"Kerajaan Skydra baru saja memberitahu jika mereka akan mengirimkan mahar pernikahan yang tertunda" Nenek Monica menatap Clara kasihan. El Wongso akhirnya paham, mengapa putrinya tidak ingin diganggu kehamilannya. "Tentang Raja Abigail" "Kalian berhutang padaku!" teriak Clara marah. El Wongso memeluk putrinya dengan erat, dan dia juga menangis tersedu sedu, "Maafkan ayah, tidak melindungimu di saat saat kamu kesulitan!" Nenek duduk di sudut ranjang dengan wajah buram, "Kisah itu aku berpikir hanya kutukan bodong, tidak menyangka kamu melaluinya-----Memasuki ruang gelap dan bertemu Caligula. Aku minta maaf menyembunyikan kisah ini padamu" "Jadi Clara sudah resmi sebagai permasuri kerajaan Skydra?" tanya Daisy. "Dia permasuri sekaligus Ratu Skydra statusnya sekarang ini!" Nenek menjawab dengan lemah. "Oh, berarti kita hanya menunggu Raja Abigail meniduri Clara dan kutukan cacar hitam di tubuhnya hilang?" Ajeng bertanya polos. Nenek dan El Wongso menatap Clara mencari jawaban. Mer
Kerajaan Skydra dalam fase yang seimbang, kehidupan masyarakatnya tenang dan tanpa gejolak. Namun kelompok Rough di perbukitan semakin kuat. Raja Abigail tidak menarik diri untuk mengatasi persoalan Rough karena sekarang ini mereka masih sangat bermanfaat untuk menekan pengaruh Roderick Houffman. "Yang Mulia! El Wongso baru saja mengirim kabar, putrinya sudah hamil dan bersiap untuk melahirkan, mungkin waktunya berdekatan dengan perayaan 200 tahun kelahiran Monica" Abigail tersenyum, "Tidak aku sangka bisa secepat ini" "Ratu Clara adalah kecantikan para Dewi, mustahil tidak ada yang memikatnya" Panatua ketiga dari budak manusia tertawa sumbang. "Persiapkan kapal dan bawa beberapa pelayan dan prajurit, kita berangkat lebih awal" "Apakah Anda sangat merindukan Ratu?" "Tentu saja, aku ingin menghabiskan waktu bersamanya sebelum perayaan tersebut" "Prajurit?" tanya panatua. "Bisakah kamu meminta prajurit dari Ethan? Katakan padanya tugas kerajaan menanti" Panatua ketiga ragu-ragu
Udara dingin berkabut mendadak menyelimuti Lembah Utara. Cargil perlahan menoleh dan menegangkan lehernya, merasakan sakit yang menusuk. Matanya setengah terbuka, dan sensasi pusing menyelimuti kepalanya. Bibirnya mulai mengumpat, saat dia melawan rasa tidak nyamannya. "Seberapa darurat situasi Lembah, sampai sampai harus memanggil seluruh pejabat hadir di pagi buta?" "Tuan, tetapi ini perintan langsung dari Ki Demang! Ayo bersiap, sedikit pusing lebih baik daripada mendapatkan 20 cambukan " Sang asisten yang diliputi rasa takut terus mendorong tubuh Cargil yang kaku. Tiba-tiba Cargil melirik ke arah seorang gadis yang masih tertidur lelap terbungkus selimut. "Tolong jaga Mia untukku, jangan biarkan ibuku menganggunya!" Asistennya juga ikut melirik pada gadis mungil itu. Dia gadis dari golongan manusia dan bukan HQ, sangat mengherankan gadis serapuh itu bisa melayani Tuan Mudanya di ranjang. Siapa pun tahu di Lembah Utara, Cargil adalah Tuan Muda kedua setelah Pemimpin Tertinggi
Lembah Biru, Sekumpulan angsa putih terbang cukup tinggi melintasi danau Artis, mereka melarikan diri dari ketapel beberapa pemuda tanggung yang menembakinya. Suara gelak tawa menggema di sekitaran danau. Terlebih waktu mereka mengejek wajah jelek Dallas yang tercebur ke dalam danau karena di perdaya seekor ikan emas. "Sepertinya kamu lupa bahwa ikan emas itu hanya jinak kepada Pemimpin Tertinggi! Jangan mimpi!" ejek bocah lelaki yang wajahnya sangat imut tetapi tinggi badannya melebihi tinggi Dallas. "Kamu terlalu kejam Henrico, aku bibimu bukan gadis bodoh yang bisa kau tindas!" Dallas mengamuk dan melemparkan akar teratai ke wajah keponakannya. Henrico Black Shadow tidak bisa menghindari akar itu padahal dia sudah berkelit, suka tidak suka, klan Lembah Biru memang terlatih memiliki ilmu bela diri sejak mereka kecil, dan Dallas adalah tantenya yang santer dengan kekejaman serta berdarah dingin. Wajah Henrico memucat, giliran Dallas tertawa terbahak bahak. "Bujang cilik! Kamu h
Kaki Silveryn menggantung di udara! benar saja, dia melihat getah karet yang mencoba menggulungnya bergerak gerak di bawah kakinya. Mahluk ini tidak memiliki mata namun mempunyai kemampuan indera sensorik pada gerak. "Terbang!" teriak Silveryn. Dalam waktu bersamaan sekelompok sosok berjubah membuat formasi di udara. Jejak dari gerakan mereka ditangkap oleh gumpalan karet yang kemudian saling berbenturan di bawah kaki mereka. "Ayo ke pucuk tertinggi!" panatua bungsu memimpin pergerakan. Dalam perjalanannya dia melempar seekor burung, dalam gerakan yang sangat cepat seonggok getah karet menyambarnya. "Aku pikir getah ini memilik pohon, kita harus mencarinya. Hutan ini cukup banyak monster, bau mereka sangat kuat!" kata Jenson. "Aku pergi mencarinya!" kata seorang pengawal, "Tetapi kemampuanku terbang tidak bisa lama, tolong lindungi aku" "Aku akan pergi bersamamu, lukamu cukup serius terkena uap beracun dari getah itu" Jenson menyahut. Silveryn melihat pada Marroco yang sudah t
Panatua bungsu mendekati pemuda itu, "Apa nama tempat ini?" Pemuda tanggung yang berkulit coklat itu memandang kepada sekelompok nelayan yang berdiri di kejauhan, ragu ragu dia mengatakan, "Kami menyebutnya daratan Amorgas, ini tanah tidak bertuan" Pengawal Black Shadow maju dan menarik tangan pemuda tanggung yang ketakutan, "Amorgas adalah nama keluargaku, apakah daratan ini dinamai berdasarkan nama panatua terdahulu?" Dengan wajah memelas, pemuda itu menggelengkan kepala, "Aku tidak tahu, tetapi di dalam hutan sana konon berdiri kastil Amorgas dan belum pernah ada yang selamat kembali dari hutan!" Panatua memandang jauh ke atas, "Itu hutan Amorgas? Kenapa aku tidak pernah mendengarnya?" "Aku tidak menemukan adanya bangunan apa pun waktu terbang mengitari hutan tersebut, semuanya tertutup daun yang lebar, sangat gelap!" kata pengawal yang tangannya mulai terkelupas karena uap beracun dari getah karet. "Anda harus meminum pil taring harimau untuk menyembuhkan luka itu!" tunjuk pe
Silveryn akhirnya menemukan Dallas yang terombang ambing dijerat bubur lumpur berwarna hitam pekat. Di sebrang dia berdiri, ada sebuah goa. Silveryn menduga itu adalah kandang monster. "Dallas tenang sebentar, aku akan membunuh monster dulu, kalau tidak dia akan menggangu keseimbangan tubuhmu!" Dallas tidak melihat adanya goa karena dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya, "Silveryn, kalau monster itu tiba tiba melompat ke dalam lumpur, aku akan tamat!" Silveryn menunda langkahnya, aroma monster birahi tercium di ujung hidungnya, "Monster itu mencari pasangannya dan sepertinya gelisah!" Dallas bergidik, "Seriuslah! Selamatkan aku cepat!" Silveryn terkekeh dengan wajah bodoh, "Sebaiknya kamu cium bibir monster itu dan biarkan dia membawa tubuhnmu ke dalam gua, itu lebih mudah untukku untuk membunuhnya!" "Dasar kakak iblis! Cepat selamatkan aku, jangan terlalu mesum!" Guntur di kejauhan bersahut sahutan, Silveryn mengeluarkan tongkatnya dan melepaskan kilat kecil. Sementara monster y
Dallas mengepak ngepakan tangannya merasa ngeri dengan ayunan monster raksasa. Perutnya seketika mual dan matanya berkunang. Akibat ayunan keras itu, lumpur lengket ditubuhnya berjatuhan. Jubah Dallas sedikit berkembang. Di sebelah lain, harimau besar juga begitu tangguh. Puluhan jarum beracun tidak mampu membuatnya tumbang. Sekali terkam, kaki monster menjadi sasarannya, dia mengoyak daging bagian kaki dan membuang koyakannya di udara. Silveryn merasa geli, dia kesemutan karena harus menahan tubuh di udara begitu lama. Akhirnya dia menjejakkan kakinya di pinggiran danau. Melihat Silveryn berdiri di pinggiran danau, harimau besar terpancing. Dia mengaum, suaranya membahana. Dengan lihai dia menerjang Silveryn. Dengan posisi membelakangi harimau, Silveryn berpura pura lari ketakutan dan membiarkan jubahnya terseret. Monster raksasa melihat harimau besar berhasil menggigit jubah Silveryn, dia meletakkan Dallas di tanah. Dan berjalan menghampiri harimau besar. Sekali tendang, harimau