Abel tersenyum getir, ia tidak menyangka akan mendapati kenyataan menyedihkan seperti ini. Ia masih tidak percaya dengan ucapan Leon barusan. Abel yakin jika Leon mencintainya, Abel yakin jika selama ini Loen mencintainya dan cinta itu tidaklah palsu. Apa yang Leon katakan hanya akibat dari kemarahannya saja. "Kau hanya pemuas nafsuku Abel, aku tidak pernah sungguhan mencintaimu!""Kau bohong!" isak Abel, ia memukul dadanya berulang kali, mencoba menghilangkan sesak dalam dadanya. Penampilannya hari ini terlihat sangat berantakan, rambut yang tidak tertata rapi. Matanya yang terlihat bengkak karena terlalu lama menangis. Abel terlihat cukup mengenaskan. "Apakah hubungan kita akan berakhir begitu saja Leon? Apa kau sungguh akan menceraikanku? Kau bahkan tidak ingin mendengarkan penjelasanku, aku sungguh tidak pernah mengkhianatimu, Leon!" Suara Abel terdengar serak. Seharian ini dia mengunci diri di kamar, Abel bahkan belum makan apapun. Dia tidak perduli dengan kesehatan tubuhnya,
Marshanda tersenyum bahagia mendengar kabar kehamilan Abel. Ia mengira kabar bahagia ini dapat mengatasi permasalahan yang terjadi pada rumah tangga putranya. Marshanda begitu antusias, Liona bahkan secara khusus ingin memberikan kejutan pada saudara kembarnya. Abel sendiri masih terbaring lemah di ranjang, ia bahkan belum mengetahui mengenai kehamilannya. Marshanda tengah pergi ke membeli minum sehingga ruangan Abel kini tidak ada yang menjaga. Liona sendiri sedang sibuk menghias rumah untuk memberi sambutan pada Abel dan Leon. Di pintu ruangan Abel, Leon datang untuk menjenguknya. Namun, tidak sampai masuk pria itu hanya menatapnya sampai di luar saja. Kedua matanya yang menyorot tajam pada Abel yang saat ini masih belum sadarkan diri. "Mengapa kau tega melakukan itu semua kepadaku, Abel? Kau tahu jika aku sangat membenci pengkhianat." Leon langsung pergi, ia memang tidak berniat menceraikan Abel. Leon tidak akan melepaskan Abel dengan mudah. Ia justru akan memberikan siksaan ya
'Henshin, datanglah kemari aku ingin mengembalikan bajumu.' Aldi yang mendapat pesan dari Chloe bergegas untuk pergi. Kebetulan dia merasa sangat bosan malam ini ingin sedikit minum. Untuk menghilangkan rasa lelah dalam dirinya. "Aldi, mau pergi kemana kamu!" Mendengar suara Kakeknya, langkah Aldi terhenti tanpa berbalik untuk menatapnya ia berucap, "kemanapun saya pergi tidak ada hubungannya dengan, Anda." Aldi melenggang begitu saja tidak perduli dengan kemarahan kakeknya. Jujur saja Aldi ingin terlepas dari pria tua itu. Ia lelah terus menuruti permintaannya, bertahun-tahun dia hanya menjadi robot kakeknya. Aldi menatap foto dirinya dengan Abel sewaktu SMA yang dia pasang di mobil. Bibirnya mengulas senyuman manis. "Abel, aku harap kamu bahagia dengan kehidupan kamu yang sekarang. Meskipun aku mencintaimu aku tidak akan merebutmu dari orang yang sangat kamu cintai. Tapi jika dia berani menyakitimu aku tidak akan segan membawamu pergi darinya!"Aldi menghentikan mobilnya di dep
"Tunggu!" Aldi berlari ke arah Leon, ia menatap lekat wajah tegas pria di hadapannya. Aldi yang akan mengunjungi Abel tidak sengaja mendengar pertengkaran mereka. Aldi tidak menyangka jika Leon akan bersikap seperti itu kepada Abel. Bahkan tidak mengakui anak kandungnya sendiri. Leon tersenyum miring menatap tajam ke arah Aldi. "Masih berani kamu menunjukkan wajahmu di hadapan saya?" Suara Leon terdengar sangat menyeramkan. Namun, Aldi tidak takut sama sekali ia justru menajamkan matanya menatap lekat ke arah Leon. "Saya mendengar percakapan Anda dengan Abel, saya tidak menyangka jika Anda sebajingan itu Tuan Leon!" ucap Aldi. Ia merasa sangat kesal, bagaimana bisa Leon mengucapkan hal yang sangat menyakitkan untuk Abel dengar. Terlebih dengan kondisi Abel yang seperti ini. Leon benar-benar tidak memiliki hati. Leon tersenyum devil. "Kenapa? Kamu tidak terima mendengar hinaan yang saya lontarkan untuk wanita itu?" "Apa maksud Anda dengan wanita itu? Dia istri Anda, Tuan Leon. Ti
"Lo lagi hamil Abel mana bisa bercerai!" ucap Liona yang tak habis pikir. Dia ikut kesal melihat pertengkaran yang terjadi pada keluarga saudara kembarnya. Liona mengusap bahu Abel pelan. "Tenangkan diri lo dulu, kalian lagi sama-sama emosi. Jangan buat keputusan saat lo lagi ada di keadaan kayak gini. Gue nggak mau nantinya lo nyesel!" peringat Liona. Abel tersenyum getir. "Liona, meskipun aku tidak hamil aku tetap ingin bercerai dengan Leon. Aku justru merasa beruntung dengan adanya kejadian ini, setidaknya aku dapat melihat sifat aslinya. Seperti apa dia sesungguhnya, dia bahkan jauh lebih kejam dari pada iblis. Dia bukan manusia, Liona! Aku tidak tahan hidup dengannya."Abel memalingkan wajahnya enggan menatap ke arah Liona. Kedua tangannya saling bertaut, entah akan tinggal di mana setelah ini ia pun tidak tahu. Yang pasti Abel tidak akan pernah kembali ke rumah itu lagi! "Leon nggak seburuk yang lo pikir, Abel. Dia emang nggak bisa ngontrol emosinya jadi gue mohon lo juga ngg
"Ya Tuhan, aku sudah tidak tahan!" Abel merasa kepalanya berputar, ia sudah tidak sanggup untuk jalan. Tubuhnya masih terasa sngat lemah, ia pun tidak bisa istirahat sekarang karena Abel yakin jika mereka saat ini tengah mencarinya. "Abel, cepat masuk!" Seakan Tuhan memang menurunkan pertolongan untuknya. Abel segera masuk ke mobil Aldi. Abel memang meminta bantuan Aldi untuk bebas dari rumah sakit. Namun, saat ia keluar nomor Aldi bahkan tidak dapat ia hubungi. Abel menyandarkan kepalanya yang terasa pusing, wajahnya bahkan terlihat sangat pucat. "Abel, kalau lo nggak mau ke tangkap. Sekarang buang seluruh pemberian Leon yang lo bawa, ponsel, emas, atau jam yang sekarang lo pakai. Bisa aja Leon naruh gps di sana!" Abel mengangguk ia melepaskan kalung dan juga anting yang dia kenakan. Aldi memberikan kantung kepadanya. Namun, sat melihat cincin yang tersemat di jarinya Abel sangat ragu untuk melepasnya. Itu adalah cincin pernikahan mereka. "Abel cepat, kita tidak ada waktu lagi.
"Bodoh! Apa yang kalian kerjakan sampai menjaga satu wanita lemah saja tidak becus!" bentak Leon. Ia sangat marah mendapati Abel kabur. Terlebih mereka tidak bisa menemukan keberadaan Abel saat ini. "Maafkan kami, Tuan muda!" ucap salah satu pengawal tersebut, mereka semua menunduk tidak ada yang berani menatao ke arah Leon yang tengah di liputi amarah. "Apakah maafmu dapat mengembalikan wanita itu! Pergilah, cari dia sampai dapat. Kalau kalian kembali dengan tangan kosong kembali, saya tidak akan segan membunuh kalian semua!" teriak Leon. Mereka mengangguk patuh segera pergi untuk mencari keberadaan Abel. Kedua tangan Leon mengepal, ia meninju tembok di depannya. Tak perduli dengan kedua tangannya yang terluka bahkan darah segar mengalir. Tatapan mata Leon menajam, wajahnya terlihat sangat mengerikan. "Berani sekali kau kabur dariku, Abel!" Leon menghembuskan napas kasar, menjatuhkan tubuhnya di sofa.****"Abel, Aldi, kemarilah nak. Nenek sudah buatkan makan malam untuk kalian!
"Lembar baru Abel!" Abel tersenyum tipis, ia terbangun dengan tubuh yang terasa segar. Abel menatap sekeliling melihat dia yang sudah berbaring di ranjang, sedangkan seingatnya semalam ia berada di balkon. "Aku akan menghabiskan hidupku dan putraku di tempat ini. Baby, selamat pagi!" ucap Abel sembari menyapa bayi dalam kandungannya. Abel melihat satu gelas susu hangat dan juga roti di meja samping ranjangnya. Terdapat sticky note di sana, Abel segera membacanya. Bibirnya mengulas senyum tipis saat pesan itu berasal dari Aldi. 'Morning princess, semalam aku melihat putri cantik yang berjalan sembari tertidur, haha. Susu putih dan roti sandwich untuk princess cantik, setelah sarapan lakukan semua kegiatan yang kamu inginkan. See you bulan depan'Abel melihat jam dinding yang sudah menujukkan pukul sebelas siang. Ia cukup terkejut telah tertidur selama itu, setelah menghabiskan minum dan roti tersebut. Abel segera membersihkan diri dan turun, kondisi rumah saat ini terlihat sangat se
"N-naila!" Tak hanya Abel Leon pun terkejut saat melihatnya, sejak kapan wanita itu di bebaskan dari penjara. Naila tersenyum tipis, ia menunduk menyapa Abel dan juga Leon. "Lama tidak berjumpa, Abel, Leon!" ucap Naila. Lalu tak lama seorang pria yang tengah menggendong bocah perempuan mendekat ke arah Naila. "Sayang, kamu kenapa aja sih Divia nyariin kamu dari tadi."Perhatian mereka kini teralih pada sosok pria yang baru saja datang. Tak kalah terkejutnya saat melihat jika pria itu ternyata Andara. Andara pun nampak terkejut saat melihat Leon dan Abel. Secepat mungkin ia mengubah raut terkejutnya dengan senyuman tipis. "Lama tidak berjumpa dengan kalian!" Abel tersenyum canggung ia menganggukkan kepalanya pelan. Berbeda dengan Leon yang menatap datar ke arah dua orang tersebut. "Kalian bersama?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja. Andara mengangguk. "Gue sama Naila baru aja menikah satu bulan yang lalu setelah dia terbebas dari penjara." jelas Andara. Abel mengernyit saat me
Seharian ini Leon masih ngambek perihal kejadian semalam. Ia yang sudah diterbangkan di jatuhkan begitu saja, Leon bahkan tak mengindahkan ucapan Abel yang meminta maaf. Tak hanya di tinggalkan begitu saja, Abel bahkan justru ikut ketiduran setelah menidurkan Sagara membuat Leon benar-benar tak ada kesempatan. Abel menghembuskan napas panjang, melihat wajah kusut suaminya. Sepertinya semalam Leon tidak tidur, terbukti matanya pagi ini terlihat memerah wajahnya pun terlihat kelelahan. Abel mendekati suaminya meletakkan kopi buatannya untuk Leon. Abel memeluk tubuh Leon dari belakang, menumpukan kepalanya di bahu suaminya. "Sayang, maafin aku. Semalam aku ketiduran, aku janji akan ganti dengan malam ini!" bujuk Abel. Tapi Leon tetap saja diam, ia bahkan fokus dengan ponselnya tak perduli dengan istrinya yang nempel-nempel ke tubuhnya. Padahal jika biasanya, Leon akan sangat bahagia saat Abel bersikap seperti ini kepadanya. Namun, kali ini urusannya beda! Semalam Leon benar-benar tersi
Malam ini Leon tengah sibuk dengan pekerjaannya, setelah menyempatkan untuk pulang lebih awal. Setelah selesai makan malam di luar dengan istri dan anaknya. Leon langsung mengurung dirinya di ruang kerja. Sedangkan Abel tengah menidurkan Sagara, seperti biasanya. Setelah membuatkan susu untuk putranya, Abel harus membacakan dongeng agara Sagara tertidur. Abel tersenyum tipis saat melihat wajah tampan putranya yang tak jauh beda dengan wajah Leon. Keduanya bagai pinang dibelah dua. "Sayang, rasanya baru kemarin mama ngelahirin kamu tapi sekarang kamu udah besar. Rasanya mama nggak rela kalau kamu cepat dewasa," kekeh Abel. Sagara menggemaskan, selalu ada saja tingkahnya yang membuat Abel tertawa. Abel sangat menyayangi putra semata wayangnya. Abel jadi memikirkan ucapan suaminya tadi pagi, mungkin Sagara sudah saatnya memiliki adik. Abel mengecup dahi putranya cukup lama mengusap kepalanya lembut. Menarik selimut sampai batas lehernya, dengan perlahan Abel kelaur dari kamar putrany
5 tahun kemudianKini Sagara sudah berumur enam tahun dan hari ini hari pertama dia akan mulai masuk ke sekolah barunya. "Mama!" teriakan melengking itu berasal dari seorang anak kecil tampan yang kini sudah duduk di meja makan. Wajahnya terlihat cemberut, melihat papanya yang tengah memeluk mamanya saat ini. Entah mengapa Sagara selalu saja membuat Leon jengkel. Ya, contohnya seperti ini. "Kenapa, Sayang?" Abel tersenyum gemas melihat bibir putranya yang maju beberapa senti. Abel meletakkan susu milik Sagara. "Papa jangan peluk-peluk mama Sagara!" teriak Sagara kesal, lebih kesal lagi saat Leon justru mengejeknya dengan mencium pipi Abel berulang kali. Abel selalu saja dibuat pusing dengan tingkah dua orang ini, anak dan juga suaminya. "Mama kamu istri papa juga, kamu nggak berhak larahf-larang papa buat cium mama." ucap Leon tak mau kalah. Sagara turun dari kursi makannya ia berlari memeluk tubuh Abel erat. "Mama gendong!" dengernya. Abel menghela napas panjang. Membawa tubuh
Sudah hampir setengah jam Leon menunggu Abel yang masih merias diri. Pada akhirnya ia berdecak kesal. "Sayang, kamu ngapain aja sih? Dari tadi nggak keluar-keluar!" kesal Leon. Ia yang memang memiliki kesabaran setipis tisu, Leon paling bengi jika disuruh menunggu. Ia mudah bosan, meskipun kini ada Sagara yang bersamanya. Tetap saja Tuan Muda satu ini merasa jengkel karena Abel tidak kunjung keluar. "Iya sabar dong, Mas. Namanya juga perempuan wajar dong kalau dandanya lama! Aku udah selesai, ayo kita berangkat." Abel keluar dari kamar mereka, wajahnya terlihat berkali-kali lipat lebih cantik. Leon bahkan hampir tidak mengenali istrinya sangking cantiknya Abel saat ini. Gaun hitam yang ia kenalan semakin menambah kesan anggun dalam dirinya. Polesan make up natural yang mampu membuat Abel sekelas dengan artis papan atas. Leon tidak berbohong, istrinya benar-benar sangat cantik. "Yang mau nikah kakak kamu atau kamu sih," cetus Leon. Abel memang cantik justru karena itu Leon tidak me
"Leon, Abel!" Kedua insan itu pun berbalik menatap sosok yang memanggil mereka. Abel tersenyum berbeda dengan Leon yang memutar bola matanya malas. Daniel berlari menghampiri mereka, ia telihat sangat senang saat melihat Sagara dj gendongan Abel. "Kebetulan banget kita ketemu di sini, oh ya gue sekalian aja deh kasih di sini." Daniel memberikan sebuah undangan yang di terima oleh Abel. "Wih, udah mau nikah aja nih kamu. Cepet ya dapatnya Kemarin-kemarin bilangnya masih jomblo dan mau nungguin aku janda!" kekeh Abel. Leon langsung mendelik kesal. "Apaan sih kamu, By!" kesal Leon. Abel tertawa geli begitupun dengan Daniel, pria tengil itu menyengol lengan Leon pelan. "Senyum kek, gue temen lo bukan musuh lo! Gue nggak akan rebut bini lo lagian gue udah punya pacar juga. Jangan lupa datang ke nikahan gue besok." Leon dan Abel sama-sama terkejut mendengarnya. "Lah, besok acaranya?" Daniel mengangguk lalu tak lama seorang gadis mendekat ke arah mereka dan merangkul lengan Daniel mesra
Tak terasa hari berganti minggu dengan begitu cepat, kini usia Baby Sagara sudah satu tahun. Abel semakin aktif mengajak ngobrol putranya, acara Sagar bisa sedikit-sedikit mulai berbicara. Sagara terhitung kurang aktif, dia lebih banyak diam ketimbang bermain seperti bayi pada umumnya. "Sagara, mama pulang!" Abel yang baru selesai belanja bulanan dengan Leon langsung berlari ke arah putranya yang saat ini tengah bermain dengan David. Sagara pun begitu melihat keberadaan Abel, dia seakan ingin segera berlari menemui mamanya. "Mammma," Kedua bola mata Abel membulat ia langsung menjauhkan tubuh putranya darinya menatap lekat ke arah Sagara. "Coba ngomong sekali lagi, Sayang? Ah, Sayang Sagara sudah bisa memanggilku mama!" teriak Abel kesenangan, sampai orang di rumah tersebut langsung berlari ke arahnya. Sungguh itu adalah kata pertama yang Sagara ucapkan. Leon segera mendekat ke arah istri dan anaknya. "Seriusan, By?" tanya Leon. Abel menganggukkan kepalanya mengecup pipi putranya
Leon mimijit pelipisnya yang terasa pusing, setelah hmpir setengah hari ia menghabiskan waktu bergelut dengan pekerjaan kantor. Kini sudah menujukkan pukul satu siang, sudah waktunya ia untuk makan siang. Leon bahkan merasa sangat malas untuk beranjak dari tempatnya berdiri. Pintu yang terbuka tiba-tiba membuat Leon merasa kesal, tanpa menatap ke sang pelaku suara Leon cukup mengintimidasi. "Berani sekali kau masuk ke ruangan saya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu!" kesal Leon. "Oh, maaf aku lupa. Aku ke sini cuma mau bawain kamu makan siang, kalau kamu nggak suka yaudah aku pulang aja!" Leon langsung mengangkat wajahnya saat mendengar suara yang tak asing itu. "Sayang, kamu yang datang. Aku pikir siapa, sini!" ucap Leon sembari menjentikkan tangannya agar Abel mendekat. Wajah Abel terlihat masam karena Leon baru saja memarahi dirinya. "Maafin aku, kalau tahu itu kamu aku nggak akan semarah itu." Leon memeluk tubuh Abel erat, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher istrinya. Leo
ig: nabilaputrii74****Tin Tong Pagi sekali sudah ada yang bertamu di rumah Leon, Abel yang tengah membantu bibi di dapur melenggang keluar untuk membukakannya. "Nona, biarkan saya saja yang membukanya," ucap Bi Darti menghentikan pergerakan Abel. "Tidak apa biar saya saja, Bi. Bibi lanjut memasak saja!" ucap Abel ia keluar melihat dari layar monitor siapa tamu yang datang sepagi ini. Dahi Abel berkerut saat melihat seorang pria dengan setelan casual dan juga kaca mata hitam yang ia kenakan. Wajahnya asing, Abel belum pernah melihatnya. "Apakah dia teman Mas Leon?" pikir Abel. Abel pun membuka pintu rumahnya membuat pria itu tersenyum menurunkan kaca matanya guna melihat wajah Abel lebih jelas. "Wow, cantik sekali!" ucapnya. Dahi Abel berkerut, ia memincingkan matanya menatap pria itu dari atas sampai bawah. "Maaf, masnya cari siapa ya?" tanya Abel. Namun, pria itu hanya diam dan justru melamun sembari memperhatikan dirinya. Abel pun mengibaskan tangannya di depan wajah pria it