“Ra, Ale istriku. Aku punya tanggung jawab atas dia. Maaf, aku tidak bisa memenuhi janjiku.” Alca melepaskan tangan Zira. Kemudian pergi meninggalkan Zira. Alca tidak bisa membiarkan Ale pergi begitu saja. Itu sangat bahaya. Apalagi Ale sedang hamil. Zira terperangah ketika melihat Alca lebih memilih wanita lain dibanding dirinya. Hancur sudah hati Zira ketika melihat Alca berniat meninggalkannya. Seperti sang mama yang ditinggal papanya, ternyata Zira akan ditinggal juga oleh Alca. Mereka sama-sama akan ditinggal demi wanita lain. Zira tidak bisa terima ini. Ini adalah pukulan berat untuknya. Terlebih lagi dia begitu mencintai Alca. Seketika Zira berpikir untuk mempertahankan Alca. Tak akan mau melepaskan Alca. Zira mengedarkan pandangannya. Melihat ke sekitar untuk mencari sesuatu yang dapat digunakan. Saat Alca mengayunkan langkahnya keluar, Zira mengayunkan langkahnya ke meja yang berada di ruangan Loveta. Zira memecahkan gelas yang ada di sana. Kemudian mengarahkan pecahan gel
Alca mengantarkan Zira untuk pulang ke apartemen. Zira terus menangis ketika Alca memutuskan untuk pergi darinya. Di saat seperti ini, Alca pusing karena tidak tahu harus berbuat apa. Di sisi lain dia tidak bisa melepaskan Ale karena istrinya itu adalah tanggung jawabnya, sedangkan melepaskan Zira, membuat gadis itu begitu terluka. Beruntung apartemen tidak terlalu ramai. Jadi mereka tidak jadi tontonan. Karena sepanjang jalan Zira masih menangis. Sesampainya di apartemen, Alca mencoba kembali menenangkan Zira. “Apa bisa kita bicara baik-baik?” Alca yang duduk di samping Zira, memutar tubuhnya menghadap ke Zira. Dia harus menyelesaikan semua dengan baik. “Coba tenangkan dirimu. Jangan membuat aku semakin bingung seperti sekarang.” “Kenapa kamu tidak mengatakannya? Sejak kapan kamu menikah?” Masih banyak sekali pertanyaan di kepala Zira. Tentu saja hanya Alca yang dapat menjawab itu semua. Alca merasa bersyukur ketika Zira dapat diajak bicara. “Setelah Dima meninggal dia menul
Alca sampai di rumah. Di rumah ada mama dan papanya. Mereka menunggu Alca sedari tadi. “Ale mana, Ma?” Alca langsung melempar pertanyaan pada sang mama. “Ale masuk ke kamar. Dia bilang sedang tidak mau diganggu.” Tadi saat sampai rumah, Mama Arriel mendapatkan info dari suaminya jika sang menantu ingin sendiri. Dia meminta sang mertua untuk mengerti. Sejak tadi pun akhirnya Mama Arriel tidak mengganggu. “Aku akan coba bicara dengan Ale.” Tetap Alca tidak mau mendengar ucapan sang mama. Dia tetap ingin bicara dengan Ale. Mama Arriel tidak bisa mencegah apa yang dilakukan oleh Alca. Membiarkan sang anak menyelesaikan masalahnya.Dengan segera Alca ke kamar Ale. Mengetuk pintu kamar Ale. “Al, bisakah kita bicara dulu. Al, aku bisa jelaskan semuanya.” Alca mencoba membujuk Ale. Terus mengetuk pintu. Sayangnya, tidak ada jawaban dari dalam kamar. Ale tidak mau sama sekali bertemu dengan Alca. “Al, aku mohon. Aku bisa jelaskan semua. Dengarkan penjelasanku dulu.” Alca terus mencoba
Di kamar Ale mendengar suara Alca yang mengetuk pintu, tetapi dia tidak bergeming sama sekali. Tak mau bertemu Alca untuk saat ini. Ale berada di tempat tidur seraya memeluk foto Dima. Hati Ale terluka dengan kebohongan yang dilakukan Alca. “Kenapa di saat aku sudah terbuai cintanya, dia justru melukai aku?” Ale menangis. Di saat jatuh cinta justru harus terluka. Padahal dia sudah begitu percaya sekali dengan Alca. Yakin jika membuka hati setelah kepergian Dima.Ale jadi ragu jika Alca benar-benar mencintainya. Terbukti jika Alca menjalin hubungan dua wanita sekaligus. Terlebih lagi keduanya tidak ada yang tahu. Artinya Alca memang pandai berbohong. “Kenapa kamu menitipkan aku padanya, Dim?” Ale mengeratkan pelukannya. Ale merasa jika Dima salah mengambil keputusan. “Kamu berharap dia menjagaku, tetapi yang ada dia melukaiku.” Bagaimana Alca yang tak langsung mengejarnya, membuat Ale yakin jika Alca masih menyimpan rasa pada kekasihnya. Artinya ada dua cinta di hati Alca.Ale terus
Zira menangis ketika bangun. Apalagi dia tidak mendapati Alca di dekatnya.“Ra, tenanglah.” Mama Zaida berusaha untuk menenangkan sang anak. “Aku tidak mau Alca meninggalkan aku, Ma.” Zira terus meronta-ronta. Dia benar-benar merasa kecewa dengan yang dilakukan oleh Alca. “Sabar, Ra.” Mama Zaida memeluk sang anak. Dia berusaha untuk menenangkan sang anak. Sebenarnya, Mama Zaida tidak tahu kenapa anaknya bersikap seperti itu. Zira hanya bisa menangis. Masih tidak terima dengan apa yang dilakukan Alca. Cukup lama Mama Zaida menenangkan Zira. Hingga akhirnya Zira tertidur. Melihat anaknya yang kacau seperti itu, membuat Mama Zaida bertanya-tanya. Kenapa sebenarnya. Rasa penasaran itu akhirnya mengantarkan Mama Zaida menghubungi Alca. Dia ingin tahu apa yang menyebabkan hal itu terjadi. “Al, aku ingin bertemu denganmu sekarang!” Mama Zaida tidak bisa menunda untuk bertemu dengan Alca. Karena dia ingin tahu apa yang terjadi pada anaknya. “Baiklah, saya akan ke sana. Tolong temui say
“Ale.” Suara Mama Mauren terdengar. Alca yang baru saja turun dari anak tangga begitu terkejut karena Mama Mauren datang pagi-pagi. Ada rasa takut ketika Mama Mauren datang karena kemarin Mama Mauren ada di toko milik kakaknya. Takut Mama Mauren tahu kejadian kemarin. “Mama datang pagi-pagi sekali.” Alca menyapa Mama Mauren. Saat langkahnya sampai di depan Mama Mauren, Alca meraih tangan Mama Mauren. “Mama dengar jika Ale kelelahan kemarin. Jadi Mama ke sini pagi-pagi.” Mama Mauren mencoba menjelaskan alasannya untuk datang. Alca bersyukur ternyata Mama Mauren datang bukan untuk membahas masalahnya. Hanya menanyakan keadaan istrinya. Ini pasti berkat sang kakak yang menutupi semuanya. “Ale ada di kamar, Ma. Coba Mama ketuk saja pintunya.” Alca sadar jika dirinya yang mengetuk pintu, pastinya tidak akan dibukakan. “Baiklah, aku akan mengetuknya.” Mama Mauren tidak curiga sekali dengan ucapan Alca. Dengan segera Mama Mauren langsung ke kamar Ale. Mengetuk kamar Ale. Alca menunggu
Alca langsung bergegas menyusul Ale. Duduk tepat di samping Ale. Tangannya kembali melingkar di pinggang Ale.Apa yang dilakukan Alca itu membuat Ale kesal sekali, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, mengingat ada Mama Mauren di depannya. “Memang apa yang kamu rasakan, Al?” Mama Mauren menatap Ale. Dia begitu penasaran sekali dengan keadaan sang menantu. “Hanya kakiku saja yang sakit, Ma. Mungkin karena di sana berdiri terus. Jadi aku merasa pegal.” Ale memberikan alasan yang menurutnya masuk akal. Mama Mauren melihat kaki Ale yang memang sedikit bengkak. “Al, harusnya kamu memijat istrimu saat Ale pegal.” Mama Mauren menatap Alca. Menurutnya itu adalah perhatian yang perlu diberikan Alca pada Ale di saat kehamilan.Alca mengalihkan pandangan ke mana Mama Mauren melihat. Ternyata yang dilihat adalah kaki Ale. “Sebenarnya aku sudah sering memintanya, Ma. Tapi, dia beralas terus.” Alca memberikan alasan. “Al, jangan menolak jika Alca sedang ingin membantumu. Apalagi jika kamu kel
“Apa yang Kak Alca ingin jelaskan. Semua sudah jelas.” Ale memilih melewati Alca. Alca segera berbalik untuk mengejar Ale lagi. Menghadang Ale yang berjalan. “Apa yang dilihat terkadang tidak sama dengan yang terjadi, Al. Maka dengarkan aku dulu.” Alca mencoba meyakinkan Ale. Hanya cara ini yang bisa dilakukan. “Baiklah, aku akan dengarkan.” Ale berbalik. Memilih untuk duduk di sofa yang berada di ruang keluarga. Dia menunggu Alca untuk menceritakan semuanya. Alca bersyukur Ale mau mendengarkannya. Paling tidak mendengar penjelasannya dapat membuat Ale memaafkannya. Dengan segera Alca duduk di sofa yang berada di ruang keluarga. Berhadapan dengan Ale.“Al, aku memang memiliki kekasih ketika menikah denganmu. Bahkan jauh sebelum menikah denganmu. Gadis itu bernama Zira. Kami menjalin hubungan sejak lama. Saat itu aku sudah menolak pernikahan kita karena aku memiliki kekasih, tetapi mama memaksa. Saat mengetahui kamu menolak menikah denganku, aku terbawa emosi dan memutuskan meni