Damaira dan Negan saling pandang.
“Siapa yang datang?” tanya Negan. Damaira hanya mengedikkan bahu tanda dia juga tidak tahu.Damaira menduga pasti salah satu keluarga Negan. Negan mencuci tangan kemudian menuju ruang tamu untuk membuka pintu.Sedangkan Damaira mengambil kerudung instannya yang berada di gantungan depan kamar mandi. Dia hanya ingin menutupi kalung yang baru saja dibelikan oleh suaminya. Damaira tak ingin karena kalung itu akan timbul masalah baru.Benar saja dugaan Damaira, namun bukan ibu mertua ataupun Dina, melainkan Naya–adik pertama Negan."Masuk, Nay. Tumben kamu datang ke sini malam-malam."“Mas Negan sedang apa?” tanya Naya sedikit tidak enak.Naya memang berbeda dengan ibu dan adiknya, pembawaannya kalem dan ramah.“Masuk Nay, mas baru makan malam, kamu sudah makan?” Naya mengekor di belakang Negan.“Belum mas, aku baru pulang kerja, langsung kemari.”“Halo, Mbak,” sapa Naya pada Damaira.“Hai Nay, baru pulang keLaras melayangkan tangannya pada Damaira. Dengan tangkas Damaira menangkap tangan Laras lalu menghempaskannya dengan kasar. Baik Negan, Naya, maupun Laras sendiri terperangah. "Maaf, Bu, untuk kali ini aku tidak bisa menerima perlakuan Ibu yang semena-mena padaku," ucap Damaira tenang. "Kamu…" Laras menjeda kalimatnya. "Kamu berani pada orang tua, hah?" ucap Laras lantang. Naya segera menarik sang ibu, "Sudahlah, Bu, ayo kita pulang." "Lepas, Naya!" "Lihat itu kelakuan istrimu. Dia berani pada Ibu…" "Benar kata Naya, Bu. Ini sudah larut, Ibu sebaiknya pulang dan beristirahat," ucap Negan. Mendengar ucapan itu, hati Laras begitu nelangsa. "Kamu berani mengusir ibu? Durhaka kamu, Negan." Naya mencoba menenangkan sang ibu, Negan pun mendekati sang ibu hendak memeluknya dan berbicara sesuatu, namun Laras menepis begitu saja. "Jangan mendekat. Sekarang kamu pilih ibu atau wanita itu?" "Sudah, Bu, ayo kita pulang. Ibu tidak boleh marah-marah. Nanti darah tingginya naik," ucap Na
“Apa ini?” tanya Negan.“Ini tagihan, Pak. Mohon dilunasi," ucap Putra.“Tagihan? Tagihan apa?”Negan terkejut, sebab dia sudah berpesan pada Damaira untuk membayar kekurangannya lebih dulu. Walau niat aslinya dia tidak akan mengganti uang tersebut. Negan mencari Damaira, namun wanita itu tak ada di mana-mana.“Mbak Ira sedang menerima telepon, Pak. Saya diminta menggantikan,” ujar Putra."Kamu yakin tidak salah tagihan?" Negan berusaha berkelit."Tidak, Pak. Ini jelas tertera nama pak Negan." Negan memeriksa, benar itu adalah nama dan nomor teleponnya, serta tertulis jumlah uang DP dan kekurangannya.'Sialan kamu, Ra. Aku akan buat perhitungan. Malu-maluin,' batin Negan kesal.Berhubung banyak orang yang melihatnya mau tidak mau, Negan melakukan pembayaran via m-banking.Dalam hatinya dia terus merutuki sang istri yang tidak mau membayar kekurangan dari pesanannya. Setelah menunjukkan bukti transfer, barulah Negan menandatangani surat penerima d
Negan terus memandangi jam dinding yang ada di ruang tengah, sejak tadi dia menunggu kepulangan istrinya.Hingga lepas isya' Damaira baru sampai di rumah. Wajahnya terlihat sangat lelah, tapi Negan tak peduli."Kemana saja kamu jam segini baru pulang?" hardik Negan.Negan berdiri di pintu antara ruang tamu dan ruang tengah dengan menyilangkan tangan di dada serta menatap tajam pada istrinya."Maaf, Mas. Aku sibuk sekali hari ini. Banyak pesanan di toko, jadi mau tidak mau aku lembur Memangnya kenapa?" Merasa tak memiliki salah, Damaira menanggapi suaminya dengan santai."Kamu memang nggak tahu atau hanya pura-pura? Tidak melihat pesanku?" Nada bicara Negan mulai meninggi. Damaira mengerutkan keningnya.
"Ah, ternyata benar mbak Ira." Negan terperangah melihat siapa yang menyapa istrinya. 'Dari mana dia mengenal Ira?' batin Negan. "Lho, ada pak Negan juga!" seru orang itu. "Iya, bu Idah," balas Negan. Wanita yang dipanggil Idah itu adalah Jubaidah kepala sebuah rumah sakit yang memberi kontribusi besar untuk Negan dan perusahaan tempatnya bekerja. "Mbak Ira ini istri Pak Negan?" tanya Jubaidah pada Damaira. Damaira hanya mengangguk dan tersenyum. "Pak Negan pintar ya cari istri, juragan roti." Negan justru tertawa mengejek. "Hanya kuli biasa, Bu. Juragan apanya," ucap Negan meremehkan. Tapi berbeda dengan penangkapan Jubaidah, wanita itu berpikir jika Negan hanya merendah. "Pak Negan sukanya merendah. Pas. Manajer sama juragan." Belum sempat Negan menanggapi, dari kejauhan terdengar remaja yang memanggil Jubaidah. Nampaknya dia sudah ditunggu oleh keluarga. Jubaidah segera berpamitan pada Damaira dan Negan. Sepeninggalan Jubaidah, jiwa penasaran Negan kembalikan terusik.
Pagi ini Negan masih disibukkan dengan pekerjaan barunya sebagai district manager.Andi kembali masuk ke ruangan Negan untuk mengingatkan bahwa jam sembilan pagi akan ada interview dengan dua kandidat calon karyawan baru.Negan bahkan belum sempat membaca berkas lamaran yang kemarin Andi berikan."Ya ampun, Pak Andi. Aku belum sempat membaca CV mereka." Negan langsung mencari berkas itu. Andi kesal dengan kelakuan sahabatnya itu tapi dia juga memaklumi sebab dia masih beradaptasi dengan pekerjaan barunya.Tiba-tiba Sam masuk dan meminta Negan untuk rapat bersamanya dan teman-temen yang lain."Pak Andi, maaf. Tolong
"Ini semua gara-gara kamu, Ra. Kamu pasti yang mempengaruhi anakku, kamu yang menyuruh dia untuk tidak mengatakan kalau naik jabatan. Kamu takut uang anakku aku minta 'kan?" tuduh Laras.Damaira menghela nafas pelan dan beristighfar dalam hati, dia tidak melakukan apa-apa tapi tetap saja menjadi kambing hitam."Ngaku saja kamu, Ra!" hardik Laras."Iya, pasti ini ulah dia, Bu. Mas Negan bahkan pernah membentakku karena membela wanita ini," imbuh Dina.Si bungsu itu ikut-ikutan bersuara dan memojokkan Damaira."Ira nggak melakukan hal itu, Bu. Ibu bisa tanya sendiri pada mas Negan." Damaira mencari pembelaan, jika suaminya mengelak, dia akan menyenggol Naya yang juga menjadi lawan bicara Negan saat itu."Bu, tadi Negan sudah bilang, Negan belum ada waktu untuk memberi ibu. Negan masih menyesuaikan dengan pekerjaan yang baru," Negan menjelaskan.Sebisa mungkin dia tidak terlihat membela istrinya atau akan masalah akan menjadi semakin runyam."Bohong, kamu!" sarkas Laras."Untuk apa Negan
"Mbak Ira lihat sendiri saja, orangnya ada di depan," kata karyawannya seraya mengembangkan senyum menggoda.Damaira mengerutkan dahi, 'Siapa?' batinnya."Cie, cie, yang dijemput," goda Dinda dari kursi kebesarannya."Hah?"Otak Damaira seakan tidak berjalan sebagaimana mestinya, kenapa karyawannya sejak tadi meledeknya, itu yang ada di pikirannya saat ini.Dari pada pusing memikirkan hal itu, Damaira segera melihat ke sumber masalahnya, diam-diam mengamati orang yang berada di depan toko, berdiri bersandar di mobil dengan tipe MPV. "Mas Negan?" lirih Damaira."Ya iya lah, dia. Memangnya suamimu siapa lagi? Berharap ada orang lain yang jemput ya? Ingat, kamu itu wanita bersuami," Dinda meledek sahabatnya."Ngaco kamu, aku cuma nggak habis pikir aja, dia kesambet kali ya?""Suami sedang baik malah dikatain kesambet, nanti kesurupan lagi kamu yang pusing. Hahahha." Canda Dinda diiringi dengan gelak tawa."Aku cuma heren, tidak biasanya dia mau
Belum sempat mendengar jawaban suaminya, mobil sudah lebih dulu sampai di depan rumah ibu mertuanya."Nanti Mas kasih tahu, sekarang kita masuk dulu."Damaira dengan patuh menuruti perkataan suaminya, turun dari mobil dan mengikut langkah Negan.Negan mengucap salam dan mengetuk pintu rumah ibunya. Kalau dipikir-pikir, Damaira sudah lama sekali tidak datang ke rumah ini. Rumah yang sempat menjadi tempat tinggalnya di awal pernikahannya dengan Negan."Oh mas Negan, tumben ketuk pintu dulu," oceh Dina yang membukakan pintu.Negan langsung mengajak Damaira masuk."Ibu sudah tidur, Din? Kalian sudah makan?""Belum tidur, Mas. Ada di kamar. Jam segini ya jelas kami sudah makan. Mas bawa apa?"Dina langsung mengambil martabak dan ayam yang ada di tangan Negan, kemudian membawanya masuk ke ruang tengah."Bu, ada mas Negan," teriak Dina dari meja makan sembari membuka martabak kesukaannya."Naya belum pulang?" tanya Negan."Mbak Naya, biasanya sampai rumah jam 9 malam," jawab Dina tak jelas k