Halo pembaca semuanya. Semoga dalam keadaan sehat semuanya, cuaca sedang tidak bersahabat. Tidak terasa sudah sampai di bab 90. Terima kasih untuk kalian yang setia membaca sampai di bab ini dan seterusnya. Terima kasih untuk kalian yang kasih aku gems. Terima kasih untuk kalian yang kasih aku komentar.
Naya memandang wajah Celine yang begitu ingin tahu tentang mantan istri ayahnya, membuatnya serba salah.Naya membelai lembut kepala Celine."Iya, Tante mengenal Tante Ira, Celine.""Memangnya ayah dan Tante Ira ada hubungan apa, Tante? Kenapa Tante Ira sepertinya sangat membenci ayah?" Celine melanjutkan pertanyaannya.Naya menghela nafas panjang, untung saja dia sudah belajar tentang dunia anak kecil yang penuh dengan keingintahuan, selesai satu pertanyaan, akan timbul pertanyaan baru.Alih-alih menjawab, Naya yang penasaran mengapa Celine bertanya seperti itu memilih untuk bertanya lebih dulu."Memangnya ada apa? Coba Celine ceritakan pada Tante, kenapa Celine bertanya seperti itu?"Tanpa ada paksaan, bocah cilik itu bercerita dengan sendirinya, setiap kejadian yang terjadi antara dia, Ezra, ayahnya, dan Damaira selama beberapa hari ini.Naya sudah bisa menyimpulkan semuanya dari cerita Celine. Rupanya mereka sudah cukup lama bertemu. Dia harus mem
Keheningan yang terjadi di dalam mobil sedan Mercedes Benz itu. Mahesa melirik Ezra melalui spion tengah, hal yang sama pun dilakukan oleh bocah cilik itu.Mahesa membelokkan Mobil masuk ke dalam pom bensin."Ezra, bagaimana kalau kita ke minimarket sebentar?""Ok, Dad." Anak itu langsung setuju seakan tahu tujuan Mahesa menghentikan mobil tersebut di pom bensin.Mahesa menepuk bahu Damaira sebelum keluar dari mobilnya."Aku dan Ezra akan menunggumu diluar."Damaira memandang wajah tampan Mahesa, mata indahnya telah berkaca.Mahesa tersenyum lalu mengacak sedikit puncak kepala Damaira, hal yang baru pertama kali dia lakukan.Melihat ibunya seakan menginginkan sebuah bahu untuk sandaran, Ezra berinisiatif untuk membiarkan Mahesa tetap berada di mobil."Dad, Daddy temani saja Mama. Aku akan ke minimarket sendiri, Daddy cukup beri aku uang."Mahesa menoleh pada Ezra, "Jangan Ezra terlalu berbahaya." "Aku sudah besar, Dad." Tanpa menungg
Negan segera memacu kendaraannya kembali ke kantor, entah mengapa dia ingin sekali kembali ke kantor dan bertanya sesuatu pada atasannya–Mahesa. Negan lupa janjinya pada Naya, jika telah selesai dengan urusannya, dia akan segera kembali dan menemani Celine.Sampai di parkiran Negan mendadak linglung, entah apa yang harus dia lakukan.Menemui Mahesa? Lantas apa yang akan dia bicarakan dengan atasannya itu? Apakah Anda sedang menjalin hubungan dengan mantan istri saya, Pak? Apakah Anda sungguh-sungguh dengan Damaira? Bisakah Anda tidak mendekati mantan istri saya? Apakah Anda bisa benar-benar menyayangi Ezra? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar-putar di kepala Negan."Bodoh! Bodoh! Bodoh!" Negan mengumpati dirinya seraya memukul-mukulkan kepalanya ke stang pengemudi."Kamu berharap apa, Negan. Jelas-jelas kamu sudah ditolak mentah-mentah," monolog Negan.Pada akhirnya Negan hanyalah seorang pecundang.Ting![Mas, aku pulang dulu. Celine sudah selesai mengerjakan PR. Saat ini sedang
"Baru pulang, Mas?" tanya Dina.Negan hanya berdehem untuk menjawab pertanyaan adik bungsunya."Mas kenapa kamu tak pernah cerita kalau Mbak Ira telah kembali?"Negan menghentikan langkah, lalu menoleh pada adiknya."Ternyata Ezra itu anak kalian?""Lalu sejauh mana hubungan kalian sekarang? Anak itu sudah tahu kalau kamu adalah ayahnya?" Negan menghela nafas."Mas, kenapa malah menghelas nafas, jawab pertanyaanku!"Suasana hati Negan yang sedang tidak baik menjadi semakin parah, karena harus mendengar banyak pertanyaan dari adiknya. Hati dan fisik sudah lelah, kenapa adik bungsunya itu tak pernah peka dengan kondisinya.Negan memindai sekitar, khawatir Celine akan mendengar percakapan mereka."Dia ada di kamar, kamu tahu sendiri apa yang dia kerjakan jika menjelang magrib." Dina tahu kakaknya itu sedang mencari anaknya."Naya yang cerita?"Negan hanya menebak, siapa tau kedua adiknya itu tadi sempat bertemu. Dina menggeleng."Aku tadi bertemu dengan Mbak Ira dan anak kalian di super
Celine telah tertidur, setelah makan malam tadi Negan menuruti keinginan anaknya untuk membacakan buku dongeng. Keinginan yang begitu sederhana bagi Negan, namun selama ini dia tak sepenuhnya meluangkan waktu untuk hal yang sesederhana itu."Tidurlah sendiri, Celine. Ayah lelah." Itulah kata yang sering dia katakan saat dulu Celine sering merengek ingin ditemani olehnya. Ternyata, meski selama ini Negan mati-matian membesarkan Celine, dia tak sepenuhnya mencurahkan kasih sayangnya.Entah sejak kapan Celine tak pernah lagi merengek dan tidur sendiri. Hingga malam ini anak itu mau mengungkapkan keinginannya lagi."Ayah, aku ingin setiap malam Ayah bacakan aku dongeng. Ezra pernah cerita, setiap mau tidur Mama dan Papinya selalu membacakannya buku," ucap Celine sebelum tidur tadi.Negan masih membelai kepala Celine, anak kecil itu begitu tenang dalam tidurnya.Negan menyadari, kehadiran Ezra dalam hidup Celine begitu sangat berpengaruh. Anak itu kini dapat meng
Negan berdiri dengan terus memegang tangan mantan istrinya."Aku belum selesai, tidak bisakah kamu memberiku waktu sebentar lagi?"Sebenarnya Negan hanya ingin mengulur waktu untuk bisa lebih lama bersama dengan wanita yang sangat dia rindukan.Damaira mencoba melepas tangan Negan, namun sia-sia tangan pria itu justru semakin kencang mencengkram tangannya."Tolong jangan seperti ini, Mas. Lepaskan!" "Aku tidak akan melepaskan sebelum kamu memberiku waktu lebih untuk berbicara, Ra."Tatapan mata Negan begitu sendu dan penuh harap.Tiba-tiba saja sebuah tangan mencengkram tangan Negan. Kedua pasang mata itu saling bersitatap, bersitegang satu sama lain."Lepaskan, Pak Negan. Kamu sudah menyakiti Damaira," kata Mahesa."Apa hak Anda memerintah saya?"Mahesa berjalan satu langkah kedepan."Tentu saja saya berhak melakukan itu, karena Damaira adalah calon istri saya," ucap Mahesa dengan spontan.Mendengar jawaban Mahesa hati Negan bagai di
Melihat kemacetan yang tak kunjung usai, Mahesa memutuskan untuk menepikan mobilnya lalu menyusul Damaira.Mahesa juga menyaksikan pria yang baru saja dievakuasi. Mahesa memegang tubuh Damaira yang sedikit oleng, terhuyung. Mahesa yakin Damaira saat ini sangat syok melihat kondisi Negan yang keadaannya cukup parah."Ira. Sadarlah." Mahesa menyadarkan Damaira yang pandangannya kosong.Damaira memandang ke arah Mahesa setelah mendengar ucapan pria itu."Mas Negan, Mas!" Damaira mulai panik.Mahesa memegang kedua bahu Damaira."Hei, hei. Tenang. Kamu harus tenang. Tarik nafas."Damaira mengikuti interuksi dari Mahesa untuk menarik dan membuang nafas."Ada aku di sini, kamu jangan khawatir." Damaira mengangguk.Mahesa tahu Damaira pasti akan sedih melihat kondisi mantan suaminya seperti itu, lantas apakah dia cemburu?Tidak. Hal seperti ini wajar terjadi apalagi mereka pernah hidup bersama, meski berpisah dengan keadaan yang tidak baik.
Damaira menoleh ke arah sumber suara."Ya ampun. Ini Ira?" tanya orang tersebut.Damaira tersenyum, "Iya, Mbak. Ini aku.""Kemana saja selama ini?" Damaira memilih tak menjawab dan hanya tersenyum.Mengerti Damaira tak ingin membahas apapun, wanita itu memilih mengganti topik pembicaraan."Ada perlu apa? Biasanya di rumah hanya ada Celine, tadi aku dengar Negan sudah mengantarnya. Mungkin dia tidur.""Aku ingin mencari Celine, Mbak. Oh iya, Mbak. Ada nomor Dina? Boleh aku minta?"Wanita itu menelisik karena melihat gelagat raut wajah gelisah dari Damaira. "Ada, ayo mampir dulu. Memangnya ada apa? Kamu sepertinya gelisah."Terlalu lama jika harus berbasa-basi dengan tetangga mantan suaminya itu, akhirnya Damaira mengatakan apa yang sedang dialami oleh Negan."Mas Negan kecelakaan, Mbak. Tolong cepat ya, penting.""Ya Tuhan. Sebentar ya, Ra. Aku ambil handphoneku dulu."Wanita itu segera berlari menuju rumahnya. Tak berapa lama keluar dengan membawa benda pipih, lalu menyebutkan nomor D
Empat bulan kemudian Isa dan Dina akhirnya menikah, setelah si kembar lahir kedunia dua bulan yang lalu.Keduanya memang sengaja mengambil waktu lebih lama, agar keluarga Damaira fokus lebih dulu pada si kecil Narendra dan Naela. Kembar yang begitu menggemaskan, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, sama seperti Damaira dan Damaisa.Saat ini Isa sedang berada di depan penghulu dan juga Negan sebagai wali dalam pernikahannya dengan Dina. Dina sendiri masih menunggu di ruang rias yang tersedia tak jauh dari tempatnya berada.Deg-degan itu sudah pasti, entah sudah berapa kali pria datar itu menghela nafas untuk menetralkan kegugupan.Penghulu mulai melakukan serangkaian prosesi. Negan dan Isa berjabat tangan, prosesi ijab qabul di mulai.Dengan satu tarikan nafas akhirnya Damaisa Kurniawan telah menjadikan Findina Langit Senja binti Surya Cakrawala sebagai istrinya.Suasana haru tercipta, apalagi ketika pengantin wanita di bawa ke ruangan tersebut. Ucapan selamat dan doa terbaik diuc
“Ibu benar mau aku menikah? Dengan siapapun wanita pilihanku?” tanya Isa dengan wajah serius.Lestari diam sejenak sebelum menjawab.“Kamu masih ingin menikah dengan Dina?” tanya Lestari.“Iya, kalau Ibu memberi restu.”Lestari menghembuskan nafas pelan.“Kamu tidak ada wanita lain?”“Belum ada, Bu. Kalau Ibu menginginkan wanita lain, mungkin butuh waktu lebih lama.”“Kamu sungguh-sungguh menyukai wanita itu?”Dalam guratan wajah Isa masih tersirat sedikit keraguan.“Mintalah dulu petunjuk pada sang Pemilik Hati, Sa. Ibu tidak mau kalau kamu memiliki maksud tertentu menikahi Dina, seperti balas dendam.”Isa masih diam, mencoba membuka lembar demi lembar memori mengapa dia ingin menikahi Dina.“Kalau kamu sudah mendapatkan kemantapan hati ingin menikahi Dina karena untuk beribadah dan mencintainya, Ibu akan restui,” ujar Lestari.Isa justru bergelung dengan hatinya sendiri, antara maju atau mundur.“Baik, Bu. Isa akan pikirkan baik-baik dan juga minta petunjuk sama Tuhan.” Benar itu ad
Satu tahun kemudian.Kebahagiaan demi kebahagiaan semakin terlimpah di keluarga Mahesa dan Damaira. Sakit dan luka di masa lalu perlahan hanya menjadi sebuah butiran yang terhempas karena tiupan angin.Setelah beberapa bulan lalu Mahesa dan Damaira pergi ke Jerman untuk bulan madu, tak lupa mengajak anak-anak untuk turut serta. Sekarang Wanita itu telah berbadan dua.Bukan, tapi tiga. Ya, Damaira hamil anak kembar. Karena faktor keturunan, hamil anak kembar sangat mungkin terjadi.Di sisi lain, di kota Makassar, Nindi dan Dion juga tengah merasakan kebahagiaan yang sama. Nindi akhirnya hamil, bahkan beberapa bulan lebih dulu dari Damaira.Kabar itu diberikan langsung oleh Nindi pada Damaira. Rezeki memang unik, Tuhan akan memberikan di waktu yang tepat. Di saat semua permasalahan hati di masa lalu selesai, akan tubuh cinta yang baru.Tak kalah membahagiakan Isa juga telah resmi membuka kantor perusahaan sendiri di Jakarta. Karyawannya masih terdiri dari beberapa orang. Pria itu semaki
Beberapa minggu berlalu pernikahan Nindi dan Dion pun sudah terlaksana. Meski hanya sederhana keduanya terlihat bagaimana.Di hari Minggu yang cerah itu, Nindi dan Dion berkunjung ke rumah Mahesa, dengan harapan keluarga itu berada di rumah Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah Keysha. Nindi benar-benar bertekad ingin berbaikan dengan anak itu. Dia ingin sekali mendapatkan maaf dari bocah berusia 12 tahun itu.Ya, kurang lebih 12 tahun Nindi meninggal Keysha. Nindi pikir semuanya akan baik-baik saja, ternyata Tuhan memiliki takdir yang sudah ditetapkan untuk mereka.“Oh, Mbak Nindi dan Mas Dion, apa kabar kalian? Selamat ya atas pernikahannya. Kami senang mendengar kabar tersebut.”Damaira dan Mahesa menyambut kedatangan sepasang pengantin yang baru saja rujuk itu.“Kabar baik, Ira. Terima kasih. Maaf kami tidak mengadakan acara apapun.”“Jadi–” Nindi menjeda kalimatnya dan melihat ke arah suaminya, Dion pun mengangguk dan tersenyum.“Jadi, kedatangan kami kemari untuk bertemu deng
Pertanyaan yang seperti memojokkan Citra, membuat dia sejenak berpikir untuk mencari kalimat yang tepat dan mematahkan tuduhan pria itu.“Apa aku ada hak menolak perjodohan ini?”Citra justru bertanya, bukan menjawab pertanyaan Ardi.“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Ardi seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.“Kamu mau jawaban jujur atau jawaban yang menyenangkan hatimu?” tanya Citra.Sepasang anak manusia itu terus saling melempar pertanyaan tanpa ada yang mau menjawab.“Jujur.”“Baiklah kalau begitu aku tidak akan sungkan,” kata Citra. Ardi pun mempersilakan Citra untuk mengatakan segala unek-uneknya.“Aku justru beranggapan Kak Ardi-lah yang menolak perjodohan ini. Kenapa? Seperti yang sudah sedikit aku singgung tadi, kamu tak pernah bersikap baik kepadaku, menyapaku pun hampir tidak pernah, ketika kita berpapasan lebih banyak kamu seperti menganggapku orang asing, kita tidak saling kenal, padahal aku selalu tersenyum padamu sebagaimana junior kepada seniornya.”
“Mbak, apa di depan atau di sekitar sini ada Pak Negan?” tanya seorang dokter kepada perawat.“Sebentar saya lihat dulu, dok.”“Kalau misal ada bilang, suruh ke ruangan, dokter Maulana mencari,” kata dokter Maulana.“Baik, dok.”Perawat itu keluar dari ruangan kemudian mengedarkan pandangan mencari Negan.Negan cukup cukup terkenal di karangan dokter, perawat, orang-orang penting di rumah sakit, dan juga marketing yang lainnya. Apalagi setelah pria itu mengalami kecelakaan namanya making disebut-sebut.“Nah itu dia si duda keren,” monolog perawat itu setelah melihat keberadaan Negan.“Selamat siang menjelang sore Mas Negan,” sapa perawat itu.“Eh, Iya, Mbak. Ini masih siang bolong,” balas Negan. Wanita itu terkekeh pelan.“Mas Negan dicari sama dokter Maulana, ditunggu di ruangannya.”Negan mengernyitkan keningnya, kemudian bertanya, “ada apa ya, Mbak?”“Kurang tahu Mas, Mas datang saja ke ruangan beliau.”“Terima kasih Mbak informasinya.”“Sama-sama Mas, mari.” Negan mengangguk horma
Pagi ini Mahesa disibukan dengan serangkaian pekerjaan, padahal saat ini waktu subuh baru saja berlalu dan matahari belum terbit. Beberapa hari ini pria itu sedikit kurang tidur. Setelah menikah entah mengapa rezeki terus mengalir tiada henti. Proyek sana-sini.“Ini, Mas.” Damaira memberi secangkir kopi sebagai penyemangat lagi.“Terima kasih, Sayang.” Mahesa menarik tangan istrinya, kemudian memberi kecupan hangat sebagai doping.Damaira selalu saja diberi kejutan dengan sikap manis Mahesa. Pria itu benar-benar membuatnya seperti ratu yang spesial.Tak ingin kalah, Damaira pun membalas serangan Mahesa. Sebulan bersama pria itu membuat hidupnya semakin berwarna.“Kalau begitu aku keluar dulu, masak.” Mahesa mengangguk.Damaira menyerah beberapa hal tentang kerumahtanggaan seperti bersih-bersih, laundry, dan lain sebagainya, kecuali masak.Memasak baginya harus dilakukan sendiri, agar kelak anak-anak dan suaminya selalu merindukan masakannya.Meski tinggal bersama mertua, sudah pasti
Tak hanya Indra yang meluapkan emosi pada Nindi tapi juga Linda. Nindi terpojok sebagai tersangka. Janda itu menangis tersedu. Indra seakan belum puas dan terus memarahi anaknya.Ketegangan itu masih terus terjadi hingga bel rumah itu berbunyi mengalihkan perhatian semua orang yang ada di dalam rumah itu.Dengan kesal Indrawan membuka pintu, melihat siapa yang datang sontak membuat pria paruh baya itu kembali naik darah.“Ini biang keroknya datang, dasar pria tak bertanggung jawab, brengsek!” Indra langsung memaki Dion yang tak tahu apa-apa.Pria itu hanya mengerutkan kedua alisnya, mencoba menelaah apa yang sebenarnya terjadi.“Ada apa, Yah? Siapa biang kerok.” Linda dan Nindi datang menyusul Indra ke ruang tamu.“Ngapain kamu datang ke sini? Bosan hidup, hah?” Sama halnya dengan suaminya, Linda pun langsung menghardik Dion.Nindi sendiri masih berusaha menenangkan diri setelah mendapat amarah dari kedua orang tuanya.Dion menatap iba pada mantan istrinya, entah apa yang baru saja te
Isa tak juga menjabat tangan Dina dan hanya terus menatapnya.“Kenapa hanya menatapku seperti itu?” Dina kembali angkat suara.“Ayo kita berjabat tangan dan kita kembali seperti dulu.” Dengan segenap jiwa dan hatinya Dina menahan sakit. Wanita itu terus memberi sugesti positif pada dirinya sendiri bahwa pasti rasa sakit itu hanya akan menyelimuti berlangsung untuk beberapa waktu saja. Asalkan mengalihkan semuanya pada pekerjaan dan hal lainnya pasti akan segera sirna dengan sendirinya.Dina tersenyum samar dan mulai menarik tangannya. Dia sungguh tidak mengerti kemauan pria yang ada di depannya.Dina menarik nafas dengan maksud menarik ingusnya agar tidak keluar. Dia menahan tangis sekuat tenaga.“Ya sudah ayo kita pulang. Orang-orang pasti menganggapku orang gila karena duduk di sini berjam-jam.Dina meraih tangan Isa dan menarik pria itu agar segera beranjak dari duduknya. Tapi Isa justru menahan tangan Dina.“Ayo kita menikah!” seru Isa.Ucapan Isa sontak membuat Dina membulatkan