Mendapati pertanyaan itu, seketika Ale terdiam. Dia tidak tahu dia kesal atau hanya kecewa. Namun, rasanya dia benar-benar tidak nyaman dengan permintaan sang mama.“Aku tidak tahu, Kak. Mungkin hanya kecewa. Kenapa Mama meminta aku memompa ASI padahal aku mampu memberikannya secara langsung. Dan lagi, kenapa juga Baby Dima harus minum dari botol.” Ale meluapkan kekesalannya pada sang suami.Alca mengerti sekali perasaan sang istri. Pasti sebagai ibu dia pastinya ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Apalagi memberikan ASI secara langsung.“Apa mama mau memisahkan aku dari Dima?” Tiba-tiba pikiran itu terlintas di pikiran Ale.“Kenapa kamu berpikir seperti itu?” Alca tidak pernah berpikir sejauh itu. Mungkin Mama Mauren hanya ingin yang terbaik, tetapi bukan memisahkan Ale dan Dima juga.“Mama Mauren tadi mengatakan jika aku harus memompa ASI agar saat aku meninggalkan Dima, dia bisa minum susu dari botol.” Ale mencoba mengingatkan hal itu.Alca masih belum yakin jika alasan Ma
Alca yakin ini ada kesalahpahaman. Sampai-sampai Ale menuduh Mama Mauren seperti itu. “Al, tenang dulu.” Dia berusaha untuk menenangkan sang istri.Ale bukannya semakin tenang, tetapi justru semakin menangis. Dia takut jika sang mama mertua akan membawa anaknya. Tak mau hal itu terjadi, dia mengeratkan pelukan pada sang anak.Mama Arriel melihat situasi tidak baik-baik saja. Dia memilih menghampiri Mama Mauren. “Ayo kita keluar.”“Tapi, Riel, aku tidak bermaksud seperti itu.” Mama Mauren berusaha menjelaskan.“Aku tahu.” Mama Arriel mengajak Mama Mauren untuk segera keluar.Tak mau memperkeruh keadaan Mama Mauren segera keluar dari kamar Ale. Mama Arriel membantu iparnya untuk keluar dari kamar. Papa David dan Papa Adriel pun ikut keluar. Memberikan ruang pada Ale.Kini di kamar tinggal Ale dan Alca saja. Namun, Ale masih memeluk anaknya begitu erat sekali. Seolah tidak mau melepaskannya.“Al, taruh dulu Dima. Kasihan dia.” Alca melihat Ale terlalu erat memeluk sang anak.Ale tetap ma
Mendapati pertanyaan itu, Mama Mauren langsung berdiri. Dia segera kembali ke kamar Ale. Semua ikut berdiri. Mama Arriel, Papa David, dan Papa Adriel segera mengejar Mama Mauren. Takut ada perdebatan lagi.Mama Mauren segera membuka pintu tanpa permisi. Dilihatnya Ale dan Alca sedang bicara berdua. “Mama ingin bicara.” Mama Mauren merasa ini harus diluruskan. Jadi dia harus bicara dengan Ale.Ale dan dan Alca begitu terkejut dengan kedatangan Mama Mauren secara tiba-tiba lagi. Ale kembali ketakutan lagi anaknya akan diambil oleh Mama Mauren.“Al, kita harus bicara, agar tidak ada kesalahpahaman.” Alca mencoba membujuk sang istri.Ale merasa memang harus tahu alasan mertuanya itu. Agar ketakutannya hilang. Dia mengangguk. Segera berdiri sambil memegangi Alca. Sebelum keluar dari kamar, dia melihat ke arah anaknya lebih dulu. Memastikan anaknya akan aman.Alca menatap sang istri. Meyakinkan sang istri jika sang anak akan baik-baik saja.Ale berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Lagi pula
Semua langsung mengalihkan pandangan pada Alca. Di tengah-tengah ketenggangan, bisa-bisanya Alca bertanya hal itu. Tentu saja itu membuat mereka menatap tajam pada Alca.“Sabar, Al.” Mama Arriel menjewer telinga Alca.“Auch … auch ….” Alca langsung mengaduh.Semua orang tertawa. Ale yang menangis pun ikut tersenyum. Dia merasa berada di dalam lingkungan keluarga Dima adalah sebuah anugerah. Terlalu jahat jika dirinya sampai berpikiran buruk pada mereka semua. Padahal jelas mereka menyayanginya. Apalagi menerimanya dengan baik meskipun Dima sudah tidak ada.Mama Mauren meminta Alca mengajak Ale untuk ke kamarnya. Meminta menantunya untuk banyak-banyak istirahat. Apalagi baru beberapa hari dia melahirkan. Mama Mauren merasa masalah sudah selesai. Jadi tidak ada yang perlu diselesaikan. Berharap tidak akan ada masalah lagi di kemudian hari.***“Cucu Nenek yang tampan.” Mama Mauren mencium pun Baby Dima yang baru saja bangun. Saat bangun seperti ini tentu saja adalah waktu yang tepat unt
Mendapati permintaan sang suami, dengan cepat Ale mendaratkan kecupan di bibir sang suami. Bayaran untuk pujian yang baru saja diberikan sang suami. Yang tentu saja membuat hatinya berbunga-bunga.“Itu tadi ciuman?” tanya Alca ketika sang istri menjauhkan bibirnya.“Iya.” Ale mengangguk.“Itu kecupan. Kalau ciuman seperti ini.” Alca segera menarik tengkuk sang istri dan mendaratkan bibirnya tepat di bibirnya sang istri. Alca menyesap bibir manis milik sang istri. Merasakan manisnya bibir sang istri. Kerinduan yang teramat besar pada bibir manis dan menggoda itu membuatnya tak melepaskan kesempatan itu.Tak hanya Alca sebenarnya yang merindukan hal itu, tetapi Ale juga. Karena itu, dia pun membalas ciuman itu. Membalas setiap gerakan yang dilakukan Alca.Suara kecapan pun terdengar nyaring di dalam kamar. Mengisi keheningan di dalam kamar.Saat merasa keheningan begitu menyelimuti, Alca teringat akan sesuatu. Dengan segera dia melepaskan tautan bibirnya. Alca melihat ke box bayi. Menca
Sudah dua minggu Mama Mauren tinggal di rumah Ale dan Alca. Dia sengaja tinggal di sana agar bisa menjaga menantu dan cucunya. Namun, karena Ale sudah pintar mengurus anak. Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi. Ale bisa dilepas sendiri ketika menjaga anaknya.“Mama akan sering ke sini. Jadi jangan khawatir.” Mama Mauren memeluk Ale. “Iya, Ma.” Ale mengangguk. Dia merasa sedih ketika ditinggal mama mertuanya, tetapi memang dia harus sendiri. Membangun keluarganya sendiri. Terutama bekerja sama dengan Alca untuk menjaga anaknya.Mama Mauren beralih pada cucunya. “Sayang, Nenek akan sering-sering ke sini. Jadi kamu baik-baik dengan papa dan mama.” Dia mendaratkan kecupan di pipi sang anak.“Jika ada apa-apa. Jangan sungkan untuk menghubungi.” Papa David menepuk bahu Alca.“Tentu, Pa.” Alca mengangguk.“Kalau begitu Mama dan Papa juga pamit.” Mama Arriel menautkan pipi pada Ale. Sejak pagi dia dan suaminya di rumah Alca dan Ale. Bermain dengan si kecil. Kini saat Mama Mauren dan Pap Davi
“Cepatlah pakai bajumu. Kamu membuat aku takut.” Alca memilih mengalahkan pandangan. Takut sekali jika dia akan tergoda dengan sang istri. Bisa-bisa nanti dia memaksa istrinya sebelum waktunya.Mendengar ucapan suaminya, membuat Ale buru-buru untuk kembali ke kamar mandi. Bajunya masih ada di sana. Jadi dia harus segera memakai bajunya.Ale berlari secepat kilat. Tak mau sampai suaminya berubah pikiran. Itu pasti sangat bahaya jika tiba-tiba sang suami mau melakukannya.Alca melihat sang istri yang langsung kabur. Senyum manis tertarik di sudut bibirnya. Merasa jika sang istri sama takutnya. Alca beralih pada anaknya.“Jika waktunya tepat, nanti Papa akan berikan kamu adik.” Alca membelai lembut tubuh sang anak. Tak sabar dia ingin menambah anak lagi. Namun, sebelum hari itu tiba, tentu saja dia harus menunggu sang istri siap untuk disentuh. Waktu yang ditunggu-tunggunya.***Setiap hari Mama Mauren datang bergantian dengan Mama Arriel. Mereka sengaja membuat jadwal datang agar keduan
Ale tampak berpikir. Jika ke luar kota, dia harus meninggalkan anaknya lebih lama. Hal itu membuat Ale belum tega. “Bisakah kita hanya di dalam kota saja? Mungkin menyewa hotel yang jaraknya tidak jauh dari sini? Aku belum siap jika meninggalkan Dima jauh-jauh.”“Apa kamu khawatir pada Dimdim?” tanya Alca memastikan.“Iya, aku khawatir.” Ale merasa takut meninggalkan Dima jauh dan lama.“Baiklah, aku akan cari tempat yang dekat saja. Agar kita bisa pulang kapan saja jika Dimdim kenapa-kenapa.” Alca merasa tidak masalah jika mencari tempat yang dekat. Lagi pula juga mereka hanya akan di sana dua hari saja. Ale sudah mengatakan jika tidak akan berlama-lama meninggalkan anaknya.***Hari ini Ale dan Alca memeriksakan anaknya ke dokter anak. Mama Arriel dan Mama Mauren juga turut hadir. Mereka ikut serta memeriksakan Baby Dima.Saat hendak diperiksa, Baby Dima begitu anteng sekali. Padahal bayi-bayi sebelumnya menangis. Hal itu membuat Ale merasa bersyukur anaknya tidak rewel sama sekali.