Suara derum mesin motor terdengar saling bersahutan. Keadaan jalan malam itu ramai didatangi anak-anak muda yang sengaja datang untuk menonton kompetisi adu kecepatan.
"Kamu yakin akan mengikuti balapan ini?"Juan mengangguk yakin. "Hmm, lagi pula aku tidak punya pilihan. Sekarang aku harus pintar-pintar mencari uang.""Aku yakin kamu bisa. Good luck, Bro!"Diam-diam Juan pergi dari rumah untuk mengikuti balap liar yang berhadiahkan uang sebesar sepuluh juta rupiah. Dulu, bagi Juan, sepuluh juta tidak ada arti apa-apa. Tapi sekarang uang sebesar itu sangat berarti demi kelanjutan hidupnya.Laki-laki dengan gaya rambut under cut itu mulai menaiki motor sport berwarna merah yang dia pijam dari temannya - Aksa. Kemudian melajukan kendaraan beroda dua itu ke garis start.Tidak lama menunggu, sang lawan main datang dengan motor sport berwarna hitam. Terdengar suara pekikan tertahan dari para gadis yang datang menyaksikan, saat sang pengendara melepas helm full face yang semula menutupi wajahnya.Terlihat keterkejutan dari wajah Juan saat melihat siapa lawan mainnya malam ini. Tapi buru-buru dia menormalkan kembali ekspresi wajahnya."Jadi kamu, lawan main saya malam ini? Juana Mahesa. Long time no see, Bro."Juan berdecih. Setelah empat tahun tidak bertemu, sekarang mereka kembali dipertemukan di arena balap. Sejujurnya Juan sangat tidak ingin melihat wajah mantan sahabatnya ini."Saya turut berduka atas meninggalnya Om Arkan, dan kebangkrutan perusahaan Hakan Grup tentunya. Saya tahu, kamu mengikuti balapan ini untuk mencari sesuap nasi demi kelangsungan hidup, bukan?"Juan tidak peduli dengan apa yang dibicarakan oleh laki-laki itu. Seandainya Juan tahu kalau lawan mainnya adalah Arthur Maverick, maka ia memilih untuk tidak mengikuti balapan ini. Bukan karena takut, hanya saja ia terlalu malas menghadapi dia.Seorang perempuan berpakaian seksi dengan selembar kain, datang melangkah dan memposisikan diri di antara kedua pemuda tersebut."Ready?"Sebelum mengenakan helmnya, lebih dulu Arthur melempar senyuman remeh kepada mantan sahabatnya itu. Sementara Juan tidak peduli dan segera mengenakan helm."1.... 2.... 3. Go!"Kain yang dilempar ke atas udara menjadi pertanda kalau balapan dimulai. Kedua motor sport berbeda warna itu langsung melaju dengan cepat, saling unjuk kelihaian di jalan.Mulanya Arthur dan Juan bersahabat baik. Mereka saling mendukung satu sama lain. Sampai akhirnya badai tiba-tiba menerjang hingga membuat ikatan persahabatan mereka putus. Karena memperebutkan hati seorang gadis, membuat mereka saling bersaing sampai akhirnya bermusuhan. Siapa yang memenangkan hati gadis itu? Jawabannya adalah Arthur. Dan sang gadis mengalami kecelakaan saat membuat janji dengan Arthur. Hingga membuat Juan marah dan mencap kematian sang gadis dikarenakan kelalaian Arthur yang tidak bisa menjaganya.Setelah beberapa menit berlalu, para penonton kembali berteriak heboh menyerukan nama kedua pemain."Arthur! Arthur! Arthur!""Juan! Juan! Juan!"Awalnya Arthur memimpin di depan, akan tetapi saat mendekati garis finis laju motornya menjadi pelan, sampai akhirnya Juan datang sebagai pemenang.Alih-alih senang karena bisa menaklukan balapan ini, justru Juan turun dari atas motor dan menghampiri Arthur dengan perasaan marah."Maksud kamu apa tadi?" Juan mencengkram kuat kerah baju Arthur. "Kamu sengaja mengalah dari saya, kan?!""Hey, kamu datang sebagai pemenang, Juan. Harusnya kamu merayakan kemenangan ini, bukan marah-marah sama saya."Juan melepas kasar cengkraman di baju Arthur. "Tidak usah sok mengasihani saya. Saya tidak butuh belas kasihan dari kamu.""Sudahlah, Bro. Tidak perlu seperti ini. Saya tahu, kamu sangat membutuhkan uang sepuluh juta yang tidak seberapa itu. Tidak usah sombong. Kamu sudah jatuh miskin sekarang.""FUCK!"Juan menghantam pipi sebelah kanan Arthur, hingga membuat laki-laki itu mundur beberapa langkah."JANGAN HINA SAYA DAN KELUARGA SAYA!"Arthur mengusap lebam di sudut bibirnya, lalu tersenyum mengejek. "Terima saja kenyataan kalau kamu sudah jatuh miskin. Tidak perlu malu, Juan.""GOD DAMMIT!"Kedua pemuda itu saling menghajar satu sama lain. Meski banyak orang di sana, tapi tidak ada satupun yang bergegas memisahkan keduanya. Justru mereka kesenangan dengan perkelahian ini. Mereka saling bersorak hingga membuat keadaan semakin memanas. Tidak sedikit pula hang mengabadikan momen demi konten di sosial media nya.Arthur terjatuh ke atas aspal. Tidak ada ringisan. Justru dia tertawa mengejek karena berhasil memancing emosi Juan."Bagus. Ternyata ilmu bela diri kamu semakin berkembang."Arthur kembali berdiri."Sekarang saya mau kita mengulang balapan ini dengan serius. Saya menang karena saya bisa. Bukan karena belas kasihan dari kamu!""Kak Juan!"Teriakan dari arah belakang membuat semua mata tertuju kepada seorang gadis yang tidak lain adalah Katya."Kamu kenapa ada di sini?" Juan bertanya khawatir pada sang adik."Aku diam-diam mengikuti Kakak tadi. Maaf."Juan berdesah pelan. "Katya.... Kenapa kamu tidak menunggu di rumah saja?""Aku khawatir.""Katya?" Arthur bersuara ragu. Ditatapnya gadis itu penuh telisik dari kaki hingga kepala. Gadis ini banyak berubah dari yang terakhir Arthur lihat."K-Kak Artur," gumam Katya.Arthur melangkah maju dengan tangan bersidekap. "Kamu terlihat semakin cantik dan mmm..... Seksi."Sontak saja Juan memajukan langkah, menyembunyikan sang adik dibelakang punggung besarnya.Arthur tertawa. "Kenapa, Bro? Kamu menutupi pemandangan indah saya.""Jangan macam-macam sama adik saya!"Arthur menyunggingkan senyum miring. "Saya tertarik sama dia."Juan sudah akan kembali menghajar Arthur, namun Katya segera menahannya."Kita pulang yuk, Kak." Katya bercicit ketakutan."Tunggu dulu, Sayang. Kita baru saja bertemu lagi. Jangan buru-buru," ucap Arthur membuat Katya mengerutkan dahi tidak suka.Juan segera menepis tangan Arthur saat laki-laki itu hendak menyentuh sang adik. "Saya bilang jangan macam-macam sama adik saya!""Ayo, Ya. Kita pulang.""Saya terima tantangan dari kamu!" seru Arthur, membuat pergerakan Juan terhenti. "Kita tanding ulang. Tapi kali ini bertaruh."Juan diam menatap Arthur dengan tajam."Kalau kamu menang, saya akan memberi kamu tiga ratus juta."Penonton langsung bersorak begitu mendengar nominasi uang yang fantastis."Tapi kalo saya yang menang," ucap Arthur sengaja menggantungkannya lebih dulu dan menatap Katya penuh nafsu. "Adik kamu menjadi milik saya.""Fuck you!"Juan yang hendak menghajar Arthur, langsung dicegah oleh teman-teman Arthur."Kamu juga tidak perlu khawatir. Saya akan tetep memberi kamu hadiah sebagai sambutan dari saya, setelah kita tidak bertemu selama beberapa tahun ini. Saya akan memberi kamu modal untuk usaha sebesar seratus ratus juta rupiah, bagaimana? Deal?"Jumlah nominal tersebut memang tidak main-main untuk keadaan Juan saat ini, yang memang sedang membutuhkan modal besar untuk membuka usaha."Kenapa diam? Kamu takut melawan saya? Tidak berani? Pecundang!"Sorakan penonton membuat Juan semakin tersulut emosi.Damn! Juan tidak terima diejek seperti itu oleh Arthur."Kak, ayo kita pulang. Jangan dengarkan apa yang dibicarakan Kak Arthur. Kakak bukan pecundang. Kakak hebat dan aku bangga bisa mempunyai kakak seperti Kak Juan." Katya mencoba meredam amarah Juan. Ia tahu kalau Arthur hanya sedang memancing emosi Juan."Katya, Sayang. Kakak kamu memang seorang pecundang. Dia payah. Apa yang mesti kamu banggakan dari sosok pecundang seperti dia?"Katya menatap Arthur tidak suka. Ini bukan Arthur yang Katya kenal dulu. Sekarang laki-laki itu terlihat sangat bajingan. Katya membencinya.Kedua tangan Juan sudah terkepal kuat. Tidak ingin harga dirinya semakin diinjak-injak oleh Arthur, Juan sampai tidak berpikir panjang dan memilih menerima taruhan itu."Saya terima tantangan dari kamu."Arthur tersenyum puas. Didukung oleh seruan penonton atas jawaban Juan yang setuju dengan taruhan tersebut."Kenapa Kakak menerima taruhan itu, Kak?" Katya kecewa dengan jawaban Juan."Kamu tenang saja. Kakak pasti bisa mengalahkan dia. Percaya sama Kakak."Sekarang Arthur dan Juan sudah siap kembali untuk beradu balap. Di tepi jalan, Katya sangat cemas takut terjadi apa-apa dengan Juan. Apalagi mengingat kalau dirinya menjadi bahan taruhan dalam balapan kali ini. Katya sangat takut kalau Arthur yang datang sebagai pemenang. Tidak. Katya tidak ingin itu terjadi.Selama balapan sedang berlangsung, Katya hanya berdoa agar Juan bisa mengalahkan Arthur. Namun, sepertinya semesta tidak sedang berpihak padanya kali ini. Arthur lah yang datang lebih dulu menembus garis finis.Juan menendang ban motornya dengan emosi membara. "Argh! Fuck!"Katya berlari hendak menghampiri Juan, akan tetapi sebuah tangan dari belakang menahannya."Mau pergi kemana, Sayang?"Katya berusaha melepaskan cekalan Arthur di tangannya. "Lepas! Kak Juan tolong!"Juan mengangkat pandangan. Menatap penuh rasa bersalah pada sang adik. Dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia kalah dalam taruhan ini. Dan Katya yang harus menerima imbasnya.Arthur menarik pinggang Katya. "Itu yang kamu sebut Kakak? Dia sudah menjual kamu bodoh."Katya menggelengkan kepala dengan derai air mata membasahi pipi. "Kak Juan tolong aku! Kak!"Juan menunduk dalam. Mengumpati kebodohannya sendiri. Rasanya dia tak sanggup melihat tatapan memohon sang adik."Kakak macam apa yang tega menjual adiknya sendiri? Argh! Bangsat!"Suara tangisan bayi terdengar memenuhi ruangan bernuansa abu-abu. Katya bergegas membawa bayi berjenis kelamin laki-laki itu ke dalam gendongannya."Hey, Sayang. Jangan menangis, Tampan. Tante Aya ada di sini."Tidak sampai lima menit, Katya berhasil membuat keponakannya kembali terlelap. Lalu dengan hati-hati Katya menyimpan baby Shaka ke tempat tidur.Jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Sudah satu jam Juan dan istrinya - Listy, pergi menghadiri acara pernikahan teman Juan yaitu Aksa."Shaka, Tante tinggal ke dapur sebentar ya. Kamu yang lelap tidurnya." Katya mengecup pelan pipi lembut bayi berusia enam bulan tersebut, sebelum akhirnya dia melangkah keluar dari dalam kamar.Katya berjalan pelan menuruni anak tangga. Pandangannya mengedar ke sekeliling. Senyum manis terukir dari wajah cantiknya. Dua tahun telah berlalu. Kehidupan Katya dan Juan kembali membaik seperti dulu.Juan berhasil membawa Katya dari tangan Arthur di malam yang sama setelah balapan mereka berakhi
Yang pertama Katya lihat begitu membuka mata adalah ruangan bernuansa putih. Katya langsung sadar kalau ini bukanlah kamarnya. Ingatan Katya berputar pada kejadian sebelum akhirnya dia bisa berada di sini. Arthur Maverick. Dimana laki-laki itu sekarang? Dan tunggu, Katya baru menyadari kalau ini bukan kamar hotel. Lalu dimana dia sekarang? "Aku harus segera pergi. Aku tidak boleh tertahan di sini." Katya bergegas turun dari atas tempat tidur. Bersyukur karena tubuhnya masih lengkap dengan dress terakhir yang Katya pakai. Tangan Katya sudah terangkat hendak menyentuh gagang pintu. Namun lebih dulu seseorang membuka pintu dari luar. Jantung Katya berdetak kencang saat melihat sosok laki-laki bertubuh tinggi muncul dari balik pintu. "K-Kak Arthur." "Sudah bangun, Sayang?" Katya memundurkan langkah saat Arthur berjalan maju ke arahnya. Dia sangat ketakutan. Arthur terlihat menyeramkan dengan senyum miring di bibirnya. Punggung Katya terbentur dinding. Dia semakin terpojokkan saat
"Menikah?!"Katya tersentak kaget saat Juan membanting majalah ke atas meja. Seperti apa yang Arthur katakan sebelumnya, sekarang Katya sudah berada di Bali dan tentunya dalam pengawasan Arthur.Katya menunduk dalam sambil memberikan anggukan."Dengan si bajingan itu?!"Sekali lagi Katya menjawabnya dengan anggukan. Dia tidak berani menatap bola mata Juan. Sudah lama Katya tidak melihat Juan marah. Dan sekarang yang menjadi alasan kemarahan Juan adalah dirinya.Juna menarik napas dalam lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Tidak habis pikir dengan permintaan Katya kali ini. Setelah gadis itu tiba-tiba pergi tanpa pamit, sekarang dia meminta restu agar dinikahkan dengan Arthur."Sebenarnya apa yang terjadi? Katakan yang sejujurnya, Aya.""Aku hanya perlu restu dari Kak Juan. Aku mau menikah dengan Kak Arthur." Katya menjawab dengan suara pelan, namun masih dapat di dengar oleh Juan."Kenapa? Tiba-tiba seperti ini tanpa ada sesuatu itu tidak mungkin."Juan menatap lekat wajah sang adik y
Pukul tiga dini hari mereka sudah sampai di Jakarta. Arthur membawa Katya pergi ke apartemen miliknya. Meski Katya juga pernah memiliki apartemen, tapi apartemennya dulu tidak ada apa-apanya dengan apartemen milik Arthur. Sangat mewah dan luas.Begitu masuk ke dalam kamar, Katya melihat ada meja rias lengkap dengan make up yang beragam. Apa semua ini telah disiapkan oleh Arthur untuk dirinya? Atau Arthur sudah biasa mengajak nginap perempuan di sini dan memfasilitasinya?"Semua itu baru. Saya tidak pernah membawa masuk perempuan ke apartemen." Arthur bicara seolah tahu apa yang ada dipikiran Katya.Arthur melepas jaketnya lalu melemparnya ke arah sofa. Katya segera menutup mata menggunakan telapak tangan, saat Arthur melepas celana jeans-nya. Dalam hati, Katya merutuki Arthur yang seenaknya melepas celana di depannya."Santai saja. Sekarang atau nanti kamu juga akan melihatnya." Arthur tersenyum miring. Hanya terbalut kan kaos oblong dan celana boxer di atas lutut, Arthur berjalan lal
Katya menatap diri pada pantulan cermin. Tidak ada kebahagiaan yang terpancar di kedua matanya. Bahkan indahnya gaun yang membalut tubuhnya, sama sekali tidak mengubah suasana hati Katya yang sedih. Hari ini Arthur akan mengucap ijab kabul atas nama dirinya dihadapan Tuhan dan semua orang yang datang menyaksikan.Air mata menetes begitu saja. Katya merasa sangat berdosa pada Juan. Dia akan menikah tanpa restu dan kehadiran dari sang kakak. Katya hanya bisa mengucap maaf dalam hati. Berharap suatu saat nanti Juan masih mau melihat wajahnya.Pintu ruangan terbuka. Seorang gadis cantik melangkah menghampiri Katya dengan senyum terukir indah. Buru-buru Katya mengusap air matanya saat melihat kedatangan Airi melalui pantulan cermin.Airi berdecak kagum melihat Katya yang semakin terlihat cantik dengan polesan make up. "Sumpah! Lo cantik banget, Ya. Udah kayak princess tahu gak."Katya mengulas senyum tipis. Setelah dua kali pertemuan dengan Airi, baru Katya ingat kalau adik perempuan Arthu
Suasana resepsi di malam hari terlihat ramai oleh tamu undangan yang terus berdatangan. Banyak ucapan serta doa yang Arthur dan Katya terima. Permainan sandiwara mereka benar-benar berhasil menipu semua orang yang hadir. Pasangan pengantin baru itu terlihat sangat bahagia seperti dua orang yang saling mencintai. Jantung Katya seolah berhenti sejenak saat melihat kedatangan Bara dan kedua orang tuanya. "Selamat atas pernikahan Pak Arthur dan Nak Katya. Semoga sakinah, mawadah, warahmah. Langgeng terus sampai maut memisahkan," ucap Beni sambil bersalaman dengan Arthur dan Katya. "Terima kasih atas doa dan kehadirannya, Pak Beni dan keluarga." Arthur membalas sambil tersenyum ramah. Karina memeluk Katya. "Jodoh memang tidak ada yang tahu ya. Tante sempat berharap kalau kamu dan Bara bisa bersama. Tapi ternyata kamu jodohnya Pak Arthur." Karina terkekeh. "Semoga pernikahan kalian bahagia selalu dan cepat diberi momongan." Katya masih setia menampilkan senyum palsunya. "Terima kasih
Katya melangkah keluar dari dalam kamar mandi dengan mata sembab. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, sementara Arthur belum kembali ke apartemen. Entah apapun yang sedang dilakukan oleh suaminya, Katya benar-benar tidak peduli. Katya masih sangat marah sekaligus kecewa karena perlakuan Arthur padanya. "Belum sehari menjadi istri saja sudah diperlakukan seperti ini. Lalu bagaimana dengan enam bulan ke depan?" Katya menghela napas panjang. Tidak bisa membayangkan penderitaan apa yang akan dia rasakan atas perlakuan Arthur selama enam bulan ke depan. Mata yang baru saja terpejam kini kembali terbuka. Menatap langit-langit kamar sambil memikirkan Juan. Apa laki-laki itu sudah tahu tentang pernikahannya dengan Arthur? "Aku rindu Kak Juan. Apa Kak Juan di sana juga merindukan aku?" Jelas terlihat dari kedua mata Katya kalau dia sangat sedih. Tentu saja, siapa yang tidak akan sedih kalau berada di posisi Katya? Pintu kamar terbuka secara tiba-tiba, membuat Katya tersentak kage
Katya keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut yang masih basah. Alisnya menaut saat melihat Arthur tertawa-tawa sambil menatap layar ponsel. Tidak berniat bertanya, Katya duduk di meja rias lalu bergegas mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer. "Dasar bodoh! Berani bermain-main dengan saya. Kamu pikir saya anak TK yang bolot?" Melalui pantulan cermin, Katya dapat melihat Arthur yang sedang mengetikkan sesuatu di sana. Entah apa yang tertampil di layar handphone suaminya, sampai membuat laki-laki itu kesenangan. Juan: Fuck you man! Maksud kamu apa membawa pergi Aya ke tempat terkutuk itu?! Arthur: Santai, Kakak Ipar. Adik kamu menikmatinya kok. Tidak perlu khawatir.Juan: BAJINGAN SIALAN! KITA KETEMU MALAM INI JAM 10 DI MARKAS BLACK TIGER! Arthur: Dengan senang hati Kakak ipar, ha! Ha! Ha! Arthur tersenyum puas karena berhasil memancing emosi Juan. "Kamu pikir semudah itu memutus hubungan? Dasar bego," batinnya seraya menyimpan handphone ke atas nakas. "Haus! Ambilkan s
Katya lebih dulu pergi ke meja makan setelah membantu Arthur siap-siap, sekarang Arthur tengah berada di ruang kerjanya untuk mengerjakan sesuatu yang ia lupakan."Honeymoon...." Katya tampak tengah mempertimbangkan ajakan Arthur untuk pergi bulan madu. "Mungkin itu kesempatan yang bagus untuk menghabiskan waktu berdua bersama Mas Arthur."Katya mengangguk-anggukkan kepala. Ia akan segera memberi jawaban terkait bulan madunya bersama Arthur.Katya sedikit tersentak saat sebuah kecupan ia dapatkan dari suaminya yang tiba-tiba muncul."Mas...."Arthur memberikan senyuman yang membuat Katya terhipnotis. Apa ini? Mungkinkah usaha Katya sudah mulai memberikan pertanda baik?Pandangan Katya tidak lepas memperhatikan suaminya yang kini sudah duduk bergabung di meja makan. Dengan bibir melengkung ke atas, Arthur memberikan tatapan tergiur akan soto Betawi yang tersaji sebagai menu sarapan pagi ini."Kamu yang membuat ini?"Katya menggelengkan kepala. "Tidak. Bibi Sum yang membuatnya, aku hany
Usapan lembut di pipi berhasil membangunkan Arthur dari tidur lelapnya. Sebuah senyuman manis menjadi objek pandang pertama begitu lelaki itu membuka mata."Bangun, Mas, aku sudah siapkan air hangat untuk kamu mandi," ucap Katya dengan suara yang terdengar merdu ditelinga Arthur.Arthur berdecak malas menatap sosok perempuan yang merupakan istrinya itu. Sudah sebulan ini Katya bersikap aneh. Tak biasanya Katya membangunkan Arthur dari tidurnya kecuali Arthur sendiri yang berpesan untuk membangunkannya.Pernah sekali saat awal menikah Katya membangunkan Arthur karena hari sudah siang, namun bukannya berterima kasih justru Arthur marah-marah karena jam tidurnya diganggu. Kemudian Arthur memperingati Katya agar jangan pernah lagi membangunkan dirinya tidur meski hari sudah siang, kecuali Arthur yang memintanya sebelum tidur.Namun, sudah sebulan ini Katya melakukannya tanpa peduli amukan lelaki itu. Dan saat Arthur memarahinya, justru Katya bersikap santai bahkan terkesan bodoamat hingga
Arthur menggulingkan tubuhnya dari atas tubuh Katya. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Rintik hujan masih menemani sejak lima belas menit yang lalu disertai kilatan petir yang membuat keadaan diluar terang sejenak.Katya menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Tak terhitung berapa banyak tanda kemerahan yang Arthur buat disepanjang tubuhnya.Katya menghela napas kesal saat Arthur mengepulkan asap rokok dari mulutnya. Sungguh Katya sangat ingin menegur suaminya, namun ia tahu tegurannya tidak akan didengarkan.Katya menahan selimut di dadanya saat ia mengambil posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang. Ia baru ingat kalau hari ini ulang tahun kakak iparnya."Kak...."Arthur tidak menjawab, tapi Katya tahu kalau laki-laki itu jelas mendengar panggilannya."Aku boleh minta handphone ku yang lama?""Tidak."Katya menghela napas pelan. Handphone pemberian dari Arthur pasca menikah hanya ada empat kontak, diantaranya kontak nomor Arthur, Radit, Sabrina, dan Airi. Entah a
"Kamu mencintainya?"Arthur tersenyum remeh. "Yang benar saja.""Kamu mencintainya, Ar. Kamu menikahinya karena kamu mencintainya.""Tidak."Dalam beberapa detik mereka terdiam tanpa obrolan. Farhan menatap Arthur dalam-dalam, sementara yang ditatap tak menghiraukannya.Farhan menghela napas panjang. Ditepuknya pundak Arthur. "Saya hanya ingin mengingatkan kamu, jangan sampai kebencian membuat kamu buta dan berakhir dengan penyesalan."Penyesalan? Penyesalan karena? Karena tidak dapat membalaskan dendamnya? Arthur tersenyum remeh. Tak akan ada penyesalan yang Farhan maksud, Arthur jamin itu.***Katya keluar dari dalam kamar mandi bawah. Suara decakan ciuman mengejutkannya. Pandangan perempuan itu mengedar ke sekeliling sampai akhirnya menemukan dua orang pelaku yang sedang bercumbu di pojokan.Katya cukup terkejut melihat siapa kedua pelaku itu. Mereka adalah Airi dan Gery. Benar, laki-laki yang sedang bercumbu dengan Airi itu Gery yang memberi tumpangan kepada Katya pagi tadi."Ya a
"Mas Arthur!"Ahh! Malas sekali Arthur harus bertemu dengan perempuan centil itu lagi.Syella menghampiri Arthur dengan kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Perempuan itu mengenakan dress glamor berwarna biru dongker yang panjang hanya satu jengkal di atas lutut."Hai, Mas Arthur. Apa kabar?"Arthur memaksakan bibirnya untuk tersenyum. "Baik, Syella. Bahkan selalu baik setelah saya menikah."Syella mendengus kesal mendengarnya. Fakta itu tidak dapat Syella lupakan kalau laki-laki yang sangat dia inginkan telah menjadi suami dari perempuan lain. Tapi Syella tidak peduli, dia akan tetap mencari perhatian pada Arthur. Biarkan saja orang akan berkata apa, dia sudah terlanjur jatuh hati pada laki-laki tampan ini.Syella kembali tersenyum. Tangannya bergerak tanpa malu menggandeng lengan Arthur. Tentu saja membuat Arthur kesal."Mas Arthur mau minum sama aku tidak?"Tentu saja tidak!"Maaf, Syella. Saya tidak bisa. Kamu tahu sendiri kalau saya sudah mempunyai istri. Saya tidak mau istri
"Kamu kenapa tidak belajar mengemudi saja sih, Ya? Kan saat menikah Kak Arthur memberi mahar mobil untuk kamu."Saat ini, Katya dan Airi sedang makan di sebuah kafe sebelum mereka pulang. Dan Katya tidak memberitahu Airi kalau saat di mall dia bertemu dengan Arthur.Katya tersenyum mendengar saran dari gadis di hadapannya. Sejak Katya kelas tiga SMP, dia sudah pernah merengek kepada ayahnya kalau dia ingin belajar mengemudi mobil. Namun, Arkan tidak memberinya izin saat itu dan mengatakan kalau dia akan memberikan Katya mobil setelah perempuan itu lulus SMA. Akan tetapi, takdir mengubah kehidupan mereka semudah membalikkan telapak tangan. Tiba-tiba saja orang kepercayaan Arkan di kantor mengkhianatinya tanpa belas kasihan."Aku belum ada waktu untuk belajar mobil. Mungkin suatu hari nanti," ucap Katya menjawab pertanyaan Airi."Atau bagaimana kalau aku yang mengajari kamu? Aku tidak keberatan kok. Setiap pulang kuliah nanti aku ajari kamu mengemudi, bagaimana?"Katya tersenyum haru. Si
"Aya, menurut kamu bagus yang warna merah, putih, atau hitam?" Airi bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari ketiga tas branded di tangannya.Sementara yang ditanya seolah tidak tahu dirinya sedang ditanya. Katya tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Arthur yang sedang bersama perempuan lain.Karena tidak mendengar jawaban apapun dari Katya, akhirnya Airi menoleh menatap kakak iparnya. Kedua alis gadis itu bertaut bingung saat melihat Katya yang seperti sedang melamun."Aya?" Airi menyentuh lengan Katya."Ha? Iya? Ada apa, Ai?"Airi menghela napas. "Kamu tidak dengar tadi aku bertanya apa?"Katya terkekeh pelan. "Maaf, memangnya tadi kamu bertanya apa sama aku?"Airi mengangkat dua tas berwarna merah dan hitam. "Menurut kamu mana yang lebih bagus? Merah, hitam, atau yang putih itu," ucapnya menunjuk pada tas putih di dekatnya.Katya terdiam sejenak seolah sedang menentukan pilihannya. "Semuanya bagus sih, tapi sepertinya Mama lebih suka yang merah. Itu warna kesukaan Mama bukan?
Katya melepas sabuk pengamannya begitu mobil sport berwarna putih ini sudah parkir rapi bersama jejeran mobil lainnya."Terima kasih ya, Ger, untuk tumpangannya."Pemuda berkemeja maroon itu tersenyum sambil menganggukkan kepala. "Iya, sama-sama. Kalo kamu mau saya juga bisa antar kamu pulang setelah ngampus, bagaimana?"Katya mengulas senyum yang membuat pemuda bernama lengkap Gery Jefferson itu terpesona."Tidak apa, aku biasa pulang naik taksi, kok. Sekali lagi terima kasih untuk tumpangannya. Aku turun duluan ya, bye!"Gery melambaikan tangan. Menatap punggung Katya semakin jauh dari penglihatannya.Gery berdecak kagum. "She look so beautiful."Gery tidak mengenal Katya, begitu juga dengan Katya yang tidak mengenal Gery. Mereka hanya orang asing yang dipertemukan dipinggir jalan, lalu memutuskan untuk berangkat bersama karena satu tujuan. Suara dering panggilan masuk terdengar dari handphone-nya. Gery mengulas senyum begitu melihat nama yang tertampil dilayar persegi panjang ters
Katya menarik kedua sudut bibirnya saat melihat kedatangan Arthur ke meja makan."Selamat pagi, Kak."Arthur tak membalas. Jangankan membalas, melihat wajah istrinya saja tidak. Laki-laki itu langsung duduk di meja makan sambil melihat menu sarapan pagi ini."Dasinya?""Lupa.""Aku ambil dulu ya, Kak." Katya berlalu pergi ke kamar untuk mengambil salah satu dasi yang dimiliki Arthur. Sebulan menyandang status sebagai istri, membuat Katya sudah mulai terbiasa dengan sikap dan kebiasaan suaminya. Seperti menyiapkan kopi sebelum berangkat bekerja, memasangkan dasi, dan menggosok rambutnya yang masih basah menggunakan handuk. Sikap Arthur sendiri kepada Katya sudah seperti bunglon. Iya, suka berubah-ubah. Terkadang ia mudah sekali marah dan tak segan membentak Katya hanya karena masalah sepele, tapi tak jarang juga ia memperlakukan Katya dengan baik. Itu tergantung pada suasana hatinya.Katya kembali dengan membawa dasi berwarna hitam lalu menyimpannya di sandaran kursi, kemudian melayan