Di markas Salvatore yang tersembunyi di pinggiran kota, suasana terasa tegang meskipun di luar malam tampak tenang. Antonio berdiri dengan gelisah di depan meja di ruangan Salvatore, memandang Salvatore yang duduk santai dengan tatapan yang sulit ditebak. Beberapa anak buah Salvatore lainnya berada di ruangan itu, tetapi tak ada yang berani membuka mulut.Salvatore dengan tenang memandang Antonio, sambil menyesap anggurnya. Dia kemudian meletakkan gelas itu dengan perlahan dan berbicara, suaranya lembut namun penuh kewibawaan. "Antonio, bagaimana dengan tugas yang aku berikan padamu? Apakah ada perkembangan?"Antonio yang sejak awal merasa was-was, akhirnya mengambil napas dalam dan mulai berbicara. "Tuan, aku harus mengakui bahwa aku belum melaporkan sesuatu yang penting. Ada pengkhianatan di antara kita, dan aku mencoba menyelesaikan masalah ini tanpa mengganggu Anda. Namun, orang-orang yang berkhianat masih dalam pelarian, dan kami belum berhasil menemukan mereka."Wajah Antonio ta
Pagi yang cerah itu, Salvatore tiba di kediaman keluarga Morreti dengan mobil hitam mewahnya. Pelayan di kediaman itu langsung melapor ke Elena dan memerintahkan pelayan untuk membawa Salvatore ke tuang makan.Begitu memasuki ruang makan, seperti biasa, ia disambut hangat oleh kedua orang tua Valeria. Lorenzo dan istrinya, sekarang seakan sudah menganggapnya bagian dari keluarga.Entah kenapa, Lorenzo dan juga Elena begitu menyukai Salvatore. Mereka berharap, Salvatore bisa mencairkan hati putri tunggalnya. Lagipula, baru pertama kali ini ada pria yang berani datang ke rumah mereka untuk Valeria, meskipun alasan Salvatore adalah hanya untuk menjemput wanita itu. Mereka berbincang dengan akrab, sementara Valeria yang baru saja datang, duduk di meja makan, diam namun mengamati semuanya dengan cermat."Salvatore, kau benar-benar harus datang lagi untuk makan malam bersama keluarga besar nanti," kata Elena dengan tawa ringan. "Kami selalu menghargai tamu yang penuh perhatian seperti dirim
"Tuan, Solara Crop mulai menyelidiki tentang bangunan roboh beberapa waktu yang lalu."Kening Julian mengkerut. "Tetap saja mereka mendengar kabar itu, cepat selesaikan.""Baik, Tuan." Dia langsung pergi dari ruangan Julian.Baru saja Julian hendak duduk di kursinya. Tiba-tiba satu karyawannya yang lain masuk ke dalam ruangannya."Tuan, maaf. Aku harus melaporkan hal penting.""Huhft, apa?""Ada yang diam-diam mengambil data pribadi kita," ucapa pria itu sambil menyodorkan tablet ke arah Julian.Mata Julian meneliti semua laporan yang ada di dalam tablet itu. Tatapannya menjadi tajam, hawa di ruangan seketika langsung berubah."Pergi untuk cari tahu lebih lanjut," ujar Julian, memberikan lagi tablet itu."Baik, tuan." Segera dia pergi dari sana.Julian semakin tertekan setelah menyadari bahwa ada seseorang yang diam-diam mengambil data rahasia proyek mereka. Dengan kegelisahan yang membara, dia duduk di kursinya, mencoba menghubungkan setiap titik dan memikirkan siapa yang mungkin tel
Sore harinya, Valeria pulang dari kantor dengan diantar anak buah Salvatore. Pria itu masih ada rapat penting yang harus dihadiri. Valeria bisa memakluminya, mengingat akhir-akhir ini kedekatannya dengan Salvatore semakin intens, dia pasti juga membagi waktu antara jadwal padatnya dengan Valeria.Saat Valeria masuk ke dalam rumah besar bak istana itu, Valeria memelankan kakinya saat melihat beberapa orang duduk di sofa ruang tamu. Elena, duduk di sana menyambut tamu. George Lin, bersama istrinya, Sarah Lin tengah duduk dan bercanda tawa di sana.Mata tajam seseorang membuat Valeria merasa diperhatikan. Rupanya, Alessio sudah memperhatikannya sejak Valeria masuk ke dalam rumah."Vale! Sini!" Elena melambaikan tangannya.Dengan helaan napas panjang, Valeria berjalan ke sana. Semua mata tertuju kepadanya."Paman dan bibi Lin mampir, sapa mereka."Valeria menunduk memberi hormat. "Salam, paman, bibi.""Jangan sungkan-sungkan Valeria, kita ini keluarga," kata Goerge, "tidak perlu seformal
Salvatore tiba di depan rumah Moretti dengan mobil mewah yang dikendarai sopir pribadinya. Saat Valeria melangkah keluar dari pintu rumah, dia melihat Salvatore yang menunggunya di samping mobil. Namun, sebelum dia sempat menghampiri, Alessio dan keluarganya muncul dari pintu utama, hendak pergi."Terimakasih atas semuanya.""Sama-sama, jangan sungkan, kita kan keluarga. Eh! Salvatore!" Elena melambaikan tangan saat Salvatore berjalan ke sana.Pandangan Salvatore langsung terfokus pada Alessio. Wajahnya berubah dingin, sorot matanya tajam dan waspada, seolah mengenali adanya ancaman. Apa yang dia lakukan di sini? Pikir Salvatore.Alessio, di sisi lain, tampak tenang dan tersenyum santai, seperti tidak menyadari ketegangan yang terbangun di antara mereka."Kamu ke sini untuk menjemput Valeria?""Ya, Nyonya Morreti. Malam ini aku ingin meminjamnya," kata Salvatore.Elena tersenyum simpul. "Jangan berkata seperti itu, pergilah, Valeria juga sudah siap."Alessio memberi senyuman ringan ke
Valeria berjalan cepat setelah pintu rumahnya terbuka. Dia berlari sambil memeluk buket bunga mawar. Buru-buru Valeria masuk ke dalam kamarnya.Saat sudah berada di dalam, Valeria langsung mengunci pintunya dan melemparkan diri ke atas ranjang. Dia menendang-nendangkan kakinya ke udara sambil tersenyum salah tingkah.Tak bisa di pungkiri jika hati Valeria benar-benar bahagia malam ini. Sifatnya sebagai perempuan benar-benar bisa diluluhkan oleh Salvatore."Dia benar-benar membuatku gila," gumam Valeria sambil menatap buket bunga itu.Malam itu Valeria tidur dengan sangat nyenyak. Keesokan harinya, dia sengaja bangun pagi. Namun, setelah di meja makan, dia mendapati Elena heboh sendiri."Mommy, ada apa?""Aa! My Honey!" Elena melonjak ke arah Valeria, memeluknya dengan suka cita. "Selamat, Honey! Mommy bahagia sekali."Valeria mengerutkan keningnya, bingung dengan tingah ibunya yang sedang kegirangan. Valeria menatap Lorenzo, tapi pria itu sibuk menyeruput kopinya dengan tenang."Maksu
Siang itu, Julian sudah sibuk dengan pekerjaan di atas mejanya. Tak lama, ketukan pintu terdengar. Tanpa menunggu jawaban Julian, seseorang sudah masuk ke dalam."Tuan," ucapnya dengan panik."Ada apa?""Saya baru saja mendapatkan informasi jika Nyonya Valeria diam-diam menemui pimpinan Solara Crop .... Dia ..., dia punya bukti penggelapan dana RC Group."Julian bangit dari duduknya. "Apa?!"Kepalanya berdenyut mendapatkan berita mengejutkan itu. Langkah kaki Julian langsung keluar dari ruangannya. Dia berniat untuk menemui Valeria.Namun, belum sampai dia keluar kantor. Anderson, utusan Solara Corp dengan beberapa pengawal sudah berada di lobi.Jantung Julian semakin berdetak keras. Dia pikir tamat sudah kali ini. Mau tak mau, Julian tetap menyambut mereka dan membawanya ke ruang kerja.Julian duduk di kursi kulit mewahnya di kantor RC Group, menatap kosong ke tumpukan dokumen yang baru saja diserahkan oleh Anderson, utusan dari Solara Corp.Tubuhnya terasa beku, dan pikirannya berpu
"Ah! Julian, jangan sekarang. Kita masih di kantor."Tangannya terhenti saat membuka gagang pintu ruangan Julian–suaminya. Senyum Valeria yang sudah terpancar sejak tadi pun langsung kandas usai mendengar kalimat itu.Jantungnya berdetak kencang mendengar sebuah suara dari dalam ruangan Julian."Siapa suruh kamu pakai pakaian seksi hari ini.""Ahh! Julian, no!"Valeria membungkam mulutnya, tak percaya. Suara yang dia dengar sangatlah tidak asing. Itu benar suara Julian, dan perempuan itu, Valeria seperti mengenalinya. “Tapi, tidak mungkin….” Valeria mencoba tak mempercayai dugaanya, dia ingin memastikan jika semua itu tidaklah nyata.Dengan tangan bergetar dan air mata yang hampir menetes, Valeria membuka pintu dengan cepat. Hal yang tak pernah Valeria duga sebelumnya, dia melihat suaminya bercinta dengan sekretarisnya sendiri. Julian tampak belum menyadari kehadiran Valeria, dia masih sibuk menenggelamkan wajahnya di kedua kaki mulus Margareta. Perempuan seumuran Valeria itu tengah