“Alice … aku, aku bisa jelaskan ini dengan baik padamu, tolong berbaliklah!” Saat ini keduanya telah berada di dalam lift. Leonardo membawa Alice dengan paksa tadi karena begitu khawatir dengan kelanjutan pernikahan mereka.Leonardo mendekat selangkah, mengangkat tangan dan ingin menyentuh pundak sang istri, tetapi ia ragu, merasa malu dan tak pantas.Menghela napas berat, setelah mengatur perasaannya, Alice pun berbalik. Menatap Leonardo dengan wajah tenang meski hatinya berkecamuk hancur.“Tidak perlu menjelaskan apa pun, Leon,” katanya lembut, teramat lembut hingga ia merasa nyeri di dalam hati.“Alice, kamu salah paham jika berpikir aku dan Dara–”Tersenyum kecut Alice menggeleng tanda bahwa dia tidak ingin mendengar penjelasan apa pun lagi. Leonardo menghela napas berat dan mencoba menjelaskan.“Alice, dengar, aku tidak bermaksud membuatmu merasa seperti ini. Aku …,” ucap Leonardo dengan suara gemetar, seolah mencari kata yang tepat, “aku dan Dara tidak seperti yang kamu pikirka
Luna berdiri di depan jendela kamarnya, menatap luar halaman belakang yang kini tampan tak menarik lagi. Hatinya berdesir antara rasa bersalah dan juga kebingungan.Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, bukankah ia sangat menginginkan Dara menjadi menantunya, lalu kenapa setelah kejadian ini dirinya merasa tak suka?Ia mantap ponselnya yang mendapatkan notifikasi, sebuah grup besar di mana di dalamnya ada wanita-wanita berkelas dan salah satu ada namanya di dalam.“Leo, apakah kamu kembali menguji ibu?” tanyanya dengan nada resah, pernikahan Leo dahulu membuatnya dikeluarkan dari grup yang tidak terlalu besar, tetapi siapa yang sangka bahwa kehadiran Alice justru memasukkan dirinya pada kelompok yang jauh lebih besar?Menghela napas berat, Luna kembali menatap keluar jendela, mengingat bagaimana sikap Alice yang seperti berusaha untuk menghindari pembahasan tentang Leonardo.“Apa yang terjadi? Apakan mereka memiliki masalah? Apakah Alice mulai sadar jika Leonardo tidak mencinta
Arsen mengerutkan kening menatap pria dengan paras tampan sudah berdiri di depan meja kerjanya. Menatapnya dengan tatapan tidak ramah sama sekali.Pria itu melirik ke arah Jhon yang merasa menyesal karena tidak bisa menghentikan Leonardo untuk masuk. Kemudian dengan isyarat, ia meminta Jhon untuk keluar dan menutup pintu lagi.Menghela napas berat, Arsen berdiri dan meletakkan kacamata miliknya di sebelah laptop yang masih menyala.“Ayo duduk dulu!” ajak Arsen pada tamu tak diundangnya.Satu gerakan, Hinggan membuat tubuh kekar Arsen tertarik ke belakang. Tidak hanya itu, wajah tampannya pun mendapat satu tinjuan hingga memar. Belum sempat Arsen membela diri, Leonardo kembali menyerang hingga lawan terjatuh ke sudut meja. “Di mana kamu sembunyikan istriku?” Leo menarik kerah kemeja Arsen dengan tangan siap meninju.Arsen merasakan wajah tampannya hancur, tidak hanya itu, perutnya terasa begitu sakit karena tujuan Leo yang begitu kuat.“Kenapa menanyakan istrimu padaku?” tanya Arsen
Alice terbelalak tatkala melihat siapa yang sudah berada di pintu apartemennya. Pria dengan wajah tampan dan rupawan menatapnya dengan tatapan dingin.“L-leon, kamu–”Alice terkejut tatkala Leonardo langsung mendorong dan menahannya di dinding. Deru napasnya memburu karena terlalu terkejut.Tanpa basa-basi Leonardo langsung membekap bibir manis sang istri, tidak memberi napas barang sedikit pun.“Sudah aku katakan, aku tidak akan membiarkanmu pergi, Alice Amelia,” kata Leonardo dengan suara dalam setelah melepas ciumannya.“Le-leon, aku–”Lagi-lagi Leonardo membekap bibir manis istrinya, tidak membiarkan Alice menjelaskan apa pun sebelum dirinya merasa puas.“Aku tidak ingin mendengarkan dirimu lagi, aku tidak akan biarkan kamu terus merusak otak dan hatiku,” katanya dengan tatapan penuh kerinduan.Leonardo menyeringai tajam, ia membawa Alice dalam gendongannya dan melangkah masuk ke dalam ruangan yang diyakini adalah kamar sang istri.Alice terlempar dengan kerasnya di atas ranjang,
Di rumah mewah bernuansa klasik. Pria dengan wajah masih terlihat tampan itu menutup telepon dengan membuang napas lelah. Beberapa tidak hari tidak melihat putrinya membuatnya penasaran di mana Alice bersembunyi.“Di mana kak Amelia, Ayah?” tanya Silvia yang berada di dalam ruang kerja ayahnya. Gadis manis itu memang sengaja menanyakan di mana keberadaan kakaknya pada sang ayah.“Di apartemen milik ibunya,” jawab Oscar tenang. Silvia tersenyum kecil, ia bahkan tidak tahu di mana apartment itu. Juga tidak tahu di mana harta lain ayahnya yang masih tersembunyi.Bodoh? Itulah yang dia dan ibunya sandang. Mereka tidak tahu di mana kekayaan Oscar atas nama ibu Alice yang lain.Oscar meminta Silvia duduk di dekatnya, putri dan istrinya ini memang terkesan lebih menurut dibandingkan Alice putrinya.“Bagaimana pekerjaanmu?” tanya Oscar serius.“Semua berjalan baik, Ayah. Beberapa hari ke depan, aku juga akan ke luar kota untuk memeriksa kantor yang di sana,” lapor Silvia senang dengan kesibu
“Kamu tidak makan?” Leo menggantung sendok di dekat mulutnya. Ia menatap Alice yang tidak menyentuh sendok nasi sedikit pun.“Makan saja. Aku sudah makan lebih dahulu,” jawab Alice masih enggan menatap mata suaminya. Takut luluh dan dia kembali menjadi wanita bodoh.Leonardo meletakkan sendoknya lagi dan mendorong piringnya kesamping. Ia meraih tangan Alice dan menganggapnya erat.“Masih marah padaku?”Alice tersenyum getir, haruskan dia mengatakan jika dia baik-baik saja? Haruskah dia mengatakan jika dia bahagia mengetahui suaminya bermalam dengan wanita lain? Apakah Leo tidak memikirkan bagaimana hancurnya harinya?Menghela napas berat, Alice menggeleng. “Marah untuk apa? Aku sudah menyadari semua jadi jangan khawatirkan apa pun.”Wajah Leo mengetat. Bagaimana dia akan bicarakan ini pada Alice. Wanita di hadapannya terlalu keras kepala dan susah untuk dibuat mengerti. Leonardo berdiri dari duduknya. Ia berjalan ke arah sofa dan meraih jas miliknya. “Melihat itu, Alice lantas berdi
“Selamat pagi, Leo.” Dara memasuki ruangan dengan senyum yang ramah. Sejak semalam dia sudah memikirkan banyak cara untuk membuat Leo kembali menerima dirinya. Sudah satu Minggu terakhir dan pria yang dicintainya tidak mau bersikap baik lagi.“Selamat pagi juga, Nona Dara,” balas Bram yang ternyata ada di dalam ruangan. Dara menoleh dan mendapati pria dengan penampilan selalu rapi, menatapnya dengan tatapan seperti biasa—misterius.“Selamat pagi, Pak Bram. Saya tidak mengira jika Anda ada di dalam,” kata Dara membalas sapaan Bram. Kemudian menoleh pada Leo yang masih sibuk dengan pekerjaannya di atas meja.“Saya dan Pak Leo sedang membahas soal liburan jadi—”“Kalian akan berlibur? Kebetulan sekali saya ingin ikut,” kata Dara cepat memotong ucapan Bram. Wanita itu begitu antusiasnya membahas soal liburan, mengira jika dengan ini dia dan Leo bisa saling dekat lagi.Bram melirik ke arah Leo yang tidak terganggu sedikit pun. Ia tahu jika bosnya tengah fokus pada sesuatu. Bram mendekat,
“Ada apa dengan wajahmu?” tanya Bram pada Dara yang terlihat sangat kesal setelah keluar dari toilet.“Pak Bram tidak perlu tahu,” jawabnya ketus. Hatinya begitu sakit atas ucapan Alice padanya, wanita itu berani sekali membuatnya gemetar seperti ini.Bram melihat ke belakang, mencari penyebab Dara yang mendadak pucat, “Kamu bertemu hantu?”Dara menoleh cepat. Bibirnya menyeringai tipis. “Ya, hantu perempuan. Pak Bram jika berani melakukan kesalahan, saya pastikan Anda langsung dipecat.”Alis Bram terlihat mengkerut, kemudian dia berdecak dan menatap Dara kembali, “Pergi ke pusat pembelanjaan, bos memintamu mencari ini di sana.”Baram menyerahkan kertas selembar yang berisi banyak sekali list yang Leo inginkan. Ia membaca dengan teliti dan tahu jika semua itu untuk Alice.“Aku tidak bisa. Pak Bram tidak lihat pekerjaanku sangat banyak?” tolaknya keras.“Kamu berani menolak perintah nona Dara? Ini bos langsung perintahkan,” kata Bram merasa gemas sendiri.“Saya tidak bisa. Saya–” Dara