Leonardo membuka laptop miliknya setelah kembali dari ruang kerja kakeknya. Fakta mustahil ini membuatnya penasaran hingga tak sabar menemukan bukti nyata.Satu persatu tombol keyboard diketik. Sehingga terkumpul menjadi kalimat latar belakang keluarga Oscar. Leonardo mengerutkan kening tatkala menemukan fakta yang ia cari. Kini satu persatu mulai terbuka dengan jelas. Ia baru mengetahui dan sadar kenapa tuan Oscar tiba-tiba melihatnya dengan tatapan tidak suka saat itu, padahal mereka baru saja bertemu.Artinya, pria tersohor itu tahu jika dirinya adalah suami dari putrinya. Leonardo mengerutkan kening. “Jadi benar, Alice adalah putrinya?”Leonardo kembali membaca lebih dalam hingga ia menemukan sebuah foto lama. Foto gadis muda dengan lesung pipi mirip seperti milik Alice. Tidak hanya itu, senyum dan sorot mata mereka juga sama.“Tidak mungkin,” kata Leonardo tertawa sumbang, tetapi dia semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana bisa Alice berpura-pura menjadi
Hary dan Burhan saling pandang, mereka berdua pun sudah mengetahui hal ini sudah lama. Namun, mereka tidak bisa melakukan apa pun karena tidak berani dengan kemurkaan tuannya. Hary mendekat ke arah Eldhan yang masih berlutut di atas lantai. Pria itu terlihat sangat rapuh tidak seperti biasanya.“Tuan Eldhan. Ayo kita ke rumah belakang,” katanya meminta agar Eldhan berdiri dan ikut dengannya.Eldhan mengangkat wajah, melihat bagaimana Delima yang terus mengetuk pintu kamar suaminya. Pria itu merasa bersalah, tetapi jauh lebih merasa marah karena Oscar yang memperlakukan Delima dengan tidak baik.Eldhan berdiri dan menyingkirkan tangan Hary di pundaknya, kemudian dia berjalan ke arah Delima yang terus histeris memanggil Oscar agar dimaafkan.“Kita pergi!” ajak Eldhan lembut, tetapi Delima menggeleng dan masih terus meminta agar Oscar membukakan pintu untuknya.“Dia tidak akan membuka pintu, Delima. Dia–”“Panggil aku nyonya Delima Eldhan. Ingat aku adalah istri dari tuanmu!” ucap Delima
Di tempat yang jauh. Leonardo baru tiba dengan wajah yang lelah. Sudah seharian ia mencari keberadaan Alice, tetapi tidak juga menemukan petunjuk. Ia bahkan sudah menemui Arsen—pria yang kemungkinan yang paling tahu keberadaan Alice.“Aku sungguh tidak tahu,” kata Arsen yang masih diingatnya dengan wajah serius ketika ditanya.Leonardo berdecak karena semakin frustasi, jika bukan bersama Arsen, lalu dengan siapa Alice pergi? Apakah pulang ke rumah orang tuanya? Leonardo memejamkan mata, menyandarkan kepala pada sandaran mobil dengan mata tertutup. “Wanita itu mempermainkan aku.”“Dia membuatku seperti orang bodoh selama ini,” katanya lagi masih tidak percaya jika Alice adalah putri Oscar. Namun, jika diperhatikan dengan baik, keduanya memang terlihat sangat mirip. Leonardo mengendus kasar, bayangan dia menampar Alice kembali terlintas di benaknya.Hingga dering telepon menyadarkan dirinya. Leonardo meraih ponselnya dan menerima tanpa melihat siapa yang memanggil. Kepalanya terangkat
Di kediaman Leonardo, beberapa hari setelah pencarian Alice yang gagal. Horison sudah kembali sehat seperti biasanya. Ia kembali memimpin perusahaan walaupun Leonardo sudah siap untuk kerja kembali.“Fokus mencari istrimu. Kakek yang akan mengurus perusahaan sampai semua selesai,” kata Horison dengan tatapan datar pada cucunya.“Kakek, aku sudah mencarinya kesemua tempat, tetapi wanita itu tidak menampakkan diri,” jawab Leonardo tidak kalah dinginnya. Ia mendengus beberapa kali karena keras kepala kakeknya sangat mirip dengan ayahnya.“Kakek tahu, kamu tidak tahan berlama-lama pisah dengan sekretaris itu, kan?” tebak Horison, “apakah karena dia kamu tidak bisa menerima istrimu, Leo?”Leonardo terdiam, tidak berniat menjawab ataupun membantah, selama ini, apa pun yang ia pikirkan akan tetap salah di mata kakeknya. Jadi, biarkan saja semua seperti yang kakeknya ucapkan.“Kakek tidak percaya kamu seperti ini, Leo. Apa yang kamu lihat darinya,” kata Horison sekali lagi menatap kecewa pad
“Ibu tidak sabar membawa Dara pada pertemuan penting ini, Leo,” ujar Luna sumringah mendapatkan undangan dari orang paling berpengaruh di antara mereka semua. Siapa yang tidak mengenal keluarga Oscar, keluarga paling terpandang dan tidak terkalahkan oleh siapa pun, termasuk keluarga suaminya.Leo hanya memasang wajah datar, sudah menjelaskan pada ibunya jika mereka tidak bisa membawa Dara, tetapi rupanya Luna tidak bisa menerima peringatan dari siapa pun karena sudah terlalu benci mendengar nama Alice. Baginya, siapa yang sudah pergi sudah seharusnya tidak perlu di ingat.“Bu, aku tidak ikut campur jika terjadi hal buruk karena ibu membawa Dara,” kata Leo sengaja menakuti ibunya. Dia bahkan mereka tidak percaya diri menginjakkan kaki di kediaman itu karena tahu fakta yang kakeknya beritahu.Namun, sepertinya Luna memang tidak terpengaruh sedikit pun, baginya Alice tetaplah wanita yang tidak terlalu penting dan tidak perlu lagi diingat.“Ibu sudah menyiapkan pakaianmu. Kamu dan Dara
Sepulang dari kantornya, Silviana tidak langsung masuk ke kamarnya, ia memilih langsung ke kamar ibunya. Langkahnya pasti dan juga cepat, sampai di depan pintu, ia menghela napas panjang, takut hal yang pernah ia lihat terjadi lagi.Silviana mengetuk pintu pelan, kemudian memutar gagang pintu dan masuk. Delima menelpon tatkala melihat putrinya masuk, ia memberi senyum dan menghampiri Silviana.“Jangan memelukku, Bu,” tolak Silviana, “aku hanya ingin tahu apa yang ayah katakan padamu, tadi.”Delima menghela napas pelan dan mengangguk, ia harus menerima semua dengan lapang dada. Suami dan anaknya sudah tidak ingin disentuh olehnya lagi.Delima berjalan ke arah sofa, duduk di sana dengan wajah sendu. Begitu pun dengan Silviana, tanpa banyak bertanya ia mengekor dan duduk di hadapan ibunya. “Apa benar yang ibu katakan, Amelia akan kembali?” tanya Silviana, ia sampai tidak tenang seharian di kantor.“Ayahmu yang mengatakan itu,” jawab Delima gusar, “Ibu khawatir jika anak itu sampai menga
Di kediaman Oscar, semua sudah siap dengan sangat sempurna. Aula sudah dihias dengan sangat menarik dan indah. Maulida yang melakukan semua. Bahkan wanita itu sampai kurang tidur agar agar acara suaminya berjalan lancar. Ini adalah kesempatan untuknya, mendapat maaf dari Oscar dan juga Silviana.Sementara itu, di dalam ruang kerjanya, Oscar tidak sabar lagi mendengar semua yang Hary laporkan padanya. Hari ini adalah hari yang sangat ia tunggu sejak beberapa minggu terakhir, kedatangan putrinya kembali ke dalam rumah mereka."Bagaimana? Apa semua sudah seperti yang direncanakan?" tanya Oscar pada Hary dengan serius.Hary yang baru saja memasuki ruangan tentu terkejut karena dirinya belum juga berada di tengah ruangan, tetapi Oscar sudah bertanya padanya.Hary melangkah masuk, ia menutup pintu dengan sangat hati-hati. Kemudian berdiri di tengah ruangan dengan tubuh yang tegap.“Seperti yang Anda inginkan, Tuan,” jawab Hary, “nona sudah berada di kamarnya sejak beberapa menit yang lalu.
Lampu aula kembali menyala dengan riuh tepuk tangan yang begitu meraih. Dara dan Luna melakukan hal yang sama dengan mata berbinar, dekorasi sangat mewah dan luar biasa. Yang mereka undang pun orang-orang besar. Tidak heran melihat siapa yang mengadakan acara.Silvia menoleh pada Dara dan wanita di sebelahnya yang ia kira adalah ibu Dara, mereka terlihat sama dalam ucapan, jadi Silvia menyimpulkan seperti itu.“Kalian nikmati makanannya, ya. Aku harus menemani ayah dan ibuku di depan,” kata Silviana dengan senyum yang tulus. Dara dan Luna mengangguk, memujiku sikap Silviana yang sangat baik dan ramah. Mereka berdua bahkan sangat senang karena Silviana tidak memilih-milih berbicara dengan siapa.“Tante, nona Silviana sangat baik, ya,” kata Dara menatap Silvana yang sudah jalan menjauh.“Kamu benar, Dara,” kata Luna mulai memikirkan hal lain, “dia wanita yang sangat sempurna.”Dara yang melihat gelagat calon ibu mertuanya langsung tersadar, dengan senyum yang lembut ia pun berkata, “Ke