"Ada apa lagi dengan mereka?" gumam Dinda.
Dinda membuka ponselnya, berniat ingin memberi tahu Damaira jika Negan sedang mencarinya, ternyata sahabatnya itu telah lebih dulu mengirim sebuah pesan padanya.[Din, aku pulang ke rumah kita. Jika Mas Negan datang mencariku, katakan padanya kamu tak tahu keberadaanku.]"Untunglah aku tidak salah berucap."Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Dinda segera pulang, dia sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, tak lupa dia membeli makanan untuk makan malam dan juga bahan makanan untuk esok hari.Sampai di rumah, skuter matic butut Damaira sudah tersimpan rapi di garasi. Dinda tersenyum lalu membuka pintu utama rumah itu.Ukuran rumah itu hampir dua kali lipat dari rumah yang dihuni Damaira dan Negan dan terdiri dari dua lantai.Di sebelah rumah tersebut ada rumah Dinda yang tak kalah besarnya, tapi disewakan.Di sebelahnya lagi adalah kos-kosan tiga lantai milik Damaira dan Dinda. Keduanya koSore menjelang malam dengan sedikit gerimis menjadi saksi dua orang wanita berbeda usia saling mengungkapkan rasa. Membuka hati untuk saling memaafkan dan menerima satu sama lain."Terima kasih, Ra. Ibu tahu kamu wanita yang baik."'Setelah semua yang Ibu lakukan padaku, baru sekarang mengucapkan hal seperti itu, ini sudah sangat terlambat, Bu,' batin Damaira."Apa yang ingin kamu bicarakan, Ra? Ibu akan mendukung apapun keputusanmu."Damaira menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.Damaira mengungkapkan kekecewaannya pada Negan, yang telah tega mengkhianatinya setelah apa dia perjuangkan selama tiga tahun lebih. Menikah tanpa restu ayah dan juga Laras, diremehkan dan direndahkan, tak diberikan nafkah yang layak bahkan harus menopang kehidupan rumah tangganya."Lantas aku harus bagaimana, Bu?""Jujur Ibu tak bisa memaksakan apapun, Ra. Karena semua pilihan ada di tanganmu, Ibu tak akan membela Negan."Damaira terdiam, dia sudah m
Damaira memberi syarat pada suaminya, untuk menentukan dia akan memaafkannya atau tidak."Apa syaratnya, Ra? Kalau aku bisa akan ku penuhi.""Tidak ada negosiasi, jika kamu tidak bisa memenuhinya, mau tidak mau kita harus berpisah."Negan menelan salivanya dengan susah payah, berharap syarat dari Damaira mudah dan bisa dia penuhi.Belakangan Negan sadar, ternyata dirinya mencintai Damaira lebih dari yang dia kira. Dia sungguh tak ingin kehilangan istrinya terlepas dirinya yang telah mengkhianati ikatan suci mereka."Berikan aku akses ke rekening gajimu, aku yang akan memberimu jatah bulanan, jatah ibu dan Dina, juga tabungan untukmu, tak lupa biaya hidup kita dan juga KPR. Kamu hanya tinggal serius bekerja dan mendapatkan banyak uang."Negan membelalakan mata, mulutnya nyaris menganga. Sebenarnya itu syarat yang mudah bagi Negan, tapi akan menjadi bumerang juga baginya sebab Damaira akan tahu besaran gaji, tunjangan, dan bonus yang dia peroleh.Negan
Sesuai keinginan Damaira akhirnya mereka kembali ke rumah. Negan heran mengapa rumah yang sebulan lebih tak ditinggali itu terlihat bersih. Padahal dia setiap hari datang ke rumah itu untuk memeriksa keberadaan Damaira tapi tak pernah memperhatikan.“Kapan kamu membersihkan rumah ini?”“Kemarin,” jawab Damaira singkat.Negan mengekori langkah istrinya, namun wanita itu tak menuju kamarnya melainkan menuju kamar sebelah.“Kenapa masuk ke kamar itu?” tanya Negan dengan polosnya.“Kita memang akan tinggal bersama, tapi mulai sekarang kamar kita terpisah.” Damaira segera menutup pintu kamarnya dan menguncinya dari dalam.Negan terus memanggil nama istrinya dan mengetuk pintu kamar itu, namun tak digubris oleh empunya.“Ya ampun, cobaan macam apa lagi ini?” keluh Negan seraya menyugar rambutnya yang mulai memanjang.Hari telah berganti, meski keduanya tak lagi bersama dalam satu ranjang, Damaira masih membuat sarapan untuk mereka berdua. Sejahat-jahatnya,
'Mari kita lihat, apa kamu akan tetap bertahan jika wanita itu terus mengejarmu,' monolog Damaira dalam hati.Beberapa malam ini Negan tak bisa tidur karena Sita. Wanita itu mengatakan akan kembali ke Jakarta untuk mencari pekerjaan yang baru dan meminta bantuan pada Negan.Karena rasa bersalahnya, Negan akhirnya memutuskan untuk menolong Sita, dia terus memberi sugesti pada dirinya sendiri agar hatinya tidak goyah. Sita bukan wanita baik-baik, sudah menjebaknya, dan membuat hubungannya dengan Damaira merenggang."Hai, Mas!" sapa Sita. Dia baru saja sampai di Jakarta dan Negan menjemputnya di stasiun, Negan hanya tersenyum tipis pada Sita.Saat melihat wajah Sita, entah mengapa kemarahan itu muncul, mengingat kelakuan wanita itu. Negan hanya mencoba menahan Dan bersikap baik pada Sita.Hari ini, Negan membantu Sita mencari tempat tinggal, karena sudah tidak memperpanjang Kos yang lama, toh harga Kos itu terlalu mahal untuk kondisi Sita sekarang ini.Se
Akhirnya hasil yang ditunggu-tunggu muncul juga. Damaira mendapatkan garis dua yang artinya dirinya sedang berbadan dua.Damaira duduk termangu di atas toilet duduk. Tangannya tak berhenti membelai lembut perutnya yang masih datar."Kita harus berjuang ya, Nak. Dan atau tanpa ayahmu," lirih Damaira.Dinda yang khawatir sahabatnya tak juga keluar dari toilet pun menggedor pintu itu."Ra? Kenapa lama sekali?"Damaira mengusap air matanya yang sempat menetes di pipinya. Penantian selama tiga tahun lebih akhirnya membuahkan hasil meski dalam kondisi yang tidak bisa dikatakan baik.Damaira keluar dari toilet dengan tersenyum tipis."Bagaimana hasilnya?"Damaira memperlihatkan hasil tes yang baru saja dia lakukan.Dinda melongo, sedetik kemudian dia memeluk erat tubuh sahabatnya, gadis itu justru terlihat lebih bahagia ketimbang dirinya."Selamat, Ra. Selamat. Aku harap kamu tak menyesali keadaan ini."Damaira kembali ke Poli dan memberikan hasi
Sita merasa kesal karena nomor dan juga chatnya telah diblokir oleh Negan. Pagi ini dia mematut diri untuk menyebar surat lamaran melalui offline, karena surat lamaran melalui online belum ada yang mendapat respon.Sita melihat kalender di dinding, dia mengingat-ingat sesuatu yang terlupa."Ah, kapan terakhir aku menstruasi ya?" gumamnya.Dia mengambil handphone dan membuka catatan tanggal menstruasinya."Astaga!"Sudah lebih dari satu bulan Sita tidak mengalami menstruasi. Dia segera keluar untuk membeli alat tes kehamilan di apotek terdekat.Setelah melakukan uji urine, ternyata benar dugaannya. Hasilnya positif. Sita sama sekali tak merasakan tanda-tanda kehamilan, berbeda dengan Damaira yang dilanda morning sickness.Sita tersenyum penuh kemenangan, "Takdir macam apa ini?""Aku sangat beruntung," monolog Sita."Sial!" umpat wanita itu saat mencoba menghubungi Negan. Dia lupa jika nomornya telah diblokir."Aku harus mencarinya di kantor, tapi tidak mungkin aku mendatanginya langsun
Jika Negan menghubungi Sita, wanita itu pasti akan merasa menang. Tapi, jika tidak pasti akan semakin berbuat ulah.Mau tidak mau, Negan menghubungi wanita itu.Saat melihat nomor yang belakangan tak bisa dia hubungi melakukan panggilan, senyum Sita merekah."Aaahhh, harus ya aku membuat masalah dulu, baru kamu mencariku?" monolog Sita."Halo, Mas Negan. Ada apa?" Sita pura-pura tidak tahu maksud Negan menghubunginya."Jangan berpura-pura, Sita. Apa yang telah kamu lakukan, hah?""Memangnya apa yang telah ku lakukan?""Mari kita bertemu, di mana kamu sekarang?" ajak Negan."Dengan senang hati, Sayang. Tentu saja aku sedang berada di Kos."Sita segera merapikan diri. Dia menggerutu karena terpaksa harus memotong beberapa helai rambutnya yang kusut dan ruwet akibat jambakan Laras.Setelah setengah jam menunggu, orang yang ditunggu pun tiba. Negan sangat waspada, dia tak ingin masuk ke dalam Kos dan menolak minuman dari Sita."Aku tidak perca
Dinda memberikan minum yang telah dibawanya tadi."Apa aku harus benar-benar menikahkan mereka, Din?""Aku menyesal sempat mengatakan hal seperti itu pada ibu mertuaku, mungkin ini yang dinamakan kata-kata adalah doa," racau Damaira. "Jangan terbawa emosi, Ira. Kamu harus memikirkan baik-baik keputusan yang akan kamu ambil, jangan sampai kamu lebih menyesal lagi."Di sisa jam kerjanya Damaira tak bisa berkonsentrasi, pikirannya dipenuhi oleh Negan dan Sita. Dia harus mengambil keputusan yang tepat untuk masa depannya dan juga calon anaknya."Apa yang harus aku lakukan?"Sore harinya Negan menjemput Damaira, senyumnya semringah berbanding terbalik dengan istrinya yang sama sekali tak membalas senyumnya. Wajah Damaira terlihat kuyu dan matanya sembab.'Apa dia menangis?' batin Negan. Hatinya gelisah memikirkan apa yang terjadi pada istrinya."Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Negan seraya memegang kedua tangan Damaira."Aku lelah, Mas.
Empat bulan kemudian Isa dan Dina akhirnya menikah, setelah si kembar lahir kedunia dua bulan yang lalu.Keduanya memang sengaja mengambil waktu lebih lama, agar keluarga Damaira fokus lebih dulu pada si kecil Narendra dan Naela. Kembar yang begitu menggemaskan, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, sama seperti Damaira dan Damaisa.Saat ini Isa sedang berada di depan penghulu dan juga Negan sebagai wali dalam pernikahannya dengan Dina. Dina sendiri masih menunggu di ruang rias yang tersedia tak jauh dari tempatnya berada.Deg-degan itu sudah pasti, entah sudah berapa kali pria datar itu menghela nafas untuk menetralkan kegugupan.Penghulu mulai melakukan serangkaian prosesi. Negan dan Isa berjabat tangan, prosesi ijab qabul di mulai.Dengan satu tarikan nafas akhirnya Damaisa Kurniawan telah menjadikan Findina Langit Senja binti Surya Cakrawala sebagai istrinya.Suasana haru tercipta, apalagi ketika pengantin wanita di bawa ke ruangan tersebut. Ucapan selamat dan doa terbaik diuc
“Ibu benar mau aku menikah? Dengan siapapun wanita pilihanku?” tanya Isa dengan wajah serius.Lestari diam sejenak sebelum menjawab.“Kamu masih ingin menikah dengan Dina?” tanya Lestari.“Iya, kalau Ibu memberi restu.”Lestari menghembuskan nafas pelan.“Kamu tidak ada wanita lain?”“Belum ada, Bu. Kalau Ibu menginginkan wanita lain, mungkin butuh waktu lebih lama.”“Kamu sungguh-sungguh menyukai wanita itu?”Dalam guratan wajah Isa masih tersirat sedikit keraguan.“Mintalah dulu petunjuk pada sang Pemilik Hati, Sa. Ibu tidak mau kalau kamu memiliki maksud tertentu menikahi Dina, seperti balas dendam.”Isa masih diam, mencoba membuka lembar demi lembar memori mengapa dia ingin menikahi Dina.“Kalau kamu sudah mendapatkan kemantapan hati ingin menikahi Dina karena untuk beribadah dan mencintainya, Ibu akan restui,” ujar Lestari.Isa justru bergelung dengan hatinya sendiri, antara maju atau mundur.“Baik, Bu. Isa akan pikirkan baik-baik dan juga minta petunjuk sama Tuhan.” Benar itu ad
Satu tahun kemudian.Kebahagiaan demi kebahagiaan semakin terlimpah di keluarga Mahesa dan Damaira. Sakit dan luka di masa lalu perlahan hanya menjadi sebuah butiran yang terhempas karena tiupan angin.Setelah beberapa bulan lalu Mahesa dan Damaira pergi ke Jerman untuk bulan madu, tak lupa mengajak anak-anak untuk turut serta. Sekarang Wanita itu telah berbadan dua.Bukan, tapi tiga. Ya, Damaira hamil anak kembar. Karena faktor keturunan, hamil anak kembar sangat mungkin terjadi.Di sisi lain, di kota Makassar, Nindi dan Dion juga tengah merasakan kebahagiaan yang sama. Nindi akhirnya hamil, bahkan beberapa bulan lebih dulu dari Damaira.Kabar itu diberikan langsung oleh Nindi pada Damaira. Rezeki memang unik, Tuhan akan memberikan di waktu yang tepat. Di saat semua permasalahan hati di masa lalu selesai, akan tubuh cinta yang baru.Tak kalah membahagiakan Isa juga telah resmi membuka kantor perusahaan sendiri di Jakarta. Karyawannya masih terdiri dari beberapa orang. Pria itu semaki
Beberapa minggu berlalu pernikahan Nindi dan Dion pun sudah terlaksana. Meski hanya sederhana keduanya terlihat bagaimana.Di hari Minggu yang cerah itu, Nindi dan Dion berkunjung ke rumah Mahesa, dengan harapan keluarga itu berada di rumah Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah Keysha. Nindi benar-benar bertekad ingin berbaikan dengan anak itu. Dia ingin sekali mendapatkan maaf dari bocah berusia 12 tahun itu.Ya, kurang lebih 12 tahun Nindi meninggal Keysha. Nindi pikir semuanya akan baik-baik saja, ternyata Tuhan memiliki takdir yang sudah ditetapkan untuk mereka.“Oh, Mbak Nindi dan Mas Dion, apa kabar kalian? Selamat ya atas pernikahannya. Kami senang mendengar kabar tersebut.”Damaira dan Mahesa menyambut kedatangan sepasang pengantin yang baru saja rujuk itu.“Kabar baik, Ira. Terima kasih. Maaf kami tidak mengadakan acara apapun.”“Jadi–” Nindi menjeda kalimatnya dan melihat ke arah suaminya, Dion pun mengangguk dan tersenyum.“Jadi, kedatangan kami kemari untuk bertemu deng
Pertanyaan yang seperti memojokkan Citra, membuat dia sejenak berpikir untuk mencari kalimat yang tepat dan mematahkan tuduhan pria itu.“Apa aku ada hak menolak perjodohan ini?”Citra justru bertanya, bukan menjawab pertanyaan Ardi.“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Ardi seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.“Kamu mau jawaban jujur atau jawaban yang menyenangkan hatimu?” tanya Citra.Sepasang anak manusia itu terus saling melempar pertanyaan tanpa ada yang mau menjawab.“Jujur.”“Baiklah kalau begitu aku tidak akan sungkan,” kata Citra. Ardi pun mempersilakan Citra untuk mengatakan segala unek-uneknya.“Aku justru beranggapan Kak Ardi-lah yang menolak perjodohan ini. Kenapa? Seperti yang sudah sedikit aku singgung tadi, kamu tak pernah bersikap baik kepadaku, menyapaku pun hampir tidak pernah, ketika kita berpapasan lebih banyak kamu seperti menganggapku orang asing, kita tidak saling kenal, padahal aku selalu tersenyum padamu sebagaimana junior kepada seniornya.”
“Mbak, apa di depan atau di sekitar sini ada Pak Negan?” tanya seorang dokter kepada perawat.“Sebentar saya lihat dulu, dok.”“Kalau misal ada bilang, suruh ke ruangan, dokter Maulana mencari,” kata dokter Maulana.“Baik, dok.”Perawat itu keluar dari ruangan kemudian mengedarkan pandangan mencari Negan.Negan cukup cukup terkenal di karangan dokter, perawat, orang-orang penting di rumah sakit, dan juga marketing yang lainnya. Apalagi setelah pria itu mengalami kecelakaan namanya making disebut-sebut.“Nah itu dia si duda keren,” monolog perawat itu setelah melihat keberadaan Negan.“Selamat siang menjelang sore Mas Negan,” sapa perawat itu.“Eh, Iya, Mbak. Ini masih siang bolong,” balas Negan. Wanita itu terkekeh pelan.“Mas Negan dicari sama dokter Maulana, ditunggu di ruangannya.”Negan mengernyitkan keningnya, kemudian bertanya, “ada apa ya, Mbak?”“Kurang tahu Mas, Mas datang saja ke ruangan beliau.”“Terima kasih Mbak informasinya.”“Sama-sama Mas, mari.” Negan mengangguk horma
Pagi ini Mahesa disibukan dengan serangkaian pekerjaan, padahal saat ini waktu subuh baru saja berlalu dan matahari belum terbit. Beberapa hari ini pria itu sedikit kurang tidur. Setelah menikah entah mengapa rezeki terus mengalir tiada henti. Proyek sana-sini.“Ini, Mas.” Damaira memberi secangkir kopi sebagai penyemangat lagi.“Terima kasih, Sayang.” Mahesa menarik tangan istrinya, kemudian memberi kecupan hangat sebagai doping.Damaira selalu saja diberi kejutan dengan sikap manis Mahesa. Pria itu benar-benar membuatnya seperti ratu yang spesial.Tak ingin kalah, Damaira pun membalas serangan Mahesa. Sebulan bersama pria itu membuat hidupnya semakin berwarna.“Kalau begitu aku keluar dulu, masak.” Mahesa mengangguk.Damaira menyerah beberapa hal tentang kerumahtanggaan seperti bersih-bersih, laundry, dan lain sebagainya, kecuali masak.Memasak baginya harus dilakukan sendiri, agar kelak anak-anak dan suaminya selalu merindukan masakannya.Meski tinggal bersama mertua, sudah pasti
Tak hanya Indra yang meluapkan emosi pada Nindi tapi juga Linda. Nindi terpojok sebagai tersangka. Janda itu menangis tersedu. Indra seakan belum puas dan terus memarahi anaknya.Ketegangan itu masih terus terjadi hingga bel rumah itu berbunyi mengalihkan perhatian semua orang yang ada di dalam rumah itu.Dengan kesal Indrawan membuka pintu, melihat siapa yang datang sontak membuat pria paruh baya itu kembali naik darah.“Ini biang keroknya datang, dasar pria tak bertanggung jawab, brengsek!” Indra langsung memaki Dion yang tak tahu apa-apa.Pria itu hanya mengerutkan kedua alisnya, mencoba menelaah apa yang sebenarnya terjadi.“Ada apa, Yah? Siapa biang kerok.” Linda dan Nindi datang menyusul Indra ke ruang tamu.“Ngapain kamu datang ke sini? Bosan hidup, hah?” Sama halnya dengan suaminya, Linda pun langsung menghardik Dion.Nindi sendiri masih berusaha menenangkan diri setelah mendapat amarah dari kedua orang tuanya.Dion menatap iba pada mantan istrinya, entah apa yang baru saja te
Isa tak juga menjabat tangan Dina dan hanya terus menatapnya.“Kenapa hanya menatapku seperti itu?” Dina kembali angkat suara.“Ayo kita berjabat tangan dan kita kembali seperti dulu.” Dengan segenap jiwa dan hatinya Dina menahan sakit. Wanita itu terus memberi sugesti positif pada dirinya sendiri bahwa pasti rasa sakit itu hanya akan menyelimuti berlangsung untuk beberapa waktu saja. Asalkan mengalihkan semuanya pada pekerjaan dan hal lainnya pasti akan segera sirna dengan sendirinya.Dina tersenyum samar dan mulai menarik tangannya. Dia sungguh tidak mengerti kemauan pria yang ada di depannya.Dina menarik nafas dengan maksud menarik ingusnya agar tidak keluar. Dia menahan tangis sekuat tenaga.“Ya sudah ayo kita pulang. Orang-orang pasti menganggapku orang gila karena duduk di sini berjam-jam.Dina meraih tangan Isa dan menarik pria itu agar segera beranjak dari duduknya. Tapi Isa justru menahan tangan Dina.“Ayo kita menikah!” seru Isa.Ucapan Isa sontak membuat Dina membulatkan