“Apa yang kamu lakukan?” Wajahnya terasa panas dan aroma jantan Dario membuainya membangkitkan sesuatu dalam tubuhnya.“Menurutmu apa?” Dia menekan tubuh Aria. Matanya segelap malam menatapnya panas. Dia menunduk menatap bibir mungil Aria yang basah. Dia menjilat bibirnya kering.Aria melihat gairah di mata lelaki itu. Dia merasakan jantungnya berdegup kencang. Napas ya terengah-engah. Ketika pria itu menunduk hendak mencium bibirnya, dia memejam matanya.“Ibu Delin merobek bukuku.”Sebuah suara tiba-tiba menghancurkan momen tersebut. Aria spontan mendorong Dario menjauh dan melihat ke arah tempat tidur Dixon.Dia melihat putranya masih tertidur nyenyak namun bibirnya tampak mengeluarkan suara gumaman. Dixon tampak sedang bermimpi bertengkar lagi dengan Delin.Aria menghela lega. Dia akan malu setengah mati jika putranya melihat berciuman di pintu kamarnya.Dia menoleh ke arah Dario. Pria itu tidak mengucapkan sepatah kata, namun matanya menatap Aria semakin intens. Dia terlihat seda
“Apa kamu tidak berniat membantu sama sekali?! Jika tidak, kamu bisa pulang sekarang!” geramnya melipat tangannya di depan dada dengan ekspresi kesal.Dario langsung menegak dan mendekatinya, mengurung tubuhnya dengan lemari dan tubuhnya.“Maaf, aku tidak bisa menahan diri.” Dia mengedipkan sebelah matanya.Tanpa melepaskan pandangannya dari Aria, dia mengangkat tangannya untuk menggapai pintu lemari bagian atas untuk mengeluarkan botol wine dan menyerahkan botol wine pada wanita itu.“Sudah, puas?” Dia tidak menyingkir dari tempatnya dan tetap mengurung Aria dengan tubuhnya. Dia tidak lupa meletakkan tangannya di pantat Aria.Aria tidak bisa berkata-kata dan mendorong dada Dario menjauh sambil menggertak gigi.“Mesum!” Dia dengan gusar berpindah ke meja kitchen dan menuangkan wine ke dalam gelas wine.Alih-alih memberikannya pada Dario, dia meminumnya seperti air dingin seperti tadi.Dia langsung menjulurkan lidahnya.“Pelan-pelan, kamu akan cepat mabuk jika minum seperti itu.” Dario
Dario sesaat terkejut dengan inisiatif Aria. Bibir wanita itu menciumnya dengan penuh semangat dan gairah yang tak kalah panas dengan Dario.Dario menyeringai menatap wajah Aria dengan tatapan gelap sebelum membalas tak kalah panas. Dia mendorong punggung Aria ke meja kitchen dan mencium bibirnya bernafsu. Tangannya meraba pundaknya dan menarik turun kardigan yang menutupi pundaknya hingga memperlihatkan bahunya yang seputih susu.Dia melepaskan bibirnya untuk melihatnya sejenak. Tatapannya sangat panas menatap bahunya seputih susu di gantung tali spaghetti tipis.Aria tersipu dengan tatapan panasnya dan menyelipkan anak rambutnya ke telinga.Dario mencium pundaknya dan bergerak ke leher jenjang meninggalkan tanda merah kepemilikannya.“Kamu sangat indah,” bisiknya serak di telinga Aria dan menghembuskan napas kasar. Wajahnya terbenam di lekukan leher Aria dan mencumbu lehernya bergairah. Tubuhnya menggosok tubuh lembut Aria dan menekannya ke meja kitchen.Tangannya naik untuk meremas
Dario menggeram dengan suara berat melepaskan bibir Aria. Dia menatap wanita itu dengan mata berkabut gairah dan nafsu.“Aku ingin melakukan ini sejak dulu dan bermimpi bercinta denganmu dengan keras,” bisiknya terengah-engah di leher Aria, menyodok bagian intim mereka yang terpisah selembar kain tipis celana dalam Aria.Wajah Aria semakin merah. Dia menggigit bawahnya yang bengkak dan basah.Dia memeluk leher Dario dan berbisik malu-malu.“Kamarku ....”Dario menatapnya dengan tatapan gelap nan panas sebelum menyeringai mencium bibirnya penuh gairah.“Kaitkan kakimu ....”Aria langsung mengaitkan kedua kakinya di pinggang kokoh Dario ketika pria itu tiba-tiba mengangkat tubuhnya.Tanpa melepaskan ciuman panas mereka, Dario menggendong Aria tergesa-gesa meninggalkan dapur menuju kamar Aria.Untunglah rumah Aria tidak terlalu besar menghemat usaha Dario menuju kamarnya.Dario membanting pintu kamar Aria dengan kakinya sebelum tergesa-gesa menuju tempat tidurnya.Dia menurunkan tubuh Ar
Aria merengek menahan tangan nakal Dario di bagian intimnya. Sementara kejantanannya kembali berdiri menusuk perutnya.Dario menggeram menahan godaan tubuh lembut Aria dalam pelukannya.Tenang Dario, masih ada waktu lain.Dario berbaring miring menarik Aria dalam pelukannya dan mencium keningnya. Dia sangat puas berbaring di tempat tidur dengan wanita yang dicintainya.Aria menghela napas lega Dario tidak bertindak lebih jauh. Dia dengan senang hati meringkuk dalam pelukannya dan membenamkan wajahnya dengan nyaman di dada pria itu sambil memejamkan mata. Suara detak jantungnya berdetak seirama menenangkannya.Mata Aria terpejam hendak tidur ketika Dario berkata.“Aria ....”“Hhmm ....”“Menikahlah denganku.”Mata Aria yang terpejam langsung terbuka. Dia sesaat membeku menatap bidang Dario.Menikah? Dengan Dario?Aria mungkin dengan perasaannya pada Dario. Namun menikah dengannya, dia tidak terlalu yakin.Menikah bukan hanya sekedar saling mencintai, tapi menyatukan dua kehidupan dan k
“Jadi kumohon ... menikahlah denganku.”Mata Aria berkaca-kaca mendengar kata-kata pria itu. Namun ... dia masih ragu-ragu.Dia bahagia namun juga gelisah. Entah mengapa dia terpikirkan pada Hanna.“Tapi Hanna ....”Ekspresi Dario mengeras ketika mengingat tujuh tahun yang lalu Hanna mencelakai Aria dan membuatnya hampir kehilangan anak-anak mereka. Wanita itu melarikan diri dan menghilang ke luar negeri.Dia akan merasa lebih bersyukur jika Hanna tidak pernah kembali lagi.“Aria, Hanna sudah lama menghilang sejak dia mendorong ke kolom. Dia membuat rencana untuk mencelakaimu dan kemudian menghilang. Aku berharap dia tidak pernah kembali.” Suara Dario menjadi rendah dan dingin di bagian akhir kalimatnya.Aria menggigit bibir bawahnya.“Semua salahku. Hanna pantas untuk marah dan mencelakaiku. Aku tidak seharusnya merebut kekasih dan tunangannya. Dia pasti jauh lebih membenciku saat itu,” ujarnya berkerut sedih.“Aria ....” Dario menghela napas menarik kepalanya ke dadanya, memeluknya
Cahaya matahari keluar melalui celah-celah tirai jendela, sedikit menerangi kamar yang gelap itu. di atas lantai berbagai pakaian terletak berserakan. Di atas tempat tidur dua insan terjerat tanpa sehelai benang pun kecuali selimut yang menutupi tubuh mereka.Tok,tok, tok.Terdengar suara ketukan di pintu.Dario mengernyit terganggu dalam tidurnya, dia mengubah posisi tidurnya dan merasakan tubuh mungil nan lembut dalam pelukannya. Dia membuka matanya sedikit menatap sosok wanita tertidur dalam pelukannya tanpa sehelai benang pun. Sudut bibirnya melengkung mengingat aktivitas semalam mereka di atas tempat tidur.Mereka berhenti ketika fajar dan baru tidur satu jam.Dario menarik Aria semakin erat dalam pelukannya untuk merasakan kehangatan tubuhnya yang lembut dan kembali memejamkan matanya, mengejar waktu tidur.Namun ketukan di pintu sekali lagi mengganggu ketenangan tidurnya.Dia dapat merasakan Aria bergerak pelan sebelum memeluk tubuh Dario dengan nyaman tanpa membuka matanya. Di
Usai mengantar si kembar Dario meminta Haris untuk membatalkan semua jadwalnya hari dan mengambil cuti. Setelah itu menghubungi asisten Aria, Jenny untuk menangani semua urusan pekerjaan Aria karena dia akan cuti kerja hari.“Maaf Tuan, saya melaksanakan perintah Nona Aria, bukan Anda. Tanpa perintah Nona Aria, saya tidak melaksanakan perintah Anda. Anda bukan atasan Saya,” balas Jenny ketika dihubungi tiba-tiba oleh Dario.“Bosmu sedang tidak enak badan hari ini dan tidak bisa masuk kerja hari ini, karena itu aku menghubungi untuk menangani semua urusan kantor.”Jenny berkerut curiga menatap layar komputer, lalu melirik jam di dinding sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Dia sudah menunggu Aria di kantor untuk menyerahkan laporan, namun sang bos belum juga masuk kantor.Ini sangat tidak biasa hingga membuatnya khawatir, Aria juga tidak bisa dihubungi.Malah Dario, yang seharusnya diwaspadai karena hubungan buruk dengan bos justru menghubunginya untuk menangani urusan kantor Aria.“Ap