"Saya tidak pernah menginginkan itu semua, saya tidak akan merebut sesuatu yang bukan hak saya. Jangan samakan saya dengan anak Anda!" Plak! Aldi terkekeh saat sebuah tamparan mengarah ke wajahnya. Ia mengusap bibirnya yang berdarah menatap lekat ke arah pria paru baya yang kini terlihat sangat marah. Aldi maju satu langkah, tak ada ketakutan sama sekali di matanya. Berbeda dengan dirinya di masa lalu yang selalu menuruti permintaan pria itu. "Kenapa? Tersinggung dengan ucapan saya? Dulu saya memang tidak berani melawan Anda. Saya selalu menuruti setiap ucapan Anda, tapi sekarang saya sadar. Orang seperti apa Anda ini, orang tua yang hanya memperdulikan harta dan juga jabatan. Bahkan sampai rela mengorbankan anak Anda sendiri sebagai alat untuk perusahaan," ucap Aldi tak habis pikir. "Diam kamu! Dasar bocah tidak tau di untung. Selama ini saya yang merawat kamu, saya yang mendidik kamu, saya memberikan sekolah yang terbaik untuk kamu. Tapi apa yang sekarang kamu lakukan, kamu bahk
"Lama tidak bertemu." Leon tersenyum miring saat melihat Aldi sudah menunggunya, lebih tepatnya menunggu istrinya. "Kenapa lo yang datang!" ucap Aldi terlihat tidak senang, Leon tersenyum miring. Ia menarik kursi lalu duduk dengan nyaman berhadapan dengan Aldi. "Abel tidak ingin datang jadi saya yang menggantikannya, katakan apa yang ingin kau bicarakan dengan Abel. Aku yang akan menyampaikannya nanti!" ucap Leon. Aldi mendengus kesal, ia terlihat sangat marah dengan Leon saat ini. "Gue bisa ngomong sendiri sama Abel, nggak butuh perantara lo!" Aldi sudah bangkit akan pergi. Namun, ucapan Leon membuat pergerakannya terhenti. "Apakah kamu cucu dari Handoko?" ucap Leon terlihat sangat santai.Aldi tersenyum tipis. "Apa karena urusan ini, lo nemuin gue. Oh, jangan-jangan lo anak dari pria bajingan itu?" sinis Aldi. "Shit, apa maksudmu!" Aldi merasa senang melihat Leon yang terpancing akan ucapannya. "Nggak heran lihat sikap lo saat ini, nggak jauh beda dari pria itu. Emang ya, buah
"Terimakasih untuk hari ini, Liona!" ucap David tanpa menoleh ke arah Liona ia tetap fokus dengan kemudinya. Tak mendapat respon seperti biasa dari Liona mebuat David mengalihkan pandangannya. "Dia tertidur lagi?" ucapnya terheran. David memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, melepaskan jas yang dia gunakan. Dengan perlahan ia meletakkan di tubuh Liona. David tersenyum tipis mengusap kepala Liona lembut. "Gadis yang manis!" ucapnya. David kembali melakukan mobilnya, hari semakin malam. Keasyikan mengobrol sampai lupa waktu, David senang melihat Liona yang dapat sangat akrab dengan mamanya. David tidak percaya Liona dapat mengambil hati mamanya. Mobil telah sampai di halaman rumah Leon, ingin membangunkan. Namun, tak tega melihat Liona yang sudah sangat pulas. David turun membuka pintu mobil Liona, dengan perlahan ia mengangkat tubuh mungil itu ke dalam gendongannya. David membawa Liona masuk, untungnya tidak membuat gadis itu terganggu. David dengan perlahan membaringkan tubu
"Sayang, ayo kita berangkat aku bisa terlambat nanti!" rengek Abel, bibirnya sudah maju beberapa senti. Ia merasa kesal karena Leon terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Jika tahu akan seperti ini lebih baik dia memaksa untuk ikut bis kampus saja. Leon menghela napas panjang memijit pelipisnya yang terasa pusing. Ia berjalan menghampiri istrinya yang tengah merajuk saat ini. "Baby, i'm sorry. Sepertinya aku tidak bisa ikut mengantarmu, ada masalah di perusahaan Amerika. Aku harus terbang ke sana hari ini juga, kamu berangkat dengan Liona saja, okay?""Yah," ucap Abel malas. Mengapa Leon tidak mengatakannya dari awal. Leon menahan lengan Abel yang akan pergi, ia menarik tubuh istrinya ke dalam pelukannya. "I'm sorry, aku akan segera menyelesaikan pekerjaanku dan menjemputmu di Bandung." Leon mengusap kepala Abel lembut. Abel mengangguk singkat, wajahnya masih saja merajuk tidak tersenyum seperti biasa. "Ayolah, baby tersenyumlah. Bagaimana aku bisa meninggalkanmu jika ekspresi wajahmu
Seharian ini Leon uring-uringan sendiri karena Abel tidak membalas pesannya sama sekali. Dihubungi pun tidak bisa membuat ia kesal. Pekerja yang membuat istrinya marah pun langsung Leon pecat."Dimana Abel? Kasih ponsel kamu ke Abel!" ucap Leon saat panggilannya diangkat oleh Liona. Terdengar decakan malas dari arah seberang. "Suami lo nyariin nih, bisa datang ke sini nih anak kalau kelamaan lo acuhin!" ucap Liona terdengar sangat jelas di telinga Leon. "Apa?" cetus Abel. Leon langsung mengalihkan ke panggilan vidio, tak menunggu waktu lama ia dapat melihat wajah masam istrinya. "I'm sorry, By. Dia udah aku pecat, kamu jangan marah lagi, okay?" Abel memutar bola matanya malas. "Kalau aku nggak ngelihat itu jalang kamu pasti diem aja kan. Tetep biarin dia kerja dengan pakaian kayak gitu, ya iyalah kamu pasti seneng setiap hari disuguhi pemandangan kayak gitu!" cecar Abel. "Ngomong apa sih kamu, By. Aku nggak tertarik sama wanita manapun selain kamu, udah nggak usah nething. Aku n
"Besok kita sudah kembali ke Jakarta, bukankah lebih baik jika kita berpesta malam ini?" tawar Chloe."Ah, entahlah aku merasa sangat lelah ingin segera tidur. Aku juga tidak bisa minum wine, Chloe. Aku mudah sekali mabuk!" ucap Abel. Chloe tersenyum tipis. "Ayolah, Abel. Kita minum sedikit saja tidak akan sampai membuatmu mabuk! Ayolah, hari ini aku sedang ada masalah aku ingin sekali minum!" Paksa Chloe. Abel menghela napas panjang. "Baiklah, tapi aku tetap tidak ikut minum. Aku hanya menemanimu saja," ucap Abel. Chloe mengangguk singkat, tepat saat itu ia mengirimkan pesan singkat kepada Aldi. Ia membuat janji untuk mengembalikan bajunya hari itu. Chloe mengulas senyum manis ke arah Abel. "Ayo kita kembali, nanti aku jemput. Kita berdua saja, untuk adik iparmu itu dia sepertinya tidak suka denganku!" Abel justru tertawa mendengarnya. "Tidak, kata siapa dia tidak menyukaimu. Liona memang seperti itu, kalian hanya belum saling kenal saja!" jelas Abel. Chloe mengangguk singkat.
"Abel!" Kedua tangan Leon mengepal, matanya menajam, kilatan marah terlihat jelas di netranya. Sedangkan kedua insan yang tidak tahu apa yang baru saja terjadi masih terlihat linglung. "L-leon." Abel terkejut melihat keberadaan Leon saat ini, lebih terkejut lagi melihat posisinya saat ini. Abel menarik selimut di dekatnya menutup tubuh polosnya yang entah apa yang terjadi sehingga ia ada di dalam kamar bersama dengan seorang pria. Leon berjalan dengan cepat menghampiri pria tesebut tanpa aba-aba ia langsung melayangkan pukulan berulang kali pada wajahnya. Pria tersebut bahkan tidak melakukan perlawanan. Ia seakan terima dengan perlakuan Leon saat ini. "Bajingan! Brengsek! Berani sekali kau menyentuh wanitaku!" sentak Leon. "Leon hentikan!" Abel terisak, ia terlihat sangat ketakutan melihat sosok Leon saat ini. Aldi, pria yang saat ini tengah di hajar Leon bahkan sudah berlumuran darah wajahnya. Entah apa yang akan terjadi jika Leon masih tetap memukulinya. "Kau bahkan masih beran
Abel tersenyum getir, ia tidak menyangka akan mendapati kenyataan menyedihkan seperti ini. Ia masih tidak percaya dengan ucapan Leon barusan. Abel yakin jika Leon mencintainya, Abel yakin jika selama ini Loen mencintainya dan cinta itu tidaklah palsu. Apa yang Leon katakan hanya akibat dari kemarahannya saja. "Kau hanya pemuas nafsuku Abel, aku tidak pernah sungguhan mencintaimu!""Kau bohong!" isak Abel, ia memukul dadanya berulang kali, mencoba menghilangkan sesak dalam dadanya. Penampilannya hari ini terlihat sangat berantakan, rambut yang tidak tertata rapi. Matanya yang terlihat bengkak karena terlalu lama menangis. Abel terlihat cukup mengenaskan. "Apakah hubungan kita akan berakhir begitu saja Leon? Apa kau sungguh akan menceraikanku? Kau bahkan tidak ingin mendengarkan penjelasanku, aku sungguh tidak pernah mengkhianatimu, Leon!" Suara Abel terdengar serak. Seharian ini dia mengunci diri di kamar, Abel bahkan belum makan apapun. Dia tidak perduli dengan kesehatan tubuhnya,