Dante tidak bisa menyembunyikan keterkejutan dan rasa paniknya setelah mendengar informasi jika Margareth Adams jatuh pingsan. Dante masuk ke dalam kamar lalu mengenakan kembali pakaian yang sempat ia lempar ke atas sofa. Pria itu tampak tergesa-gesa saat memasang kancing kemejanya. “Dante, apa yang terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat panik?” tanya Samantha yang masih duduk di atas ranjang dengan selimut membalut di tubuhnya. Dante mendatangi Samantha dengan rasa panik yang masih tercetak di wajah. “Ibuku pingsan. Jadi aku ingin memeriksa keadaan di bawah sekarang.” Kedua mata Samantha membulat sempurna. “Apa? Kalau begitu, pergilah. Aku akan menyusulmu setelah berpakaian,” sahut gadis itu dengan wajah khawatir. Dante mengangguk dengan pelan sebelum akhirnya menghilang di balik pintu kamar. Samantha menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang. Gadis itu melangkah cepat menuju walk in closet untuk mengambil pakaian bersih dan hangat. Usai berganti pakaian, Samantha segera turun ke
Clara Johnson beruntung sebab Margareth Adams dapat mencapai kesepakatan bersama Dante dengan hasil yang sangat memuaskan. Gadis itu tidak perlu dipenjara ataupun diasingkan oleh ayahnya ke luar negeri. Gadis itu bahkan tidak perlu meminta maaf sebab orang tuanya yang sudah mewakilkan.Bagi Samantha hal tersebut memang tidak adil sama sekali. Clara Johnson tidak hanya sekedar mengusik hidupnya, tetapi juga menempatkan nyawanya dalam posisi berbahaya! Tapi ini adalah keputusan Dante dan hal tersebut ia lakukan demi kebaikan sang istri.Dante sudah memikirkan hal tersebut dengan sangat matang. Meskipun awalnya pria itu sempat merasa ragu, namun Margareth Adams dengan percaya diri menjamin bahwa Clara tidak akan pernah lagi mengusik Samantha, begitupun dengan dirinya. Margareth meyakinkan Dante bahwa setelah hal ini berakhir dengan perdamaian, Samantha akan hidup tenang seperti yang pria itu inginkan."Hey, ada apa denganmu? Mengapa kamu terlihat sangat gelisah dan seperti orang yang ban
Clara mengamati sosok pria asing itu dengan serius. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, semuanya tak luput dari perhatian Clara. Siapakah sebenarnya ia dan hubungan seperti apa yang dimilikinya dengan Samantha?“Kau masih belum menjawab pertanyaanku.” Clara membuka suara. Gadis itu masih menuntut jawaban yang sedari tadi tak kunjung ia dapatkan.Pria asing itu mengulurkan tangan. Meraih gelas berisi minuman beralkohol lalu menenggaknya hingga beberapa kali tegukan. Kedua matanya mengintip Clara dari balik gelas sementara pikirannya terpecah menjadi beberapa bagian.“Aku Elnathan Rayne. Kurasa dari hal ini saja, kamu sudah bisa menebak bagaimana hubunganku dengan Samantha Rayne.” Pria itu mengumumkan.Clara Johnson melebarkan kedua mata. “Kau saudaranya?” tebak gadis itu.Elnathan menganggukkan kepala. “Lebih tepatnya aku adalah adiknya.”Clara tersenyum miring sebelum akhirnya terbahak pelan. “Apa alasanmu bersedia bekerja sama? Gadis jalang itu adalah kakakmu. Mengapa kamu ingin mel
Keesokan harinya, Clara menerima sebuah email berisi laporan tentang latar belakang Elnathan Rayne. Sedari awal ia membaca baris kalimat yang tertuang di dalamnya, gadis itu merasa semuanya begitu menarik. Ternyata Samantha memiliki saudara sampah seperti Elnathan Rayne.“Pria ini benar-benar seperti sampah! Tapi, bukankah ini menarik dan artinya aku bisa memanfaatkannya untuk menghancurkan kakaknya sendiri?” Clara tersenyum licik.Sekarang Clara merasa tidak perlu khawatir lagi. Tidak ada alasan baginya untuk menolak tawaran kerja sama dari pria bernama Elnathan itu, bukan?Meski hanya sebuah pemikiran yang belum terwujudkan. Tetapi Clara merasa semuanya berada di dalam genggamannya sekarang. Gadis itu semakin percaya diri bisa menyingkirkan Samantha dari kehidupan Dante.Clara menutup laporan yang sudah habis dibaca. Lalu jari tangannya bergerak lihai di atas layar ponsel mengetikkan nomor seseorang.“Halo, siapa ini?” Suara seorang pria menyambut telinganya.Clara berdiri dari dudu
Dante tidak mengerti mengapa sikap Samantha begitu aneh akhir-akhir ini. Beberapa kali Dante memergoki gadis itu sedang melamun. Namun ketika Dante bertanya apa yang sedang dipikirkannya, Samantha enggan menjawab.Saat ini mereka tengah duduk di sebuah restoran untuk makan siang, tetapi Samantha hanya memainkan sendoknya di atas piring. Gadis itu juga tidak berbicara sejak kedatangan mereka di tempat ini. Seolah ia baru saja kehilangan kemampuan untuk berbicara, Samantha diam membisu mengatup mulutnya rapat-rapat.Dante mengamati gadis itu sambil bertanya-tanya. Mengumpulkan semua kemungkinan mengapa Samantha bersikap seperti sekarang ini. Mungkinkah terjadi masalah lagi pada adiknya?Dante mengetuk meja beberapa kali. “Mengapa tidak makan? Apa kamu tidak suka semua makanan ini? Katakan saja jika kamu tidak menyukainya, aku akan memesankan makanan yang baru untukmu,” kata pria itu.Samantha sedikit terkesiap dan langsung mengumpulkan semua konsentrasinya yang sempat terpecah. Gadis it
Samantha tahu tidak seharusnya ia berbohong pada Dante saat ingin bertemu dengan Jeremiah. Namun jika ia tidak berbohong seperti sekarang, Dante tidak akan mungkin mengizinkan Samantha bertemu dengan sahabatnya itu. Meski Samantha sudah berkali-kali menekankan jika hubungannya dengan Jeremiah hanyalah sebatas teman, tetapi Dante masih tidak bisa berpikiran dengan jernih. “Astaga, Samantha. Sudah berapa lama sejak terakhir kali kita bertemu? Aku sangat merindukanmu!” Jeremiah merasa begitu senang ketika melihat Samantha berdiri di depan pintu griya tawangnya. Lalu pria itu pun segera memeluk sahabatnya itu sebelum akhirnya mempersilakan masuk. “Jadi, bagaimana bisa kamu sampai kemari?” tanya Jeremiah ketika mereka baru saja memosisikan diri di sofa. Samantha mengembuskan napas pelan. “Tentu saja dengan naik taksi. Bagaimana lagi memangnya?” sahut gadis itu. Jeremiah terbahak pelan, merasa geli dengan jawaban yang diberikan oleh Samantha barusan. Ia tahu Samantha sedang bergurau, te
Jeremiah berusaha memahami semua penjelasan yang diberikan oleh Samantha padanya. Namun sekeras apa pun ia mencoba, Jeremiah tetap tidak bisa memahami. Semua yang dikatakan oleh Samantha terdengar tidak masuk akal—gadis itu terkesan seperti sedang mengada-ngada tetapi raut wajahnya begitu serius.Jeremiah menekan ibu jarinya di dahi. “Jadi maksudmu, kau bersedia menikah kontrak dengannya karena ingin menyelamatkan Elnathan?” tanyanya.Samantha mengangguk dengan pelan. Detik berikutnya gadis itu segera mendongak untuk menatap Jeremiah yang berdiri tepat di depannya."Ya, seperti itulah," sahut gadis itu.Jeremiah tercengang menatap Samantha. “Tapi, mengapa? Mengapa, huh? Ini sangat konyol, Samantha! Semua yang kau katakan barusan terdengar tidak masuk akal!” geramnya frustasi.Tidak masuk akal. Ya! Samantha setuju dengan gagasan tersebut. Tapi beginilah kenyataannya dan Samantha sudah terlanjur terjerat pada situasi tidak masuk akal itu. “Awalnya aku melakukan hal itu karena terpaksa.
Samantha berpamitan pada Jeremiah setelah sebelumnya meminta pada sahabatnya itu untuk merahasiakan semua hal yang telah ia dengar hari ini. Samantha mengamati pria tinggi di hadapannya itu dengan begitu serius. Ia tidak main-main saat meminta Jeremiah untuk menyimpan rahasia tersebut dan membawanya hingga mati.“Sekali lagi kukatakan padamu, Jere. Aku ingin kamu—” Ucapan Samantha terhenti sebab Jeremiah menyela dengan begitu cepat.“Aku sudah mengerti maksudmu, Samantha. Kau sudah mengatakannya berkali-kali. Aku akan bersikap seolah tidak tahu apa-apa sampai perjanjian kalian berakhir.” Jeremiah meyakinkan.Dada Samantha mengembang ketika gadis itu menarik napas dalam-dalam. Samantha hanya ingin memastikan jika Jeremiah akan memegang janjinya. Bagaimanapun Samantha tidak ingin ada kekacauan lagi hingga perjanjiannya bersama Dante berakhir. Samantha ingin hidup damai dan tenang hingga hari itu tiba nanti. Samantha menghamburkan diri pada Jeremiah dan memeluk sahabatnya itu dengan cu