Satu Minggu lepas pemeriksaan, Nayla diminta oleh Raka untuk menemuinya. Mereka akan bersama-sama membuka hasil lab mengenai obat yang dikonsumsi Nayla. Fery melihat Nayla begitu rapi, merasa penasaran akan pergi ke mana istrinya itu, Fery pun berinisiatif untuk bertanya. Karena sudah satu minggu ini mereka tidak pernah berbicara. Mereka seperti dua orang asing saja.Fery kira dengan ia diami Nayla, Nayla akan sadar akan kesalahannya. Namun, ini justru diluar kendali dirinya. Yang ada hubungan mereka semakin renggang dan terasa asing. Oleh karena itu, Fery berusaha untuk menyapa Nayla duluan. Karena ia yang mengawali mendiami Nayla. Meskipun ada rasa gengsi dan ego yang saling mendominasi. "Mau ke mana kamu?" tanya Fery pada Nayla yang mana Nayla sama sekali tidak menyadari keberadaan dirinya.Nayla terperanjat kaget, ia sejenak menghentikan langkahnya. Lalu ia pun menoleh ke sumber suara tersebut. Hatinya senang karena akhirnya, Fery kembali menyapa dirinya. Namun, sebisanya ia m
“Nyonya obatnya sudah habis, ya. Mau aku belikan tidak?” Neti sengaja mengeraska suaranya berharap Siska dan Santi mendengar. “Memang gak apa-apa? Takut merepotkan kamu.” “Enggak, kok, Sekalian saya mau ke pasar, mau beli daging.” Ucap lagi Neti. “Ya udah, tolong belikan ini di rumah sakit tempat biasa aku cek up, ya, bilang aja atas nama saya.” “Baik Nyonya!” Neti pun pamit pergi. Neti benar-benar pergi karena memang ia sekalian mau ke pasar. SEmentara itu Siska dan Santi yag mendengar percakapan Nayla dan Neti langsung saling berbisik dan menjauh dari tempat Nayla berada. Nayla yang melihatnya hanya bisa tersenyum miring. Langkah selanjutnya yang akan Nayla lakukan adalah dengan memasang cctv di kamarnya. Ia ingin tahu apakah dugaanya benar atau hanya prasangka belaka. “Maaf, BU, Santi. Bukan maksud menuduh, hanya saja biar jelas siapa sebenarnya pelaku yang tega menganti obatku,” gumam Nayla seraya berjalan menaiki anak tangga. Sementara itu Siska dan Santi yang saat ini
Nayla masih dengan rencananya, ia penasaran siapa sosok yang sudah mengganti obatnya dengan obat palsu. Bahkan obat tersebut berbahaya untuk tubuh apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang.Kejadian kemarin, saat dirinya bertengkar dengan Fery, ia berusaha untuk tidak ambil pusing. Sudah cukup ia lelah memikirkan penyakitnya. Maka dia tidak ingin menambah lagi beban pikiran.Hanya untuk sementara waktu, ia tidak ingin memikirkan sesuatu yang malah akan menambah beban pikirannya saja. Sekali-kali ia ingin egois, mementingkan dirinya sendiri daripada kepentingan orang lain.Saat ini, Nayla sudah rapi dengan setelan baju hariannya. Gamis warna hitam serta kerudung berwarna dusty. Rencananya ia akan ke rumah sakit untuk menemui Raka.Seperti biasa percakapan dirinya dengan Neti dan Bi Sri sengaja di keraskan agar mertua dan madunya dengar. Tentunya ini demi kelancaran rencana yang sudah mereka susun."Bi Sri, Neti. Saya mau ke rumah sakit dulu. Entah kenapa sepertinya obat itu mul
Dua jam sudah, Nayla berada di ruangan dokter Raka. Menatap layar laptop, di mana memperlihatkan situasi di dalam kamar. Selama itu juga Nayla sama sekali tidak melihat pergerakan mencurigakan. Mungkin mereka tidak akan melancarkan aksinya hari ini. Begitu pikir Nayla.Nayla menubrukan punggungnya pada sandara sofa. Selama dua jam pula belum ada tanda-tanda Raka akan keluar. Nayla yakin Raka tengah sibuk. Nayla mendesah di detik berikutnya Nayla melirik ke arah jam yang mana sudah menunjukkan pukul sebelas siang dan ini adalah waktunya untuk ia meminum obat. Ia merogoh tas hendak membawa obat yang sengaja ia bawa. Obat yang sudah ia bagi dua dengan yang di rumah. Di dalam tasnya pun ada air mineral gelas, sengaja ia bawa untuk memudahkan mengonsumsi obat. Kali ini ia hanya meminum dua butir obat. Saat rasa sakit kambuh baru ketiganya harus ia minum juga. Obat mulai bereaksi, rasa kantuk mulai menyerang dan memang selalu seperti itu."Aku ngantuk!" ujar Nayla bermonolog sendiri. Saki
Dengan perasaan marah Nayla langsung pulang. Ia hendak melabrak orang-orang yang tega kepadanya. Sebenci itukah mereka kepadanya? Hingga Mereka menginginkan dirinya secepatnya untuk meninggal.Selama ini Nayla bisa bersabar atas tindakan yang dilakukan oleh mertua dan juga madunya. Namun, untuk kali ini setelah dia tahu mereka berdualah orang yang telah tega menukar obatnya. Sudah cukup! Ia merasa batas kesabarannya sudah cukup untuk terus mengalah dan terus menjaga perasaan mereka.Terkadang Nayla selalu berpikir, tidak bisakah mereka membuka hatinya? Melupakan kejadian yang pernah terjadi di masa lalu. Harusnya mereka berpikir kejadian demi kejadian adalah takdir yang telah Allah tentukan.Tapi sepertinya mata hati mereka benar-benar sudah tertutup oleh sebuah kebencian dan dendam.Sampai di rumah, tanpa mengucapkan salam Nayla langsung saja membuka pintu dengan kerasnya. Ia berteriak memanggil nama mertua dan juga madunya."Ibu! Santi! Di mana kalian?" teriak Nayla hingga membuat b
Di dalam kamar, Nayla menangis tersedu-sedu seraya memijat pelipisnya yang pusing. Untuk pertama kalinya amarahnya meledak-ledak. Sebab ia tidak bisa tinggal diam seperti ini terus, di dzolimi oleh mertua dan madunya. Nayla tahu apa yang dia lakukan adalah salah. Marah-marah kepada mertuanya, ia takut mertuanya sakit hati. Tapi justru dirinya yang lebih sakit hati lagi atas tindakan mereka.Nayla juga sadar, dirinya bukanlah wanita yang baik-baik, bukan wanita sholehah yang mempunyai kesabaran tingkat tinggi. Dia sebenarnya tidak sabar hanya berusaha untuk tetap bersabar menghadapi kezaliman madu dan mertuanya."Kenapa seperti ini? Mereka jahat! Mereka tega sama Nayla. Ya Allah maaf kesabaran Nayla habis, Nayla tidak mau terus berbuat baik pada mereka. Sungguh perbuatan mereka sudah sangat keterlaluan. Apa ia aku harus tetap diam? Sedangkan aku tahu jika mereka berniat mencelakai ku? Tolong, Ya Allah maafkan Nayla." rintih Nayla seraya isakan tangisnya semakin menjadi.Sete
Maureen syok dan tidak menyangka, saat mendengar cerita Raka mengenai hidup Nayla. Seketika Mauren malah mendukung Raka untuk mendapatkan Nayla. Mauren yang tidak kenal dengan Nayla saja merasa jika Nayla adalah orang baik, dan orang baik seperti Nayla tidak pantas diperlakukan seperti itu.Saat sudah mendengar cerita dari Raka, Maureen bersumpah jika seandainya ia bertemu dengan suami, mertua atau madunya. Ingin rasanya ia menampar atau membungkam mulut tiga orang tak berperasaan itu."Ya Allah, mereka itu benar-benar tega, ya! Kok ada manusia kayak mereka di dunia ini. Orang sebaiknya Nayla malah dizalimi. Ini nggak bener Raka!" "Maka dari itu, Ma. Raka ingin sekali memiliki Nayla. Raka ingin membahagiakan dia. Ingin menjauhkan Nayla dari orang-orang zalim seperti mereka itu."Maureen lalu mengubah posisinya, ia memegang pundak Raka penuh kepercayaan. "kali ini mama setuju kalau seandainya kamu merebut Nayla dari suaminya. Suami kurang ajar model gitu harus dijauhkan. Mamah dukun
Tubuh Nayla terasa lemas, mengetahui jika santi saat ini tengah mengandung bayi suaminya. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Harusnya dia senang mendengar santi hamil, namun kenyataanya hatinya sangat sakit. itu artinya dirinya akan semakin tak di anggap saja. "Nay, bukankah ini yang kamu mau? Mas Fery memiliki seorang anak meskipun bukan terlahir dari rahimmu. Lantas kenapa hati ini terasa sesak? Kenapa hati ini tidak rela tahu mas Fery memiliki seorang anak dari wanita lain? Oh hati... kenapa kamu semunafik ini?" tanyanya pada dirinya sendiri.Nayla hanya bisa terus bermonolog sendiri, mempertanyakan hatinya yang katanya rela dan ikhlas kenyataannya tidak.Dengan langkah gontai Nayla hendak kembali ke kamarnya. Sungguh rasa haus yang ia rasakan seketika hilang. Untuk saat ini dirinya ingin secepatnya masuk kembali ke kamar. Ia ingin salat, ingin mengadukan pada Sang Pencipta begitu dahsyatnya ujian yang Dia berikan kepadanya. Ia ingin mengadu, jika dirinya sudah tidak kuat lagi.