Ezra tak sengaja melihat ayahnya menyusul ibunya ke teras belakang.
Pria kecil itu perlahan mengikuti langkah ayahnya. Dia tak langsung menyapa ketika kedua orang tuanya duduk bersama.Ezra hanya mengamati dan mencuri dengar apa yang mereka bicarakan. Terkesan tidak sopan memang, tapi anak kecil itu sangat penasaran.Dari awal hingga akhir Esra mendengar pembicaraan kedua orang tua kandungnya. Dia yang ikut terharu pun akhirnya tak kuasa menahan diri untuk tidak mendekat ke arah kedua orang tuanya.“Papa, Mama.” Ezra menyeru memanggil kedua orang tuanya.Tanpa permisi pria kecil itu ikut menghambur memeluk keduanya meski tangannya tak cukup.Damaira dan Negan segera melepaskan pelukan dan kompak memeluk anaknya.Baik Damaira maupun Negan merasakan hal yang sama. Ternyata seperti itu rasanya berdamai dengan masa lalu dan juga diri sendiri.Lega!Beban terasa hilang dari pundak, isi tempurung kepala puHari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Pernikahan Damaira dan Mahesa hanya tinggal menunggu jam.Begitu banyak rintangan untuk Mahesa bisa sampai di Purwokerto. Dia sempat mengalami musibah di jalan, untunglah semua dalam keadaan baik-baik saja, walaupun Mahesa harus sampai di Purwokerto sedikit mundur.Perkiraan Mahesa dan rombongan akan sampai di Purwokerto pada siang hari, hari sebelumnya, tapi mau tak mau malam hari baru tiba di Purwokerto.Suasana juga mengharu biru ketika Finnegan Cakrawala dengan segala kerendahan hati bersimpuh di hadapan kedua orang tua Damaira meminta maaf atas segala kesalahan yang telah dia perbuat selama mengenal keluarga mantan istrinya itu.Darmawan yang sangat membenci Negan pun luluh dan dengan tulus memaafkan mantan menantunya itu.“Ayah memaafkanmu, Gan. Dengan tulus Ayah memaafkan semua kesalahanmu. Tolong kamu juga maafkan semua kesalahan Ayah,” kata Darmawan malam itu dengan mata berkaca.“Ayah tidak salah, Negan yang salah, Ayah tidak perlu mint
Terima kasih untuk antusias teman-teman pembaca semua.Author terharu banyak dari kalian benar-benar menantikan adanya kelanjutan novel ini, sekali lagi terima kasih. Author senang sekali, nggak nyangka kalau novel ini bakal sepanjang ini. Novel ini tidak akan sampai ke titik ini jika tanpa kalian semua.Kisah Damaira, Negan, dan Mahesa memang sudah selesai. Tapi jangan khawatir, karena Author di sini sedang mempersiapkan sesion 2 yang akan membahas kisah orang-orang yang berada di sekitar mereka.Sudah tidak sabar? Terus ikuti kelanjutannya, tunggu updatenya esok hari, ya...Lope lope sekebon untuk reader sekalian... Author tanpa kalian hanya remahan rengginang di dalam kaleng biskuit xxx (jangan sebut merk).Sekali lagi terima kasih dan mohon maaf karena tiba-tiba tamat.
Dina terlihat gugup mendengar pertanyaan dari Isa. Tapi gadis itu segera mengendalikan diri.“Habisnya Bang Isa ganteng, ya aku perhatiin, gratis ini,” jawab Dina dengan santai, lalu berjalan meninggalkan Isa yang melongo mendengar ucapan gadis itu.Tanpa sadar senyum Isa pun terukir samar, lalu menggeleng.“Siapa gadis itu?” tanya seorang wanita yang tiba-tiba muncul di dekat Isa.“Bukan urusanmu!” jawab Isa lalu mengambil makanan ringan untuk sekedar mengganjal perutnya.“Kamu masih dingin saja jadi manusia,” ucap wanita itu.Isa acuh dan kembali melahap makanannya.“Aku lihat dia juga datang di pernikahan Dinda, aku cukup penasaran, sepertinya dia dekat denganmu,” wanita itu masih terus mengajak Isa berbicara.“Dia mantan adik ipar Ira,” jawab Isa.Wanita itu memperhatikan Dina yang berjalan menuju ke arah mantan suami Damaira dan kedua anaknya.“Pantas saja kalian akrab!” seru wanita itu.“Memangnya ada masalah?” tanya Isa.“Tidak!” jawab wanita itu singkat.“Temani aku makan, aku
Dua bocah itu terutama Ezra akhirnya mengizinkan Citra untuk bergabung di meja mereka meski terjadi kecanggungan antara Negan dan Citra.Celine yang memang dasarnya cerewet mencoba mengajak bicara Citra. Negan dapat melihat jika Citra adalah wanita sabar yang menghadapi anak kecil, padahal usianya masih muda.‘Alah, dia paling hanya pencitraan di depanmu saja, Gan,’ bisik hati Negan.‘Untuk apa wanita itu pencitraan di depanmu? Kamu terlalu percaya diri,” kata sisi hati yang lain.Dari sisi yang lain, diam-diam Isa mengamati ke arah Dina dan yang lainnya. Dia tahu jika gadis itu belum makan, Isa segera mengakhiri makannya bersama Sinta.“Lhoh, mau ke mana, Sa? Kita belum selesai mengobrol,” protes Sinta.Pria itu tidak menjawab dan terus berjalan menuju meja yang menyediakan menu bakso.Bisa mengambil bakso lengkap dengan bumbunya yang dia letakkan di atas sendok, kemudian membawanya ke arah Dina.“Ini!” Isa memberikan bakso itu pada Dina.Dina pun melihat ke arah Isa, kemudian kembali
Dion terbang jauh-jauh dari Makassar ke Jakarta setelah mendapatkan informasi dari salah satu orang kepercayaannya yang dia percayakan untuk mengawasi Nindi.Walaupun sudah bercerai dari wanita itu dan sebentar lagi akan memiliki anak, rupanya Dion belum bisa berpindah kelain hati.Dion masih terus mengawasi gerak gerik mantan istrinya itu.Bel pintu rumah Nindi berbunyi. Wanita itu dengan malas namun penasaran akhirnya membukakan pintu.Betapa terkejutnya setelah melihat siapa yang datang, pria yang telah mematahkan hatinya beberapa bulan yang lalu.“Untuk apa kamu datang ke mari?” hardik Nindi, dadanya bergemuruh, percikan-percikan amarah itu mulai muncul.“Aku merindukanmu, Nin,” jujur Dion.“Bullshit! Pergi dari sini, kamu adalah orang yang tak ingin aku temui seumur hidupku!” ucap Nindi penuh emosi.Nafasnya mulai tersengal, bola mata memerah menahan marah.“Nindi tolong dengarkan aku!” kata Dion.“Tidak! Aku tidak ingin mendengar apapun darimu! Pergi!”Nindi langsung masuk ke dal
Di kediaman kedua orang tua Damaira, tamu masih berdatangan meski acara telah usai. Tamu-tamu itu adalah kerabat jauh yang menyempatkan diri untuk datang dan ingin menghabiskan waktu beberapa hari di Purwokerto.Seperti tak ada waktu untuk bersama, Damaira dan Mahesa cukup bersabar, keduanya masih ikut duduk dan bercengkrama.Momen seperti ini jarang terjadi, keluarga besar berkumpul dan bercengkrama bersama. Lelah memang tapi juga bahagia.“Kamu kapan, Sa?” tanya salah satu kerabat dari Jogja.“Iya, kapan? Sudah pantas jadi bapak,” sambung yang lain.Jelas saja sudah pantas, karena anak-anak kecil itu terus berkerumun padanya, Ezra, Celine, di tambah Keysha. Ketiga anak itu tak memberi Isa ruang untuk sekedar beristirahat.“Aku santai saja, Budhe. Masih muda,” jawab Isa dengan santai.“Santai terus nanti keterusan. Atau mau Budhe kenalkan dengan gadis Jogja? Yang sepadan denganmu. Kamu kan lulusan luar negeri, kalau dia S2, cantik dan sholehah, dari keluarga baik-baik,ayahnya dosen,”
Kembali pada Dion yang mendapat pengusiran di rumah mantan istrinya. Sebelum pergi pria itu mengatakan maksud kedatangannya datang ke rumah kepada mantan ibu mertuanya.“Ibu, sekarang aku akan pergi dari sini, tapi aku akan kembali lagi. Tolong ibu merestui hubungan kami. Aku masih mencintai Nindi, Bu–”“Mencintai? Mencintai macam apa, Dion?” ibu Nindi yang bernama Linda itu memotong kalimat Dion.Wanita paruh baya itu tampak bersungut-sungut, kemudian kembali melanjutkan kalimatnya.“Kamu tega menikah di belakang Nindi, kemudian menceraikannya setelah istri keduamu hamil, tapi sekarang dengan mudahnya kamu mengatakan bahwa kamu mencintai anak saya? Siapa yang akan percaya, Dion?”“Maafkan aku ibu, tapi aku terpaksa melakukan itu–”“Demi ibumu? Demi keluargamu?” Dion terdiam.“Jika memang seperti itu lalu bagaimana nasib Nindi kedepannya jika kalian benar-benar rujuk?” imbuh Linda.“Sudahlah, lebih baik kamu pulang saja.”Dion tidak ingin memaksakan kehendaknya, karena hasilnya akan pe
Isa mengerutkan keningnya mendengar ucapan sang ibu, kemudian bertanya, “memangnya ada apa dengan Dina, Bu?”Sebelum kembali berbicara, Lestari memindai sekitar memastikan bahwa tidak ada Dina di dekat mereka.“Ada apa Bu sepertinya serius sekali?” Isa kembali bertanya karena sudah tidak sabar menunggu jawaban dari ibunya.“Kamu tidak sedang menjalin hubungan dengan Dina, ‘kan?”Isa semakin tidak tahu arah pembicaraan ibunya.“Hubungan?”“Masa kamu nggak paham maksud Ibu sih, Sa?” Nada bicara Lestari terdengar kesal.“Kamu itu pria normal bukan? Bisa-bisanya pertanyaan seperti itu saja kamu nggak paham,” imbuh Lestari.Isa tersenyum, dia barulah paham arah pembicaraan ibunya. “Mana ada, Bu. Kami nggak ada hubungan apa-apa.”“Syukurlah!” Lestari terlihat bernafas lega.Isa heran dengan tingkah ibunya. “Memangnya ada apa, Bu?”“Pokoknya Ibu nggak setuju kamu sama Dina sudah titik itu aja.”“Memangnya siapa juga yang mau sama dia?” Isa kembali menimpali ucapan ibunya.“Biasanya seorang