Fery terbangun di pagi hari dengan keadaan kepalanya yang pusing. Ia terus saja memegangi dan memijat pelan kepalanya. Saat ia hendak beranjak bangun, ia dikagetkan dengan kepadanya yang bangun tanpa menggunakan sehelai pakaian pun. Fery mengerutkan keningnya, sungguh ia tidak mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Fery lalu menoleh ke arah Santi yang masih tertidur di sampingnya. Ia pun kaget saat melihat Santi tidur tidak berpakaian. Jika memang mereka telah melewati malam panas kenapa dia tidak mengingatnya?"Santi, Santi bangun!" Fery membangunkan Santi yang terlelap tidur itu. Santi menggeliat saat merasa ada goncangan pelan ditubuhnya. Matanya pun terbuka hal pertama yang Santi lihat ada Fery. Seketika ia teringat pada kejadian semalam saat dengan liarnya Fery menjamah dirinya. Dia menyukai hal tersebut."Eh, Mas. Kamu udah bangun?" Santi pun bergerak bangun dan duduk. "Maaf, ya, Mas. Aku bangun kesiangan. Habisnya tubuhku terasa pegal, sakit semua. Ini juga kan...." Santi Ma
Nayla mengerjapkan kedua matanya, ia berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Saat sudah tak merasa silau lagi, Nayla pun terduduk Ia edarkan pandangannya, ternyata tak ada yang tahu dirinya pingsan. Karena saat ini ia masih ada di posisi awal di mana ia pingsan. Miris!Sungguh mengetahui ini membuat hatinya sakit. Karena itu artinya Ferry sama sekali tidak menemui dirinya. Padahal, dia tahu hari ini Fery libur. Tidak ingin terlalu memikirkan hal tersebut karena saat ini kepalanya masih terasa pusing. Serta perutnya masih terasa sedikit sakit. Sejurus kemudian, Nayla ingat sesuatu. Ia terlihat tengah mencari sesuatu. Hingga saat yang ia cari ketemu langsung ia bawa. Handphone, ya, benda yang dicari Nayla adalah handphone. Dia ingat terakhir kali ia menelepon Raka, Nayla yakin Raka pasti mengkhawatirkan dirinya. Karena telepon darinya tiba-tiba mati.Nayla terkejut, saat mendapati fakta ada 60 panggilan tak terjawab dan semuanya dari Raka. Dugaannya benar, jik
wajah Nayla begitu pucat, Bi Sri dan Neti yang melihat keadaan Nyonya itu begitu khawatir. pasalnya belum pernah Nayla berpenampilan seperti ini.Tubuh Nayla pun masih terasa lemas, dia sebenarnya tidak memiliki tenaga untuk pergi ke rumah sakit menemui Raka. Namun, setelah Ia berpikir kapan lagi dia akan ke rumah sakit? Dan yang paling penting dia ingin segera mendapatkan obat yang bisa menahan rasa sakit di perutnya ini.kini Fery sudah tidak peduli lagi kepadanya, dia sama sekali tidak pernah menyapa Nayla. jangankan menyapa, saling bersitatap pun Fery langsung saja menghindari. Rasanya kepedihan dan penderitaan Nayla bertambah 2 kali lipat. Ingin rasanya Nayla berbicara pada Feri. Kenapa dirinya dihukum seperti ini? Jika memang dia salah, katakan apa yang harus ia lakukan agar ada maaf untuk dirinya.Namun, bagaimana dia akan bicara? Bagaimana ia akan memiliki waktu? Jika Fery saja terus menghindarinya. Dan satu hal lagi Siska maupun Santi selalu saja mengganggu dirinya, tatkala ad
Raka berlari begitu tergesa-gesa, ia khawatir dengan keadaan Nayla. Saat tiba di lobby benar saja, Raka melihat Nayla tengah terduduk lesu di lobi.Dengan buru-buru Raka menghampiri Nayla dan langsung duduk di samping Nayla"Are you oke, Nay?" tanya Raka saat tubuhnya baru saja mendudukkan bokongnya disebelah Nayla.Nayla menoleh ke arah Raka. "ya aku baik , hanya lemas dan ucapnya tak bertenaga.""Sebentar ya, aku bawa kursi roda dulu." Raka langsung saja beranjak mengambil kursi roda. sementara, Nayla sama sekali tidak protes karena dia tidak bisa bohong tubuhnya benar-benar tidak memiliki tenaga untuk berjalanDengan cepat Raka sudah kembali dengan satu kursi roda yang ia dorong, kemudian Raka membantu Nayla untuk duduk di kursi setelah merasa aman dan nyaman mereka pun mendorong kursi rodanya menuju ke ruangannya."Kenapa keadaanmu sampai seperti ini, Nay? Jangan bilang kamu stres, ingat pesankukeadaanmu ini sudah seperti tidak mengkonsumsi obat berminggu-minggu. Padahal satu dua
Satu Minggu lepas pemeriksaan, Nayla diminta oleh Raka untuk menemuinya. Mereka akan bersama-sama membuka hasil lab mengenai obat yang dikonsumsi Nayla. Fery melihat Nayla begitu rapi, merasa penasaran akan pergi ke mana istrinya itu, Fery pun berinisiatif untuk bertanya. Karena sudah satu minggu ini mereka tidak pernah berbicara. Mereka seperti dua orang asing saja.Fery kira dengan ia diami Nayla, Nayla akan sadar akan kesalahannya. Namun, ini justru diluar kendali dirinya. Yang ada hubungan mereka semakin renggang dan terasa asing. Oleh karena itu, Fery berusaha untuk menyapa Nayla duluan. Karena ia yang mengawali mendiami Nayla. Meskipun ada rasa gengsi dan ego yang saling mendominasi. "Mau ke mana kamu?" tanya Fery pada Nayla yang mana Nayla sama sekali tidak menyadari keberadaan dirinya.Nayla terperanjat kaget, ia sejenak menghentikan langkahnya. Lalu ia pun menoleh ke sumber suara tersebut. Hatinya senang karena akhirnya, Fery kembali menyapa dirinya. Namun, sebisanya ia m
“Nyonya obatnya sudah habis, ya. Mau aku belikan tidak?” Neti sengaja mengeraska suaranya berharap Siska dan Santi mendengar. “Memang gak apa-apa? Takut merepotkan kamu.” “Enggak, kok, Sekalian saya mau ke pasar, mau beli daging.” Ucap lagi Neti. “Ya udah, tolong belikan ini di rumah sakit tempat biasa aku cek up, ya, bilang aja atas nama saya.” “Baik Nyonya!” Neti pun pamit pergi. Neti benar-benar pergi karena memang ia sekalian mau ke pasar. SEmentara itu Siska dan Santi yag mendengar percakapan Nayla dan Neti langsung saling berbisik dan menjauh dari tempat Nayla berada. Nayla yang melihatnya hanya bisa tersenyum miring. Langkah selanjutnya yang akan Nayla lakukan adalah dengan memasang cctv di kamarnya. Ia ingin tahu apakah dugaanya benar atau hanya prasangka belaka. “Maaf, BU, Santi. Bukan maksud menuduh, hanya saja biar jelas siapa sebenarnya pelaku yang tega menganti obatku,” gumam Nayla seraya berjalan menaiki anak tangga. Sementara itu Siska dan Santi yang saat ini
Nayla masih dengan rencananya, ia penasaran siapa sosok yang sudah mengganti obatnya dengan obat palsu. Bahkan obat tersebut berbahaya untuk tubuh apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang.Kejadian kemarin, saat dirinya bertengkar dengan Fery, ia berusaha untuk tidak ambil pusing. Sudah cukup ia lelah memikirkan penyakitnya. Maka dia tidak ingin menambah lagi beban pikiran.Hanya untuk sementara waktu, ia tidak ingin memikirkan sesuatu yang malah akan menambah beban pikirannya saja. Sekali-kali ia ingin egois, mementingkan dirinya sendiri daripada kepentingan orang lain.Saat ini, Nayla sudah rapi dengan setelan baju hariannya. Gamis warna hitam serta kerudung berwarna dusty. Rencananya ia akan ke rumah sakit untuk menemui Raka.Seperti biasa percakapan dirinya dengan Neti dan Bi Sri sengaja di keraskan agar mertua dan madunya dengar. Tentunya ini demi kelancaran rencana yang sudah mereka susun."Bi Sri, Neti. Saya mau ke rumah sakit dulu. Entah kenapa sepertinya obat itu mul
Dua jam sudah, Nayla berada di ruangan dokter Raka. Menatap layar laptop, di mana memperlihatkan situasi di dalam kamar. Selama itu juga Nayla sama sekali tidak melihat pergerakan mencurigakan. Mungkin mereka tidak akan melancarkan aksinya hari ini. Begitu pikir Nayla.Nayla menubrukan punggungnya pada sandara sofa. Selama dua jam pula belum ada tanda-tanda Raka akan keluar. Nayla yakin Raka tengah sibuk. Nayla mendesah di detik berikutnya Nayla melirik ke arah jam yang mana sudah menunjukkan pukul sebelas siang dan ini adalah waktunya untuk ia meminum obat. Ia merogoh tas hendak membawa obat yang sengaja ia bawa. Obat yang sudah ia bagi dua dengan yang di rumah. Di dalam tasnya pun ada air mineral gelas, sengaja ia bawa untuk memudahkan mengonsumsi obat. Kali ini ia hanya meminum dua butir obat. Saat rasa sakit kambuh baru ketiganya harus ia minum juga. Obat mulai bereaksi, rasa kantuk mulai menyerang dan memang selalu seperti itu."Aku ngantuk!" ujar Nayla bermonolog sendiri. Saki