghembuskan nafas pelan.“Kamu tidak ada wanita lain?”“Belum ada, Bu. Kalau Ibu menginginkan wanita lain, mungkin butuh waktu lebih lama.”“Kamu sungguh-sungguh menyukai wanita itu?”Dalam guratan wajah Isa masih tersirat sedikit keraguan.“Mintalah dulu petunjuk pada sang Pemilik Hati, Sa. Ibu tidak mau kalau kamu memiliki maksud tertentu menikahi Dina, seperti balas dendam.”Isa masih diam, mencoba membuka lembar demi lembar memori mengapa dia ingin menikahi Dina.“Kalau kamu sudah mendapatkan kemantapan hati ingin menikahi Dina karena untuk beribadah dan mencintainya, Ibu akan restui,” ujar Lestari.Isa justru bergelung dengan hatinya sendiri, antara maju atau mundur.“Baik, Bu. Isa akan pikirkan baik-baik dan juga minta petunjuk sama Tuhan.” Benar itu ad
Satu tahun kemudian.Kebahagiaan demi kebahagiaan semakin terlimpah di keluarga Mahesa dan Damaira. Sakit dan luka di masa lalu perlahan hanya menjadi sebuah butiran yang terhempas karena tiupan angin.Setelah beberapa bulan lalu Mahesa dan Damaira pergi ke Jerman untuk bulan madu, tak lupa mengajak anak-anak untuk turut serta. Sekarang Wanita itu telah berbadan dua.Bukan, tapi tiga. Ya, Damaira hamil anak kembar. Karena faktor keturunan, hamil anak kembar sangat mungkin terjadi.Di sisi lain, di kota Makassar, Nindi dan Dion juga tengah merasakan kebahagiaan yang sama. Nindi akhirnya hamil, bahkan beberapa bulan lebih dulu dari Damaira.Kabar itu diberikan langsung oleh Nindi pada Damaira. Rezeki memang unik, Tuhan akan memberikan di waktu yang tepat. Di saat semua permasalahan hati di masa lalu selesai, akan tubuh cinta yang baru.Tak kalah membahagiakan Isa juga telah resmi membuka kantor perusahaan sendiri di Jakarta. Karyawannya masih terdiri dari beberapa orang. Pria itu semaki
Beberapa minggu berlalu pernikahan Nindi dan Dion pun sudah terlaksana. Meski hanya sederhana keduanya terlihat bagaimana.Di hari Minggu yang cerah itu, Nindi dan Dion berkunjung ke rumah Mahesa, dengan harapan keluarga itu berada di rumah Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah Keysha. Nindi benar-benar bertekad ingin berbaikan dengan anak itu. Dia ingin sekali mendapatkan maaf dari bocah berusia 12 tahun itu.Ya, kurang lebih 12 tahun Nindi meninggal Keysha. Nindi pikir semuanya akan baik-baik saja, ternyata Tuhan memiliki takdir yang sudah ditetapkan untuk mereka.“Oh, Mbak Nindi dan Mas Dion, apa kabar kalian? Selamat ya atas pernikahannya. Kami senang mendengar kabar tersebut.”Damaira dan Mahesa menyambut kedatangan sepasang pengantin yang baru saja rujuk itu.“Kabar baik, Ira. Terima kasih. Maaf kami tidak mengadakan acara apapun.”“Jadi–” Nindi menjeda kalimatnya dan melihat ke arah suaminya, Dion pun mengangguk dan tersenyum.“Jadi, kedatangan kami kemari untuk bertemu deng
Pertanyaan yang seperti memojokkan Citra, membuat dia sejenak berpikir untuk mencari kalimat yang tepat dan mematahkan tuduhan pria itu.“Apa aku ada hak menolak perjodohan ini?”Citra justru bertanya, bukan menjawab pertanyaan Ardi.“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Ardi seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.“Kamu mau jawaban jujur atau jawaban yang menyenangkan hatimu?” tanya Citra.Sepasang anak manusia itu terus saling melempar pertanyaan tanpa ada yang mau menjawab.“Jujur.”“Baiklah kalau begitu aku tidak akan sungkan,” kata Citra. Ardi pun mempersilakan Citra untuk mengatakan segala unek-uneknya.“Aku justru beranggapan Kak Ardi-lah yang menolak perjodohan ini. Kenapa? Seperti yang sudah sedikit aku singgung tadi, kamu tak pernah bersikap baik kepadaku, menyapaku pun hampir tidak pernah, ketika kita berpapasan lebih banyak kamu seperti menganggapku orang asing, kita tidak saling kenal, padahal aku selalu tersenyum padamu sebagaimana junior kepada seniornya.”
“Mbak, apa di depan atau di sekitar sini ada Pak Negan?” tanya seorang dokter kepada perawat.“Sebentar saya lihat dulu, dok.”“Kalau misal ada bilang, suruh ke ruangan, dokter Maulana mencari,” kata dokter Maulana.“Baik, dok.”Perawat itu keluar dari ruangan kemudian mengedarkan pandangan mencari Negan.Negan cukup cukup terkenal di karangan dokter, perawat, orang-orang penting di rumah sakit, dan juga marketing yang lainnya. Apalagi setelah pria itu mengalami kecelakaan namanya making disebut-sebut.“Nah itu dia si duda keren,” monolog perawat itu setelah melihat keberadaan Negan.“Selamat siang menjelang sore Mas Negan,” sapa perawat itu.“Eh, Iya, Mbak. Ini masih siang bolong,” balas Negan. Wanita itu terkekeh pelan.“Mas Negan dicari sama dokter Maulana, ditunggu di ruangannya.”Negan mengernyitkan keningnya, kemudian bertanya, “ada apa ya, Mbak?”“Kurang tahu Mas, Mas datang saja ke ruangan beliau.”“Terima kasih Mbak informasinya.”“Sama-sama Mas, mari.” Negan mengangguk horma
Pagi ini Mahesa disibukan dengan serangkaian pekerjaan, padahal saat ini waktu subuh baru saja berlalu dan matahari belum terbit. Beberapa hari ini pria itu sedikit kurang tidur. Setelah menikah entah mengapa rezeki terus mengalir tiada henti. Proyek sana-sini.“Ini, Mas.” Damaira memberi secangkir kopi sebagai penyemangat lagi.“Terima kasih, Sayang.” Mahesa menarik tangan istrinya, kemudian memberi kecupan hangat sebagai doping.Damaira selalu saja diberi kejutan dengan sikap manis Mahesa. Pria itu benar-benar membuatnya seperti ratu yang spesial.Tak ingin kalah, Damaira pun membalas serangan Mahesa. Sebulan bersama pria itu membuat hidupnya semakin berwarna.“Kalau begitu aku keluar dulu, masak.” Mahesa mengangguk.Damaira menyerah beberapa hal tentang kerumahtanggaan seperti bersih-bersih, laundry, dan lain sebagainya, kecuali masak.Memasak baginya harus dilakukan sendiri, agar kelak anak-anak dan suaminya selalu merindukan masakannya.Meski tinggal bersama mertua, sudah pasti
Tak hanya Indra yang meluapkan emosi pada Nindi tapi juga Linda. Nindi terpojok sebagai tersangka. Janda itu menangis tersedu. Indra seakan belum puas dan terus memarahi anaknya.Ketegangan itu masih terus terjadi hingga bel rumah itu berbunyi mengalihkan perhatian semua orang yang ada di dalam rumah itu.Dengan kesal Indrawan membuka pintu, melihat siapa yang datang sontak membuat pria paruh baya itu kembali naik darah.“Ini biang keroknya datang, dasar pria tak bertanggung jawab, brengsek!” Indra langsung memaki Dion yang tak tahu apa-apa.Pria itu hanya mengerutkan kedua alisnya, mencoba menelaah apa yang sebenarnya terjadi.“Ada apa, Yah? Siapa biang kerok.” Linda dan Nindi datang menyusul Indra ke ruang tamu.“Ngapain kamu datang ke sini? Bosan hidup, hah?” Sama halnya dengan suaminya, Linda pun langsung menghardik Dion.Nindi sendiri masih berusaha menenangkan diri setelah mendapat amarah dari kedua orang tuanya.Dion menatap iba pada mantan istrinya, entah apa yang baru saja te
Isa tak juga menjabat tangan Dina dan hanya terus menatapnya.“Kenapa hanya menatapku seperti itu?” Dina kembali angkat suara.“Ayo kita berjabat tangan dan kita kembali seperti dulu.” Dengan segenap jiwa dan hatinya Dina menahan sakit. Wanita itu terus memberi sugesti positif pada dirinya sendiri bahwa pasti rasa sakit itu hanya akan menyelimuti berlangsung untuk beberapa waktu saja. Asalkan mengalihkan semuanya pada pekerjaan dan hal lainnya pasti akan segera sirna dengan sendirinya.Dina tersenyum samar dan mulai menarik tangannya. Dia sungguh tidak mengerti kemauan pria yang ada di depannya.Dina menarik nafas dengan maksud menarik ingusnya agar tidak keluar. Dia menahan tangis sekuat tenaga.“Ya sudah ayo kita pulang. Orang-orang pasti menganggapku orang gila karena duduk di sini berjam-jam.Dina meraih tangan Isa dan menarik pria itu agar segera beranjak dari duduknya. Tapi Isa justru menahan tangan Dina.“Ayo kita menikah!” seru Isa.Ucapan Isa sontak membuat Dina membulatkan