“Betul, siapa sih yang mengizinkannya ke sini? Aku saja masih belum jelas dia dari keluarga mana sehingga bisa masuk ke tempat kalangan atas seperti ini!”“Apa kamu tidak tahu? Katanya, dia anak haram salah satu pebisnis ternama, tapi ayahnya tidak mengakuinya karena malu memiliki putra tak berguna sepertinya!”“Oh! Ayahnya memang bijak, sadar anaknya tak berguna dari awal makanya tidak diakui. Sekarang, dia kalah dari wanita, ayahnya tidak kena rumor buruk sedikit pun karena tidak ada yang tahu dia siapa! Ha ha ha!”PRANG!“Bajingan! Ulangi perkataanmu tadi!”Teriakan dan suara gaduh pecahan kaca itu mengalihkan perhatian semua orang. Mereka melihat s
Pagi hari itu, saat terbangun, Valency melihat sang suami telah berada di depan cermin dengan kemejanya. Pria itu tampak sibuk dengan dasinya.Melihat Valency terbangun, Jayden pun melirik sedikit sembari tersenyum. “Pagi.”Valency pun tersenyum lebar. “Pagi.” Dia turun dari tempat tidur, lalu menghampiri sang suami. “Kamu ada meeting hari ini?” tanyanya seraya menjulurkan tangan untuk membantu Jayden mengenakan dasinya.Alis kanan pria itu sedikit meninggi. “Dari mana kamu tahu?” Dia yakin tidak pernah menceritakan hal ini.Valency terkekeh. “Kamu biasa mengenakan dasi warna biru gelap ketika ada meeting.” Wanita itu mendorong simpul dasi ke arah kera, lalu mendekatkan wajahnya untuk mencium pipi Jayden. “Mengintimidasi.”Pria itu agak terkejut, tapi kemudian tersenyum dan mencium kening Valency. “Cepatlah bersiap. Aku menunggumu di bawah.”Dua hari setelah Valency dan Jayden saling berbicara dan bercerita jujur mengenai perasaan masing-masing, suasana di antara mereka kembali menjad
“Huaa, aku tidak tahu mengenai hal ini! Aku merasa dicurangi!” rengek Valency dengan posisi tengkurap di atas tempat tidur, kaki Jayden berada di bawahnya. Melihat tingkah sang istri yang semenjak sampai di rumah menekuk wajahnya akibat masalah pameran, Jayden hanya bisa menghiburnya. “Tenanglah, Valey. Aku sama sekali tidak masalah dengan hal itu,” ujar pria tersebut sembari mengusap kepala sang istri dengan lembut. Valency mengangkat pandangannya, matanya agak berkaca-kaca. “Aku yang merasa tidak senang! Bisa-bisanya dia menyembunyikan hal sepenting ini dariku dan mengatakan proyek ini hanya untuk pameran biasa saja! Dia jelas-jelas tidak ingin aku tahu proyek ini disasar untuk melawan Diamant Corp!” tegasnya. Mendadak, Valency membeku. Dia mendudukkan diri, lalu berujar, “Apa dia tahu kita sudah menikah?” Keningnya berkerut. “Itukah alasan dia tidak ingin aku tahu lantaran takut aku menolak atau mencurangi proyek ini?” Dengan kekayaan dan kekuasaan Eric, sepertinya hal itu sang
Ucapan Jayden mengundang gelak tawa Valency, membuatnya tertawa geli hingga memegangi perutnya. Melihat reaksi Valency membuat Jayden mengernyitkan kening bingung dan menatap penuh tanya. “Ada apa? Apa yang lucu?” tanya Jayden polos. “Ha ha ha.” Valency kembali tertawa geli, ia mengusap sudut matanya yang mengeluarkan sebulir air mata. “Tidak. Hanya saja ... aku merasa lucu mendengar kata ‘kencan.’” “Apa yang lucu dari kata kencan? Memangnya hanya pasangan kekasih saja yang boleh berkencan? Justru kita yang sudah menikah juga butuh berkencan,” ucap Jayden membalas dengan alis tertaut erat, merasa agak tidak terima ditertawakan. Ada perasaan hangat yang menyelimuti hati Valency mendengar ucapan suaminya, ia pun merentangkan tangannya ke arah Jayden d
*Beberapa waktu sebelum kejadian*“Waah!!” Suara bersemangat terdengar dari sosok Valency yang berdiri di tengah taman hiburan. “Jadi taman hiburan isinya seperti ini!!”Jayden yang mendengar hal itu melirik ke arah sang istri. Sungguh, dia tidak menyangka sosok Valency yang biasa cukup tenang dalam menghadapi segala hal, ternyata bisa menampakkan wajah berbinar seperti sekarang.‘Dia seperti anak kecil,’ batin Jayden dengan senyuman hangat di bibirnya, menikmati kebahagiaan yang terpancar jelas dari sang istri. “Kamu tidak pernah ke tempat seperti ini sebelumnya?” tanya pria tersebut.Valency menggeleng, matanya masih terpatri pada berba
Hai kakak-kakak, terima kasih sudah memberi perhatian terhadap karya ini. Saya melihat beberapa komentar menyatakan bahwa bab 142 dan 143 memiliki isi yang sama. Namun, perlu diingat bahwa mungkin terjadi kesalahan saat pengunggahan yang memengaruhi cache ponsel kakak-kakak ya. Oleh karena itu, mohon refresh cache agar konten yang sebenarnya untuk bab 142 dan 143 bisa terlihat. Karena seharusnya isi kedua bab itu berbeda. Jika masih mengalami masalah, harap hubungi customer service GoodNovel untuk bantuan lebih lanjut. Maaf atas ketidaknyamanannya, dan terima kasih atas pemahaman kakak-kakak semua! 📚✨ Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman Pengumuman
Ucapan pria itu membuat kening Valency berkerut dalam. Dia sekali lagi menghindar dari uluran tangan sang pria, lalu mencoba mengingat nama pria tersebut. “James, ‘kan?” tanyanya, membuat James tersenyum lebar.“Wah! Kamu mengingatku! Apa jangan-jangan dulu kamu sempat suka kepadaku dan tidak bisa melupakanku sampai sekarang?” tanya James dengan nada menggoda dan bercanda, membuat dua teman lainnya tertawa selagi pasangan kencan James cemberut.Asumsi konyol. Jelas Valency mengingat nama James bukan karena hal tersebut!Alih-alih mengingat James karena dia tampan, pintar, atau karena Valency menyukainya, Valency mengingat pria itu karena dia sangat waspada dan membencinya!James adalah pembully nomor satu sekolah dan seorang pemain wan
Melihat sosok Jayden membuat James beringsut sedikit takut, tanpa sadarnya tubuhnya goyah dan mundur. Jelas saja pria di hadapannya ini tidak sebanding dengannya, tubuh pria itu bahkan terlihat masih kekar walaupun telah tertutupi kaos longgar. James menatap menyedihkan dirinya yang tersungkur di atas tanah hanya karena sekali dorongan dari pria itu. Pria itu berdiri dari posisi menyedihkannya dengan bantuan dari teman-temannya yang lain. “Apa masalahmu?!” James memberanikan dirinya membalas perbuatan Jayden, dia merasa harga dirinya tergores apalagi di depan teman-temannya. Setidaknya dia harus memberikan sedikit perlawanan. Tatapan Jayden menajam, ada bara kemarahan yang tampak jelas membara di kedua matanya. Tangannya terkepal erat bahkan menonjolkan urat-urat tangannya, membuat James yang tak sengaja melihat itu bergidik ngeri. Namun lagi-lagi James mementingkan harga dirinya dan memasang wajah garang dan menantang pada Jayden. “Masalahku?” desis Jayden sinis. Ia mendekati Ja