“Berdansalah denganku, Samantha,” ucap Dante sesaat setelah Samantha berhasil menghabiskan makanan penutup di piringnya. Samantha tersenyum manis sambil menganggukkan kepala dengan pelan. Lalu keduanya pun berdansa di bawah sinar rembulan dengan alunan musik yang tiba-tiba dimainkan. Kedua kaki mereka bergerak perlahan sambil menatap satu sama lain dengan cukup dalam. Samantha memejamkan mata ketika bibir Dante mendarat dengan perlahan di bibirnya. Kemudian gadis itu kembali tersenyum saat Dante mendaratkan dagu di bahunya sambil memeluknya begitu hangat. Samantha tahu ini konyol dan mustahil, tetapi ia ingin waktu berhenti sebentar agar bisa menikmati momen ini lebih lama lagi. “Terima kasih,” ucap Dante tiba-tiba. Samantha mengerutkan kening. “Terima kasih untuk apa?” tanyanya bingung. Samantha tidak merasa telah melakukan sesuatu. Jadi, mengapa pria itu berterima kasih? Dante mengeratkan pelukan. “Terima kasih karena telah memberiku malam yang indah,” ucap pria itu terdengar t
Dante tidak bisa menyembunyikan keterkejutan dan rasa paniknya setelah mendengar informasi jika Margareth Adams jatuh pingsan. Dante masuk ke dalam kamar lalu mengenakan kembali pakaian yang sempat ia lempar ke atas sofa. Pria itu tampak tergesa-gesa saat memasang kancing kemejanya. “Dante, apa yang terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat panik?” tanya Samantha yang masih duduk di atas ranjang dengan selimut membalut di tubuhnya. Dante mendatangi Samantha dengan rasa panik yang masih tercetak di wajah. “Ibuku pingsan. Jadi aku ingin memeriksa keadaan di bawah sekarang.” Kedua mata Samantha membulat sempurna. “Apa? Kalau begitu, pergilah. Aku akan menyusulmu setelah berpakaian,” sahut gadis itu dengan wajah khawatir. Dante mengangguk dengan pelan sebelum akhirnya menghilang di balik pintu kamar. Samantha menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang. Gadis itu melangkah cepat menuju walk in closet untuk mengambil pakaian bersih dan hangat. Usai berganti pakaian, Samantha segera turun ke
Clara Johnson beruntung sebab Margareth Adams dapat mencapai kesepakatan bersama Dante dengan hasil yang sangat memuaskan. Gadis itu tidak perlu dipenjara ataupun diasingkan oleh ayahnya ke luar negeri. Gadis itu bahkan tidak perlu meminta maaf sebab orang tuanya yang sudah mewakilkan.Bagi Samantha hal tersebut memang tidak adil sama sekali. Clara Johnson tidak hanya sekedar mengusik hidupnya, tetapi juga menempatkan nyawanya dalam posisi berbahaya! Tapi ini adalah keputusan Dante dan hal tersebut ia lakukan demi kebaikan sang istri.Dante sudah memikirkan hal tersebut dengan sangat matang. Meskipun awalnya pria itu sempat merasa ragu, namun Margareth Adams dengan percaya diri menjamin bahwa Clara tidak akan pernah lagi mengusik Samantha, begitupun dengan dirinya. Margareth meyakinkan Dante bahwa setelah hal ini berakhir dengan perdamaian, Samantha akan hidup tenang seperti yang pria itu inginkan."Hey, ada apa denganmu? Mengapa kamu terlihat sangat gelisah dan seperti orang yang ban
Clara mengamati sosok pria asing itu dengan serius. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, semuanya tak luput dari perhatian Clara. Siapakah sebenarnya ia dan hubungan seperti apa yang dimilikinya dengan Samantha?“Kau masih belum menjawab pertanyaanku.” Clara membuka suara. Gadis itu masih menuntut jawaban yang sedari tadi tak kunjung ia dapatkan.Pria asing itu mengulurkan tangan. Meraih gelas berisi minuman beralkohol lalu menenggaknya hingga beberapa kali tegukan. Kedua matanya mengintip Clara dari balik gelas sementara pikirannya terpecah menjadi beberapa bagian.“Aku Elnathan Rayne. Kurasa dari hal ini saja, kamu sudah bisa menebak bagaimana hubunganku dengan Samantha Rayne.” Pria itu mengumumkan.Clara Johnson melebarkan kedua mata. “Kau saudaranya?” tebak gadis itu.Elnathan menganggukkan kepala. “Lebih tepatnya aku adalah adiknya.”Clara tersenyum miring sebelum akhirnya terbahak pelan. “Apa alasanmu bersedia bekerja sama? Gadis jalang itu adalah kakakmu. Mengapa kamu ingin mel
Keesokan harinya, Clara menerima sebuah email berisi laporan tentang latar belakang Elnathan Rayne. Sedari awal ia membaca baris kalimat yang tertuang di dalamnya, gadis itu merasa semuanya begitu menarik. Ternyata Samantha memiliki saudara sampah seperti Elnathan Rayne.“Pria ini benar-benar seperti sampah! Tapi, bukankah ini menarik dan artinya aku bisa memanfaatkannya untuk menghancurkan kakaknya sendiri?” Clara tersenyum licik.Sekarang Clara merasa tidak perlu khawatir lagi. Tidak ada alasan baginya untuk menolak tawaran kerja sama dari pria bernama Elnathan itu, bukan?Meski hanya sebuah pemikiran yang belum terwujudkan. Tetapi Clara merasa semuanya berada di dalam genggamannya sekarang. Gadis itu semakin percaya diri bisa menyingkirkan Samantha dari kehidupan Dante.Clara menutup laporan yang sudah habis dibaca. Lalu jari tangannya bergerak lihai di atas layar ponsel mengetikkan nomor seseorang.“Halo, siapa ini?” Suara seorang pria menyambut telinganya.Clara berdiri dari dudu
Dante tidak mengerti mengapa sikap Samantha begitu aneh akhir-akhir ini. Beberapa kali Dante memergoki gadis itu sedang melamun. Namun ketika Dante bertanya apa yang sedang dipikirkannya, Samantha enggan menjawab.Saat ini mereka tengah duduk di sebuah restoran untuk makan siang, tetapi Samantha hanya memainkan sendoknya di atas piring. Gadis itu juga tidak berbicara sejak kedatangan mereka di tempat ini. Seolah ia baru saja kehilangan kemampuan untuk berbicara, Samantha diam membisu mengatup mulutnya rapat-rapat.Dante mengamati gadis itu sambil bertanya-tanya. Mengumpulkan semua kemungkinan mengapa Samantha bersikap seperti sekarang ini. Mungkinkah terjadi masalah lagi pada adiknya?Dante mengetuk meja beberapa kali. “Mengapa tidak makan? Apa kamu tidak suka semua makanan ini? Katakan saja jika kamu tidak menyukainya, aku akan memesankan makanan yang baru untukmu,” kata pria itu.Samantha sedikit terkesiap dan langsung mengumpulkan semua konsentrasinya yang sempat terpecah. Gadis it
Samantha tahu tidak seharusnya ia berbohong pada Dante saat ingin bertemu dengan Jeremiah. Namun jika ia tidak berbohong seperti sekarang, Dante tidak akan mungkin mengizinkan Samantha bertemu dengan sahabatnya itu. Meski Samantha sudah berkali-kali menekankan jika hubungannya dengan Jeremiah hanyalah sebatas teman, tetapi Dante masih tidak bisa berpikiran dengan jernih. “Astaga, Samantha. Sudah berapa lama sejak terakhir kali kita bertemu? Aku sangat merindukanmu!” Jeremiah merasa begitu senang ketika melihat Samantha berdiri di depan pintu griya tawangnya. Lalu pria itu pun segera memeluk sahabatnya itu sebelum akhirnya mempersilakan masuk. “Jadi, bagaimana bisa kamu sampai kemari?” tanya Jeremiah ketika mereka baru saja memosisikan diri di sofa. Samantha mengembuskan napas pelan. “Tentu saja dengan naik taksi. Bagaimana lagi memangnya?” sahut gadis itu. Jeremiah terbahak pelan, merasa geli dengan jawaban yang diberikan oleh Samantha barusan. Ia tahu Samantha sedang bergurau, te
Jeremiah berusaha memahami semua penjelasan yang diberikan oleh Samantha padanya. Namun sekeras apa pun ia mencoba, Jeremiah tetap tidak bisa memahami. Semua yang dikatakan oleh Samantha terdengar tidak masuk akal—gadis itu terkesan seperti sedang mengada-ngada tetapi raut wajahnya begitu serius.Jeremiah menekan ibu jarinya di dahi. “Jadi maksudmu, kau bersedia menikah kontrak dengannya karena ingin menyelamatkan Elnathan?” tanyanya.Samantha mengangguk dengan pelan. Detik berikutnya gadis itu segera mendongak untuk menatap Jeremiah yang berdiri tepat di depannya."Ya, seperti itulah," sahut gadis itu.Jeremiah tercengang menatap Samantha. “Tapi, mengapa? Mengapa, huh? Ini sangat konyol, Samantha! Semua yang kau katakan barusan terdengar tidak masuk akal!” geramnya frustasi.Tidak masuk akal. Ya! Samantha setuju dengan gagasan tersebut. Tapi beginilah kenyataannya dan Samantha sudah terlanjur terjerat pada situasi tidak masuk akal itu. “Awalnya aku melakukan hal itu karena terpaksa.
Malam harinya, Dante dan Samantha datang ke kediaman keluarga Adams untuk memenuhi undangan makan malam Margareth. Meski sebenarnya Dante merasa tidak berminat—Dante masih curiga pada sikap ibunya yang berubah secara mendadak. Namun pria itu tidak bisa menolak keinginan Samantha yang tampak antusias ingin datang. "Ayolah, Honey. Jangan pasang wajah seperti itu. Tersenyumlah.” Samantha merengek ketika melihat ekspresi Dante yang terlihat kaku. Dante menghela napas pelan, kemudian berusaha menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas. Meski jelas sekali Dante tampak terpaksa, tetapi Samantha tidak ingin berargumen. Setidaknya Dante masih bersedia datang dan saat ini pria itu sedang tersenyum. Orang pertama yang menyambut kedatangan mereka tentu saja Jennifer Adams. Wanita berambut pirang itu terlihat antusias dengan menghamburkan diri memeluk Samantha. “Rasanya sepi tidak ada kalian di rumah ini. Bagaimana kehidupan pernikahan di kediaman sendiri? Pasti sangat menyenangkan, bukan? Kal
Setelah sepakat untuk memulai kembali hubungan mereka, satu minggu kemudian Dante lantas mengajak Samantha untuk keluar dari kediaman keluarga Adams. Keduanya pindah ke griya tawang yang Dante beli beberapa bulan lalu. Tidak ada yang ingin Dante lakukan selain ingin terus bersama dan menghabiskan waktunya dengan istrinya yang cantik itu. Sebenarnya Dante ingin langsung mengajak Samantha pindah ke griya tawang setelah ia membelinya. Namun ada beberapa ketidakyakinan tersirat di dalam hatinya kala itu. Tetapi kali ini Dante sangat yakin untuk melakukannya dan ia bersumpah tidak akan melepaskan Samantha dari hidupnya. Saat ini Dante masih terlelap di atas tempat tidur mereka yang berukuran king size itu. Dan ketika sinar mentari yang memaksa masuk di celah jendela tak sengaja mengenai kelopak matanya, Dante menggeliat sebentar lalu membuka mata. Ditengoknya ke samping kiri dan ia tidak menemukan Samantha di sana. “Honey …,” seru Dante dengan suara parau. “Hey, di mana kamu?” Karena ti
Dante memutuskan untuk mengantar Samantha pulang ke kediamannya alih-alih mengajak gadis itu ke kediaman keluarga Adams. Satu alasan yang Dante pikirkan adalah karena ingin Samantha menenangkan diri dan beristirahat dengan nyaman tanpa ada yang menganggu. Hingga saat ini gadis itu masih tampak syok dan begitu sedih karena insiden penculikan yang didalangi oleh sahabatnya sendiri.Samantha tak banyak berbicara. Dante juga tak banyak melontarkan pertanyaan pada gadis itu. Sekarang keduanya sedang berpelukan di atas ranjang dengan berbalutkan keheningan.“Aku tidak mengerti mengapa Jere melakukan hal semacam itu. Untuk apa dia menculikku?” Samantha keheranan. Keheningan yang semula membalut ruangan tersebut langsung pecah ketika pertanyaan tersebut terlontar dari mulut gadis itu.Dante meneguk saliva dengan sedikit payah. Sejujurnya Dante sudah mengetahui jika keluarga Sinclair telah jatuh bangkrut. Dan alasan Jeremiah menculik Samantha adalah karena pria itu memerlukan banyak uang.Dant
Dante tiba di Panti Asuhan Mida empat jam setelah menerima informasi lokasi dari Jeremiah. Seperti yang pria itu inginkan, Dante datang seorang diri dengan membawa dua buah tas berukuran besar. Dante berjalan sambil mengamati area sekitar, kewaspadaan memenuhi diri pria itu.“Cih! Dasar berengsek. Dia pasti memilih tempat ini setelah menyurvei berkali-kali,” geram Dante.Lokasi yang dipilih Jeremiah sangat jauh dari keramaian. Dante bahkan harus menyetir selama berjam-jam agar tiba di tempat ini. Panti asuhan ini seperti bangunan terbengkalai yang sudah lama ditinggalkan, tidak akan ada yang datang menolong meski seseorang berteriak dengan lantang di tempat ini.Dante terus berjalan hingga akhirnya ia tiba di depan sebuah bangunan tempat Samantha disandera. Dengan kemarahan yang berkobar di dalam dirinya, Dante menendang pintu di depannya itu dan bergegas masuk ke dalam.“Samantha!” teriak pria itu ketika melihat wanita pujaannya tepat di depan mata.Tepat di depannya, Samantha duduk
Keesokan malamnya, Dante kembali mampir ke area kediaman Samantha seperti yang biasa ia lakukan. Namun ada yang aneh kali ini, kediaman gadis itu tampak gelap gulita. Dante sudah berada di sana selama sepuluh menit dan tak ada tanda-tanda keberadaan Samantha di sana. “Apa mungkin dia belum pulang?” gumam Dante curiga. Dante ingat Jennifer memberi tahunya bahwa hari ini Samantha pulang lebih awal. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Lalu, ke mana perginya gadis itu? Setelah bergulat dengan beberapa macam dugaan, Dante memutuskan untuk turun dari mobil dan memeriksa langsung gadis itu di kediamannya. Dante mengetuk pintu hingga beberapa kali sambil memanggil nama Samantha. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari gadis itu. Dante semakin gelisah. Dengan cekatan salah satu tangannya meraih ponsel dan menghubungi seseorang dari daftar kontak. Tapi lagi-lagi Dante harus melontarkan sumpah serapah sebab panggilannya tidak berhasil tersambung. “Sial!” umpat Dante kesal. S
Masa kini …. Setelah semua kekacauan yang terjadi, Dante memutuskan untuk mengembalikan rumah yang sempat ia rampas dari Samantha dulu dan memberikan hak milik pada gadis itu. Setiap hari sebelum dan setelah pulang bekerja Dante selalu menyempatkan diri untuk mampir. Tentu saja ia hanya bisa berdiri dari kejauhan dan mengawasi gadis itu sambil berharap keajaiban. Samantha masih tidak bersedia—atau bahkan sudah tidak sudi—untuk bertemu dengannya. Dante sadar tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membela diri sekarang. Ia jelas salah dan sekarang ia harus menerima hukumannya. Memikirkan perjanjian mereka akan berakhir dalam beberapa bulan jelas menambah ketakutan di hati Dante. Sebelumnya ia dengan percaya diri dapat mempertahankan Samantha di sisinya. Namun keadaan menjadi terbalik dalam sehari, sekarang Dante tidak yakin ia akan berhasil melakukannya. “Samantha, maafkan aku,” gumam Dante pelan. Tatapan matanya sama sekali tak lepas dari jendela kamar Samantha yang lampunya masih men
Beberapa hari setelah acara peragaan busana ....Dante membaca dengan serius laporan pemeriksaan latar belakang yang ia terima dari Jasper. Tidak ada satu baris kalimat pun yang lolos dari kedua mata Dante. Pria itu membaca semuanya tanpa terkecuali.“Jadi namanya Samantha Rayne,” ucap Dante seraya mengetuk-ngetuk meja dengan jari tangannya.“Nama yang indah. Tidak salah orang tuanya memberi nama Samantha, selaras dengan wajahnya yang juga indah.” Jasper menjawab dengan santai.Dante hanya tersenyum tipis saat mendengar jawaban Jasper. Kedua matanya masih sibuk memindai baris kata yang tertuang di dalam laporan hingga sebuah kalimat berhasil membuatnya tersenyum lega. Sebuah kalimat yang menyatakan jika Samantha Rayne adalah seorang gadis lajang.“Oke, kurasa mudah untukmu membuatnya terlibat denganku. Kamu bisa menjadikan adiknya sebagai umpan.” Dante menutup laporan latar belakang Samantha kemudian memasukkannya ke dalam laci meja kerjanya.“Aku sudah memikirkannya. Ini akan menjadi
Acara peragaan busana Jennifer Adams. Beberapa bulan yang lalu ….“Aku sudah menemukan calon pengantinku.” Kalimat itu meluncur dengan mudah dari mulut Dante.“Benarkah? Apa aku mengenalnya?” Jasper hampir tidak percaya saat mendengar kalimat itu dari Dante.“Tidak, kamu tidak mengenalnya. Bahkan aku pun tidak,” Dante menjawab tanpa menatap Jasper yang duduk menganga di sampingnya, “tapi kita akan segera mengenalnya,” lanjutnya kemudian menunjuk seorang gadis yang berdiri di depan mereka dengan dagunya.Jasper sontak mengarahkan matanya ke arah di mana dagu Dante menunjuk. Meski tidak terlalu yakin apakah gadis dengan balutan gaun pengantin itu adalah yang Dante maksud, Jasper hanya mengeluarkan satu kalimat. “Mengapa dia?” tanyanya.“Entahlah. Aku hanya merasa dia akan mudah dihadapi.” Bahkan Dante sendiri tidak terlalu yakin mengapa ia memilih gadis itu sebagai calon pengantinnya. Hanya saja instingnya mengatakan jika semuanya akan berjalan dengan mudah jika memilih gadis itu.Dante
Dante tidak dapat mempertahankan Samantha meski ia telah memohon pada gadis itu berkali-kali. Sekarang Dante harus menerima kenyataan jika Samantha telah membencinya. Gadis itu tidak ingin melihatnya lagi.“Aku tahu ini adalah hukuman. Tapi rasanya sangat menyakitkan untuk menerima kenyataan bahwa Samantha telah membenciku. Dia tidak ingin melihatku lagi, Jasper.” Dante memijat pelipisnya kemudian mendesah kasar.Di seberangnya, Jasper yang sedari tadi hanya diam menyimak ikut mendesah. “Aku minta maaf karena situasinya menjadi kacau seperti ini, Dante,” kata pria itu terdengar menyesal. Seolah kekacauan ini terjadi karena ulahnya.Dante menggelengkan kepala. “Ini bukan salahmu. Jelas sekali bukan salahmu, kawan,” sahutnya dengan suara lemah.Tidak ada alasan bagi Dante untuk menyalahkan Jasper. Dante bukan seorang pemuda berusia enam belas tahun lagi. Usianya sebentar lagi akan menginjak angka tiga puluh tujuh, tentu saja Dante tidak akan bersikap kekanakan untuk menjadikan Jasper se