Raka berlari begitu tergesa-gesa, ia khawatir dengan keadaan Nayla. Saat tiba di lobby benar saja, Raka melihat Nayla tengah terduduk lesu di lobi.Dengan buru-buru Raka menghampiri Nayla dan langsung duduk di samping Nayla"Are you oke, Nay?" tanya Raka saat tubuhnya baru saja mendudukkan bokongnya disebelah Nayla.Nayla menoleh ke arah Raka. "ya aku baik , hanya lemas dan ucapnya tak bertenaga.""Sebentar ya, aku bawa kursi roda dulu." Raka langsung saja beranjak mengambil kursi roda. sementara, Nayla sama sekali tidak protes karena dia tidak bisa bohong tubuhnya benar-benar tidak memiliki tenaga untuk berjalanDengan cepat Raka sudah kembali dengan satu kursi roda yang ia dorong, kemudian Raka membantu Nayla untuk duduk di kursi setelah merasa aman dan nyaman mereka pun mendorong kursi rodanya menuju ke ruangannya."Kenapa keadaanmu sampai seperti ini, Nay? Jangan bilang kamu stres, ingat pesankukeadaanmu ini sudah seperti tidak mengkonsumsi obat berminggu-minggu. Padahal satu dua
Satu Minggu lepas pemeriksaan, Nayla diminta oleh Raka untuk menemuinya. Mereka akan bersama-sama membuka hasil lab mengenai obat yang dikonsumsi Nayla. Fery melihat Nayla begitu rapi, merasa penasaran akan pergi ke mana istrinya itu, Fery pun berinisiatif untuk bertanya. Karena sudah satu minggu ini mereka tidak pernah berbicara. Mereka seperti dua orang asing saja.Fery kira dengan ia diami Nayla, Nayla akan sadar akan kesalahannya. Namun, ini justru diluar kendali dirinya. Yang ada hubungan mereka semakin renggang dan terasa asing. Oleh karena itu, Fery berusaha untuk menyapa Nayla duluan. Karena ia yang mengawali mendiami Nayla. Meskipun ada rasa gengsi dan ego yang saling mendominasi. "Mau ke mana kamu?" tanya Fery pada Nayla yang mana Nayla sama sekali tidak menyadari keberadaan dirinya.Nayla terperanjat kaget, ia sejenak menghentikan langkahnya. Lalu ia pun menoleh ke sumber suara tersebut. Hatinya senang karena akhirnya, Fery kembali menyapa dirinya. Namun, sebisanya ia m
“Nyonya obatnya sudah habis, ya. Mau aku belikan tidak?” Neti sengaja mengeraska suaranya berharap Siska dan Santi mendengar. “Memang gak apa-apa? Takut merepotkan kamu.” “Enggak, kok, Sekalian saya mau ke pasar, mau beli daging.” Ucap lagi Neti. “Ya udah, tolong belikan ini di rumah sakit tempat biasa aku cek up, ya, bilang aja atas nama saya.” “Baik Nyonya!” Neti pun pamit pergi. Neti benar-benar pergi karena memang ia sekalian mau ke pasar. SEmentara itu Siska dan Santi yag mendengar percakapan Nayla dan Neti langsung saling berbisik dan menjauh dari tempat Nayla berada. Nayla yang melihatnya hanya bisa tersenyum miring. Langkah selanjutnya yang akan Nayla lakukan adalah dengan memasang cctv di kamarnya. Ia ingin tahu apakah dugaanya benar atau hanya prasangka belaka. “Maaf, BU, Santi. Bukan maksud menuduh, hanya saja biar jelas siapa sebenarnya pelaku yang tega menganti obatku,” gumam Nayla seraya berjalan menaiki anak tangga. Sementara itu Siska dan Santi yang saat ini
Nayla masih dengan rencananya, ia penasaran siapa sosok yang sudah mengganti obatnya dengan obat palsu. Bahkan obat tersebut berbahaya untuk tubuh apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang.Kejadian kemarin, saat dirinya bertengkar dengan Fery, ia berusaha untuk tidak ambil pusing. Sudah cukup ia lelah memikirkan penyakitnya. Maka dia tidak ingin menambah lagi beban pikiran.Hanya untuk sementara waktu, ia tidak ingin memikirkan sesuatu yang malah akan menambah beban pikirannya saja. Sekali-kali ia ingin egois, mementingkan dirinya sendiri daripada kepentingan orang lain.Saat ini, Nayla sudah rapi dengan setelan baju hariannya. Gamis warna hitam serta kerudung berwarna dusty. Rencananya ia akan ke rumah sakit untuk menemui Raka.Seperti biasa percakapan dirinya dengan Neti dan Bi Sri sengaja di keraskan agar mertua dan madunya dengar. Tentunya ini demi kelancaran rencana yang sudah mereka susun."Bi Sri, Neti. Saya mau ke rumah sakit dulu. Entah kenapa sepertinya obat itu mul
Dua jam sudah, Nayla berada di ruangan dokter Raka. Menatap layar laptop, di mana memperlihatkan situasi di dalam kamar. Selama itu juga Nayla sama sekali tidak melihat pergerakan mencurigakan. Mungkin mereka tidak akan melancarkan aksinya hari ini. Begitu pikir Nayla.Nayla menubrukan punggungnya pada sandara sofa. Selama dua jam pula belum ada tanda-tanda Raka akan keluar. Nayla yakin Raka tengah sibuk. Nayla mendesah di detik berikutnya Nayla melirik ke arah jam yang mana sudah menunjukkan pukul sebelas siang dan ini adalah waktunya untuk ia meminum obat. Ia merogoh tas hendak membawa obat yang sengaja ia bawa. Obat yang sudah ia bagi dua dengan yang di rumah. Di dalam tasnya pun ada air mineral gelas, sengaja ia bawa untuk memudahkan mengonsumsi obat. Kali ini ia hanya meminum dua butir obat. Saat rasa sakit kambuh baru ketiganya harus ia minum juga. Obat mulai bereaksi, rasa kantuk mulai menyerang dan memang selalu seperti itu."Aku ngantuk!" ujar Nayla bermonolog sendiri. Saki
Dengan perasaan marah Nayla langsung pulang. Ia hendak melabrak orang-orang yang tega kepadanya. Sebenci itukah mereka kepadanya? Hingga Mereka menginginkan dirinya secepatnya untuk meninggal.Selama ini Nayla bisa bersabar atas tindakan yang dilakukan oleh mertua dan juga madunya. Namun, untuk kali ini setelah dia tahu mereka berdualah orang yang telah tega menukar obatnya. Sudah cukup! Ia merasa batas kesabarannya sudah cukup untuk terus mengalah dan terus menjaga perasaan mereka.Terkadang Nayla selalu berpikir, tidak bisakah mereka membuka hatinya? Melupakan kejadian yang pernah terjadi di masa lalu. Harusnya mereka berpikir kejadian demi kejadian adalah takdir yang telah Allah tentukan.Tapi sepertinya mata hati mereka benar-benar sudah tertutup oleh sebuah kebencian dan dendam.Sampai di rumah, tanpa mengucapkan salam Nayla langsung saja membuka pintu dengan kerasnya. Ia berteriak memanggil nama mertua dan juga madunya."Ibu! Santi! Di mana kalian?" teriak Nayla hingga membuat b
Di dalam kamar, Nayla menangis tersedu-sedu seraya memijat pelipisnya yang pusing. Untuk pertama kalinya amarahnya meledak-ledak. Sebab ia tidak bisa tinggal diam seperti ini terus, di dzolimi oleh mertua dan madunya. Nayla tahu apa yang dia lakukan adalah salah. Marah-marah kepada mertuanya, ia takut mertuanya sakit hati. Tapi justru dirinya yang lebih sakit hati lagi atas tindakan mereka.Nayla juga sadar, dirinya bukanlah wanita yang baik-baik, bukan wanita sholehah yang mempunyai kesabaran tingkat tinggi. Dia sebenarnya tidak sabar hanya berusaha untuk tetap bersabar menghadapi kezaliman madu dan mertuanya."Kenapa seperti ini? Mereka jahat! Mereka tega sama Nayla. Ya Allah maaf kesabaran Nayla habis, Nayla tidak mau terus berbuat baik pada mereka. Sungguh perbuatan mereka sudah sangat keterlaluan. Apa ia aku harus tetap diam? Sedangkan aku tahu jika mereka berniat mencelakai ku? Tolong, Ya Allah maafkan Nayla." rintih Nayla seraya isakan tangisnya semakin menjadi.Sete
Maureen syok dan tidak menyangka, saat mendengar cerita Raka mengenai hidup Nayla. Seketika Mauren malah mendukung Raka untuk mendapatkan Nayla. Mauren yang tidak kenal dengan Nayla saja merasa jika Nayla adalah orang baik, dan orang baik seperti Nayla tidak pantas diperlakukan seperti itu.Saat sudah mendengar cerita dari Raka, Maureen bersumpah jika seandainya ia bertemu dengan suami, mertua atau madunya. Ingin rasanya ia menampar atau membungkam mulut tiga orang tak berperasaan itu."Ya Allah, mereka itu benar-benar tega, ya! Kok ada manusia kayak mereka di dunia ini. Orang sebaiknya Nayla malah dizalimi. Ini nggak bener Raka!" "Maka dari itu, Ma. Raka ingin sekali memiliki Nayla. Raka ingin membahagiakan dia. Ingin menjauhkan Nayla dari orang-orang zalim seperti mereka itu."Maureen lalu mengubah posisinya, ia memegang pundak Raka penuh kepercayaan. "kali ini mama setuju kalau seandainya kamu merebut Nayla dari suaminya. Suami kurang ajar model gitu harus dijauhkan. Mamah dukun
Fery begitu menyesal saat melihat Nayla hidup bahagia. Tawanya yang jarang ia lihat saat hidup dengannya, kini justru terlihat dengan jelas saat Nayla hidup dengan pria lain.Kenapa dulu dia menyia-nyiakan wanita sebaik Nayla? Kenapa dia begitu bodohnya melepaskan permata demi sebongkah batu yang sama sekali tidak ada nilainya?Ia memejamkan matanya, merasa percuma penyesalan yang ia rasakan sekarang. Sebab penyesalannya tidak akan membuat semuanya kembali seperti semula.Siska yang sedari tadi ada di samping Fery, memegangi pundaknya. Ia menyadarkan Fery untuk segera pergi."Anggap saja ini adalah karma untuk kita, karena kita sudah menyakiti Nayla. Sepertinya kita memang pantas mendapatkan ini semua. Sekarang lebih baik kita pergi. Mari kita tata ulang hidup kita dari nol'' tutur Siska."Fery tahu, Bu. Tuhan benar-benar membayar kontan kejahatan yang sudah kita lakukan pada Nayla," ucap Fery menimpali Perkataan Siska.Sekali lagi, Fery menghela napas berat sejurus kemudian la dan Sis
Raka hanya bisa tertunduk rapuh, saat dokter yang menangani Nayla mengatakan jika Nayla harus dioperasi. Bayinya harus secepatnya dilahirkan sebelum sesuatu yang buruk terjadi.Ia berharap semoga ini adalah jalan terbaik. Ia berharap banyak semoga istri dan anaknya bisa selamat. Sebab ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika bayi mereka harus tiada. Tentunya membuat down sang istri dan ia tidak mau itu terjadi.Lampu tanda operasi sudah padam, itu artinya operasi yang dijalani Nayla sudah selesai. Namun, ia sama sekali tidak mendengar suara tangisan bayi. Terdengar sunyi senyap. Ini membuat Raka khawatir. Ditambah dokter tidak kunjung membuka pintu ruangan operasi. Maureen yang melihat Raka gelisah langsung menghampiri sang anak."Tenang Raka, semuanya pasti akan baik-baik saja, berdoalah." Tutur Maureen seraya mengusap-usap punggung Raka."Raka tidak bisa tenang, Ma. Raka belum tahu keadaan istri dan anak Raka." Jawab Raka begitu lemah."Ya, mama tahu. Mama juga khawatir. Ta
Raka khawatir dengan keadaan Nayla, ia sungguh takut. Jika terjadi sesuatu hal yang buruk pada Nayla. Baginya Nayla adalah hidupnya, ia tidak akan bisa hidup dengan tenang jika terjadi sesuatu yang buruk padanya. Semenjak tahu dirinya hamil, Nayla begitu senang. Ia bahkan mengikuti setiap apa yang dilarang oleh Raka. Termasuk ia dilarang kecapean. Ia dilarang keluar rumah. Ia cukup bedrest di kamar saja.Nayla tahu apa yang dilakukan Raka semata-mata demi keselamatan dirinya. Ia tahu suaminya itu begitu mencintai dirinya, tentunya tidak ingin ada sesuatu hal yang buruk terjadi padanya. Nayla justru merasa tersanjung, ia kini menyadari jika cinta suaminya begitu besar. Namun, di balik kebahagiaannya itu. Nayla memendam sesuatu yang sangat besar. Apa itu? Dia harus bisa menahan rasa sakit. Ya, sewaktu-waktu perutnya Akan terasa sakit, bahkan pernah keluar darah meksipun hanya Sedikit. Dan selama itu pula ia tidak pernah mengatakan pada Raka.Nayla yakin jika dirinya mengadu Raka akan
Nayla tersadar dari pingsannya. Saat matanya sudah terjaga ia mencari sosok suaminya. Nayla mengerutkan kening saat melihat suaminya tengah duduk melamun. Terlihat seperti ada beban yang tengah dipikulnya.Nayla pun very untuk mencari tahu. Nayla beranjak, ia lalu berjalan ke arah Raka seraya mendorong stan infusan.Saking larut dalam lamunan, membuat kehadiran Nayla yang ada di depan matanya sama sekali tidak disadarinya.Nayla pun ikut terduduk di samping Raka, kemudian menepuk pelan pundak Raka hingga Raka terlonjak kaget."Mas," Panggil Nayla seraya menepuk pelan pundak Raka.Raka yang terkejut, semakin terkejut saja melihat Nayla tiba-tiba duduk di sampingnya."Ya Tuhan, sayang Kenapa kamu bangun? Ayo kembali lagi ke ranjang," ujar Raka ia pun hendak menggendong Nayla namun ditahan."Turunin Mas, enggak usah digendong. Aku bisa jalan sendiri," Protes Nayla namun tidak didengarkan oleh Raka."Pokoknya kamu jangan dulu banyak gerak, ya,""Aku udah sehat, Mas. Jangan berlebihan. Lag
Pagi ini, entah kenapa Nayla merasa malas untuk melakukan aktivitas apapun. Yang ia mau hanyalah diam dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Raka datang ke kamar, ia melihat sang istri tengah berbaring dengan berselimutkan selimut tebal berwarna biru laut.Tak biasanya memang, hingga Raka pun dibuat keheranan. Raka duduk di samping Nayla. Ia lalu ikut menenggelamkan tubuhnya di bawah selimut Yang sama. Tak lupa sebuah pelukan mendarat di sana hingga Nayla pun dibuat kaget.Kaget karena tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang."Astaghfirullah, mas. Aku kaget." Keluh Nayla seraya membalikkan tubuhnya lalu balas memeluk Raka.Akhir-akhir ini aroma tubuh Raka seperti candu baginya, ini membuat Nayla enggan untuk menjauh dari Raka. Raka sama sekali tidak keberatan saat Nayla selalu saja menempel padanya. Justru ia merasa senang, setidaknya hubungan mereka akan semakin lengket."Mas," panggil Nayla pada Raka."Hmmm," balas Raka."Pernikahan kita sudah lama, tapi kenapa aku tidak hamil
Setelah menunggu selama dua Minggu lamanya, akhirnya hasil dari tes DNA mereka keluar.Alex dan Raka menyerahkan amplop berisi hasil tes DNA pada Nayla. Mereka ingin nayla yang membacanya. Agar tidak dikira melakukan kecurangan."Buka dan bacalah hasilnya," ujar Alex seraya menyerahkan amplop tersebut."Kenapa harus aku?" Tanya balik Nayla."Biar kamu jadi orang pertama yang tahu. Karena kalau aku sudah yakin jika kamu memang adik perempuan ku, Naina."Tanpa rasa ragu, Nayla pun ngambil amplop tersebut lalu membaca hasil dari tes tersebut.Nayla terlihat serius, membaca hasil tes DNA tersebut. Matanya terus memindai satu persatu kata-kata yang tertulis di sana. Hingga matanya pun berakhir di bagian akhir yang tertulis di sana 99,99% cocok. Itu artinya mereka memang saudara.Kertas yang dipegang nayla Langsung terjatuh. Disertai dengan tubuhnya ikut limbung, beruntung Raka ada di samping sang istri jadi ia bisa langsung menahan tubuh Nayla.Air mata Nayla luruh, ia lalu menatap Alex ya
Nayla langsung mendorong tubuh Alex yang ingin memeluk dirinya. Lagi pula ia masih bingung apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Alex malah mengatakan dirinya adalah adiknya."Lex, kamu jangan kurang ajar. Di depan suamiku kau mau memelukku? Dan kamu juga mas, kenapa malah diam saja?" Cerocos Nayla pada Raka.Raka beranjak, ia berusaha untuk menenangkan Nayla agar tidak salah paham."Tenang sayang, sekarang kamu duduk dulu. Biar aku jelaskan semuanya." Titah Raka dan Nayla pun mengikuti instruksi dari Raka tersebut."Alex terpisah dari adik perempuannya dua puluh dua tahun lalu, saat itu Alex berusia sepuluh tahun sedangkan adik perempuannya berusia tahun. Dan kau mau tahu siapa yang melakukan hal ini? Dia adalah orang tua Fery. Orang tua Fery menculik adik perempuannya Alex. Setelah itu harta kedua orang tua Alex pun tiba-tiba beralih tangan atas nama ayah Fery," sejenak Alex terdiam ia berusaha untuk menelan salivanya terlebih dahulu."Lalu hubungannya dengan aku apa, Mas,?"tanya Nayl
Setelah kejadian di Maldives , hidup Fery dan Siska jadi kacau. Mereka terus saja diteror oleh Alex. Alex tidak akan berhenti mengganggu mereka jika mereka mau memberi tahu di mana keberadaan adik perempuannya.Sedangkan Santi, hidupnya pun tidak kalah kacau ia jadi buronan, karena bukti kejahatannya sudah diserahkan oleh Alex pada polisi. Bukan hanya itu saja, Santi pun diusir oleh Fery saat ia tahu jika bayi yang ada di kandungan Santi bukanlah miliknya. Sedangkan kehidupan Nayla, ia kembali bisa berdamai dengan keadaan. Raka menepati janjinya, ia tidak izinkan Fery untuk mendekati Nayla lagi.Pernah suatu ketika, Fery datang pada Nayla. Ia memaksa agar Nayla ikut dengannya dan memintanya untuk meninggalkan Raka. Namun, Raka mengancam Fery sehingga ia tidak pernah berani lagi mendatangi Nayla. Paling dia hanya mengawasi Nayla dari kejauhan saja.Seperti saat ini misalnya, Fery terus saja memperhatikan nayla. Rasa cintanya kini sudah berubah menjadi sebuah obsesi semata. Semakin la
Orang yang baru saja menahan Alex adalah Raka. Sejak sepuluh menit yang lalu. Raka sudah merasakan ada hal yang akan terjadi pada Alex dan Siska. Dan inilah kejadiannya. Dari kejauhan Raka melihat Alex mencekik Siska.Sekuat tenaga Raka berlari agar secepatnya dapat menghentikan tingkah Alex yang mungkin saja bisa membuat Siska mati."Apa yang kamu lakukan alex? Dia bisa mati!" Raka berkata seraya menarik tubuh Alex untuk menjauh dari tubuh Siska. Napasnya Alex sudah terlihat begitu ngos-ngosan. Karena menahan amarahnya. Sementara Siska dia terus saja terbatuk-batuk. Kemudian, Siska tidak hentinya memaki Alex."Kau gila Lex! Kau hampir membuat aku kehilangan nyawaku. Dasar penipu!""Ini adalah balasan untuk orang jahat seperti kamu!" Alex mengambil sesuatu dari saku celananya. Ternyata ia ngambil dompet, ia mengeluarkan uang seratus ribuan dari sana dan melemparkannya tepat di wajah Siska."Pergi dari sini! Aku sudah muak terus bersandiwara. Sekarang kau tunggu saja apa yang akan ter