Dixon langsung mendongak dan segera membuang muka.“Tidak mau. Aku mau sama Ibu!” ujarnya ketus sambil melipat tangan di depan dada.“Tapi ibumu bersama Delin.”Dixon segera melihat ke arah Aria dan Delin. Sepasang ibu dan anak itu tengah naik bom-bom car dengan gembira.Mukanya cemberut.“Aku akan nunggu giliran bersama Ibu.” Dia mendengus melirik Dario ujung mata.Dario mengedik bahu acuh tak acuh sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana.“Oke.” Dia tidak berusaha membujuk putranya dan menunggu di sebelahnya dengan santai tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Wajah Dixon berkerut semakin cemberut. Namun terlalu gengsi untuk merajuk pada ayahnya. Dia hanya mendengus sambil membuang muka.Sepasang ayah dan anak itu berdiri di pinggir pembatas wahana bom bom car menonton Delin dan Aria bersenang-senang.Aria tersenyum lebar melambaikan tangannya pada mereka.“Cepat kemari Dixon! Di sini seru!”Di sebelahnya Delin juga melambai dengan senyum lebar. Mereka sangat bersenang-senang.
Aria melihat Dixon dan Dario menuju ke arah mereka dengan bersemangat dan menabrak mereka dari belakang menyebabkan guncangan.“Ah, jahat!” seru Aria sementara Delin terkikik.Dario dan Dixon menyeringai sebelum memutar kemudi berbalik melarikan diri.“Delin ayo balas dendam!” Aria membalik mobil dan mengejar mereka untuk membalas dendam.Delin berseru memberi semangat dan menunjuk Dixon dengan marah.Dixon menjulurkan lidahnya mengejek saudari kembarnya dan berseru pada Dario.“Cepat! Cepat! Mereka mengejar kita!”Dario dengan memutar menghindari kejaran Aria namun mereka bertabrakan dengan pasangan ayah dan anak lain.Aria dan Delin tertawa di belakang mereka sebelum menabrak bom bom car mereka dari samping dan mundur untuk kabur.Sementara bom bom car Dario dan Dixon mogok.“Kamu payah Ayah!” gerutu Dixon.Dario tersinggung.“Hey, ayahmu ini pernah mengendarai mobil di masa muda loh.”“Tidak percaya. Kamu saja tidak bisa mengemudi bom bom car,” kritik Dixon.“Hmph, lihat saja ayahm
Dario membaring Dixon dengan hati-hati di atas tempat tidurnya. Anak itu cepat tertidur saat perjalanan pulang.Dia melepaskan sepatu dan kemeja biru hingga hanya menyisakan Dixon tidur dengan kaos dalam putih agar dia bisa tidur nyenyak. Kemudian dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Dixon.Dario duduk sejenak di samping tempat tidur dan mengamati wajah putranya.Dia mengingat saat mereka bersenang-senang di taman bermain. Hati Dario penuh kebahagiaan saat mengingat Dixon pertama kali memanggilnya ayah.Dia mengulurkan tangannya mengelus wajah mungil Dixon yang tertidur nyenyak. Dixon memiliki hidung mancung nan tegas seperti dirinya. Alis dan matanya mirip dengannya. Dia benar-benar seperti cetak biru Dario ketika masih kecil. Kecuali bibir mungilnya yang mirip Aria.Dario masih tidak mempercayai putra dan putrinya akan sebesar ini. Mereka tumbuh tanpa dirinya membawa banyak penyesalan pada dirinya karena tidak bisa menyaksikan saat merekan dilahirkan dan tumbuh menjadi anak-anak
“Apa yang kamu lakukan?” Wajahnya terasa panas dan aroma jantan Dario membuainya membangkitkan sesuatu dalam tubuhnya.“Menurutmu apa?” Dia menekan tubuh Aria. Matanya segelap malam menatapnya panas. Dia menunduk menatap bibir mungil Aria yang basah. Dia menjilat bibirnya kering.Aria melihat gairah di mata lelaki itu. Dia merasakan jantungnya berdegup kencang. Napas ya terengah-engah. Ketika pria itu menunduk hendak mencium bibirnya, dia memejam matanya.“Ibu Delin merobek bukuku.”Sebuah suara tiba-tiba menghancurkan momen tersebut. Aria spontan mendorong Dario menjauh dan melihat ke arah tempat tidur Dixon.Dia melihat putranya masih tertidur nyenyak namun bibirnya tampak mengeluarkan suara gumaman. Dixon tampak sedang bermimpi bertengkar lagi dengan Delin.Aria menghela lega. Dia akan malu setengah mati jika putranya melihat berciuman di pintu kamarnya.Dia menoleh ke arah Dario. Pria itu tidak mengucapkan sepatah kata, namun matanya menatap Aria semakin intens. Dia terlihat seda
“Apa kamu tidak berniat membantu sama sekali?! Jika tidak, kamu bisa pulang sekarang!” geramnya melipat tangannya di depan dada dengan ekspresi kesal.Dario langsung menegak dan mendekatinya, mengurung tubuhnya dengan lemari dan tubuhnya.“Maaf, aku tidak bisa menahan diri.” Dia mengedipkan sebelah matanya.Tanpa melepaskan pandangannya dari Aria, dia mengangkat tangannya untuk menggapai pintu lemari bagian atas untuk mengeluarkan botol wine dan menyerahkan botol wine pada wanita itu.“Sudah, puas?” Dia tidak menyingkir dari tempatnya dan tetap mengurung Aria dengan tubuhnya. Dia tidak lupa meletakkan tangannya di pantat Aria.Aria tidak bisa berkata-kata dan mendorong dada Dario menjauh sambil menggertak gigi.“Mesum!” Dia dengan gusar berpindah ke meja kitchen dan menuangkan wine ke dalam gelas wine.Alih-alih memberikannya pada Dario, dia meminumnya seperti air dingin seperti tadi.Dia langsung menjulurkan lidahnya.“Pelan-pelan, kamu akan cepat mabuk jika minum seperti itu.” Dario
Dario sesaat terkejut dengan inisiatif Aria. Bibir wanita itu menciumnya dengan penuh semangat dan gairah yang tak kalah panas dengan Dario.Dario menyeringai menatap wajah Aria dengan tatapan gelap sebelum membalas tak kalah panas. Dia mendorong punggung Aria ke meja kitchen dan mencium bibirnya bernafsu. Tangannya meraba pundaknya dan menarik turun kardigan yang menutupi pundaknya hingga memperlihatkan bahunya yang seputih susu.Dia melepaskan bibirnya untuk melihatnya sejenak. Tatapannya sangat panas menatap bahunya seputih susu di gantung tali spaghetti tipis.Aria tersipu dengan tatapan panasnya dan menyelipkan anak rambutnya ke telinga.Dario mencium pundaknya dan bergerak ke leher jenjang meninggalkan tanda merah kepemilikannya.“Kamu sangat indah,” bisiknya serak di telinga Aria dan menghembuskan napas kasar. Wajahnya terbenam di lekukan leher Aria dan mencumbu lehernya bergairah. Tubuhnya menggosok tubuh lembut Aria dan menekannya ke meja kitchen.Tangannya naik untuk meremas
Dario menggeram dengan suara berat melepaskan bibir Aria. Dia menatap wanita itu dengan mata berkabut gairah dan nafsu.“Aku ingin melakukan ini sejak dulu dan bermimpi bercinta denganmu dengan keras,” bisiknya terengah-engah di leher Aria, menyodok bagian intim mereka yang terpisah selembar kain tipis celana dalam Aria.Wajah Aria semakin merah. Dia menggigit bawahnya yang bengkak dan basah.Dia memeluk leher Dario dan berbisik malu-malu.“Kamarku ....”Dario menatapnya dengan tatapan gelap nan panas sebelum menyeringai mencium bibirnya penuh gairah.“Kaitkan kakimu ....”Aria langsung mengaitkan kedua kakinya di pinggang kokoh Dario ketika pria itu tiba-tiba mengangkat tubuhnya.Tanpa melepaskan ciuman panas mereka, Dario menggendong Aria tergesa-gesa meninggalkan dapur menuju kamar Aria.Untunglah rumah Aria tidak terlalu besar menghemat usaha Dario menuju kamarnya.Dario membanting pintu kamar Aria dengan kakinya sebelum tergesa-gesa menuju tempat tidurnya.Dia menurunkan tubuh Ar
Aria merengek menahan tangan nakal Dario di bagian intimnya. Sementara kejantanannya kembali berdiri menusuk perutnya.Dario menggeram menahan godaan tubuh lembut Aria dalam pelukannya.Tenang Dario, masih ada waktu lain.Dario berbaring miring menarik Aria dalam pelukannya dan mencium keningnya. Dia sangat puas berbaring di tempat tidur dengan wanita yang dicintainya.Aria menghela napas lega Dario tidak bertindak lebih jauh. Dia dengan senang hati meringkuk dalam pelukannya dan membenamkan wajahnya dengan nyaman di dada pria itu sambil memejamkan mata. Suara detak jantungnya berdetak seirama menenangkannya.Mata Aria terpejam hendak tidur ketika Dario berkata.“Aria ....”“Hhmm ....”“Menikahlah denganku.”Mata Aria yang terpejam langsung terbuka. Dia sesaat membeku menatap bidang Dario.Menikah? Dengan Dario?Aria mungkin dengan perasaannya pada Dario. Namun menikah dengannya, dia tidak terlalu yakin.Menikah bukan hanya sekedar saling mencintai, tapi menyatukan dua kehidupan dan k