Share

2. Pekerjaan

Sudah menjadi kebiasaannya untuk membuat sarapan sendiri, selama di luar negeri pun Alena selalu memasak sendiri. Ia sangat jarang membeli makanan, Alena sangat menjaga kesehatan tubuhnya. Setelah dari kamar mandi Alena langsung menuju ke arah dapur.

"Masak apa ya?" gumam Alena.

Baru menapakkan kaki di dapur ia terkejut melihat banyaknya pelayan yang lalu lalang di sana. "Wow," ucapnya takjub.

"Selamat pagi nona muda!" Mereka semua kompak menyapa Alena membuat gadis itu sedikit canggung.

"Y-ya, selamat pagi juga. Em, ada yang bisa aku bantu?" tanyanya.

"Tidak perlu Nona, apakah ada menu makanan yang nona inginkan. Kami akan membuatnya," ucap kepala dapur.

Alena menggeleng, ia mengulas senyum tipis mendekat ke arah mereka semua. "Aku sudah terbiasa untuk memasak makananku sendiri. Pagi ini aku akan membantu kalian memasak!" ujarnya.

"Tidak perlu, Nona." Kepala dapur terlihat takut, jika nyonya besar sampai tahu mereka yang akan kena marah.

"Tidak apa, kalian tidak perlu sungkan denganku. Aku selalu memasak dan itu sudah menjadi rutinitasku sehari-hari."

Baru kepala dapur akan menjawab, Meylen lebih dulu datang. "Loh, sayang kok kamu ada di sini? Biarkan bibi yang masak," ucapnya.

Alena tersenyum ke arah ibu mertuanya. "Selamat pagi, Ma. Alena khusus masak pagi ini untuk mama, emang mama nggak mau nyobain masakan menantu mama?" ucap Alena.

Meylen tersenyum mendengarnya. "Kalau gitu mama juga ikut bantuin kamu masak. Bibi kerjain yang lain aja, masakan biar saya sama menantu saya yang urus!" ucap Meylen.

Alena terkekeh mendengarnya, membantu memakaikan apron pada ibu mertuanya. "Mama mau masak apa? Makanan favorit mama sama Mas Arthur?" tanya Alena.

"Arthur itu jarang makan di rumah, hidupnya nggak sehat sama sekali! Tapi sekarang mama lega deh dia punya istri seperti kamu." Meylen tersenyum hangat.

"Mama bisa aja, Alena pastikan setelah ini anak mama itu nggak akan makan sembarangan lagi!" kekehnya.

Meylen tertawa mendengarnya, keduanya memasak sembari bercerita banyak hal. Alena merasa nyaman, berada di dekat Meylen seakan ia merasakan sosok ibunya kembali.

"Oh iya, Arthur alergi sama kacang ya, Sayang. Kalau makan kacang tubuhnya langsung gatal-gatal," jelasnya.

"Baik, Ma. Alena catat," candanya.

Setelah semua masakan telah selesai, bibi membantu untuk membawanya ke meja makan. Di sana keluarga besar sudah berkumpul, Alena tersenyum menyapa mereka.

"Selamat pagi Kakek, Om, Tante, dan semuanya," ucapnya.

"Selamat pagi, Mantu. Wah, kompak banget mertua sama mantu pagi-pagi udah masak!" ucap saudara ipar Meylen.

"Biar kakek coba masakan menantu sama cucu menantu!" ucapnya membuat Alena tersenyum malu. Ia mengambilkan untuk kakek Abi.

"Suami kamu mana sayang kok belum kelihatan?" tanya Tante Melisa.

Alena tersenyum canggung. "Masih di kamar, Tan. Tadi sih lagi mandi mungkin lagi siap-siap," ucapnya.

Tak lama kemudian Arthur turun, rambutnya yang basah membuatnya terlihat segar dan terlihat sekali jika ia baru selesai mandi.

"Waduh, waduh pengantin baru kesiangan, habis berapa ronde semalam!" Godaan itu berasal dari saudara sepupu Arthur, Sebastian.

"Lima," balas Arthur datar lalu duduk di sebelah Alena.

Seluruh keluarga di sana tertawa berbeda dengan Alena yang menutup wajah lantaran malu. Apa-apaan maksud Arthur barusan, semalam bahkan tidak terjadi pertarungan apapun antara dirinya dan juga Athur. Karangan yang luar biasa.

Alena tersenyum ia berdiri dari duduknya mengambilkan makanan untuk suaminya. "Kamu mau makan sama apa?" tanya Alena dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya.

"Terserah." Alena memutar bola matanya malas, jawabannya seperti perempuan saja.

Tawa Tian menggelegar ia bahkan memukul lengan Arthur tanpa sengaja. "Wajah lo bisa ngasih ekspresi dikit nggak, datar banget! Yang baik lo sama istri, tidur di luar gue syukurin lo!" ledek Tian ia terlihat sangat puas menganggu Arthur sejak tadi.

Arthur menatapnya tajam, ia tersenyum miring berucap sangat lirih. Namun, mampu membuat Tian terbungkam setelahnya. "Pekerjaanmu terlalu santai?" tekan Arthur.

Tian tersenyum paksa, mengusap bahu Arthur pelan. "Ampun, Bang. Pekerjaan minggu kemarin aja belum selesai. Janji nggak ganggu lo lagi!" ucapnya membuat yang lain tertawa.

Alena telah selesai mengambilkan makanan untuk Arthur dan juga ibu mertuanya. "Cobain masakan aku sama mama, enak nggak?" tawar Alena antusias.

Arthur menyuapkan satu sendok ke mulutnya. Tidak ada ekspresi  apapun tetap datar seperti biasanya.

"Enak," komentarnya dan kembali menyuapkan nasi ke mulutnya.

Alena tersenyum masam hanya itu saja tidak ada pujian untuknya. Sungguh Arthur menyebalkan, untung saja kakek langsung memberikan pujian padanya.

"Masakan kamu enak banget, cucu menantu!" kekeh Kakek Abi.

Alena tersenyum lebar. "Makasih, Kakek. Alena akan sering-sering buatin masakan untuk Kakek," ucap Alena.

"Berhenti bicara dan makanlah!" ucap Arthur.

Alena menghembuskan napas kasar, memang benar-benar menyebalkan. Setelah sarapan keluarga selesai, Alena dan Arthur berpamitan. Mereka akan tinggal terpisah dengan Meylen, tentu saja agar kebohongan mereka tidak terbongkar.

Arthur sendiri sudah memiliki rumah karena sebelumnya ia memang sudah tinggal terpisah dari mamanya. Alena memeluk tubuh Meylen erat, sebenarnya ia sangat ingin tinggal bersama ibu mertuanya. Lantaran mengobati rasa rindunya pada almarhumah maminya.

"Mama jaga diri baik-baik ya, nanti Alena sama Mas Arthur akan sering-sering jengukin mama. Kalau nggak mama yang sering-sering datang ke sana!" ucap Alena.

Meylen tersenyum hangat. "Pasti, Sayang. Mama titip Arthur ya, dia emang agak keras kepala kamu harus sabar untuk ngadepin sifat dia ya sayang. Mama do'ain kalian bisa segera memiliki momongan, jangan lupa dalam waktu dekat kalian harus honeymoon. Mama sampai lupa, mama udah pesanin tempat honeymoon untuk kalian berdua, bulan depan!" ucapnya.

Arthur dan Alena tentu saja terkejut karena hal itu di luar prediksi mereka. "Mama, repot-repot nyiapin semua ini buat kita berdua!" ucap Alena tersenyum paksa, ia mengambil tiket itu dari Meylen.

"Nggak repot sama sekali sayang karena mama tahu kalian berdua sama-sama sibuk. Dan kamu Arthur, jagain menantu mama baik-baik jangan sampai kamu berani nyakitin dia!"

"Iya," ucap Arthur singkat, keduanya segera masuk ke mobil.

Selama di perjalanan tidak ada percakapan di antara keduanya. Baik Alena maupun Arthur sama-sama sibuk dengan isi kepala mereka sendiri. Alena sudah memutuskan untuk melanjutkan karirnya di negara ini.

"Pak tua, aku mau tetap bekerja sebagai model. Bapak mengizinkan kan?" tanya Alena mengalihkan pandangannya ke arah Arthur.

"Terserah, saya tidak akan membatasi kamu. Jalani kehidupanmu seperti sebelumnya, pernikahan kita hanya status!"

Alena menghembuskan napas panjang menyandarkan kepalanya pada dasbor mobil. "Kalau saya bekerja sebagai model di perusahaan bapak, bapak setuju nggak?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status