"Leon, di mana Nabila?" Abel yang tengah tiduran di dada Leon mendongak untuk melihat wajahnya. Dahi Leon berkerut. "Nabila siapa?" Abel menghela napas panjang, anak buahnya sendiri pun Leon tidak mengenalinya. "Nabila bodyguard yang kamu sewa untukku, di mana dia? Semenjak kejadian itu aku tidak melihatnya sama sekali," ucap Abel. Leon terdiam mengulas senyum tipis. "Dia sudah tidak bekerja," ucapnya. Abel memincingkan matanya, sedikit tahu tentang sifat suaminya. "Kamu nggak ngelakuin apapun kan, Leon? Nabila nggak bersalah, dia udah jagain aku dengan baik. Tapi aku sendiri yang ceroboh!"Leon mengusap kepala Abel lembut. "Dia tetap lalai dengan tanggung jawabnya dan aku tidak akan mempertahankan pekerja seperti itu. Tidurlah, Sayang besok kamu ada kelas kan?"Abel menghembuskan napas panjang ia memeluk tubuh Leon erat. "Tapi aku senang dengan dia Leon, dia tidak hanya menjadi bodyguardku, dia juga telah menjadi sahabatku. Aku ingin kamu mempekerjakan dia lagi untukku!"Leon dia
"Woi, Batu!" Seluruh atensi teralihkan akan kedatangan Liona yang bersunggut-sunggut. Ia bahkan tidak malu telah membuat kekacauan di perusahaan keluarganya. Liona menerobos masuk ke dalam ruangan David, bahkan saat ini David tengah ada tamu. "Rapat kita akhiri sampai di sini, nanti malam kirimkan dokumen itu ke email saya!" Ketiga orang tersebut mengangguk lantas keluar dari ruangan David. Liona masih berdiri di ujung pintu sembari berkacak pinggang. Ia tidak perduli jika di tatap sangat tajam oleh David. David nampak santai duduk di kursi kebesarannya, membuat amarah Liona semakin mendidih melihat David tak menghiraukan kedatangannya. "Ada perlu apa kamu datang ke sini dan membuat keributan di ruangan saya?" David menatapnya datar, Liona menghembuskan napas kasar. "Harusnya gue yang nanya, harus banget ya lo ngatur hidup gue. Balikin jajan gue yang udah lo ambil, kalau lo pingin beli sendirilah! Ngapain lo ngerampas punya gue," ucap Liona dengan nada tinggi, meluapkan seluruh am
"Saya tidak pernah menginginkan itu semua, saya tidak akan merebut sesuatu yang bukan hak saya. Jangan samakan saya dengan anak Anda!" Plak! Aldi terkekeh saat sebuah tamparan mengarah ke wajahnya. Ia mengusap bibirnya yang berdarah menatap lekat ke arah pria paru baya yang kini terlihat sangat marah. Aldi maju satu langkah, tak ada ketakutan sama sekali di matanya. Berbeda dengan dirinya di masa lalu yang selalu menuruti permintaan pria itu. "Kenapa? Tersinggung dengan ucapan saya? Dulu saya memang tidak berani melawan Anda. Saya selalu menuruti setiap ucapan Anda, tapi sekarang saya sadar. Orang seperti apa Anda ini, orang tua yang hanya memperdulikan harta dan juga jabatan. Bahkan sampai rela mengorbankan anak Anda sendiri sebagai alat untuk perusahaan," ucap Aldi tak habis pikir. "Diam kamu! Dasar bocah tidak tau di untung. Selama ini saya yang merawat kamu, saya yang mendidik kamu, saya memberikan sekolah yang terbaik untuk kamu. Tapi apa yang sekarang kamu lakukan, kamu bahk
"Lama tidak bertemu." Leon tersenyum miring saat melihat Aldi sudah menunggunya, lebih tepatnya menunggu istrinya. "Kenapa lo yang datang!" ucap Aldi terlihat tidak senang, Leon tersenyum miring. Ia menarik kursi lalu duduk dengan nyaman berhadapan dengan Aldi. "Abel tidak ingin datang jadi saya yang menggantikannya, katakan apa yang ingin kau bicarakan dengan Abel. Aku yang akan menyampaikannya nanti!" ucap Leon. Aldi mendengus kesal, ia terlihat sangat marah dengan Leon saat ini. "Gue bisa ngomong sendiri sama Abel, nggak butuh perantara lo!" Aldi sudah bangkit akan pergi. Namun, ucapan Leon membuat pergerakannya terhenti. "Apakah kamu cucu dari Handoko?" ucap Leon terlihat sangat santai.Aldi tersenyum tipis. "Apa karena urusan ini, lo nemuin gue. Oh, jangan-jangan lo anak dari pria bajingan itu?" sinis Aldi. "Shit, apa maksudmu!" Aldi merasa senang melihat Leon yang terpancing akan ucapannya. "Nggak heran lihat sikap lo saat ini, nggak jauh beda dari pria itu. Emang ya, buah
"Terimakasih untuk hari ini, Liona!" ucap David tanpa menoleh ke arah Liona ia tetap fokus dengan kemudinya. Tak mendapat respon seperti biasa dari Liona mebuat David mengalihkan pandangannya. "Dia tertidur lagi?" ucapnya terheran. David memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, melepaskan jas yang dia gunakan. Dengan perlahan ia meletakkan di tubuh Liona. David tersenyum tipis mengusap kepala Liona lembut. "Gadis yang manis!" ucapnya. David kembali melakukan mobilnya, hari semakin malam. Keasyikan mengobrol sampai lupa waktu, David senang melihat Liona yang dapat sangat akrab dengan mamanya. David tidak percaya Liona dapat mengambil hati mamanya. Mobil telah sampai di halaman rumah Leon, ingin membangunkan. Namun, tak tega melihat Liona yang sudah sangat pulas. David turun membuka pintu mobil Liona, dengan perlahan ia mengangkat tubuh mungil itu ke dalam gendongannya. David membawa Liona masuk, untungnya tidak membuat gadis itu terganggu. David dengan perlahan membaringkan tubu
"Sayang, ayo kita berangkat aku bisa terlambat nanti!" rengek Abel, bibirnya sudah maju beberapa senti. Ia merasa kesal karena Leon terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Jika tahu akan seperti ini lebih baik dia memaksa untuk ikut bis kampus saja. Leon menghela napas panjang memijit pelipisnya yang terasa pusing. Ia berjalan menghampiri istrinya yang tengah merajuk saat ini. "Baby, i'm sorry. Sepertinya aku tidak bisa ikut mengantarmu, ada masalah di perusahaan Amerika. Aku harus terbang ke sana hari ini juga, kamu berangkat dengan Liona saja, okay?""Yah," ucap Abel malas. Mengapa Leon tidak mengatakannya dari awal. Leon menahan lengan Abel yang akan pergi, ia menarik tubuh istrinya ke dalam pelukannya. "I'm sorry, aku akan segera menyelesaikan pekerjaanku dan menjemputmu di Bandung." Leon mengusap kepala Abel lembut. Abel mengangguk singkat, wajahnya masih saja merajuk tidak tersenyum seperti biasa. "Ayolah, baby tersenyumlah. Bagaimana aku bisa meninggalkanmu jika ekspresi wajahmu
Seharian ini Leon uring-uringan sendiri karena Abel tidak membalas pesannya sama sekali. Dihubungi pun tidak bisa membuat ia kesal. Pekerja yang membuat istrinya marah pun langsung Leon pecat."Dimana Abel? Kasih ponsel kamu ke Abel!" ucap Leon saat panggilannya diangkat oleh Liona. Terdengar decakan malas dari arah seberang. "Suami lo nyariin nih, bisa datang ke sini nih anak kalau kelamaan lo acuhin!" ucap Liona terdengar sangat jelas di telinga Leon. "Apa?" cetus Abel. Leon langsung mengalihkan ke panggilan vidio, tak menunggu waktu lama ia dapat melihat wajah masam istrinya. "I'm sorry, By. Dia udah aku pecat, kamu jangan marah lagi, okay?" Abel memutar bola matanya malas. "Kalau aku nggak ngelihat itu jalang kamu pasti diem aja kan. Tetep biarin dia kerja dengan pakaian kayak gitu, ya iyalah kamu pasti seneng setiap hari disuguhi pemandangan kayak gitu!" cecar Abel. "Ngomong apa sih kamu, By. Aku nggak tertarik sama wanita manapun selain kamu, udah nggak usah nething. Aku n
"Besok kita sudah kembali ke Jakarta, bukankah lebih baik jika kita berpesta malam ini?" tawar Chloe."Ah, entahlah aku merasa sangat lelah ingin segera tidur. Aku juga tidak bisa minum wine, Chloe. Aku mudah sekali mabuk!" ucap Abel. Chloe tersenyum tipis. "Ayolah, Abel. Kita minum sedikit saja tidak akan sampai membuatmu mabuk! Ayolah, hari ini aku sedang ada masalah aku ingin sekali minum!" Paksa Chloe. Abel menghela napas panjang. "Baiklah, tapi aku tetap tidak ikut minum. Aku hanya menemanimu saja," ucap Abel. Chloe mengangguk singkat, tepat saat itu ia mengirimkan pesan singkat kepada Aldi. Ia membuat janji untuk mengembalikan bajunya hari itu. Chloe mengulas senyum manis ke arah Abel. "Ayo kita kembali, nanti aku jemput. Kita berdua saja, untuk adik iparmu itu dia sepertinya tidak suka denganku!" Abel justru tertawa mendengarnya. "Tidak, kata siapa dia tidak menyukaimu. Liona memang seperti itu, kalian hanya belum saling kenal saja!" jelas Abel. Chloe mengangguk singkat.