Pukul tiga dini hari mereka sudah sampai di Jakarta. Arthur membawa Katya pergi ke apartemen miliknya. Meski Katya juga pernah memiliki apartemen, tapi apartemennya dulu tidak ada apa-apanya dengan apartemen milik Arthur. Sangat mewah dan luas.
Begitu masuk ke dalam kamar, Katya melihat ada meja rias lengkap dengan make up yang beragam. Apa semua ini telah disiapkan oleh Arthur untuk dirinya? Atau Arthur sudah biasa mengajak nginap perempuan di sini dan memfasilitasinya?"Semua itu baru. Saya tidak pernah membawa masuk perempuan ke apartemen." Arthur bicara seolah tahu apa yang ada dipikiran Katya.Arthur melepas jaketnya lalu melemparnya ke arah sofa. Katya segera menutup mata menggunakan telapak tangan, saat Arthur melepas celana jeans-nya. Dalam hati, Katya merutuki Arthur yang seenaknya melepas celana di depannya."Santai saja. Sekarang atau nanti kamu juga akan melihatnya." Arthur tersenyum miring. Hanya terbalut kan kaos oblong dan celana boxer di atas lutut, Arthur berjalan lalu naik ke atas ranjang."Mau sampai kapan kamu diam di situ?""Kakak tidak telanjang kan?" Pertanyaan polos keluar dari mulut Katya."Makanya buka mata kamu kalau mau tahu."Merasa suara Arthur sudah tidak sedekat tadi, Katya menurunkan kedua tangannya lalu mulai membuka mata. Ternyata Arthur sudah berbaring di atas ranjang dengan satu tangan menumpu kepala."Sini naik." Arthur tersenyum nakal sambil menepuk-nepuk bagian kosong di sisinya.Katya bergidik ngeri, membayangkan tidur berdua dalam satu ranjang dengan Arthur."Saya bilang sini Katya."Suara laki-laki itu terdengar tidak ingin dibantah. Tapi Katya tidak mungkin mau tidur bersama dengan Arthur."Aku tidur di kamar lain saja boleh ya, Kak?""Dimana, Sayang? Apartemen ini hanya mempunyai satu kamar."Sungguh? Sebesar ini hanya mempunyai satu kamar saja?"Mmm, kalau begitu aku tidur di sofa saja."Wajah Arthur menjadi datar. Membuat jantung Katya berdetak kencang ketakutan."Kamu masih ingatkan? Di sini saya Tuannya dan kamu mainan saya. Kamu harus selalu menuruti perintah saya, Katya."Benar. Harusnya Katya selalu ingat kalau dirinya hanya mainan Arthur.Langkah Katya terasa berat mendekati ranjang. Dengan detak jantung semakin tidak karuan dan telapak tangan terasa dingin. Bukan karena AC, tapi karena perasaan gugup yang menyelimuti."Naik."Karena pergerakan Katya yang lambat, membuat Arthur tidak sabar dan langsung menarik tangan gadis itu hingga terbaring. Secepat kilat Arthur mengurung tubuh Katya dibawah tubuh besarnya."Kak Arthur mau apa? Minggir Kak!" Katya berontak mencoba melawan, akan tetapi tenaganya tidak cukup kuat melawan.Arthur menahan kedua tangan Katya menggunakan satu tangan yang disimpan di atas kepala gadis itu.Perasaan Katya sudah tidak karuan. Takut, cemas, gugup, semua bercampur menjadi satu. Apalagi sekarang dia tahu kemana arah tatapan Arthur. Laki-laki itu menatap lapar bibirnya.Sekarang, ibu jari tangan Arthur mengusap lembut bibir bawah Katya. Matanya sudah berkabut gairah."Bibir ini sudah lama mencuri perhatian saya." Arthur tersenyum nakal. Katya menggeleng berharap Arthur tidak akan berbuat macam-macam padanya. Tapi Katya telah salah besar berharap pada orang seperti Arthur."Kak, no, please....""In your dream." Seketika itu juga Arthur merobek paksa kemeja depan Katya hingga membuat kancing-kancing yang terpasang berjatuhan.Katya memekik terkejut. Air matanya jatuh menetes. Selama dua puluh tahun ini, Katya selalu menjaga diri dari para laki-laki brengsek dan sekarang justru hidupnya terjebak bersama orang yang selama ini Katya hindari.Arthur mencium bibir Katya dengan kasar. Tidak peduli dengan Katya yang masih menangis, ia lebih fokus pada makanan yang ada di depannya.Katya memejamkan mata. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah dan menangis. Semuanya hancur dalam sekejap mata. Indahnya ekspetasi hidup yang Katya bayangkan, sudah hilang ditelan kegelapan.***Matahari menyapa dengan sinarnya yang indah. Suara kicauan burung terdengar merdu saling bersahutan. Di dalam sebuah kamar luas, seorang perempuan yang baru saja kehilangan mahkota paling berharga, sedang berbaring dengan selimut yang menutupi tubuh polosnya.Malam tadi adalah malam paling bersejarah bagi Katya. Semuanya masih membekas dalam ingatan. Saat Arthur merenggut paksa kesucian Katya tanpa belas kasihan.Arthur berjalan ke arah ranjang sambil membawa selembar kertas dan sebuah pulpen. Kemudian ia menyimpannya di samping tempat tidur Katya."Tanda tangan."Katya menatap selembar kertas yang terdapat tulisan dan di bawahnya ada dua materai yang tertempel. Tanpa banyak tanya, Katya berusaha duduk dengan menahan rasa sakit yang luar biasa pada inti tubuhnya.SURAT KONTRAK PERNIKAHANKatya cukup terkejut setelah membaca isi surat tersebut. Yang mana Arthur menginginkan pernikahan mereka hanya berlangsung selama enam bulan. Setelah berpisah nanti, Katya tetap mendapat harta gono-gini dari Arthur."Ada apa? Kamu tidak terima kalau pernikahan kita hanya sebatas pernikahan kontrak?"Katya mendongak menatap wajah Arthur. "Lalu bagaimana kalau aku hamil? Semalam kita sudah...." ucapannya terhenti, ia terlalu malu untuk mengingat apa yang semalam terjadi antara mereka."Saya tidak mau repot. Hanya karena kamu hamil, lalu menghambat proses perceraian." Arthur menjawab. "Jadi kamu tidak boleh hamil."Baik. Katya juga tidak mau mengandung anak dari Arthur. Lagipula, ia tidak mau hidup selamanya dalam pernikahan gila yang laki-laki itu ciptakan."Dan ingat, kita harus bersikap manis di depan keluarga dan umum. Semua orang harus percaya kalo kita menikah karena saling mencintai. Paham?""Iya, Kak.""Dan mengenai pendidikan kamu. Saya tidak peduli. Mau dilanjut silahkan atau berhenti pun saya tidak rugi."Katya terdiam sejenak. Ia tidak mau kehilangan pendidikannya. Ia ingin menjadi wanita karir di masa depan."Aku mau tetap lanjut, Kak.""Kamu bisa pilih kampus di Jakarta. Karena tentunya saya tidak akan memberikan kamu izin untuk kembali ke Bali.""Iya, Kak."***"Tapi aku mau menikah sama Mas Arthur. Aku mencintai dia, Om, Tante. Tolong....""Maaf, Syella. Tapi Om dan Tante tidak bisa memaksa Arthur untuk menikah dengan kamu. Dia sudah mempunyai perempuan pilihannya sendiri."Perempuan berambut blonde itu menatap sang ayah dengan wajah cemberut. "Aku mau Mas Arthur, Yah," cicitnya memohon agar sang ayah bisa membantunya.Kemal menghela napas panjang. "Sayang, sejak awal kan tidak ada perjanjian perjodohan di antara kalian. Ayah dan Om Radit hanya membantu kalian untuk saling mengenal. Dan mengenai kelanjutannya, itu bagaimana kecocokan di antara kalian, Nak," ucapnya memberi pengertian pada Syella.Syella menggigit bibir bawahnya. Kecewa sekaligus sedih saat mendengar kabar kalau Arthur akan menikah. Syella pikir dia bisa memiliki Arthur karena ayah mereka merupakan teman dekat."Mas Arthur!" pekik Syella saat melihat kedatangan Arthur bersama perempuan yang digandengnya mesra.Syella berlari kecil menghampiri dan langsung memeluk Arthur tanpa permisi. Katya berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Arthur karena merasa tidak enak dengan pelukan manja Syella."Mas, aku kangen sama kamu."Arthur terlihat tidak suka. Dia memang tidak pernah menyukai Syella. Perempuan ini membuatnya tidak nyaman. Arthur tahu, Syella merengek-rengek pada ayahnya dan Radit agar dinikahkan dengan dirinya. Dan itu yang membuat Arthur risih hingga berpikir untuk menikahi perempuan lain, agar terhindar dari Syella. Kebetulan yang tepat saat Arthur ke Bali dan menemukan Katya. Laki-laki itu memanfaatkan Katya untuk dijadikan istri sementara sekaligus bisa dijadikan sarana balas dendam nya pada Juna."Syella tolong lepaskan. Ada calon istri saya di sini." Arthur berucap dengan wajah datar.Syella melepas pelukannya dengan kesal. Tatapannya menatap Katya tidak suka. "Jadi ini perempuan yang mau dinikahi sama Mas Arthur?" tanyanya sengit.Arthur meraih pinggang Katya. "Iya. Saya akan menikah beberapa hari lagi."Syella berdecak kesal. Menatap Katya dari atas kepala hingga ujung kaki. Tatapannya penuh penilaian dan itu membuat Katya risih."Apa spesialnya dia? Aku jauh lebih cantik."Arthur memutar bola mata jengah. Ini yang membuatnya semakin cepat ingin menikah. Setidaknya enam bulan menyandang status sebagai suami, itu akan membuat Syella menyerah mengejarnya."Syella, jangan bicara seperti itu." Kemal menarik lengan putrinya."Pak Radit, Bu Sabrina, saya dan Syella pamit pulang ya. Maaf karena sudah menganggu." Meski Syella tidak mau pergi dari sini, tapi Kemal menarik paksa putrinya pergi."Katya, apa kabar?" Sabrina tersenyum hangat menyambut kedatangan Katya."Baik, Tante."Sabrina kemudian mengajak Katya pergi, meninggalkan Arthur dan Radit."Kamu mencintai dia?"Arthur menjawabnya dengan gelengan kepala."Kenapa mau menikahi perempuan yang tidak kamu cintai?""Hanya untuk sementara. Setelah itu aku akan menceraikannya.""Untuk apa kamu mempermainkan pernikahan, Arthur?"Arthur tersenyum sinis. Teringat pada Juan yang dulu menghajarnya habis-habisan sampai harus dirawat di rumah sakit dalam waktu yang cukup lama. Ini memang tidak adil bagi Katya yang harus ikut andil dalam balas dendam Arthur, tapi ia tidak peduli selagi bisa memberi siksaan untuk Juan. Dan dengan menyakiti adik perempuan satu-satunya, itu akan lebih menyakitkan daripada babak belur.Radit menepuk pundak Arthur beberapakali. "Hati-hati dengan permainan sendiri. Kamu bisa terjebak di dalamnya."Arthur menatap Radit yang beranjak pergi dari hadapannya. Terjebak dalam permainan sendiri? Arthur tersenyum sinis. Tentu itu tidak akan dia biarkan. Semua harus berjalan sesuai apa yang dia inginkan.Katya menatap diri pada pantulan cermin. Tidak ada kebahagiaan yang terpancar di kedua matanya. Bahkan indahnya gaun yang membalut tubuhnya, sama sekali tidak mengubah suasana hati Katya yang sedih. Hari ini Arthur akan mengucap ijab kabul atas nama dirinya dihadapan Tuhan dan semua orang yang datang menyaksikan.Air mata menetes begitu saja. Katya merasa sangat berdosa pada Juan. Dia akan menikah tanpa restu dan kehadiran dari sang kakak. Katya hanya bisa mengucap maaf dalam hati. Berharap suatu saat nanti Juan masih mau melihat wajahnya.Pintu ruangan terbuka. Seorang gadis cantik melangkah menghampiri Katya dengan senyum terukir indah. Buru-buru Katya mengusap air matanya saat melihat kedatangan Airi melalui pantulan cermin.Airi berdecak kagum melihat Katya yang semakin terlihat cantik dengan polesan make up. "Sumpah! Lo cantik banget, Ya. Udah kayak princess tahu gak."Katya mengulas senyum tipis. Setelah dua kali pertemuan dengan Airi, baru Katya ingat kalau adik perempuan Arthu
Suasana resepsi di malam hari terlihat ramai oleh tamu undangan yang terus berdatangan. Banyak ucapan serta doa yang Arthur dan Katya terima. Permainan sandiwara mereka benar-benar berhasil menipu semua orang yang hadir. Pasangan pengantin baru itu terlihat sangat bahagia seperti dua orang yang saling mencintai. Jantung Katya seolah berhenti sejenak saat melihat kedatangan Bara dan kedua orang tuanya. "Selamat atas pernikahan Pak Arthur dan Nak Katya. Semoga sakinah, mawadah, warahmah. Langgeng terus sampai maut memisahkan," ucap Beni sambil bersalaman dengan Arthur dan Katya. "Terima kasih atas doa dan kehadirannya, Pak Beni dan keluarga." Arthur membalas sambil tersenyum ramah. Karina memeluk Katya. "Jodoh memang tidak ada yang tahu ya. Tante sempat berharap kalau kamu dan Bara bisa bersama. Tapi ternyata kamu jodohnya Pak Arthur." Karina terkekeh. "Semoga pernikahan kalian bahagia selalu dan cepat diberi momongan." Katya masih setia menampilkan senyum palsunya. "Terima kasih
Katya melangkah keluar dari dalam kamar mandi dengan mata sembab. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, sementara Arthur belum kembali ke apartemen. Entah apapun yang sedang dilakukan oleh suaminya, Katya benar-benar tidak peduli. Katya masih sangat marah sekaligus kecewa karena perlakuan Arthur padanya. "Belum sehari menjadi istri saja sudah diperlakukan seperti ini. Lalu bagaimana dengan enam bulan ke depan?" Katya menghela napas panjang. Tidak bisa membayangkan penderitaan apa yang akan dia rasakan atas perlakuan Arthur selama enam bulan ke depan. Mata yang baru saja terpejam kini kembali terbuka. Menatap langit-langit kamar sambil memikirkan Juan. Apa laki-laki itu sudah tahu tentang pernikahannya dengan Arthur? "Aku rindu Kak Juan. Apa Kak Juan di sana juga merindukan aku?" Jelas terlihat dari kedua mata Katya kalau dia sangat sedih. Tentu saja, siapa yang tidak akan sedih kalau berada di posisi Katya? Pintu kamar terbuka secara tiba-tiba, membuat Katya tersentak kage
Katya keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut yang masih basah. Alisnya menaut saat melihat Arthur tertawa-tawa sambil menatap layar ponsel. Tidak berniat bertanya, Katya duduk di meja rias lalu bergegas mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer. "Dasar bodoh! Berani bermain-main dengan saya. Kamu pikir saya anak TK yang bolot?" Melalui pantulan cermin, Katya dapat melihat Arthur yang sedang mengetikkan sesuatu di sana. Entah apa yang tertampil di layar handphone suaminya, sampai membuat laki-laki itu kesenangan. Juan: Fuck you man! Maksud kamu apa membawa pergi Aya ke tempat terkutuk itu?! Arthur: Santai, Kakak Ipar. Adik kamu menikmatinya kok. Tidak perlu khawatir.Juan: BAJINGAN SIALAN! KITA KETEMU MALAM INI JAM 10 DI MARKAS BLACK TIGER! Arthur: Dengan senang hati Kakak ipar, ha! Ha! Ha! Arthur tersenyum puas karena berhasil memancing emosi Juan. "Kamu pikir semudah itu memutus hubungan? Dasar bego," batinnya seraya menyimpan handphone ke atas nakas. "Haus! Ambilkan s
Jam terus berdetik. Arthur sudah siap pergi ke markas tempat geng-nya berkumpul saat masa putih abu-abu. Arthur mengenakan kaos putih polos yang dipadukan dengan jaket dan celana jeans panjang robek-robek berwarna hitam. Penampilannya yang seperti ini sama sekali tidak memperlihatkan kalau dia sudah berumur tiga puluh tahun. Arthur terlihat seperti anak muda dua puluh tahunan. "Kak Arthur mau pergi kemana?" Katya bertanya saat melihat suaminya keluar kamar sambil memutar-mutar kunci motor. "Mencari janda." Arthur menjawab sembarangan. "Kamu mau ikut?"Katya menggeleng. Tapi dia tahu kalau suaminya berbohong. Tidak banyak tanya, Katya biarkan Arthur pergi. Justru kalau tidak ada Arthur di sini, Katya merasa jauh lebih aman dan nyaman. "Pergi deh sana jauh-jauh. Kalau perlu tidak usah kembali sekalian," ucap Katya yang tentu saja sudah tidak ada Arthur di sini. Karena kantuk belum datang, Katya memilih untuk menonton acara televisi di kamar. Sebelum mengambil remote TV, indera pengl
Katya tersentak kaget.Namun, Arthur tiba-tiba mencengkram rambutnya. "Sshhh, Kak, sakit...," jerit Katya.Namun, Arthur tidak mempedulikan ringisan Katya. Dia justru menatap perempuan di hadapannya dengan tampang datar. "Dari mana kamu tahu kalau saya ada di sini?"Katya terdiam. Memori ingatannya berputar pada beberapa waktu lalu. Saat dimana Katya melihat notifikasi pesan yang masuk dari Juan ke handphone Arthur.FLASHBACK ON"Lho, Kak Arthur tidak membawa handphone-nya?"Katya berpikir mungkin Arthur lupa membawanya atau memang sengaja tidak dibawa. Barangkali Arthur memiliki handphone lain yang dibawanya.Katya memilih untuk mengambil handphone tersebut dan menindaknya ke atas nakas. Saat itu juga ada notifikasi pesan yang baru masuk.Juan: Jangan lupa malam iniKatya terkejut sekaligus penasaran begitu membaca pesan dari Juan yang tertampil di layar depan handphone. Katya berpikir, apa selama ini ada komunikasi antara Arthur dan Juan yang tidak Katya ketahui?"Apa maksud pesan
Arthur terbangun saat perutnya terasa lapar. Mesin pewaktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Pandangannya kemudian jatuh pada sosok perempuan yang meringkuk di sampingnya. Ada beberapa tanda kemerahan yang sengaja Arthur tinggalkan di sekitar leher dan dada Katya."Hey, bangun. Buatkan saya makanan." Arthur menggoyangkan pundak Katya cukup keras.Katya mengerutkan kening. Merasakan pening luar biasa di kepalanya. "Kepala aku pusing, Kak.""Sudahlah jangan banyak alasan. Cepat bangun dan buatkan saya makanan yang enak," ketus Arthur yang sama sekali tidak peduli dengan keluhan istrinya.Katya terpejam sejenak sambil menarik napas dalam-dalam. Percuma meminta kepedulian laki-laki itu karena dia akan lebih mementingkan perutnya yang sudah lapar.Katya melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Meski Arthur sudah melihat setiap jengkal tubuhnya, tetap saja Katya malu kalau harus berjalan ke kamar mandi tanpa sehelai benangpun dan ada Arthur yang menyaksikan.Setelah berpakaian
Katya menarik kedua sudut bibirnya saat melihat kedatangan Arthur ke meja makan."Selamat pagi, Kak."Arthur tak membalas. Jangankan membalas, melihat wajah istrinya saja tidak. Laki-laki itu langsung duduk di meja makan sambil melihat menu sarapan pagi ini."Dasinya?""Lupa.""Aku ambil dulu ya, Kak." Katya berlalu pergi ke kamar untuk mengambil salah satu dasi yang dimiliki Arthur. Sebulan menyandang status sebagai istri, membuat Katya sudah mulai terbiasa dengan sikap dan kebiasaan suaminya. Seperti menyiapkan kopi sebelum berangkat bekerja, memasangkan dasi, dan menggosok rambutnya yang masih basah menggunakan handuk. Sikap Arthur sendiri kepada Katya sudah seperti bunglon. Iya, suka berubah-ubah. Terkadang ia mudah sekali marah dan tak segan membentak Katya hanya karena masalah sepele, tapi tak jarang juga ia memperlakukan Katya dengan baik. Itu tergantung pada suasana hatinya.Katya kembali dengan membawa dasi berwarna hitam lalu menyimpannya di sandaran kursi, kemudian melayan
Katya lebih dulu pergi ke meja makan setelah membantu Arthur siap-siap, sekarang Arthur tengah berada di ruang kerjanya untuk mengerjakan sesuatu yang ia lupakan."Honeymoon...." Katya tampak tengah mempertimbangkan ajakan Arthur untuk pergi bulan madu. "Mungkin itu kesempatan yang bagus untuk menghabiskan waktu berdua bersama Mas Arthur."Katya mengangguk-anggukkan kepala. Ia akan segera memberi jawaban terkait bulan madunya bersama Arthur.Katya sedikit tersentak saat sebuah kecupan ia dapatkan dari suaminya yang tiba-tiba muncul."Mas...."Arthur memberikan senyuman yang membuat Katya terhipnotis. Apa ini? Mungkinkah usaha Katya sudah mulai memberikan pertanda baik?Pandangan Katya tidak lepas memperhatikan suaminya yang kini sudah duduk bergabung di meja makan. Dengan bibir melengkung ke atas, Arthur memberikan tatapan tergiur akan soto Betawi yang tersaji sebagai menu sarapan pagi ini."Kamu yang membuat ini?"Katya menggelengkan kepala. "Tidak. Bibi Sum yang membuatnya, aku hany
Usapan lembut di pipi berhasil membangunkan Arthur dari tidur lelapnya. Sebuah senyuman manis menjadi objek pandang pertama begitu lelaki itu membuka mata."Bangun, Mas, aku sudah siapkan air hangat untuk kamu mandi," ucap Katya dengan suara yang terdengar merdu ditelinga Arthur.Arthur berdecak malas menatap sosok perempuan yang merupakan istrinya itu. Sudah sebulan ini Katya bersikap aneh. Tak biasanya Katya membangunkan Arthur dari tidurnya kecuali Arthur sendiri yang berpesan untuk membangunkannya.Pernah sekali saat awal menikah Katya membangunkan Arthur karena hari sudah siang, namun bukannya berterima kasih justru Arthur marah-marah karena jam tidurnya diganggu. Kemudian Arthur memperingati Katya agar jangan pernah lagi membangunkan dirinya tidur meski hari sudah siang, kecuali Arthur yang memintanya sebelum tidur.Namun, sudah sebulan ini Katya melakukannya tanpa peduli amukan lelaki itu. Dan saat Arthur memarahinya, justru Katya bersikap santai bahkan terkesan bodoamat hingga
Arthur menggulingkan tubuhnya dari atas tubuh Katya. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Rintik hujan masih menemani sejak lima belas menit yang lalu disertai kilatan petir yang membuat keadaan diluar terang sejenak.Katya menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Tak terhitung berapa banyak tanda kemerahan yang Arthur buat disepanjang tubuhnya.Katya menghela napas kesal saat Arthur mengepulkan asap rokok dari mulutnya. Sungguh Katya sangat ingin menegur suaminya, namun ia tahu tegurannya tidak akan didengarkan.Katya menahan selimut di dadanya saat ia mengambil posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang. Ia baru ingat kalau hari ini ulang tahun kakak iparnya."Kak...."Arthur tidak menjawab, tapi Katya tahu kalau laki-laki itu jelas mendengar panggilannya."Aku boleh minta handphone ku yang lama?""Tidak."Katya menghela napas pelan. Handphone pemberian dari Arthur pasca menikah hanya ada empat kontak, diantaranya kontak nomor Arthur, Radit, Sabrina, dan Airi. Entah a
"Kamu mencintainya?"Arthur tersenyum remeh. "Yang benar saja.""Kamu mencintainya, Ar. Kamu menikahinya karena kamu mencintainya.""Tidak."Dalam beberapa detik mereka terdiam tanpa obrolan. Farhan menatap Arthur dalam-dalam, sementara yang ditatap tak menghiraukannya.Farhan menghela napas panjang. Ditepuknya pundak Arthur. "Saya hanya ingin mengingatkan kamu, jangan sampai kebencian membuat kamu buta dan berakhir dengan penyesalan."Penyesalan? Penyesalan karena? Karena tidak dapat membalaskan dendamnya? Arthur tersenyum remeh. Tak akan ada penyesalan yang Farhan maksud, Arthur jamin itu.***Katya keluar dari dalam kamar mandi bawah. Suara decakan ciuman mengejutkannya. Pandangan perempuan itu mengedar ke sekeliling sampai akhirnya menemukan dua orang pelaku yang sedang bercumbu di pojokan.Katya cukup terkejut melihat siapa kedua pelaku itu. Mereka adalah Airi dan Gery. Benar, laki-laki yang sedang bercumbu dengan Airi itu Gery yang memberi tumpangan kepada Katya pagi tadi."Ya a
"Mas Arthur!"Ahh! Malas sekali Arthur harus bertemu dengan perempuan centil itu lagi.Syella menghampiri Arthur dengan kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Perempuan itu mengenakan dress glamor berwarna biru dongker yang panjang hanya satu jengkal di atas lutut."Hai, Mas Arthur. Apa kabar?"Arthur memaksakan bibirnya untuk tersenyum. "Baik, Syella. Bahkan selalu baik setelah saya menikah."Syella mendengus kesal mendengarnya. Fakta itu tidak dapat Syella lupakan kalau laki-laki yang sangat dia inginkan telah menjadi suami dari perempuan lain. Tapi Syella tidak peduli, dia akan tetap mencari perhatian pada Arthur. Biarkan saja orang akan berkata apa, dia sudah terlanjur jatuh hati pada laki-laki tampan ini.Syella kembali tersenyum. Tangannya bergerak tanpa malu menggandeng lengan Arthur. Tentu saja membuat Arthur kesal."Mas Arthur mau minum sama aku tidak?"Tentu saja tidak!"Maaf, Syella. Saya tidak bisa. Kamu tahu sendiri kalau saya sudah mempunyai istri. Saya tidak mau istri
"Kamu kenapa tidak belajar mengemudi saja sih, Ya? Kan saat menikah Kak Arthur memberi mahar mobil untuk kamu."Saat ini, Katya dan Airi sedang makan di sebuah kafe sebelum mereka pulang. Dan Katya tidak memberitahu Airi kalau saat di mall dia bertemu dengan Arthur.Katya tersenyum mendengar saran dari gadis di hadapannya. Sejak Katya kelas tiga SMP, dia sudah pernah merengek kepada ayahnya kalau dia ingin belajar mengemudi mobil. Namun, Arkan tidak memberinya izin saat itu dan mengatakan kalau dia akan memberikan Katya mobil setelah perempuan itu lulus SMA. Akan tetapi, takdir mengubah kehidupan mereka semudah membalikkan telapak tangan. Tiba-tiba saja orang kepercayaan Arkan di kantor mengkhianatinya tanpa belas kasihan."Aku belum ada waktu untuk belajar mobil. Mungkin suatu hari nanti," ucap Katya menjawab pertanyaan Airi."Atau bagaimana kalau aku yang mengajari kamu? Aku tidak keberatan kok. Setiap pulang kuliah nanti aku ajari kamu mengemudi, bagaimana?"Katya tersenyum haru. Si
"Aya, menurut kamu bagus yang warna merah, putih, atau hitam?" Airi bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari ketiga tas branded di tangannya.Sementara yang ditanya seolah tidak tahu dirinya sedang ditanya. Katya tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Arthur yang sedang bersama perempuan lain.Karena tidak mendengar jawaban apapun dari Katya, akhirnya Airi menoleh menatap kakak iparnya. Kedua alis gadis itu bertaut bingung saat melihat Katya yang seperti sedang melamun."Aya?" Airi menyentuh lengan Katya."Ha? Iya? Ada apa, Ai?"Airi menghela napas. "Kamu tidak dengar tadi aku bertanya apa?"Katya terkekeh pelan. "Maaf, memangnya tadi kamu bertanya apa sama aku?"Airi mengangkat dua tas berwarna merah dan hitam. "Menurut kamu mana yang lebih bagus? Merah, hitam, atau yang putih itu," ucapnya menunjuk pada tas putih di dekatnya.Katya terdiam sejenak seolah sedang menentukan pilihannya. "Semuanya bagus sih, tapi sepertinya Mama lebih suka yang merah. Itu warna kesukaan Mama bukan?
Katya melepas sabuk pengamannya begitu mobil sport berwarna putih ini sudah parkir rapi bersama jejeran mobil lainnya."Terima kasih ya, Ger, untuk tumpangannya."Pemuda berkemeja maroon itu tersenyum sambil menganggukkan kepala. "Iya, sama-sama. Kalo kamu mau saya juga bisa antar kamu pulang setelah ngampus, bagaimana?"Katya mengulas senyum yang membuat pemuda bernama lengkap Gery Jefferson itu terpesona."Tidak apa, aku biasa pulang naik taksi, kok. Sekali lagi terima kasih untuk tumpangannya. Aku turun duluan ya, bye!"Gery melambaikan tangan. Menatap punggung Katya semakin jauh dari penglihatannya.Gery berdecak kagum. "She look so beautiful."Gery tidak mengenal Katya, begitu juga dengan Katya yang tidak mengenal Gery. Mereka hanya orang asing yang dipertemukan dipinggir jalan, lalu memutuskan untuk berangkat bersama karena satu tujuan. Suara dering panggilan masuk terdengar dari handphone-nya. Gery mengulas senyum begitu melihat nama yang tertampil dilayar persegi panjang ters
Katya menarik kedua sudut bibirnya saat melihat kedatangan Arthur ke meja makan."Selamat pagi, Kak."Arthur tak membalas. Jangankan membalas, melihat wajah istrinya saja tidak. Laki-laki itu langsung duduk di meja makan sambil melihat menu sarapan pagi ini."Dasinya?""Lupa.""Aku ambil dulu ya, Kak." Katya berlalu pergi ke kamar untuk mengambil salah satu dasi yang dimiliki Arthur. Sebulan menyandang status sebagai istri, membuat Katya sudah mulai terbiasa dengan sikap dan kebiasaan suaminya. Seperti menyiapkan kopi sebelum berangkat bekerja, memasangkan dasi, dan menggosok rambutnya yang masih basah menggunakan handuk. Sikap Arthur sendiri kepada Katya sudah seperti bunglon. Iya, suka berubah-ubah. Terkadang ia mudah sekali marah dan tak segan membentak Katya hanya karena masalah sepele, tapi tak jarang juga ia memperlakukan Katya dengan baik. Itu tergantung pada suasana hatinya.Katya kembali dengan membawa dasi berwarna hitam lalu menyimpannya di sandaran kursi, kemudian melayan