“Kamu bisa jelaskan semua ini?” Mama Arriel menatap Alca.Alih-alih Ale atau Zira yang bertanya, justru sang mama yang bertanya. Alca sudah seperti dihadapkan dengan hukuman mati yang tidak dapat lari ke mana pun. Ale memilih diam. Karena sejujurnya dia bingung. Pengakuan wanita di depannya sebagai kekasih Alca membuatnya benar-benar terluka.Zira menatap satu per satu orang yang ada di ruangan tersebut. Dia merasa aneh. Karena sikap semuanya berubah. Termasuk dengan Alca. “Sebenarnya ada apa ini?” tanya Zira. “Mau Mama yang jelaskan atau kamu yang jelaskan?” Mama Arriel menatap Alca. Merasa jika semua harus segera diselesaikan. “Biar aku yang jelaskan, Ma.” Alca yang sempat tertunduk, menegakkan kepalanya untuk menatap sang mama. Mama Arriel bersyukur anaknya berani bertanggung jawab. Karena Alca yang harus mengakhiri drama ini. Alca menatap Zira. Walaupun hatinya berat, tetapi semua sudah harus dikatakan. “Ra, sebenarnya aku sudah menikah.” Alca mengucapkan kalimat pertamanya.
“Ra, Ale istriku. Aku punya tanggung jawab atas dia. Maaf, aku tidak bisa memenuhi janjiku.” Alca melepaskan tangan Zira. Kemudian pergi meninggalkan Zira. Alca tidak bisa membiarkan Ale pergi begitu saja. Itu sangat bahaya. Apalagi Ale sedang hamil. Zira terperangah ketika melihat Alca lebih memilih wanita lain dibanding dirinya. Hancur sudah hati Zira ketika melihat Alca berniat meninggalkannya. Seperti sang mama yang ditinggal papanya, ternyata Zira akan ditinggal juga oleh Alca. Mereka sama-sama akan ditinggal demi wanita lain. Zira tidak bisa terima ini. Ini adalah pukulan berat untuknya. Terlebih lagi dia begitu mencintai Alca. Seketika Zira berpikir untuk mempertahankan Alca. Tak akan mau melepaskan Alca. Zira mengedarkan pandangannya. Melihat ke sekitar untuk mencari sesuatu yang dapat digunakan. Saat Alca mengayunkan langkahnya keluar, Zira mengayunkan langkahnya ke meja yang berada di ruangan Loveta. Zira memecahkan gelas yang ada di sana. Kemudian mengarahkan pecahan gel
Alca mengantarkan Zira untuk pulang ke apartemen. Zira terus menangis ketika Alca memutuskan untuk pergi darinya. Di saat seperti ini, Alca pusing karena tidak tahu harus berbuat apa. Di sisi lain dia tidak bisa melepaskan Ale karena istrinya itu adalah tanggung jawabnya, sedangkan melepaskan Zira, membuat gadis itu begitu terluka. Beruntung apartemen tidak terlalu ramai. Jadi mereka tidak jadi tontonan. Karena sepanjang jalan Zira masih menangis. Sesampainya di apartemen, Alca mencoba kembali menenangkan Zira. “Apa bisa kita bicara baik-baik?” Alca yang duduk di samping Zira, memutar tubuhnya menghadap ke Zira. Dia harus menyelesaikan semua dengan baik. “Coba tenangkan dirimu. Jangan membuat aku semakin bingung seperti sekarang.” “Kenapa kamu tidak mengatakannya? Sejak kapan kamu menikah?” Masih banyak sekali pertanyaan di kepala Zira. Tentu saja hanya Alca yang dapat menjawab itu semua. Alca merasa bersyukur ketika Zira dapat diajak bicara. “Setelah Dima meninggal dia menul
Alca sampai di rumah. Di rumah ada mama dan papanya. Mereka menunggu Alca sedari tadi. “Ale mana, Ma?” Alca langsung melempar pertanyaan pada sang mama. “Ale masuk ke kamar. Dia bilang sedang tidak mau diganggu.” Tadi saat sampai rumah, Mama Arriel mendapatkan info dari suaminya jika sang menantu ingin sendiri. Dia meminta sang mertua untuk mengerti. Sejak tadi pun akhirnya Mama Arriel tidak mengganggu. “Aku akan coba bicara dengan Ale.” Tetap Alca tidak mau mendengar ucapan sang mama. Dia tetap ingin bicara dengan Ale. Mama Arriel tidak bisa mencegah apa yang dilakukan oleh Alca. Membiarkan sang anak menyelesaikan masalahnya.Dengan segera Alca ke kamar Ale. Mengetuk pintu kamar Ale. “Al, bisakah kita bicara dulu. Al, aku bisa jelaskan semuanya.” Alca mencoba membujuk Ale. Terus mengetuk pintu. Sayangnya, tidak ada jawaban dari dalam kamar. Ale tidak mau sama sekali bertemu dengan Alca. “Al, aku mohon. Aku bisa jelaskan semua. Dengarkan penjelasanku dulu.” Alca terus mencoba
Di kamar Ale mendengar suara Alca yang mengetuk pintu, tetapi dia tidak bergeming sama sekali. Tak mau bertemu Alca untuk saat ini. Ale berada di tempat tidur seraya memeluk foto Dima. Hati Ale terluka dengan kebohongan yang dilakukan Alca. “Kenapa di saat aku sudah terbuai cintanya, dia justru melukai aku?” Ale menangis. Di saat jatuh cinta justru harus terluka. Padahal dia sudah begitu percaya sekali dengan Alca. Yakin jika membuka hati setelah kepergian Dima.Ale jadi ragu jika Alca benar-benar mencintainya. Terbukti jika Alca menjalin hubungan dua wanita sekaligus. Terlebih lagi keduanya tidak ada yang tahu. Artinya Alca memang pandai berbohong. “Kenapa kamu menitipkan aku padanya, Dim?” Ale mengeratkan pelukannya. Ale merasa jika Dima salah mengambil keputusan. “Kamu berharap dia menjagaku, tetapi yang ada dia melukaiku.” Bagaimana Alca yang tak langsung mengejarnya, membuat Ale yakin jika Alca masih menyimpan rasa pada kekasihnya. Artinya ada dua cinta di hati Alca.Ale terus
Zira menangis ketika bangun. Apalagi dia tidak mendapati Alca di dekatnya.“Ra, tenanglah.” Mama Zaida berusaha untuk menenangkan sang anak. “Aku tidak mau Alca meninggalkan aku, Ma.” Zira terus meronta-ronta. Dia benar-benar merasa kecewa dengan yang dilakukan oleh Alca. “Sabar, Ra.” Mama Zaida memeluk sang anak. Dia berusaha untuk menenangkan sang anak. Sebenarnya, Mama Zaida tidak tahu kenapa anaknya bersikap seperti itu. Zira hanya bisa menangis. Masih tidak terima dengan apa yang dilakukan Alca. Cukup lama Mama Zaida menenangkan Zira. Hingga akhirnya Zira tertidur. Melihat anaknya yang kacau seperti itu, membuat Mama Zaida bertanya-tanya. Kenapa sebenarnya. Rasa penasaran itu akhirnya mengantarkan Mama Zaida menghubungi Alca. Dia ingin tahu apa yang menyebabkan hal itu terjadi. “Al, aku ingin bertemu denganmu sekarang!” Mama Zaida tidak bisa menunda untuk bertemu dengan Alca. Karena dia ingin tahu apa yang terjadi pada anaknya. “Baiklah, saya akan ke sana. Tolong temui say
“Ale.” Suara Mama Mauren terdengar. Alca yang baru saja turun dari anak tangga begitu terkejut karena Mama Mauren datang pagi-pagi. Ada rasa takut ketika Mama Mauren datang karena kemarin Mama Mauren ada di toko milik kakaknya. Takut Mama Mauren tahu kejadian kemarin. “Mama datang pagi-pagi sekali.” Alca menyapa Mama Mauren. Saat langkahnya sampai di depan Mama Mauren, Alca meraih tangan Mama Mauren. “Mama dengar jika Ale kelelahan kemarin. Jadi Mama ke sini pagi-pagi.” Mama Mauren mencoba menjelaskan alasannya untuk datang. Alca bersyukur ternyata Mama Mauren datang bukan untuk membahas masalahnya. Hanya menanyakan keadaan istrinya. Ini pasti berkat sang kakak yang menutupi semuanya. “Ale ada di kamar, Ma. Coba Mama ketuk saja pintunya.” Alca sadar jika dirinya yang mengetuk pintu, pastinya tidak akan dibukakan. “Baiklah, aku akan mengetuknya.” Mama Mauren tidak curiga sekali dengan ucapan Alca. Dengan segera Mama Mauren langsung ke kamar Ale. Mengetuk kamar Ale. Alca menunggu
Alca langsung bergegas menyusul Ale. Duduk tepat di samping Ale. Tangannya kembali melingkar di pinggang Ale.Apa yang dilakukan Alca itu membuat Ale kesal sekali, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, mengingat ada Mama Mauren di depannya. “Memang apa yang kamu rasakan, Al?” Mama Mauren menatap Ale. Dia begitu penasaran sekali dengan keadaan sang menantu. “Hanya kakiku saja yang sakit, Ma. Mungkin karena di sana berdiri terus. Jadi aku merasa pegal.” Ale memberikan alasan yang menurutnya masuk akal. Mama Mauren melihat kaki Ale yang memang sedikit bengkak. “Al, harusnya kamu memijat istrimu saat Ale pegal.” Mama Mauren menatap Alca. Menurutnya itu adalah perhatian yang perlu diberikan Alca pada Ale di saat kehamilan.Alca mengalihkan pandangan ke mana Mama Mauren melihat. Ternyata yang dilihat adalah kaki Ale. “Sebenarnya aku sudah sering memintanya, Ma. Tapi, dia beralas terus.” Alca memberikan alasan. “Al, jangan menolak jika Alca sedang ingin membantumu. Apalagi jika kamu kel
Pembawa acara memanggil Alcander Janitra dan Alegra Cecilia pemilik Janitra Grup untuk memberikan sambutan pada para tamu undangan. Mereka memperkenalkan penerus dari Janitra Grup tersebut. Ada Dima Janitra berserta istri dan anaknya. Ada Arlo Alcander Janitra bersama sang istri.Semua orang akhirnya tahu jika Almeta adalah istri dari Arlo. Apalagi nama Almeta disebut dengan jelas oleh pembawa acara.Rafael yang melihat hal itu akhirnya pasrah. Dia sepertinya memang sudah harus merelakan Almeta untuk selamanya karena Almeta benar-benar sudah menjadi istri Arlo seutuhnya.Pesta begitu mewah sekali. Dihadiri oleh para tamu undangan yang didominasi oleh pengusaha-pengusaha kelas atas.“Mama senang melihat kalian sekarang sudah dekat.” Mama Ale tersenyum ketika melihat Almeta dan Arlo. Apalagi sejak tadi mereka berdua saling bergandengan tangan.“Doakan kami bisa seperti mama dan papa.” Arlo berharap jika pernikahan dengan Almeta akan berlangsung lama sampai kakek dan nenek seperti orang
Rafael begitu terkejut ketika mendengar suara Arlo yang tiba-tiba terdengar.“Pak Arlo.” Rafael menyapa Arlo.Arlo hanya menatap sejenak pada Arlo, sebelum akhirnya kembali pada mama Rafael. “Anda bilang siapa yang mau dengan Meta?” tanya Arlo menatap mama Rafael. “Itu saya. Saya yang menerima Almeta untuk dijadikan istri.” Arlo menegaskan pada mama Rafael.“Ma, sudah.” Rafael menegur sang mama.“Oh ... jadi ini orang yang menerima wanita ini.” Mama Rafael tidak mendengarkan anaknya sama sekali. Masih terus menghina Almeta dan Arlo.“Iya, kenalkan saya Arlo Alcander Janitra, manajer Janitra Grup sekaligus putra pemilik Janitra Grup.” Arlo mengulurkan tangannya pada mama Rafael. Mama Rafael begitu terkejut mendengar ucapan Arlo. Dia langsung melihat ke arah Rafael.“Dia atasanmu?” tanya sang mama.“Iya, Ma. Dia atasanku.” Rafael membenarkan ucapan sang mama.Mama Rafael terkejut ketika ternyata Arlo adalah atasan Rafael. Dia juga tidak menyangka jika Almeta menikah dengan atasan
Arlo membulatkan matanya ketika mendengar pertanyaan Almeta itu. Tidak menyangka Almeta bertanya seperti itu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Arlo.“Kak Arlo suka aku yang berambut keriting seperti Kak Zila. Kak Arlo juga meminta aku memakai semua pakaian Kak Zila.” Almeta menjelaskan apa yang membuatnya berpikir seperti itu.Arlo akhirnya tahu apa yang membuat Almeta berpikir seperti itu.“Aku memintamu mengeriting rambut karena merasa kamu cantik saat dengan rambut bergelombang. Rambutmu lebih bervolume. Aku memintamu memakai baju Zila karena merasa sayang baju itu ada di lemari. Apalagi badanmu setipe dengan Zila. Jadi tidak ada salahnya ketika kamu memakai itu. Tidak bermaksud membuatmu menjadi Zila. Aku menyukaimu karena memang kamu bukan karena kamu mirip Zila.” Arlo mencoba menjelaskan pada Almeta. Perasaannya ada bukan karena Almeta yang mirip Zila, tetapi lebih karena memang dia adalah Almeta.Almeta menatap Arlo. Mencari kebohongan dari sorot matanya.“Jika kamu
“Kak Arlo bilang jika istri Kak Arlo yang sekarang memakaikan dasi?” Almeta langsung melemparkan pertanyaan itu saat masuk ke mobil.“Iya.” Dengan entengnya Arlo menjawab.“Kenapa Kak Arlo mengatakan hal itu?” Almeta masih tidak habis pikir. Kenapa suaminya mengatakan seperti itu.“Bukankah kamu sendiri yang bilang. Biarkan mereka tahu pelan-pelan. Aku sedang memberitahu pelan-pelan.” Arlo menyeringai. Dia memang sengaja mengatakan hal itu pada Rina-sang sekretaris karena tahu berita itu akan menyebar dengan cepat. Terbukti Almeta saja sudah dengar.Almeta hanya bisa pasrah ketika mengetahui alasan Arlo itu. Memang benar adanya jika orang perlahan harus tahu.Melihat Almeta yang sudah tidak melayangkan protes, Arlo segera melajukan mobilnya untuk segera pulang.Almeta menikmati perjalanan bersama sang suami. Namun, tiba-tiba saja Almeta teringat sesuatu.“Tadi Kak Rina bilang, Kak Arlo pesan bunga untuk istri, bunga apa?” tanya Almeta penasaran.“Lihat saja di rumah.” Arlo tidak mau m
Saat tautan bibir terlepas keduanya saling malu. Ini adalah kali pertama mereka berciuman sebagai suami dan istri.“Berapa bulan kita menikah?” tanya Arlo menatap sang istri.“Enam bulan.”“Dalam enam bulan baru ini aku menciummu.” Arlo tersenyum ketika menyadari berapa lama bertahan tanpa saling menyentuh.“Tapi, aku merasa seperti mengkhianati Kak Zila.” Almeta menundukkan kepalanya. Merasa bersalah sekali ketika baru saja melakukan ciuman.“Zila justru senang jika kita mulai membuka hati.” Arlo meyakinkan Almeta.Almeta membenarkan ucapan Arlo. Memang bisa jadi kakaknya justru senang ketika melihat dirinya dan Arlo bisa membuka hati.“Bersiaplah, kita makan malam di luar.” Arlo membelai lembut wajah Almeta.“Baiklah.” Almeta mengangguk. Dia segera berlalu keluar dari kamar Arlo. Menuju ke kamarnya.Almeta yang menutup pintu merasakan debaran yang begitu kencang di dadanya. Bayangan baru saja berciuman dengan Arlo pun menghiasi pikirannya.“Aku benar-benar jatuh cinta pada Kak Arlo
“Dasi Kak Arlo mana?” Almeta menadahkan tangannya.“Untuk apa?” tanya Arlo.“Sudah cepat mana?” Almeta terus memaksa.Arlo pun segera merogoh kantung celananya. Kemudian mengeluarkan dasi di dalam kantung celananya.Dengan segera Almeta langsung mengambil dasi yang berada di tangan Arlo. Kemudian melingkarkan ke leher Arlo.Apa yang dilakukan Almeta itu membuat Arlo terkejut.“Aku baru tahu jika Kak Arlo minta Kak Rina membuat simpul dasi. Kenapa tidak meminta padaku saja? Aku pikir selama ini Kak Arlo bisa melakukannya.” Almeta menegakkan kerah kemeja Arlo. Kemudian membuat simpul pada dasi itu.Arlo memandangi Almeta yang sedang sibuk membuat simpul. Karena dia lebih tinggi dibanding Almeta. Jadi dia tinggal menundukkan kepala saja ketika melihat Almeta. Entah debaran apa yang tiba-tiba dirasakannya itu. Dia bingung sendiri.“Aku memang tidak bisa memakai sendiri. Waktu sekolah mama yang memakaikan. Saat kuliah ada Zila. Sampai menikah pun Zila yang melakukannya.” Arlo berusaha tena
“Kalian mau ke mana?” tanya salah seorang karyawan senior.“Mau makan di kantin, Kak.” Almeta yang menjawab pertanyaan tersebut.“Kalian urungkan saja. Karena Pak Arlo mengajak kita semua untuk makan bersama. Jadi kalian ikut saja bersama untuk makan di restoran.” Karyawan senior itu memberitahu dengan penuh semangat.“Wah ... lumayan, aku bisa berhemat.” Dani begitu semangat mendengar hal itu.Almeta dan Rafael saling pandang sejenak. Sampai akhirnya Almeta membuang muka.“Kalau begitu ayo.” Karyawan senior itu menarik tangan Almeta.“Ayo, Rafael.” Dani pun menarik tangan Rafael.Almeta dan Rafael tidak punya pilihan. Mereka pun ikut bersama yang lain.Almeta dan teman-temannya pergi ke restoran di dekat kantor. Selang beberapa saat barulah Arlo datang.“Terima kasih, Pak Arlo untuk traktirannya.” Salah satu karyawan menatap Arlo.“Kalian belum makan. Kenapa berterima kasih?” Arlo tersenyum. “Sudah ayo duduk dan pesanlah apa yang kalian inginkan.” Arlo menatap para karyawannya. Terma
Keduanya dalam keadaan canggung sekali. Apalagi baru saja Arlo memeluk Fazila.“Maafkan aku.” Arlo benar merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Kak. Aku yang harusnya minta maaf karena memakai baju Kak Zila, jadi membuat Kak Arlo mengira aku Kak Zila.” Almeta sadar alasan apa yang membuat Arlo memeluknya.Arlo merasa lega karena Almeta tahu alasannya memeluk. “Jadi baju ini yang kamu pinjam?” Arlo langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, aku tidak punya baju kerja, jadi aku meminjam baju Kak Zila. Nanti jika aku gajian, aku akan membeli.” Almeta mencoba memberitahu.“Tidak perlu beli. Pakai saja baju kakakmu. Lagi pula juga sayang jika baju dibiarkan di lemari begitu saja.” Arlo merasa jika lebih baik baju Fazila dipakai Almeta, dibanding Almeta harus membeli.Almeta tidak menyangka jika Arlo akan justru mengizinkannya untuk memakai semua pakaian kakaknya.“Baiklah, nanti aku akan ambil pakaian seperlunya saja.” Almeta tidak mau aji mumpung. Karena itu di akan memakai pakaian seperlunya sa
“Dengan saudara Almeta Annora?” Seseorang dari sambungan telepon terdengar bertanya.“Iya, saya sendiri. Ini dari siapa?” Almeta penasaran dengan yang siap yang berada di sambungan tersebut.“Saya, bagian HRD dari Janitra Grup, ingin memberitahu jika Anda sudah diterima bekerja di Janitra Grup.”Mendengar kabar itu Almeta langsung berbinar. Dia benar-benar senang sekali akhirnya dapat kabar jika diterima bekerja.“Silakan datang besok untuk tanda tangan kontrak.”“Baik, saya akan datang.” Almeta benar-benar terkejut sekali. Akhirnya dapat diterima di Janitra. Dia benar-benar begitu senang sekali.Akhirnya sambungan telepon mati juga. Dia langsung bersorak senang ketika akhirnya di terima di Janitra Grup.Seharian Almeta mempersiapkan diri untuk besok datang ke Janitra. Dia memilih-milih baju kerja untuk dipakai besok. Almeta baru menyadari jika dia tidak punya banyak baju ker