Samantha berpamitan pada Jeremiah setelah sebelumnya meminta pada sahabatnya itu untuk merahasiakan semua hal yang telah ia dengar hari ini. Samantha mengamati pria tinggi di hadapannya itu dengan begitu serius. Ia tidak main-main saat meminta Jeremiah untuk menyimpan rahasia tersebut dan membawanya hingga mati.“Sekali lagi kukatakan padamu, Jere. Aku ingin kamu—” Ucapan Samantha terhenti sebab Jeremiah menyela dengan begitu cepat.“Aku sudah mengerti maksudmu, Samantha. Kau sudah mengatakannya berkali-kali. Aku akan bersikap seolah tidak tahu apa-apa sampai perjanjian kalian berakhir.” Jeremiah meyakinkan.Dada Samantha mengembang ketika gadis itu menarik napas dalam-dalam. Samantha hanya ingin memastikan jika Jeremiah akan memegang janjinya. Bagaimanapun Samantha tidak ingin ada kekacauan lagi hingga perjanjiannya bersama Dante berakhir. Samantha ingin hidup damai dan tenang hingga hari itu tiba nanti. Samantha menghamburkan diri pada Jeremiah dan memeluk sahabatnya itu dengan cu
Dante melampiaskan kemarahannya dengan mencium Samantha begitu keras. Dalam ruang gerak yang begitu terbatas seperti sekarang, Dante mencium Samantha seolah dia ingin memakannya. Dan ketika Samantha meronta ingin melepaskan diri, Dante semakin menggila menciumi gadis itu.Namun Samantha tak menyerah begitu saja. Ia terus berontak hingga akhirnya mampu melepaskan diri. Dengan tarikan napas yang terdengar berat, Samantha mengusap bibirnya yang basah dan pucat.“Dante, kamu membuatku tidak bisa bernapas!” ucap Samantha terengah-engah. Samantha mengamati Dante sambil berusaha mengatur irama napasnya. Pria itu masih tampak diselimuti oleh amarah. Napasnya kian memburu sementara matanya menyala memercikkan kemarahan.“Kamu milikku, Samantha! Apa kamu mengerti, huh?!” geram Dante dengan tatapan menusuk tajam. Suaranya terdengar berat dan mengintimidasi. Samantha mencengkeram ujung blus dengan kedua tangannya. Ada ketakutan yang perlahan menyergap ketika indra pendengarannya menyambut kata-
Samantha mendorong paksa tubuhnya ke belakang hingga akhirnya terlepas dari pelukan Dante. Gadis itu memandangi Dante dengan wajah sedikit masam, lalu kemudian ia tak sengaja menangkap sosok Clara Johnson sedang melintas di belakang suaminya tersebut. Namun ada yang berbeda dengan Clara kali ini, ia tak menghampiri Dante dan mengabaikan keberadaan mereka yang berdiri di depan mobil.Samantha mengerjapkan mata beberapa kali sementara pandangannya terus mengikuti sosok Clara yang akhirnya menghilang di balik pintu masuk restoran. Jujur saja, Samantha merasa keheranan dengan tingkah gadis itu. Apa mungkin Tuan Johnson sungguh meminta putrinya tersebut untuk tidak mengganggu kehidupannya dan Dante lagi?"Ada apa? Mengapa kamu terlihat keheranan dan bingung?" tanya Dante.Samantha bergumam singkat, lalu kembali mengamati suaminya tersebut. "Uhm, bukan apa-apa. Aku tadi melihat Clara berjalan masuk ke restoran, tapi dia bersikap tidak seperti biasanya. Dia tidak menghampirimu dan berjalan m
Dante tidak bisa berhenti merutuki dirinya sendiri karena hampir menempatkan Samantha ke dalam bahaya. Meskipun Samantha sudah berkali-kali mengatakan bahwa ia baik-baik saja, namun Dante sama sekali tidak tenang. Lima menit telah berlalu sejak mereka tiba di kediaman keluarga Adams. Tetapi Dante masih terus menanyakan kondisi Samantha dan sekarang gadis itu mulai merasa terganggu. Samantha hanya membentur dashboard mobil, tetapi Dante bersikap seolah gadis itu baru saja mengalami kecelakaan yang begitu besar."Apa kamu tidak memercayaiku, Dante? Sudah kukatakan bahwa aku baik-baik saja." Samantha berujar untuk kesekian kalinya.Dante mengembuskan napas berat sementara wajahnya tampak begitu menyesal. "Aku hanya khawatir kamu mungkin kesakitan," sahut pria itu.Samantha meraih cermin kecil yang tergeletak di atas meja, kemudian memeriksa dahinya dengan benda tersebut. "Lihat! Dahiku bahkan sudah tidak kemerahan lagi," balas gadis itu.Dante mengamati dahi Samantha dengan seksama. Gad
Keesokan harinya ….Samantha berdiri di depan sebuah bangunan yang cukup megah. Gadis itu meraih ponsel di dalam tas, lalu memeriksa alamat yang dikirim oleh Elnathan untuk memastikan jika ia sudah berada di tempat yang benar. Sejujurnya Samantha tidak hanya ragu, tetapi gadis itu juga merasa heran di waktu bersamaan.“Apakah ini tempat yang benar?” gumam Samantha ragu. Dipandanginya sekali lagi bangunan tersebut lalu membaca alamat yang tertulis di layar ponselnya untuk kembali memastikan. “Kurasa aku sudah berada di tempat yang benar. Tapi, tempat apa ini?”Samantha tidak tahu tempat macam apa persisnya bangunan di depannya itu. Saat Elnathan bersikeras ingin merayakan ulang tahun bersama, Samantha berpikir setidaknya mereka merayakannya di sebuah restoran atau bar kecil kesukaan adiknya itu. Samantha sama sekali tidak menduga jika mereka akan merayakan di tempat seperti ini.Setelah berpikir cukup lama, Samantha memutuskan untuk menekan tombol bel. Namun belum sempat gadis itu mela
Samantha tidak menaruh curiga sedikit pun ketika Elnathan menyuapinya lemon cake setelah ia selesai meniup lilin lalu memotong kue. Samantha justru merasa sangat bahagia. Meskipun awalnya ia sempat bingung sekaligus curiga, namun Samantha yakin hal tersebut hanyalah sebuah kecurigaan tak berdasar terhadap adiknya.Bagi Samantha, hari ini adalah ulang tahun terindah dalam beberapa tahun terakhir. Meski dirayakan begitu sederhana dan hanya dihadiri oleh Elnathan beserta salah satu temannya. Samantha akui ia tidak bisa mengelak bahwa hatinya begitu gembira.“Bagaimana kalau sekarang kita bersulang?” Elnathan mengulurkan segelas wine pada Samantha sambil tersenyum semringah.Mulanya Samantha berniat menolak, tetapi ia tidak bisa menjadi gadis yang merusak suasana. Pada akhirnya Samantha terpaksa menerima gelas wine tersebut dan bersulang dengan adiknya. Samantha menenggak wine itu hingga habis dan ia menjadi lebih rileks dari sebelumnya.Samantha tiba-tiba merasa kakinya tidak sedang meng
Ternyata keberuntungan masih berpihak pada Samantha. Di saat-saat genting seperti ini, Tuhan mengirimkan seseorang untuk menyelamatkannya. Meskipun seseorang itu tidak benar-benar datang dengan niat seperti itu, tetapi setidaknya Samantha terselamatkan dari pria bajingan bernama Carl yang hendak memerkosanya.Di tengah gejolak yang tidak terkendali, Samantha menatap seorang wanita berambut sebahu berdiri tepat di depannya. Wajah wanita itu tampak begitu marah, namun kemarahannya jelas ditujukan bukan untuk Samantha. "Gadis yang malang," ucap wanita berambut sebahu itu. Detik berikutnya ia melepaskan mantel di tubuhnya lalu menyelimuti tubuh Samantha dengan mantel tersebut.Samantha merasa sangat tidak karuan. Gairah di dalam dirinya terus meronta meminta untuk segera disalurkan. "Dante ...." Samantha masih saja terus menyebut nama pria itu.Wanita berambut sebahu mencondongkan tubuhnya ke arah Samantha. "Apa katamu?" tanyanya.Samantha menjawab dengan tidak jelas sehingga wanita ber
Cukup lama Samantha berdiri di depan pintu kamar sebelum akhirnya memberanikan diri masuk ke dalam. Hal pertama yang ia lihat ketika memasuki ruangan tersebut adalah punggung lebar Dante yang berdiri membelakanginya. Dan ketika pria itu berbalik untuk menatapnya, Samantha langsung merasa ingin kabur detik itu juga.Samantha tidak tahu apa yang Dante pikirkan di dalam kepalanya. Namun dilihat dari bagaimana ekspresinya yang begitu kaku, Samantha yakin beberapa saat lagi ia akan dimarahi oleh pria itu.Dante tidak berbicara sepatah kata pun. Yang dilakukan pria itu hanyalah menatap Samantha dengan ekspresi yang menakutkan. Samantha refleks melangkah mundur ketika pria itu mendatanginya.“Dante, aku minta maaf—” Ucapan Samantha terhenti saat Dante tiba-tiba memeluknya.Kedua mata Samantha membulat dalam keterkejutan. Ia tidak menduga Dante akan memeluknya seperti sekarang. Bukankah ini aneh?“Kemana saja kamu, huh? Kamu membuatku sangat khawatir,” bisik Dante parau.Samantha membeku di d