Samantha tahu tidak seharusnya ia berbohong pada Dante saat ingin bertemu dengan Jeremiah. Namun jika ia tidak berbohong seperti sekarang, Dante tidak akan mungkin mengizinkan Samantha bertemu dengan sahabatnya itu. Meski Samantha sudah berkali-kali menekankan jika hubungannya dengan Jeremiah hanyalah sebatas teman, tetapi Dante masih tidak bisa berpikiran dengan jernih. “Astaga, Samantha. Sudah berapa lama sejak terakhir kali kita bertemu? Aku sangat merindukanmu!” Jeremiah merasa begitu senang ketika melihat Samantha berdiri di depan pintu griya tawangnya. Lalu pria itu pun segera memeluk sahabatnya itu sebelum akhirnya mempersilakan masuk. “Jadi, bagaimana bisa kamu sampai kemari?” tanya Jeremiah ketika mereka baru saja memosisikan diri di sofa. Samantha mengembuskan napas pelan. “Tentu saja dengan naik taksi. Bagaimana lagi memangnya?” sahut gadis itu. Jeremiah terbahak pelan, merasa geli dengan jawaban yang diberikan oleh Samantha barusan. Ia tahu Samantha sedang bergurau, te
Jeremiah berusaha memahami semua penjelasan yang diberikan oleh Samantha padanya. Namun sekeras apa pun ia mencoba, Jeremiah tetap tidak bisa memahami. Semua yang dikatakan oleh Samantha terdengar tidak masuk akal—gadis itu terkesan seperti sedang mengada-ngada tetapi raut wajahnya begitu serius.Jeremiah menekan ibu jarinya di dahi. “Jadi maksudmu, kau bersedia menikah kontrak dengannya karena ingin menyelamatkan Elnathan?” tanyanya.Samantha mengangguk dengan pelan. Detik berikutnya gadis itu segera mendongak untuk menatap Jeremiah yang berdiri tepat di depannya."Ya, seperti itulah," sahut gadis itu.Jeremiah tercengang menatap Samantha. “Tapi, mengapa? Mengapa, huh? Ini sangat konyol, Samantha! Semua yang kau katakan barusan terdengar tidak masuk akal!” geramnya frustasi.Tidak masuk akal. Ya! Samantha setuju dengan gagasan tersebut. Tapi beginilah kenyataannya dan Samantha sudah terlanjur terjerat pada situasi tidak masuk akal itu. “Awalnya aku melakukan hal itu karena terpaksa.
Samantha berpamitan pada Jeremiah setelah sebelumnya meminta pada sahabatnya itu untuk merahasiakan semua hal yang telah ia dengar hari ini. Samantha mengamati pria tinggi di hadapannya itu dengan begitu serius. Ia tidak main-main saat meminta Jeremiah untuk menyimpan rahasia tersebut dan membawanya hingga mati.“Sekali lagi kukatakan padamu, Jere. Aku ingin kamu—” Ucapan Samantha terhenti sebab Jeremiah menyela dengan begitu cepat.“Aku sudah mengerti maksudmu, Samantha. Kau sudah mengatakannya berkali-kali. Aku akan bersikap seolah tidak tahu apa-apa sampai perjanjian kalian berakhir.” Jeremiah meyakinkan.Dada Samantha mengembang ketika gadis itu menarik napas dalam-dalam. Samantha hanya ingin memastikan jika Jeremiah akan memegang janjinya. Bagaimanapun Samantha tidak ingin ada kekacauan lagi hingga perjanjiannya bersama Dante berakhir. Samantha ingin hidup damai dan tenang hingga hari itu tiba nanti. Samantha menghamburkan diri pada Jeremiah dan memeluk sahabatnya itu dengan cu
Dante melampiaskan kemarahannya dengan mencium Samantha begitu keras. Dalam ruang gerak yang begitu terbatas seperti sekarang, Dante mencium Samantha seolah dia ingin memakannya. Dan ketika Samantha meronta ingin melepaskan diri, Dante semakin menggila menciumi gadis itu.Namun Samantha tak menyerah begitu saja. Ia terus berontak hingga akhirnya mampu melepaskan diri. Dengan tarikan napas yang terdengar berat, Samantha mengusap bibirnya yang basah dan pucat.“Dante, kamu membuatku tidak bisa bernapas!” ucap Samantha terengah-engah. Samantha mengamati Dante sambil berusaha mengatur irama napasnya. Pria itu masih tampak diselimuti oleh amarah. Napasnya kian memburu sementara matanya menyala memercikkan kemarahan.“Kamu milikku, Samantha! Apa kamu mengerti, huh?!” geram Dante dengan tatapan menusuk tajam. Suaranya terdengar berat dan mengintimidasi. Samantha mencengkeram ujung blus dengan kedua tangannya. Ada ketakutan yang perlahan menyergap ketika indra pendengarannya menyambut kata-
Samantha mendorong paksa tubuhnya ke belakang hingga akhirnya terlepas dari pelukan Dante. Gadis itu memandangi Dante dengan wajah sedikit masam, lalu kemudian ia tak sengaja menangkap sosok Clara Johnson sedang melintas di belakang suaminya tersebut. Namun ada yang berbeda dengan Clara kali ini, ia tak menghampiri Dante dan mengabaikan keberadaan mereka yang berdiri di depan mobil.Samantha mengerjapkan mata beberapa kali sementara pandangannya terus mengikuti sosok Clara yang akhirnya menghilang di balik pintu masuk restoran. Jujur saja, Samantha merasa keheranan dengan tingkah gadis itu. Apa mungkin Tuan Johnson sungguh meminta putrinya tersebut untuk tidak mengganggu kehidupannya dan Dante lagi?"Ada apa? Mengapa kamu terlihat keheranan dan bingung?" tanya Dante.Samantha bergumam singkat, lalu kembali mengamati suaminya tersebut. "Uhm, bukan apa-apa. Aku tadi melihat Clara berjalan masuk ke restoran, tapi dia bersikap tidak seperti biasanya. Dia tidak menghampirimu dan berjalan m
Dante tidak bisa berhenti merutuki dirinya sendiri karena hampir menempatkan Samantha ke dalam bahaya. Meskipun Samantha sudah berkali-kali mengatakan bahwa ia baik-baik saja, namun Dante sama sekali tidak tenang. Lima menit telah berlalu sejak mereka tiba di kediaman keluarga Adams. Tetapi Dante masih terus menanyakan kondisi Samantha dan sekarang gadis itu mulai merasa terganggu. Samantha hanya membentur dashboard mobil, tetapi Dante bersikap seolah gadis itu baru saja mengalami kecelakaan yang begitu besar."Apa kamu tidak memercayaiku, Dante? Sudah kukatakan bahwa aku baik-baik saja." Samantha berujar untuk kesekian kalinya.Dante mengembuskan napas berat sementara wajahnya tampak begitu menyesal. "Aku hanya khawatir kamu mungkin kesakitan," sahut pria itu.Samantha meraih cermin kecil yang tergeletak di atas meja, kemudian memeriksa dahinya dengan benda tersebut. "Lihat! Dahiku bahkan sudah tidak kemerahan lagi," balas gadis itu.Dante mengamati dahi Samantha dengan seksama. Gad
Keesokan harinya ….Samantha berdiri di depan sebuah bangunan yang cukup megah. Gadis itu meraih ponsel di dalam tas, lalu memeriksa alamat yang dikirim oleh Elnathan untuk memastikan jika ia sudah berada di tempat yang benar. Sejujurnya Samantha tidak hanya ragu, tetapi gadis itu juga merasa heran di waktu bersamaan.“Apakah ini tempat yang benar?” gumam Samantha ragu. Dipandanginya sekali lagi bangunan tersebut lalu membaca alamat yang tertulis di layar ponselnya untuk kembali memastikan. “Kurasa aku sudah berada di tempat yang benar. Tapi, tempat apa ini?”Samantha tidak tahu tempat macam apa persisnya bangunan di depannya itu. Saat Elnathan bersikeras ingin merayakan ulang tahun bersama, Samantha berpikir setidaknya mereka merayakannya di sebuah restoran atau bar kecil kesukaan adiknya itu. Samantha sama sekali tidak menduga jika mereka akan merayakan di tempat seperti ini.Setelah berpikir cukup lama, Samantha memutuskan untuk menekan tombol bel. Namun belum sempat gadis itu mela
Samantha tidak menaruh curiga sedikit pun ketika Elnathan menyuapinya lemon cake setelah ia selesai meniup lilin lalu memotong kue. Samantha justru merasa sangat bahagia. Meskipun awalnya ia sempat bingung sekaligus curiga, namun Samantha yakin hal tersebut hanyalah sebuah kecurigaan tak berdasar terhadap adiknya.Bagi Samantha, hari ini adalah ulang tahun terindah dalam beberapa tahun terakhir. Meski dirayakan begitu sederhana dan hanya dihadiri oleh Elnathan beserta salah satu temannya. Samantha akui ia tidak bisa mengelak bahwa hatinya begitu gembira.“Bagaimana kalau sekarang kita bersulang?” Elnathan mengulurkan segelas wine pada Samantha sambil tersenyum semringah.Mulanya Samantha berniat menolak, tetapi ia tidak bisa menjadi gadis yang merusak suasana. Pada akhirnya Samantha terpaksa menerima gelas wine tersebut dan bersulang dengan adiknya. Samantha menenggak wine itu hingga habis dan ia menjadi lebih rileks dari sebelumnya.Samantha tiba-tiba merasa kakinya tidak sedang meng