Dua jam sudah, Nayla berada di ruangan dokter Raka. Menatap layar laptop, di mana memperlihatkan situasi di dalam kamar. Selama itu juga Nayla sama sekali tidak melihat pergerakan mencurigakan. Mungkin mereka tidak akan melancarkan aksinya hari ini. Begitu pikir Nayla.Nayla menubrukan punggungnya pada sandara sofa. Selama dua jam pula belum ada tanda-tanda Raka akan keluar. Nayla yakin Raka tengah sibuk. Nayla mendesah di detik berikutnya Nayla melirik ke arah jam yang mana sudah menunjukkan pukul sebelas siang dan ini adalah waktunya untuk ia meminum obat. Ia merogoh tas hendak membawa obat yang sengaja ia bawa. Obat yang sudah ia bagi dua dengan yang di rumah. Di dalam tasnya pun ada air mineral gelas, sengaja ia bawa untuk memudahkan mengonsumsi obat. Kali ini ia hanya meminum dua butir obat. Saat rasa sakit kambuh baru ketiganya harus ia minum juga. Obat mulai bereaksi, rasa kantuk mulai menyerang dan memang selalu seperti itu."Aku ngantuk!" ujar Nayla bermonolog sendiri. Saki
Dengan perasaan marah Nayla langsung pulang. Ia hendak melabrak orang-orang yang tega kepadanya. Sebenci itukah mereka kepadanya? Hingga Mereka menginginkan dirinya secepatnya untuk meninggal.Selama ini Nayla bisa bersabar atas tindakan yang dilakukan oleh mertua dan juga madunya. Namun, untuk kali ini setelah dia tahu mereka berdualah orang yang telah tega menukar obatnya. Sudah cukup! Ia merasa batas kesabarannya sudah cukup untuk terus mengalah dan terus menjaga perasaan mereka.Terkadang Nayla selalu berpikir, tidak bisakah mereka membuka hatinya? Melupakan kejadian yang pernah terjadi di masa lalu. Harusnya mereka berpikir kejadian demi kejadian adalah takdir yang telah Allah tentukan.Tapi sepertinya mata hati mereka benar-benar sudah tertutup oleh sebuah kebencian dan dendam.Sampai di rumah, tanpa mengucapkan salam Nayla langsung saja membuka pintu dengan kerasnya. Ia berteriak memanggil nama mertua dan juga madunya."Ibu! Santi! Di mana kalian?" teriak Nayla hingga membuat b
Di dalam kamar, Nayla menangis tersedu-sedu seraya memijat pelipisnya yang pusing. Untuk pertama kalinya amarahnya meledak-ledak. Sebab ia tidak bisa tinggal diam seperti ini terus, di dzolimi oleh mertua dan madunya. Nayla tahu apa yang dia lakukan adalah salah. Marah-marah kepada mertuanya, ia takut mertuanya sakit hati. Tapi justru dirinya yang lebih sakit hati lagi atas tindakan mereka.Nayla juga sadar, dirinya bukanlah wanita yang baik-baik, bukan wanita sholehah yang mempunyai kesabaran tingkat tinggi. Dia sebenarnya tidak sabar hanya berusaha untuk tetap bersabar menghadapi kezaliman madu dan mertuanya."Kenapa seperti ini? Mereka jahat! Mereka tega sama Nayla. Ya Allah maaf kesabaran Nayla habis, Nayla tidak mau terus berbuat baik pada mereka. Sungguh perbuatan mereka sudah sangat keterlaluan. Apa ia aku harus tetap diam? Sedangkan aku tahu jika mereka berniat mencelakai ku? Tolong, Ya Allah maafkan Nayla." rintih Nayla seraya isakan tangisnya semakin menjadi.Sete
Maureen syok dan tidak menyangka, saat mendengar cerita Raka mengenai hidup Nayla. Seketika Mauren malah mendukung Raka untuk mendapatkan Nayla. Mauren yang tidak kenal dengan Nayla saja merasa jika Nayla adalah orang baik, dan orang baik seperti Nayla tidak pantas diperlakukan seperti itu.Saat sudah mendengar cerita dari Raka, Maureen bersumpah jika seandainya ia bertemu dengan suami, mertua atau madunya. Ingin rasanya ia menampar atau membungkam mulut tiga orang tak berperasaan itu."Ya Allah, mereka itu benar-benar tega, ya! Kok ada manusia kayak mereka di dunia ini. Orang sebaiknya Nayla malah dizalimi. Ini nggak bener Raka!" "Maka dari itu, Ma. Raka ingin sekali memiliki Nayla. Raka ingin membahagiakan dia. Ingin menjauhkan Nayla dari orang-orang zalim seperti mereka itu."Maureen lalu mengubah posisinya, ia memegang pundak Raka penuh kepercayaan. "kali ini mama setuju kalau seandainya kamu merebut Nayla dari suaminya. Suami kurang ajar model gitu harus dijauhkan. Mamah dukun
Tubuh Nayla terasa lemas, mengetahui jika santi saat ini tengah mengandung bayi suaminya. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Harusnya dia senang mendengar santi hamil, namun kenyataanya hatinya sangat sakit. itu artinya dirinya akan semakin tak di anggap saja. "Nay, bukankah ini yang kamu mau? Mas Fery memiliki seorang anak meskipun bukan terlahir dari rahimmu. Lantas kenapa hati ini terasa sesak? Kenapa hati ini tidak rela tahu mas Fery memiliki seorang anak dari wanita lain? Oh hati... kenapa kamu semunafik ini?" tanyanya pada dirinya sendiri.Nayla hanya bisa terus bermonolog sendiri, mempertanyakan hatinya yang katanya rela dan ikhlas kenyataannya tidak.Dengan langkah gontai Nayla hendak kembali ke kamarnya. Sungguh rasa haus yang ia rasakan seketika hilang. Untuk saat ini dirinya ingin secepatnya masuk kembali ke kamar. Ia ingin salat, ingin mengadukan pada Sang Pencipta begitu dahsyatnya ujian yang Dia berikan kepadanya. Ia ingin mengadu, jika dirinya sudah tidak kuat lagi.
Nayla sudah rapi, kini untuk pertama kalinya ia melanggar apa yang menjadi pantangannya. Keluar rumah dengan pria lain tanpa seizin suami.Dia tahu apa yang dia lakukan adalah salah, bahkan suatu dosa besar. Bukankah dirinya sudah tak dianggap oleh keluarganya? Bahkan suaminya pun sudah tidak menganggap dirinya sebagai seorang istri. Oleh karena itu, semenjak Fery nikah dengan Santi, dirinya sama sekali tidak pernah mendapatkan nafkah. Baik nafkah lahir maupun nafkah batin.Untung dia menanamkan modal di suatu perusahaan, tanpa seorang pun yang tahu. Sehingga dari sanalah ia bisa membeli sesuatu tanpa harus meminta kepada suaminya, termasuk untuk melakukan check up. Sekali cek up butuh jutaan rupiah yang harus ia keluarkan. seperti biasa, Nayla hanya akan bilang kepada dua asisten rumah tangganya yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri."Bi Sri, Neti, saya pergi dulu ya. Saya ingin menenangkan pikiran, jika di sini terus yang ada bisa bisa stress," ucap Nayla begitu lirihnya.Me
Santi berhasil mengambil beberapa foto yang nantinya akan ia jadikan alat untuk membuat hubungan Nayla dan Fery semakin renggang.Hatinya sungguh gembira, karena dia yakin dengan bukti-bukti ini akan terjadi sebuah perang besar.Saat pikirannya berkelana, memikirkan hal besar yang akan terjadi antara Nayla dan Ferry. Tanpa ia ketahui seseorang masuk mobilnya dan duduk di samping Santi .Baru saat orang tersebut menyentuh dadanya, Santi langsung tersadar. Ia langsung menolehkan kepalanya seraya tangan yang hendak memukul sebab sudah lancang menyentuhnya. Namun, tangannya hanya terayun di udara saat tahu siapa orang kurang ajar itu."Morgan? Kamu....? Kenapa masuk mobilku?" tanya Santi yang tak percaya dengan kehadiran Morgan secara tiba-tiba."Aku merindukan kamu, Sayang. Setelah kejadian itu aku gak bisa melupakan kamu. Dan suatu kebetulan aku melihat mobilmu makanya aku sengaja ke sini, menghampirimu." ucap Morgan seraya hendak menyentuh pipi Santi tapi berhasil ditepis.Santi menga
"Kalau aku adopsi salah satu dari mereka, gimana ya. Apa bisa?" Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari bibir Nayla. Ia sudah membayangkan bagaimana dirinya merawat dan membesarkan seorang anak. Meskipun bukan seorang anak yang terlahir dari rahimnya.Raka yang mendapatkan pertanyaan tersebut, langsung menoleh sekejap lalu kembali fokus mengemudi."Tentu saja bisa, asalkan suamimu juga setuju," jawab Raka dan sukses membuat Nayla menoleh pada Raka."Apa harus izin pada suamiku?" tanya Nayla."Tentu saja, Nay. karena pihak panti asuhan tidak akan meloloskan seseorang yang ingin mengadopsi, kalau seandainya orang tua angkat mereka belum berkeluarga. Dan kalau kamu mau adopsi tentunya suamimu pun harus setuju. Nantinya dari pihak panti asuhan akan menyurvei. Layak tidaknya kita mengadopsi mereka.""Aku kira tidak sesulit itu. Siapa saja boleh asal sanggup merawat mereka. Dulu saat aku di panti gak serumit ini." tutur Nayla."Dulu memang kaya gitu. Tapi semenjak ada kasus yang adopsi anak