Salvatore tiba di depan rumah Moretti dengan mobil mewah yang dikendarai sopir pribadinya. Saat Valeria melangkah keluar dari pintu rumah, dia melihat Salvatore yang menunggunya di samping mobil. Namun, sebelum dia sempat menghampiri, Alessio dan keluarganya muncul dari pintu utama, hendak pergi."Terimakasih atas semuanya.""Sama-sama, jangan sungkan, kita kan keluarga. Eh! Salvatore!" Elena melambaikan tangan saat Salvatore berjalan ke sana.Pandangan Salvatore langsung terfokus pada Alessio. Wajahnya berubah dingin, sorot matanya tajam dan waspada, seolah mengenali adanya ancaman. Apa yang dia lakukan di sini? Pikir Salvatore.Alessio, di sisi lain, tampak tenang dan tersenyum santai, seperti tidak menyadari ketegangan yang terbangun di antara mereka."Kamu ke sini untuk menjemput Valeria?""Ya, Nyonya Morreti. Malam ini aku ingin meminjamnya," kata Salvatore.Elena tersenyum simpul. "Jangan berkata seperti itu, pergilah, Valeria juga sudah siap."Alessio memberi senyuman ringan ke
Valeria berjalan cepat setelah pintu rumahnya terbuka. Dia berlari sambil memeluk buket bunga mawar. Buru-buru Valeria masuk ke dalam kamarnya.Saat sudah berada di dalam, Valeria langsung mengunci pintunya dan melemparkan diri ke atas ranjang. Dia menendang-nendangkan kakinya ke udara sambil tersenyum salah tingkah.Tak bisa di pungkiri jika hati Valeria benar-benar bahagia malam ini. Sifatnya sebagai perempuan benar-benar bisa diluluhkan oleh Salvatore."Dia benar-benar membuatku gila," gumam Valeria sambil menatap buket bunga itu.Malam itu Valeria tidur dengan sangat nyenyak. Keesokan harinya, dia sengaja bangun pagi. Namun, setelah di meja makan, dia mendapati Elena heboh sendiri."Mommy, ada apa?""Aa! My Honey!" Elena melonjak ke arah Valeria, memeluknya dengan suka cita. "Selamat, Honey! Mommy bahagia sekali."Valeria mengerutkan keningnya, bingung dengan tingah ibunya yang sedang kegirangan. Valeria menatap Lorenzo, tapi pria itu sibuk menyeruput kopinya dengan tenang."Maksu
Siang itu, Julian sudah sibuk dengan pekerjaan di atas mejanya. Tak lama, ketukan pintu terdengar. Tanpa menunggu jawaban Julian, seseorang sudah masuk ke dalam."Tuan," ucapnya dengan panik."Ada apa?""Saya baru saja mendapatkan informasi jika Nyonya Valeria diam-diam menemui pimpinan Solara Crop .... Dia ..., dia punya bukti penggelapan dana RC Group."Julian bangit dari duduknya. "Apa?!"Kepalanya berdenyut mendapatkan berita mengejutkan itu. Langkah kaki Julian langsung keluar dari ruangannya. Dia berniat untuk menemui Valeria.Namun, belum sampai dia keluar kantor. Anderson, utusan Solara Corp dengan beberapa pengawal sudah berada di lobi.Jantung Julian semakin berdetak keras. Dia pikir tamat sudah kali ini. Mau tak mau, Julian tetap menyambut mereka dan membawanya ke ruang kerja.Julian duduk di kursi kulit mewahnya di kantor RC Group, menatap kosong ke tumpukan dokumen yang baru saja diserahkan oleh Anderson, utusan dari Solara Corp.Tubuhnya terasa beku, dan pikirannya berpu
Valeria menatap keluar dari jendela mobil saat Salvatore menyetir dengan tenang di sampingnya. Rasanya sedikit aneh baginya, dikelilingi oleh perhatian yang begitu intens sejak hubungannya dengan Salvatore menjadi berita terhangat.Saat mereka keluar dari gedung Morreti Club, mata semua orang di kantor menatap mereka. Itu membuatnya sedikit canggung, tapi Salvatore tampak tidak terpengaruh, bahkan sebaliknya—ia tampak bangga.Di mobil, Salvatore memecah keheningan dengan suara lembut, "Aku harus ke mansion sore ini untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tak bisa ditunda. Apa kamu keberatan kalau ikut? Aku tidak akan lama."Valeria meliriknya, tersenyum kecil. "Tentu, tidak masalah."Setelah perjalanan singkat, mereka tiba di mansion pribadi Salvatore. Mansion itu luas, dengan taman yang terawat rapi di sekelilingnya dan interior yang mewah namun tetap terasa hangat.Tempat dimana Valeria pernah bermalam beberapa waktu yang lalu. Pipinya memanas saat mengingat malam itu."Anggap s
Setelah makan malam, Valeria pergi ke kamar, tepatnya kamar Salvatore. Pria itu sudah mempersiapkan semuanya dengan sempurna, deretan pakaian perempuan yang mewah dan elegan untuk Valeria kenakan. Valeria tersenyum melihat betapa teraturnya Salvatore dalam merencanakan segalanya, seperti dia tahu bahwa Valeria akan menerima tawarannya.Malam itu, setelah mereka beristirahat sejenak, Valeria mulai membahas sesuatu yang penting. Sejak mengambil alih Morreti Club, Valeria tahu bahwa dia perlu memahami bisnis lebih dalam untuk membuat keputusan yang lebih baik.Jadi dia ingin belajar lagi, dan Salvatore menawarkan diri untuk membantunya. Tentu saja Valeria menerimanya, mengingat pria itu adalah sosok yang cukup sukses dalam dunia bisnis.Salvatore mengajak Valeria ke ruang kerjanya, tempat di mana dia menyimpan berbagai koleksi buku-buku bisnis. "Aku punya beberapa buku basic yang mungkin akan membantu," kata Salvatore sambil mengambil beberapa buku dari rak. "Aku akan menjelaskan poin-po
Giovani benar-benar marah. Di ruang kerjanya, dia menghajar Julian tanpa ampun. Pukulan demi pukulan menghantam tubuh Julian yang sudah terpojok di sudut ruangan."Kau tahu betapa besar kerugian ini?! Kau menghancurkan nama keluarga kita, Julian!" teriak Giovani dengan napas tersengal, wajahnya memerah karena amarah yang tak terbendung.Julian, yang sudah babak belur, hanya bisa menahan sakit tanpa bisa melawan. Dia tahu betul bahwa dirinya tak punya pembelaan.Penggelapan dana proyek Solara Crop bukan hanya menghancurkan reputasi keluarganya, tapi juga membahayakan seluruh imperium bisnis yang telah dibangun selama bertahun-tahun.Julian tak bisa menyangkal lagi karena semua bukti sangat lengkap. Dia tak menyangka Valeria akan bisa sampai sedetail ini. Dia semakin yakin bahwa data perusahaannya juga diam-diam di curi Valeria.Di luar ruangan, Isabella, istri Giovani, berdiri dengan wajah penuh kekhawatiran. Air matanya hampir jatuh, namun dia tak berani masuk.Isabella tahu betapa ke
Valeria membuka matanya. Dia masih berada di kamar mewah milik Slavatore.Tubuh ramping tanpa pakaian di balik selimut itu menggeliat. Semalam, dia benar-benar merasa tenggorokannya sakit karena Salvatore.Pria itu menyuruhnya menghisap meskipun dia kewalahan. Namun, Salvatore hanya meminta itu, dia belum mau melakukan hal lain dengan Valeria dengan alasan mereka belum menikah.Valeria mencibir saat mengingatnya. Padahal Salvatore meniduri banyak wanita, juga tidak menikah dengan mereka, lalu kenapa dengannya hanya bermain aman? Mereka hanya saling menyentuh tanpa melakukan penyatuan.Saat Valeria hendak ke kamar mandi, dia melihat secarik kertas di atas meja. Senyuman terulas membuat matanya menyipit.'Jika sudah bangun dan mandi, pergilah ke bawah. Aku menunggumu di meja makan.'Gegas saja Valeria masuk kedalam kamar mandi. Dia mengguyur tubuh indahnya yang memiliki bercak kemerahan karena Salvatore semalam.Satu jam setelahnya, Valeria melangkah turun menuju lantai bawah mansion de
Valeria merasakan perubahan suasana di dalam mobil saat Salvatore mengantarnya ke Morreti Club. Pria yang biasanya penuh perhatian dan lembut itu kini tampak dingin, dengan wajah yang tak pernah lepas dari kerutan di dahinya.Sepanjang perjalanan, Salvatore jarang bicara, hanya sesekali menghela napas. Valeria menatapnya dari samping, mencoba menebak apa yang menyebabkan perubahan mendadak ini.“Salvatore, ada apa?” Valeria akhirnya memberanikan diri bertanya, suaranya lembut namun penuh kekhawatiran.Salvatore hanya menggeleng tanpa menatapnya. "Tidak ada," jawabnya singkat, suaranya terdengar datar.Valeria tidak mendesak lebih jauh, meskipun rasa penasaran terus menghantui pikirannya. Ada sesuatu yang mengganggu pikiran Salvatore, dan Valeria merasa tidak nyaman karena tidak tahu apa itu.Ketika mereka tiba di depan kantor Morreti Club, Salvatore hanya membuka pintu mobil untuknya tanpa kata-kata, wajahnya tetap masam.“Salvatore....”Valeria mencoba memanggilnya lagi ketika keluar
"Jadi ..., kau ...."Valeria tidak bisa berhenti memikirkan apa yang baru saja dia ketahui. Kenangan dua tahun lalu kembali menghantuinya—hari di mana dia bertemu pria yang menabraknya di depan rumah sakit.Dia mengingat betapa terpuruknya dirinya saat itu. Berat badannya jauh dari ideal, wajahnya kusam karena stres dan kurang tidur, dan dia merasa seperti tidak ada apa-apanya. Tapi, anehnya, setelah kejadian itu, dia tidak pernah lagi mengalami mimpi buruk yang menghantuinya. Namun, fakta bahwa pria itu ternyata adalah Salvatore membuatnya terkejut dan ..., takut.Pikiran-pikiran negatif mulai menyerangnya. "Bagaimana jika Salvatore hanya tertarik pada Valeria yang sekarang, bukan aku yang dulu? Bagaimana jika dia memandang rendah diriku di masa lalu?" Dia mulai merasa insecure, membayangkan Salvatore melihat dirinya dalam versi terburuknya—gemuk, tidak menarik, dan jauh dari sosok yang kini sering dipuji orang.Malam itu, Valeria mendadak berubah menjadi pendiam. Bahkan sampai Salva
Valeria keluar dari lift rumahnya. Dia berjalan menuju ruang makan di mana keluarganya berkumpul. Tak hanya itu, Salvatore juga berada di sana memenuhi undangan mereka."Maaf, lama menunggu," kata Valeria duduk di kursinya."No problem, baby," kata Giulia.Salvatore menatap Valeria tanpa berkedip. Valeria selalu cantik di matanya. Valeria yang menyadari itu berbalik menatap Salvatore balik dan melemparkan senyuman manisnya.Malam itu, suasana di kediaman keluarga Morreti terasa hangat dan penuh keakraban. Lorenzo tampak begitu nyaman berbicara dengan Salvatore, seperti biasanya mereka bertemu.Mereka berdiskusi santai tentang dunia bisnis, politik, dan beberapa proyek yang sedang Lorenzo tangani. Sesekali, Lorenzo tertawa lepas mendengar komentar cerdas Salvatore, sesuatu yang jarang terjadi."Salvatore, kau benar-benar pria yang cerdas," kata Lorenzo sambil menuangkan anggur ke gelas Salvatore. "Aku jarang menemukan seseorang sepertimu .... cocok dalam diskusi."Salvatore tersenyum k
Keesokan paginya, Milan gempar dengan berita yang menyebar seperti api di dunia maya. Nama Sofia mendadak menjadi topik utama di berbagai portal berita dan media sosial.Artikel-artikel dengan judul sensasional memenuhi layar ponsel semua orang: "Putri RC Group Bermuka Dua: Kisah di Balik Topeng Anggun Sofia", "Skandal RC Group: Foto-Foto Memalukan Sofia Tersebar!", dan "Sofia: Pemimpin Perusahaan atau Tiran Kejam?".Di dalam artikel tersebut, terdapat foto-foto Sofia yang memperlihatkan perilaku buruknya—momen dia sedang memukul seorang karyawan, wajahnya yang dipenuhi amarah, hingga foto-foto yang mengisyaratkan bahwa dia sering terlibat dengan pria bayaran di waktu luangnya. Skandal ini seperti badai yang menghancurkan reputasinya seketika.Di kantor pusat RC Group, Sofia terlihat panik luar biasa. Dia melempar dokumen ke lantai dengan kemarahan tak terkendali. “Siapa yang berani melakukan ini?! Siapa yang berani menyebarkan hal-hal kotor seperti ini tentangku?!” teriaknya sambil m
"Padahal aku ingin kau menginap di mansion," ucap Salvatore saat mobilnya sudah berhenti di depan pekarangan kediaman Morreti."Ya, tapi aku ingin pulang."Salvatore tak membiarkan Valeria melepaskan sabuk pengamannya sendiri. Setelah sabuk pengaman itu lepas, Salvatore mencuri satu ciuman di pipi Valeria."Selamat malam, Dolcezza."Valeria tersenyum dan mengangguk lalu keluar dari mobil Salvatore. Saat mobil Salvatore perlahan meninggalkan halaman rumahnya, Valeria berdiri di depan pintu, merasa kelelahan setelah hari yang begitu penuh emosi. Namun, saat dia membuka pintu dan masuk ke dalam rumah, matanya langsung bertemu dengan sosok Alessio yang duduk santai di ruang tamu, mengenakan jas kasual seolah dia pemilik rumah.Valeria langsung menghela napas berat sambil berjalan masuk. "Apa yang kamu lakukan di sini, Alessio? Sudah berapa kali aku bilang untuk tidak datang tanpa izin?" ucapnya dengan nada dingin.Alessio berdiri dengan senyuman mengejek di wajahnya. "Kenapa? Lagipula Pam
"Kau mengajakku ke sini lagi?" dengus Valeria kesal setelah keluar dari dalam mobil Salvatore. Dia memandang malas ke arah mansion mewah yang selalu saja disebut sebagai markas oleh Salvatore."Kenapa? Kau tidak suka? Kalau tidak suka, aku akan pergi mengambil barang-barang ku dan kembali ke rumah."Valeria berdecak kesal. "Tidak perlu, kau bilang masih banyak pekerjaan, bukan?""Ya, tapi aku tidak mau membuatmu merasa tidak nyaman." Salvatore melingkarkan tangannya di pinggang Valeria lalu mengecup pipinya."Sudahlah, asal tidak ada Amara, aku akan baik-baik saja.""Tenang saja, dia berada di tempat yang aman. Jadi tidak akan mengigitmu."Valeria sedikit tersenyum, agaknya gurauan Salvatore terdengar sangat kaku di telingannya. Mereka berjalan masuk ke dalam markas dengan santai."Dia memang anjing gila, jadi kau harus mengawasinya terus," balas Valeria.Salvatore hanya tertawa kecil, semakin lama semakin terlihat sisi kekanakan Valeria. Hari ini, jika bukan karena pekerjaan pentingn
Sofia duduk di kursi kantornya yang megah, tangannya menggenggam pena dengan erat hingga buku-bukunya memutih. Tatapannya tajam mengarah ke laporan keuangan yang tergeletak di meja.Proyek hotel di Salerno, yang awalnya dia pikir akan menjadi batu loncatan bagi RC Group, malah berubah menjadi mimpi buruk yang mencoreng nama besar keluarganya. Kesalahan Julian dalam mengelola dana proyek tidak hanya membuat perusahaan kehilangan kepercayaan dari klien, tetapi juga membuka celah bagi publik untuk mencemoohnya.Setiap pertemuan bisnis yang dia hadiri terasa seperti medan perang. Klien-klien yang dulu menyambutnya dengan hormat kini berbalik mencemoohnya. "Seharusnya kami memilih bekerja sama dengan Morreti Club," ujar salah satu klien terakhir dengan nada mengejek. "Valeria Morreti jauh lebih kompeten dan berkelas dibandingkan dirimu."Nama Valeria terus bergema di benak Sofia, membakar hatinya dengan rasa iri dan dendam yang tak tertahankan. Dia merasa tidak seharusnya dibanding-banding
"Saya akan urus beberapa berkasnya dulu, Nyonya," kata Mona."Ya, aku akan mencari toilet. Kalau sudah selesai tunggu saja di lobi.""Baik."Di lorong sempit di luar restoran tempat Valeria baru saja menyelesaikan pertemuan dengan klien, Julian berdiri dengan wajah penuh amarah. Dia menunggu Valeria keluar, dan begitu dia melihatnya, dia langsung mendekat dengan langkah cepat.Julian sudah beberapa hari ini memendam amarahnya yang menggebu-gebu karena Valeria. Hari ini melihat Valeria masuk ke restoran semakin membuatnya meradang."Valeria," panggil Julian dengan nada dingin, memotong jalan Valeria. "Kita perlu bicara."Valeria mengerutkan kening, merasa terganggu dengan keberadaan Julian yang tiba-tiba. "Apa yang mau kamu bicarakan, Julian? Aku sedang sibuk." Valeria hendak pergi tapi langsung dihadang lagi oleh Julian.Julian menatapnya tajam, ekspresi wajahnya dipenuhi kemarahan yang dia pendam. "Jangan berpura-pura tidak tahu! Semua yang terjadi padaku ..., semua kegagalan ini ...
Niat hati Salvatore mengajak Valeria ke markas untuk menunjukkan sisi dunianya yang lain dan juga ingin mengajaknya makan malam. Bahkan Salvatore sudah menyiapkan semuanya di mansion besar itu. Namun, karena Amara berada di sana, Salvatore yakin makan malamnya pasti tidak akan lancar. Dia memutuskan untuk membawa Valeria ke restoran.Di restoran bintang lima yang elegan, Valeria duduk berhadapan dengan Salvatore. Cahaya lilin di meja makan menciptakan suasana romantis, tapi suasana hati Valeria jauh dari itu. Dia sibuk mengoceh tentang Amara, melampiaskan semua kekesalan yang terpendam sejak tadi sore.“Dia itu benar-benar tidak tahu batas, Salvatore. Kenapa kamu membiarkan dia bersikap seperti itu? Menurutku, dia sengaja membuatku merasa tidak nyaman di depanmu,” Valeria berkata dengan nada kesal, sambil memainkan garpu di tangannya.Salvatore, yang sejak tadi mendengarkan dengan tenang, mencoba menenangkan Valeria. "Amara memang selalu manja sejak kecil, Dolcezza. Tapi dia tidak pun
"Semuanya sudah selesai Nyonya," kata Mona.Valeria melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kerja bagus Mona. Sudah jam pulang, pergilah."Mona tersenyum lebar sambil mengangguk. "Baik, Nyonya." Perempuan itu melangkahkan kakinya hendak pergi tapi kembali berbalik ke meja kerja Valeria. "Oh ya, Nyonya. Beberapa menit yang lalu saya melihat mobil Tuan Salvatore masuk ke basement."Valeria hanya menatap kepergian punggung Mona. Tidak ada alasan, Mona hanya ingin memberitahu jika Salvatore ada di sini.Sejak kejadian kopi panas, Salvatore tidak pernah absen sedikitpun untuk mengantar atau menjemput Valeria. Meskipun dia sendiri sangat sibuk di luar sana.Tok! Tok!"Masuk!" Valeria langsung menoleh ke arah pintu."Hai Dolcezza." Salvatore masuk ke dalam dan menutup pintunya kembali."Cepat sekali sampai, apa semua urusanmu sudah selesai?"Salvatore meraih tengkuk Valeria dan mengecup bibirnya sekilas. "Belum, tapi aku bisa lanjutkan nanti. Aku sangat merindukanmu.""Omong ko