“Mau kemana lagi?” tanya Luna pada menantunya. Wanita itu, entah sejak kapan sudah duduk depan teras dengan teh yang sudah tersedia di atas meja.Alice menoleh pada mertuanya, lalu mendekat pelan. “Ibu, aku ingin menjenguk ibuku, dia kurang sehat.”“Sakit lagi? Aku rasa dia sengaja melakukan ini,” dengus Luna menatap sinis menantunya.“Ibuku tidak mungkin berbohong, Bu. Dia memang sakit beberapa hari ini,” kata Alice menjelaskan, “sarapan ini sudah aku siapkan. Pelayan akan bawa ke kamar nanti,” sambungnya.Luna berdecih, dia berdiri dan berjalan ke arah Alice yang sudah khawatir dengan apa yang akan terjadi. Satu tarikan kuat Luna lakukan pada rambut menantunya.Alice memegang tangan ibu mertuanya yang masih kita dengan cekalan di rambut. “I-ibu, tolong maafkan aku.”“Aku tahu kamu hanya beralasan saja selama ini, Alice,” kata Luna dengan suara yang gemetar oleh kemarahan yang tertahan, “kamu ingin menemui pria yang kemarin, bukan?”Alice terdiam sejenak. Udara di antara mereka teras
Leonardo merebahkan diri di atas ranjangnya. Ranjang yang Alice tempati lebih tepatnya. Ranjang yang awalnya adalah miliknya setahun yang lalu. Kini berubah menjadi kasur istrinya yang semua serba merah muda. Leonardo memejamkan mata, menghirup napas dalam dan membuangnya perlahan.Kamar itu tiba-tiba terasa lebih dingin dari biasanya. Ia membuka mata dan melihat tangan yang digunakan menampar istrinya beberapa menit yang lalu. Tangan itu bahkan masih terasa panas dan bergetar.“Ini sudah benar, Leo. Dia memang harus disadarkan agar tahu diri,” katanya dengan bibir bergetar. Ada rasa menyesal, tetapi lebih memilih untuk merelakan.“Ini sudah benar. Gadis itu memang seharusnya meninggalkan rumah ini,” katanya lagi setelah beberapa menit ia berpikir. Ia masih menimbang apa yang akan diungkapkan pada kakeknya nanti. Lagi-lagi Leonardo menghela napas dalam, merasa beban dalam hatinya semakin berat setelah langkah Alice yang semakin menjauh.Leonardo membalik diri dengan posisi miring, men
Beberapa minggu setelah kejadian di mana pertengkaran antara Leonardo dan Alice terjadi. Sore ini, Luna kembali di buat geram oleh menantunya yang benar-benar tidak kembali.“Bagaimana mungkin kalian tidak tahu kemana dia pergi, kalian berteman!” katanya penuh amarah pada para pelayan.“Nyonya, saya benar-benar tidak memiliki nomor baru nyonya Alice,” jujurnya dengan wajah menyesal.Luna membuang napas kesal, sudah selama beberapa minggu, dia tidak bisa minum dan makan dengan benar. Semua makanan yang pelayan buatkan untuknya tidak ada yang sesuai.“Kalau begitu, cepat buatkan aku sup ayam, aku sangat lapar,” katanya menahan diri agar tidak histeris karena terlalu marah. Leonardo yang sempat mendengar itu hanya menghela napas. Ia lelah dan ibunya sudah membuat keributan seperti biasa.“Leo, kamu menemukan di mana perempuan itu?” kata Luna pada Leonardo yang hendak melangkah naik ke lantai atas.“Bu, aku pergi bekerja. Mana bisa aku mencarinya,” kata Leonardo. Ia menatap ibunya yang te
Leonardo membuka laptop miliknya setelah kembali dari ruang kerja kakeknya. Fakta mustahil ini membuatnya penasaran hingga tak sabar menemukan bukti nyata.Satu persatu tombol keyboard diketik. Sehingga terkumpul menjadi kalimat latar belakang keluarga Oscar. Leonardo mengerutkan kening tatkala menemukan fakta yang ia cari. Kini satu persatu mulai terbuka dengan jelas. Ia baru mengetahui dan sadar kenapa tuan Oscar tiba-tiba melihatnya dengan tatapan tidak suka saat itu, padahal mereka baru saja bertemu.Artinya, pria tersohor itu tahu jika dirinya adalah suami dari putrinya. Leonardo mengerutkan kening. “Jadi benar, Alice adalah putrinya?”Leonardo kembali membaca lebih dalam hingga ia menemukan sebuah foto lama. Foto gadis muda dengan lesung pipi mirip seperti milik Alice. Tidak hanya itu, senyum dan sorot mata mereka juga sama.“Tidak mungkin,” kata Leonardo tertawa sumbang, tetapi dia semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana bisa Alice berpura-pura menjadi
Hary dan Burhan saling pandang, mereka berdua pun sudah mengetahui hal ini sudah lama. Namun, mereka tidak bisa melakukan apa pun karena tidak berani dengan kemurkaan tuannya. Hary mendekat ke arah Eldhan yang masih berlutut di atas lantai. Pria itu terlihat sangat rapuh tidak seperti biasanya.“Tuan Eldhan. Ayo kita ke rumah belakang,” katanya meminta agar Eldhan berdiri dan ikut dengannya.Eldhan mengangkat wajah, melihat bagaimana Delima yang terus mengetuk pintu kamar suaminya. Pria itu merasa bersalah, tetapi jauh lebih merasa marah karena Oscar yang memperlakukan Delima dengan tidak baik.Eldhan berdiri dan menyingkirkan tangan Hary di pundaknya, kemudian dia berjalan ke arah Delima yang terus histeris memanggil Oscar agar dimaafkan.“Kita pergi!” ajak Eldhan lembut, tetapi Delima menggeleng dan masih terus meminta agar Oscar membukakan pintu untuknya.“Dia tidak akan membuka pintu, Delima. Dia–”“Panggil aku nyonya Delima Eldhan. Ingat aku adalah istri dari tuanmu!” ucap Delima
Di tempat yang jauh. Leonardo baru tiba dengan wajah yang lelah. Sudah seharian ia mencari keberadaan Alice, tetapi tidak juga menemukan petunjuk. Ia bahkan sudah menemui Arsen—pria yang kemungkinan yang paling tahu keberadaan Alice.“Aku sungguh tidak tahu,” kata Arsen yang masih diingatnya dengan wajah serius ketika ditanya.Leonardo berdecak karena semakin frustasi, jika bukan bersama Arsen, lalu dengan siapa Alice pergi? Apakah pulang ke rumah orang tuanya? Leonardo memejamkan mata, menyandarkan kepala pada sandaran mobil dengan mata tertutup. “Wanita itu mempermainkan aku.”“Dia membuatku seperti orang bodoh selama ini,” katanya lagi masih tidak percaya jika Alice adalah putri Oscar. Namun, jika diperhatikan dengan baik, keduanya memang terlihat sangat mirip. Leonardo mengendus kasar, bayangan dia menampar Alice kembali terlintas di benaknya.Hingga dering telepon menyadarkan dirinya. Leonardo meraih ponselnya dan menerima tanpa melihat siapa yang memanggil. Kepalanya terangkat
Di kediaman Leonardo, beberapa hari setelah pencarian Alice yang gagal. Horison sudah kembali sehat seperti biasanya. Ia kembali memimpin perusahaan walaupun Leonardo sudah siap untuk kerja kembali.“Fokus mencari istrimu. Kakek yang akan mengurus perusahaan sampai semua selesai,” kata Horison dengan tatapan datar pada cucunya.“Kakek, aku sudah mencarinya kesemua tempat, tetapi wanita itu tidak menampakkan diri,” jawab Leonardo tidak kalah dinginnya. Ia mendengus beberapa kali karena keras kepala kakeknya sangat mirip dengan ayahnya.“Kakek tahu, kamu tidak tahan berlama-lama pisah dengan sekretaris itu, kan?” tebak Horison, “apakah karena dia kamu tidak bisa menerima istrimu, Leo?”Leonardo terdiam, tidak berniat menjawab ataupun membantah, selama ini, apa pun yang ia pikirkan akan tetap salah di mata kakeknya. Jadi, biarkan saja semua seperti yang kakeknya ucapkan.“Kakek tidak percaya kamu seperti ini, Leo. Apa yang kamu lihat darinya,” kata Horison sekali lagi menatap kecewa pad
“Ibu tidak sabar membawa Dara pada pertemuan penting ini, Leo,” ujar Luna sumringah mendapatkan undangan dari orang paling berpengaruh di antara mereka semua. Siapa yang tidak mengenal keluarga Oscar, keluarga paling terpandang dan tidak terkalahkan oleh siapa pun, termasuk keluarga suaminya.Leo hanya memasang wajah datar, sudah menjelaskan pada ibunya jika mereka tidak bisa membawa Dara, tetapi rupanya Luna tidak bisa menerima peringatan dari siapa pun karena sudah terlalu benci mendengar nama Alice. Baginya, siapa yang sudah pergi sudah seharusnya tidak perlu di ingat.“Bu, aku tidak ikut campur jika terjadi hal buruk karena ibu membawa Dara,” kata Leo sengaja menakuti ibunya. Dia bahkan mereka tidak percaya diri menginjakkan kaki di kediaman itu karena tahu fakta yang kakeknya beritahu.Namun, sepertinya Luna memang tidak terpengaruh sedikit pun, baginya Alice tetaplah wanita yang tidak terlalu penting dan tidak perlu lagi diingat.“Ibu sudah menyiapkan pakaianmu. Kamu dan Dara