"Lama tidak bertemu." Leon tersenyum miring saat melihat Aldi sudah menunggunya, lebih tepatnya menunggu istrinya. "Kenapa lo yang datang!" ucap Aldi terlihat tidak senang, Leon tersenyum miring. Ia menarik kursi lalu duduk dengan nyaman berhadapan dengan Aldi. "Abel tidak ingin datang jadi saya yang menggantikannya, katakan apa yang ingin kau bicarakan dengan Abel. Aku yang akan menyampaikannya nanti!" ucap Leon. Aldi mendengus kesal, ia terlihat sangat marah dengan Leon saat ini. "Gue bisa ngomong sendiri sama Abel, nggak butuh perantara lo!" Aldi sudah bangkit akan pergi. Namun, ucapan Leon membuat pergerakannya terhenti. "Apakah kamu cucu dari Handoko?" ucap Leon terlihat sangat santai.Aldi tersenyum tipis. "Apa karena urusan ini, lo nemuin gue. Oh, jangan-jangan lo anak dari pria bajingan itu?" sinis Aldi. "Shit, apa maksudmu!" Aldi merasa senang melihat Leon yang terpancing akan ucapannya. "Nggak heran lihat sikap lo saat ini, nggak jauh beda dari pria itu. Emang ya, buah
"Terimakasih untuk hari ini, Liona!" ucap David tanpa menoleh ke arah Liona ia tetap fokus dengan kemudinya. Tak mendapat respon seperti biasa dari Liona mebuat David mengalihkan pandangannya. "Dia tertidur lagi?" ucapnya terheran. David memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, melepaskan jas yang dia gunakan. Dengan perlahan ia meletakkan di tubuh Liona. David tersenyum tipis mengusap kepala Liona lembut. "Gadis yang manis!" ucapnya. David kembali melakukan mobilnya, hari semakin malam. Keasyikan mengobrol sampai lupa waktu, David senang melihat Liona yang dapat sangat akrab dengan mamanya. David tidak percaya Liona dapat mengambil hati mamanya. Mobil telah sampai di halaman rumah Leon, ingin membangunkan. Namun, tak tega melihat Liona yang sudah sangat pulas. David turun membuka pintu mobil Liona, dengan perlahan ia mengangkat tubuh mungil itu ke dalam gendongannya. David membawa Liona masuk, untungnya tidak membuat gadis itu terganggu. David dengan perlahan membaringkan tubu
"Sayang, ayo kita berangkat aku bisa terlambat nanti!" rengek Abel, bibirnya sudah maju beberapa senti. Ia merasa kesal karena Leon terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Jika tahu akan seperti ini lebih baik dia memaksa untuk ikut bis kampus saja. Leon menghela napas panjang memijit pelipisnya yang terasa pusing. Ia berjalan menghampiri istrinya yang tengah merajuk saat ini. "Baby, i'm sorry. Sepertinya aku tidak bisa ikut mengantarmu, ada masalah di perusahaan Amerika. Aku harus terbang ke sana hari ini juga, kamu berangkat dengan Liona saja, okay?""Yah," ucap Abel malas. Mengapa Leon tidak mengatakannya dari awal. Leon menahan lengan Abel yang akan pergi, ia menarik tubuh istrinya ke dalam pelukannya. "I'm sorry, aku akan segera menyelesaikan pekerjaanku dan menjemputmu di Bandung." Leon mengusap kepala Abel lembut. Abel mengangguk singkat, wajahnya masih saja merajuk tidak tersenyum seperti biasa. "Ayolah, baby tersenyumlah. Bagaimana aku bisa meninggalkanmu jika ekspresi wajahmu
Seharian ini Leon uring-uringan sendiri karena Abel tidak membalas pesannya sama sekali. Dihubungi pun tidak bisa membuat ia kesal. Pekerja yang membuat istrinya marah pun langsung Leon pecat."Dimana Abel? Kasih ponsel kamu ke Abel!" ucap Leon saat panggilannya diangkat oleh Liona. Terdengar decakan malas dari arah seberang. "Suami lo nyariin nih, bisa datang ke sini nih anak kalau kelamaan lo acuhin!" ucap Liona terdengar sangat jelas di telinga Leon. "Apa?" cetus Abel. Leon langsung mengalihkan ke panggilan vidio, tak menunggu waktu lama ia dapat melihat wajah masam istrinya. "I'm sorry, By. Dia udah aku pecat, kamu jangan marah lagi, okay?" Abel memutar bola matanya malas. "Kalau aku nggak ngelihat itu jalang kamu pasti diem aja kan. Tetep biarin dia kerja dengan pakaian kayak gitu, ya iyalah kamu pasti seneng setiap hari disuguhi pemandangan kayak gitu!" cecar Abel. "Ngomong apa sih kamu, By. Aku nggak tertarik sama wanita manapun selain kamu, udah nggak usah nething. Aku n
"Besok kita sudah kembali ke Jakarta, bukankah lebih baik jika kita berpesta malam ini?" tawar Chloe."Ah, entahlah aku merasa sangat lelah ingin segera tidur. Aku juga tidak bisa minum wine, Chloe. Aku mudah sekali mabuk!" ucap Abel. Chloe tersenyum tipis. "Ayolah, Abel. Kita minum sedikit saja tidak akan sampai membuatmu mabuk! Ayolah, hari ini aku sedang ada masalah aku ingin sekali minum!" Paksa Chloe. Abel menghela napas panjang. "Baiklah, tapi aku tetap tidak ikut minum. Aku hanya menemanimu saja," ucap Abel. Chloe mengangguk singkat, tepat saat itu ia mengirimkan pesan singkat kepada Aldi. Ia membuat janji untuk mengembalikan bajunya hari itu. Chloe mengulas senyum manis ke arah Abel. "Ayo kita kembali, nanti aku jemput. Kita berdua saja, untuk adik iparmu itu dia sepertinya tidak suka denganku!" Abel justru tertawa mendengarnya. "Tidak, kata siapa dia tidak menyukaimu. Liona memang seperti itu, kalian hanya belum saling kenal saja!" jelas Abel. Chloe mengangguk singkat.
"Abel!" Kedua tangan Leon mengepal, matanya menajam, kilatan marah terlihat jelas di netranya. Sedangkan kedua insan yang tidak tahu apa yang baru saja terjadi masih terlihat linglung. "L-leon." Abel terkejut melihat keberadaan Leon saat ini, lebih terkejut lagi melihat posisinya saat ini. Abel menarik selimut di dekatnya menutup tubuh polosnya yang entah apa yang terjadi sehingga ia ada di dalam kamar bersama dengan seorang pria. Leon berjalan dengan cepat menghampiri pria tesebut tanpa aba-aba ia langsung melayangkan pukulan berulang kali pada wajahnya. Pria tersebut bahkan tidak melakukan perlawanan. Ia seakan terima dengan perlakuan Leon saat ini. "Bajingan! Brengsek! Berani sekali kau menyentuh wanitaku!" sentak Leon. "Leon hentikan!" Abel terisak, ia terlihat sangat ketakutan melihat sosok Leon saat ini. Aldi, pria yang saat ini tengah di hajar Leon bahkan sudah berlumuran darah wajahnya. Entah apa yang akan terjadi jika Leon masih tetap memukulinya. "Kau bahkan masih beran
Abel tersenyum getir, ia tidak menyangka akan mendapati kenyataan menyedihkan seperti ini. Ia masih tidak percaya dengan ucapan Leon barusan. Abel yakin jika Leon mencintainya, Abel yakin jika selama ini Loen mencintainya dan cinta itu tidaklah palsu. Apa yang Leon katakan hanya akibat dari kemarahannya saja. "Kau hanya pemuas nafsuku Abel, aku tidak pernah sungguhan mencintaimu!""Kau bohong!" isak Abel, ia memukul dadanya berulang kali, mencoba menghilangkan sesak dalam dadanya. Penampilannya hari ini terlihat sangat berantakan, rambut yang tidak tertata rapi. Matanya yang terlihat bengkak karena terlalu lama menangis. Abel terlihat cukup mengenaskan. "Apakah hubungan kita akan berakhir begitu saja Leon? Apa kau sungguh akan menceraikanku? Kau bahkan tidak ingin mendengarkan penjelasanku, aku sungguh tidak pernah mengkhianatimu, Leon!" Suara Abel terdengar serak. Seharian ini dia mengunci diri di kamar, Abel bahkan belum makan apapun. Dia tidak perduli dengan kesehatan tubuhnya,
Marshanda tersenyum bahagia mendengar kabar kehamilan Abel. Ia mengira kabar bahagia ini dapat mengatasi permasalahan yang terjadi pada rumah tangga putranya. Marshanda begitu antusias, Liona bahkan secara khusus ingin memberikan kejutan pada saudara kembarnya. Abel sendiri masih terbaring lemah di ranjang, ia bahkan belum mengetahui mengenai kehamilannya. Marshanda tengah pergi ke membeli minum sehingga ruangan Abel kini tidak ada yang menjaga. Liona sendiri sedang sibuk menghias rumah untuk memberi sambutan pada Abel dan Leon. Di pintu ruangan Abel, Leon datang untuk menjenguknya. Namun, tidak sampai masuk pria itu hanya menatapnya sampai di luar saja. Kedua matanya yang menyorot tajam pada Abel yang saat ini masih belum sadarkan diri. "Mengapa kau tega melakukan itu semua kepadaku, Abel? Kau tahu jika aku sangat membenci pengkhianat." Leon langsung pergi, ia memang tidak berniat menceraikan Abel. Leon tidak akan melepaskan Abel dengan mudah. Ia justru akan memberikan siksaan ya
"N-naila!" Tak hanya Abel Leon pun terkejut saat melihatnya, sejak kapan wanita itu di bebaskan dari penjara. Naila tersenyum tipis, ia menunduk menyapa Abel dan juga Leon. "Lama tidak berjumpa, Abel, Leon!" ucap Naila. Lalu tak lama seorang pria yang tengah menggendong bocah perempuan mendekat ke arah Naila. "Sayang, kamu kenapa aja sih Divia nyariin kamu dari tadi."Perhatian mereka kini teralih pada sosok pria yang baru saja datang. Tak kalah terkejutnya saat melihat jika pria itu ternyata Andara. Andara pun nampak terkejut saat melihat Leon dan Abel. Secepat mungkin ia mengubah raut terkejutnya dengan senyuman tipis. "Lama tidak berjumpa dengan kalian!" Abel tersenyum canggung ia menganggukkan kepalanya pelan. Berbeda dengan Leon yang menatap datar ke arah dua orang tersebut. "Kalian bersama?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja. Andara mengangguk. "Gue sama Naila baru aja menikah satu bulan yang lalu setelah dia terbebas dari penjara." jelas Andara. Abel mengernyit saat me
Seharian ini Leon masih ngambek perihal kejadian semalam. Ia yang sudah diterbangkan di jatuhkan begitu saja, Leon bahkan tak mengindahkan ucapan Abel yang meminta maaf. Tak hanya di tinggalkan begitu saja, Abel bahkan justru ikut ketiduran setelah menidurkan Sagara membuat Leon benar-benar tak ada kesempatan. Abel menghembuskan napas panjang, melihat wajah kusut suaminya. Sepertinya semalam Leon tidak tidur, terbukti matanya pagi ini terlihat memerah wajahnya pun terlihat kelelahan. Abel mendekati suaminya meletakkan kopi buatannya untuk Leon. Abel memeluk tubuh Leon dari belakang, menumpukan kepalanya di bahu suaminya. "Sayang, maafin aku. Semalam aku ketiduran, aku janji akan ganti dengan malam ini!" bujuk Abel. Tapi Leon tetap saja diam, ia bahkan fokus dengan ponselnya tak perduli dengan istrinya yang nempel-nempel ke tubuhnya. Padahal jika biasanya, Leon akan sangat bahagia saat Abel bersikap seperti ini kepadanya. Namun, kali ini urusannya beda! Semalam Leon benar-benar tersi
Malam ini Leon tengah sibuk dengan pekerjaannya, setelah menyempatkan untuk pulang lebih awal. Setelah selesai makan malam di luar dengan istri dan anaknya. Leon langsung mengurung dirinya di ruang kerja. Sedangkan Abel tengah menidurkan Sagara, seperti biasanya. Setelah membuatkan susu untuk putranya, Abel harus membacakan dongeng agara Sagara tertidur. Abel tersenyum tipis saat melihat wajah tampan putranya yang tak jauh beda dengan wajah Leon. Keduanya bagai pinang dibelah dua. "Sayang, rasanya baru kemarin mama ngelahirin kamu tapi sekarang kamu udah besar. Rasanya mama nggak rela kalau kamu cepat dewasa," kekeh Abel. Sagara menggemaskan, selalu ada saja tingkahnya yang membuat Abel tertawa. Abel sangat menyayangi putra semata wayangnya. Abel jadi memikirkan ucapan suaminya tadi pagi, mungkin Sagara sudah saatnya memiliki adik. Abel mengecup dahi putranya cukup lama mengusap kepalanya lembut. Menarik selimut sampai batas lehernya, dengan perlahan Abel kelaur dari kamar putrany
5 tahun kemudianKini Sagara sudah berumur enam tahun dan hari ini hari pertama dia akan mulai masuk ke sekolah barunya. "Mama!" teriakan melengking itu berasal dari seorang anak kecil tampan yang kini sudah duduk di meja makan. Wajahnya terlihat cemberut, melihat papanya yang tengah memeluk mamanya saat ini. Entah mengapa Sagara selalu saja membuat Leon jengkel. Ya, contohnya seperti ini. "Kenapa, Sayang?" Abel tersenyum gemas melihat bibir putranya yang maju beberapa senti. Abel meletakkan susu milik Sagara. "Papa jangan peluk-peluk mama Sagara!" teriak Sagara kesal, lebih kesal lagi saat Leon justru mengejeknya dengan mencium pipi Abel berulang kali. Abel selalu saja dibuat pusing dengan tingkah dua orang ini, anak dan juga suaminya. "Mama kamu istri papa juga, kamu nggak berhak larahf-larang papa buat cium mama." ucap Leon tak mau kalah. Sagara turun dari kursi makannya ia berlari memeluk tubuh Abel erat. "Mama gendong!" dengernya. Abel menghela napas panjang. Membawa tubuh
Sudah hampir setengah jam Leon menunggu Abel yang masih merias diri. Pada akhirnya ia berdecak kesal. "Sayang, kamu ngapain aja sih? Dari tadi nggak keluar-keluar!" kesal Leon. Ia yang memang memiliki kesabaran setipis tisu, Leon paling bengi jika disuruh menunggu. Ia mudah bosan, meskipun kini ada Sagara yang bersamanya. Tetap saja Tuan Muda satu ini merasa jengkel karena Abel tidak kunjung keluar. "Iya sabar dong, Mas. Namanya juga perempuan wajar dong kalau dandanya lama! Aku udah selesai, ayo kita berangkat." Abel keluar dari kamar mereka, wajahnya terlihat berkali-kali lipat lebih cantik. Leon bahkan hampir tidak mengenali istrinya sangking cantiknya Abel saat ini. Gaun hitam yang ia kenalan semakin menambah kesan anggun dalam dirinya. Polesan make up natural yang mampu membuat Abel sekelas dengan artis papan atas. Leon tidak berbohong, istrinya benar-benar sangat cantik. "Yang mau nikah kakak kamu atau kamu sih," cetus Leon. Abel memang cantik justru karena itu Leon tidak me
"Leon, Abel!" Kedua insan itu pun berbalik menatap sosok yang memanggil mereka. Abel tersenyum berbeda dengan Leon yang memutar bola matanya malas. Daniel berlari menghampiri mereka, ia telihat sangat senang saat melihat Sagara dj gendongan Abel. "Kebetulan banget kita ketemu di sini, oh ya gue sekalian aja deh kasih di sini." Daniel memberikan sebuah undangan yang di terima oleh Abel. "Wih, udah mau nikah aja nih kamu. Cepet ya dapatnya Kemarin-kemarin bilangnya masih jomblo dan mau nungguin aku janda!" kekeh Abel. Leon langsung mendelik kesal. "Apaan sih kamu, By!" kesal Leon. Abel tertawa geli begitupun dengan Daniel, pria tengil itu menyengol lengan Leon pelan. "Senyum kek, gue temen lo bukan musuh lo! Gue nggak akan rebut bini lo lagian gue udah punya pacar juga. Jangan lupa datang ke nikahan gue besok." Leon dan Abel sama-sama terkejut mendengarnya. "Lah, besok acaranya?" Daniel mengangguk lalu tak lama seorang gadis mendekat ke arah mereka dan merangkul lengan Daniel mesra
Tak terasa hari berganti minggu dengan begitu cepat, kini usia Baby Sagara sudah satu tahun. Abel semakin aktif mengajak ngobrol putranya, acara Sagar bisa sedikit-sedikit mulai berbicara. Sagara terhitung kurang aktif, dia lebih banyak diam ketimbang bermain seperti bayi pada umumnya. "Sagara, mama pulang!" Abel yang baru selesai belanja bulanan dengan Leon langsung berlari ke arah putranya yang saat ini tengah bermain dengan David. Sagara pun begitu melihat keberadaan Abel, dia seakan ingin segera berlari menemui mamanya. "Mammma," Kedua bola mata Abel membulat ia langsung menjauhkan tubuh putranya darinya menatap lekat ke arah Sagara. "Coba ngomong sekali lagi, Sayang? Ah, Sayang Sagara sudah bisa memanggilku mama!" teriak Abel kesenangan, sampai orang di rumah tersebut langsung berlari ke arahnya. Sungguh itu adalah kata pertama yang Sagara ucapkan. Leon segera mendekat ke arah istri dan anaknya. "Seriusan, By?" tanya Leon. Abel menganggukkan kepalanya mengecup pipi putranya
Leon mimijit pelipisnya yang terasa pusing, setelah hmpir setengah hari ia menghabiskan waktu bergelut dengan pekerjaan kantor. Kini sudah menujukkan pukul satu siang, sudah waktunya ia untuk makan siang. Leon bahkan merasa sangat malas untuk beranjak dari tempatnya berdiri. Pintu yang terbuka tiba-tiba membuat Leon merasa kesal, tanpa menatap ke sang pelaku suara Leon cukup mengintimidasi. "Berani sekali kau masuk ke ruangan saya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu!" kesal Leon. "Oh, maaf aku lupa. Aku ke sini cuma mau bawain kamu makan siang, kalau kamu nggak suka yaudah aku pulang aja!" Leon langsung mengangkat wajahnya saat mendengar suara yang tak asing itu. "Sayang, kamu yang datang. Aku pikir siapa, sini!" ucap Leon sembari menjentikkan tangannya agar Abel mendekat. Wajah Abel terlihat masam karena Leon baru saja memarahi dirinya. "Maafin aku, kalau tahu itu kamu aku nggak akan semarah itu." Leon memeluk tubuh Abel erat, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher istrinya. Leo
ig: nabilaputrii74****Tin Tong Pagi sekali sudah ada yang bertamu di rumah Leon, Abel yang tengah membantu bibi di dapur melenggang keluar untuk membukakannya. "Nona, biarkan saya saja yang membukanya," ucap Bi Darti menghentikan pergerakan Abel. "Tidak apa biar saya saja, Bi. Bibi lanjut memasak saja!" ucap Abel ia keluar melihat dari layar monitor siapa tamu yang datang sepagi ini. Dahi Abel berkerut saat melihat seorang pria dengan setelan casual dan juga kaca mata hitam yang ia kenakan. Wajahnya asing, Abel belum pernah melihatnya. "Apakah dia teman Mas Leon?" pikir Abel. Abel pun membuka pintu rumahnya membuat pria itu tersenyum menurunkan kaca matanya guna melihat wajah Abel lebih jelas. "Wow, cantik sekali!" ucapnya. Dahi Abel berkerut, ia memincingkan matanya menatap pria itu dari atas sampai bawah. "Maaf, masnya cari siapa ya?" tanya Abel. Namun, pria itu hanya diam dan justru melamun sembari memperhatikan dirinya. Abel pun mengibaskan tangannya di depan wajah pria it