Share

5. Tidak Akan Mengulang

Pulau Bali menjadi pilihan Meylen untuk tempat honeymoon anak dan menantunya. Alena yang pada dasarnya sangat menyukai liburan menikmati saja. Keduanya sepakat untuk pergi dengan refresing masing-masing. Hal yang di bayangan ibu mertua tidak akan pernah terjadi.

"Aku ingin main di pantai!" ucap Alena sudah siap dengan pakaiannya. Ia hanya menggunakan dalaman yang ia lapisi outer.

Arthur meliriknya sekilas, tanpa berkomentar apapun ia tetap fokus dengan ponselnya. Alena mendengus kesal membawa kameranya untuk turun. Pemandangan dari arah kamar sudah terlihat sangat jelas indahnya pulau ini.

"Aku sudah lama sekali tidak pergi ke pantai, ini kesempatan baikku!" ucap Alena dengan senyuman manis di bibirnya. Menerim tawaran ibu mertuanya ternyata tidak seburuk itu. Arthur fokus kerja sedangkan ia akan fokus bermain.

Alena menginjakkan kakinya pada pasir putih tangannya mulai menggambar abstrak. Senyuman tipis melengkung di bibirnya, ingat sekali terakhir kali dirinya ke pantai bersama dengan mendiang orang tuanya.

"Ma, Pa, dulu Alena datang sama kalian sekarang Alena datang sama suami. Apa yang membuat kalian sangat percaya untuk menikahkan Alena dengannya?" lirih Alena.

Ia bangkit memilih duduk di sekitar pantai, kakinya merasakan air pantai yang bergoyang. Ombak belum terlihat besar yang ada di mata Alena hanyalah keindahan pulau Bali.

Alena merekam ombak yang bergerak ke sana kemari, keramaian orang-orang di sekitarnya. Kebanyakan dari mereka bersama dengan orang tersayang sedangkan ia sendirian.

"Alena!"

Ia berbalik mendengar suara yang sangat tak asing terdengar di telinganya. Bersama degub jantung yang berdetak cukup kencang. Kedua mata Alena membulat saat mengetahui siapa yang menyapanya kedua tangannya mengepal.

"I miss you, baby."

Tubuh Alena menegang saat pria jakun itu memeluk tubuhnya erat. "I love you so much, Baby. I'm so sorry." bisiknya penuh penyesalan.

Alena mendorong tubuh pria itu kasar, tatapannya menajam dengan senyum smirk di wajahnya. Ia menatap muak sosok pria di hadapannya, sangat muak.

"Bisa berhenti drama nggak sih? Aku capek." Alena berbalik meninggalkan pria itu, terlihat wajahnya memerah menahan amarah.

"Emang bener ya kata orang satu kesalahan nutupin seribu kebaikan. Aku harus apa supaya kamu percaya sama aku? Aku dijebak sedangkan kamu? Kamu justru nikah sama pria lain." Teriaknya.

Beberapa orang sudah menjadikan keduanya pusat perhatian. Langkah Alena terhenti mendengar setiap kata yang pria itu ucapkan.

"Kamu emang suka nyari sensasi ya? Pelaku seolah korban. Daripada jadi model lebih cocok jadi artis protagonis. Cocok banget, nanti deh aku rekomenin ke produser terkenal. Biar akting kamu bisa menghasilkan uang bukan omong kosong!"

"Jadi istrinya milyader emang enak ya, Al? Mau apa aja tinggal jentik jari. Nggak heran kalau kamu ninggalin aku demi dia!" kekeh dengan suara mengejek.

Kedua tangan Alena mengepal mendengar ucapan busuk pria itu. "Iya dong, sekarang aku realistis. Bodohnya aku dulu yang justru biayain cowok mokondo kayak kamu. Cewek itu yang biayain bukan malah biayain cowoknya!" teriak Alena sengaja membesarkan suaranya.

Beberapa orang di sana yang sedikit berbisik mengatainya kini beralih memojokkan pria itu. Alena tersenyum puas melihat wajah memerah lawannya. Dari arah kejauhan Alena melihat Arthur yang menjalan mendekat ke arahnya. Entah apa yang akan pria itu lakukan, tetapi Alena mengantisipasi hal buruk akan terjadi.

Ia buru-buru menghampiri Arthur dan membawa ia untuk berbalik badan. "Sayang, maaf ya aku lama. Sampai kamu harus nyusulin aku ke sini," ucap Alena dengan suara keras.

"Saya ingin cari makan bukan cari kamu." Arthur berucap datar, mendengar jawaban itu seketika wajah Alena tertekuk kesal.

"Kerja sama sebentar aja!" tekan Alena. Ia membawa Arthur kembali ke kamar mereka. Tak lagi perduli dengan penganggu satu itu, heran saja bagaimana bisa dia ada di pulau ini sekarang.

Alena melepaskan lengan Arthur begitu mereka sampai, ia menatap lekat Arthur yang tengah menatap intens ke arahnya.

"Apa?" sewot Alena.

"Makan di luar atau di dalam?" tanya Arthur, sembari melihat pesanan makanan lewat ponselnya.

"Dalam aja, di luar ada anakonda!" ucap Alena asal. Ia langsung masuk kamar mandi, tubuhnya buruh berendam kembang tujuh rupa karena pria gila itu sempat memeluknya.

Kedua mata Alena terpejam, bayang-bayang bertahun-tahun lalu kini kembali terngiang di kepalanya. "Aku sudah memaafkannya tapi untuk lupa, aku tidak akan pernah melupakan kesalahannya."

Tok Tok Tok

"Ada apa?" teriak Alena saat mendengar ketukan di pintu.

"Cepat, saya mau mandi."

Alena mendengus mendengarnya, ia menyudahi berendamnya dan segera menyelesaikan ritual mandinya. Alena menepuk dahinya sendiri, sangking kesalnya ia sampai masuk kamar mandi tanpa membawa ganti. Hanya ada jubah handuk saja di sana.

"Dia memang kesialan di hidupku!" cerutu Alena.

Alena memakai jubah handuk yang panjangnya sampai lutut. Untung saja tidak terlalu pendek, ia segera keluar dan sudah di sambut oleh wajah datar suaminya.

"Ganggu!" gerutu Alena.

Selesai mengganti pakaiannya, Alena bersantai di balkon. Melihat pemandangan ombak dari sana, sangat indah. "So pretty. Disuruh tinggal di sini bertahun-tahun aku juga mau."

Terdapat sebuah senyuman di wajah cantiknya, tak sengaja mata Alena melihat pria menggelikan itu lagi. Ia bahkan sudah bersama perempuan lain, memang bener-benar biaya darat.

"Dia tidak tahu malu!" Alena memalingkan wajahnya, melihat kedua insan itu berciuman. Entahlah hatinya masih terasa panas.

Alena memilih masuk ke dalam, suasana hatinya menjadi sangat buruk. Alena melempar tubuhnya di atas ranjang, menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Hatinya masih di penuhi amarah.

"Bangun, kita makan!" Tiba-tiba saja Arthur menarik selimutnya membuat mau tak mau ia harus terbangun.

"Makan di sini aja." Arthur mengangguk menunjuk meja makan yang sudah terisi makanan.

Alena dengan wajah cemberut mengekori di belakang Arthur. Anehnya pria itu tidak ada bertanya sama sekali, tentang siapa pria di pantai tadi atau kenapa wajahnya terlihat sangat kesal saat ini. Apakah Arthur benar-benar sangat tidak perduli dengannya.

"Nggak tanya cowok di pantai tadi siapa?" Alena yang justru penasaran balik bertanya kepada Arthur.

"Mantan kamu kan?" Alena mengangguk, sudah? Apakah dia tidak ingin bertanya lebih lanjut?

"Alasan aku putus sampai kayak gini? Nggak penasaran?" tanya Alena lagi.

"Kamu sadar. Mokondo emang wajib di tinggal!" Jawaban dari Arthur kali ini membuat Alena tertawa terbahak-terbahak.

Arthur tidak berniat melucu tapi jawaban yang keluar dari ekspresi datar itu entah kenapa sangat menggelitik Alena.

"Percaya kalau dia emang mokondo?" kekeh Alena. Dahi Arthur berkerut mendengar jawaban itu.

Alena meredakan suara tawanya. "Dia ganteng, dia juga kaya. Dia CEO perusahaan AG, dulu aku jadi model di perusahaan dia."

Arthur diam menyimak, tetapi tidak ada tanda-tanda Alena akan melanjutkan ucapannya.

"Aku sama dia putus karena suatu alasan, aku nggak mau mengulang sesuatu dengan orang yang sama. Cukup sekali aku menjalin hubungan dengan seseorang, kalau sudah berakhir artinya bukunya sudah tamat. Membosankan kalau aku harus mengulang dari halaman pertama."

Alena menatap Arthur lekat, tatapan intens pria itu entah kenapa tak membuatnya berpaling.

"Arthur, sekali kita selesai selamanya akan tetap berakhir. So, sebelum memutuskan selesai sadari dulu perasaan kamu buat aku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status