Suasana resepsi di malam hari terlihat ramai oleh tamu undangan yang terus berdatangan. Banyak ucapan serta doa yang Arthur dan Katya terima. Permainan sandiwara mereka benar-benar berhasil menipu semua orang yang hadir. Pasangan pengantin baru itu terlihat sangat bahagia seperti dua orang yang saling mencintai.
Jantung Katya seolah berhenti sejenak saat melihat kedatangan Bara dan kedua orang tuanya."Selamat atas pernikahan Pak Arthur dan Nak Katya. Semoga sakinah, mawadah, warahmah. Langgeng terus sampai maut memisahkan," ucap Beni sambil bersalaman dengan Arthur dan Katya."Terima kasih atas doa dan kehadirannya, Pak Beni dan keluarga." Arthur membalas sambil tersenyum ramah.Karina memeluk Katya."Jodoh memang tidak ada yang tahu ya. Tante sempat berharap kalau kamu dan Bara bisa bersama. Tapi ternyata kamu jodohnya Pak Arthur." Karina terkekeh. "Semoga pernikahan kalian bahagia selalu dan cepat diberi momongan."Katya masih setia menampilkan senyum palsunya. "Terima kasih sudah menyempatkan untuk datang ke sini, Tante.""Sama-sama, Nak."Sekarang tibalah saatnya Katya berhadapan dengan Bara. Laki-laki yang sudah membuat Katya nyaman dan mungkin sebentar lagi jatuh cinta."Bar...."Bara tetap tersenyum meski hatinya tercabik-cabik. Dekat dengan Katya selama beberapa bulan ini, membuatnya jatuh hati pada sosok perempuan yang selalu terlihat ceria itu. Bara sudah ada rencana untuk mengajak Katya serius. Tapi sayang, dia kalah cepat oleh Arthur. Dan sekarang yang tersisa hanya penyesalan."Saya selalu bertanya-tanya, apa yang membuat kamu mendadak pindah kampus dan menghilang tanpa kabar." Bara menjeda ucapannya. "Dan sekarang saya sudah dapet jawaban dari pertanyaan itu walaupun masih janggal.""Hmm?""Kenapa kamu merahasiakan pernikahan kamu? Bahkan dari Seli, sahabat kamu sendiri." Bara tidak akan tahu kabar pernikahan Katya kalau bukan dari ayahnya. Karena ingin membuktikan langsung, jadi Beni ikut datang ke sini dan ternyata benar, bahwa perempuan yang dinikahi Arthur adalah Katya yang dia cintai.Katya tidak bisa mengundang Seli datang ke sini. Dia terlalu malu. Lagi pula pernikahan ini bukan pernikahan yang Katya inginkan. Jadi momen ini bukanlah suatu hal yang harus dirayakan. Apalagi bersama sahabat. Ini adalah momen pahit yang sangat Katya benci."Bahkan sejak tadi saya tidak melihat keberadaan Kak Juan, Mbak Listy, dan Shaka. Mereka ada di sini kan, Ya? Saya mau bertemu dengan mereka."Katya memainkan jari-jari tangannya. Tidak tahu harus menjawab apa. Katya sangat malu kalau sampai Bara tahu kejadian yang sebenarnya. Dia menikah tanpa restu dan kehadiran dari keluarganya. Bara akan dengan mudah menilai kalau Katya tidak sebaik apa yang dia pikirkan. Dia seorang perempuan yang pembangkang dan keras kepala.Jangan kalian pikir Arthur tidak mendengar obrolan antara Katya dan Bara. Tentu saja dia mendengarnya dengan jelas. Arthur juga tahu kalau Bara ada rasa pada Katya."Kenapa kamu diam saja?"Katya tersentak saat Arthur melingkari pinggangnya. Membuat pandangan Bara juga teralihkan pada sosok yang telah menjadi suami Katya."Maaf mengganggu pembicaraan kalian. Tapi masih banyak tamu undangan yang mau mengucapkan selamat dan memberikan doa pada kami," ucap Arthur yang tentunya sambil menampilkan senyum.Bara mengangguk. Dia menatap Katya lebih dulu sebelum akhirnya turun dari pelaminan."Kekasih kamu, hm?"Katya menggelengkan kepala. "Bukan.""Tapi sepertinya dia tertarik untuk menjadi kekasih kamu," ucap Arthur lalu mengecup singkat pipi Katya, sebelum kembali bersalaman dengan tamu undangannya.Katya mengedarkan pandangan mencoba mencari keberadaan Bara. Akan tetapi dia tidak berhasil menemukannya. Ah, Katya yakin kalau Bara akan memberitahu Seli mengenai pernikahannya. Katya tidak bisa membayangkan betapa kecewanya Seli setelah tahu semuanya.***Resepsi berakhir di jam sepuluh malam. Saat ini Arthur dan Katya sedang berada di jalan. Katya pikir mereka akan ke apartemen karena jarak dari gedung pernikahan ke apartemen tidak jauh, jadi sepertinya tidak mungkin kalau Arthur membawanya ke hotel.Katya menautkan alis saat mobil melaju melewati gedung apartemen. Kemana mereka akan pergi?"Kita mau kemana, Kak?"Arthur menarik tengkuk Katya lalu mencuri ciuman dan memberinya lumatan sebentar. "Kita have fun dulu sebentar."Have fun? Apa Katya tidak salah dengar? Setelah serangkaian acara yang mereka lalui seharian ini, apa Arthur tidak capek? Katya saja sudah pegal-pegal ingin segera istirahat.Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya Katya tahu kemana Arthur membawanya pergi."Klub malam?"Arthur mengulas senyum smirk."Aku tidak mau masuk, Kak.""Kenapa? Saya tahu kamu tidak asing sama tempat ini. Tidak usah sok jaim. Ayo turun."Katya menggigit bibirnya sambil menggeleng menolak. Karena dia tahu klub malam seperti apa, makanya dia tidak mau masuk. Apalagi sekarang bersama Arthur. Laki-laki yang terlihat menyeramkan di mata Katya."Jadi tidak mau turun?"Katya menjawabnya dengan anggukan."Okay. Itu pilihan kamu." Arthur mengecup pipi Katya. "Nanti saya tinggal minta beberapa pelacur cowok untuk menemani kamu di sini," ucapnya kemudian turun dari mobil.Buru-buru Katya menyusul langkah lebar Arthur. Dia tahu kalau Arthur tidak akan ragu untuk membuktikan ucapannya.Mengetahui kalau Katya mengejarnya, Arthur hanya bisa tersenyum sombong. Begitu mudah mengancam perempuan itu. Membuatnya semakin percaya diri kalau rencananya akan berjalan sesuai yang dia inginkan.Arthur langsung dihampiri beberapa jalang yang bergelayut manja menggodanya. Laki-laki itu tidak menolak, tentu saja. Dia membiarkan tubuhnya disentuh bahkan dicium oleh para jalang tersebut. Sementara Katya jijik melihatnya."Kak, aku tunggu di sana ya."Arthur langsung menarik tangan Katya dan membawanya bergabung bersama orang-orang yang berjoget. Sungguh, Katya tidak nyaman berada di sini. Tubuhnya terdorong ke sana-kemari karena senggolan dari orang-orang di dekatnya yang asik berjoget. Sementara Arthur tidak mempedulikannya dan malah asyik berjoget dengan gelas berisi minuman di tangannya. Bahkan dia peduli dengan jalang yang berusaha menggodanya.Katya muak. Arthur membawanya masuk ke dalam klub dan menariknya ke tengah-tengah kerumunan, lalu dia mengabaikannya begitu saja.Seorang laki-laki memeluk Katya dari belakang lalu mencuri ciuman di pipinya."Brengsek!" Katya berusaha melepas pelukan laki-laki ini. "Lepas!""Kamu cantik sekali, Sayang."Katya mulai panik karena pelukan laki-laki ini selain erat. Berteriak meminta tolong pun akan percuma di tempat ini."Lepas! Jangan ganggu saya!""Kenapa, Cantik? Santai saja. Menari dan nikmati musiknya."Katya sudah sangat berharap kalau Arthur akan menolongnya saat laki-laki itu melihat ke arahnya. Namun, bukannya bergegas menolong, justru dia mengeluarkan ponsel lalu memotret Katya. Mengharapkan pertolongan pada orang seperti Arthur memang sebuah kesia-siaan.Air mata kecewa dan sakit hati menetes begitu saja. Ikut atau tidak ikutnya Katya masuk ke dalam klub, dia tetap direndahkan.Arthur mengangkat dagunya seolah memberi sinyal pada bodyguard-nya yang bertugas. Lalu Katya dibantu lepas dari lelaki brengsek itu dan memberi jalan pada Katya untuk pergi. Katya segera berlari sekencang mungkin keluar dari dalam klub. Hatinya sangat sakit seperti ditusuk ribuan duri.""Kenapa kamu tega melakukan ini sama aku, Kak? Kesalahan apa yang aku perbuat, sampai kamu tega perlakukan aku serendah ini?"Katya melangkah keluar dari dalam kamar mandi dengan mata sembab. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, sementara Arthur belum kembali ke apartemen. Entah apapun yang sedang dilakukan oleh suaminya, Katya benar-benar tidak peduli. Katya masih sangat marah sekaligus kecewa karena perlakuan Arthur padanya. "Belum sehari menjadi istri saja sudah diperlakukan seperti ini. Lalu bagaimana dengan enam bulan ke depan?" Katya menghela napas panjang. Tidak bisa membayangkan penderitaan apa yang akan dia rasakan atas perlakuan Arthur selama enam bulan ke depan. Mata yang baru saja terpejam kini kembali terbuka. Menatap langit-langit kamar sambil memikirkan Juan. Apa laki-laki itu sudah tahu tentang pernikahannya dengan Arthur? "Aku rindu Kak Juan. Apa Kak Juan di sana juga merindukan aku?" Jelas terlihat dari kedua mata Katya kalau dia sangat sedih. Tentu saja, siapa yang tidak akan sedih kalau berada di posisi Katya? Pintu kamar terbuka secara tiba-tiba, membuat Katya tersentak kage
Katya keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut yang masih basah. Alisnya menaut saat melihat Arthur tertawa-tawa sambil menatap layar ponsel. Tidak berniat bertanya, Katya duduk di meja rias lalu bergegas mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer. "Dasar bodoh! Berani bermain-main dengan saya. Kamu pikir saya anak TK yang bolot?" Melalui pantulan cermin, Katya dapat melihat Arthur yang sedang mengetikkan sesuatu di sana. Entah apa yang tertampil di layar handphone suaminya, sampai membuat laki-laki itu kesenangan. Juan: Fuck you man! Maksud kamu apa membawa pergi Aya ke tempat terkutuk itu?! Arthur: Santai, Kakak Ipar. Adik kamu menikmatinya kok. Tidak perlu khawatir.Juan: BAJINGAN SIALAN! KITA KETEMU MALAM INI JAM 10 DI MARKAS BLACK TIGER! Arthur: Dengan senang hati Kakak ipar, ha! Ha! Ha! Arthur tersenyum puas karena berhasil memancing emosi Juan. "Kamu pikir semudah itu memutus hubungan? Dasar bego," batinnya seraya menyimpan handphone ke atas nakas. "Haus! Ambilkan s
Jam terus berdetik. Arthur sudah siap pergi ke markas tempat geng-nya berkumpul saat masa putih abu-abu. Arthur mengenakan kaos putih polos yang dipadukan dengan jaket dan celana jeans panjang robek-robek berwarna hitam. Penampilannya yang seperti ini sama sekali tidak memperlihatkan kalau dia sudah berumur tiga puluh tahun. Arthur terlihat seperti anak muda dua puluh tahunan. "Kak Arthur mau pergi kemana?" Katya bertanya saat melihat suaminya keluar kamar sambil memutar-mutar kunci motor. "Mencari janda." Arthur menjawab sembarangan. "Kamu mau ikut?"Katya menggeleng. Tapi dia tahu kalau suaminya berbohong. Tidak banyak tanya, Katya biarkan Arthur pergi. Justru kalau tidak ada Arthur di sini, Katya merasa jauh lebih aman dan nyaman. "Pergi deh sana jauh-jauh. Kalau perlu tidak usah kembali sekalian," ucap Katya yang tentu saja sudah tidak ada Arthur di sini. Karena kantuk belum datang, Katya memilih untuk menonton acara televisi di kamar. Sebelum mengambil remote TV, indera pengl
Katya tersentak kaget.Namun, Arthur tiba-tiba mencengkram rambutnya. "Sshhh, Kak, sakit...," jerit Katya.Namun, Arthur tidak mempedulikan ringisan Katya. Dia justru menatap perempuan di hadapannya dengan tampang datar. "Dari mana kamu tahu kalau saya ada di sini?"Katya terdiam. Memori ingatannya berputar pada beberapa waktu lalu. Saat dimana Katya melihat notifikasi pesan yang masuk dari Juan ke handphone Arthur.FLASHBACK ON"Lho, Kak Arthur tidak membawa handphone-nya?"Katya berpikir mungkin Arthur lupa membawanya atau memang sengaja tidak dibawa. Barangkali Arthur memiliki handphone lain yang dibawanya.Katya memilih untuk mengambil handphone tersebut dan menindaknya ke atas nakas. Saat itu juga ada notifikasi pesan yang baru masuk.Juan: Jangan lupa malam iniKatya terkejut sekaligus penasaran begitu membaca pesan dari Juan yang tertampil di layar depan handphone. Katya berpikir, apa selama ini ada komunikasi antara Arthur dan Juan yang tidak Katya ketahui?"Apa maksud pesan
Arthur terbangun saat perutnya terasa lapar. Mesin pewaktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Pandangannya kemudian jatuh pada sosok perempuan yang meringkuk di sampingnya. Ada beberapa tanda kemerahan yang sengaja Arthur tinggalkan di sekitar leher dan dada Katya."Hey, bangun. Buatkan saya makanan." Arthur menggoyangkan pundak Katya cukup keras.Katya mengerutkan kening. Merasakan pening luar biasa di kepalanya. "Kepala aku pusing, Kak.""Sudahlah jangan banyak alasan. Cepat bangun dan buatkan saya makanan yang enak," ketus Arthur yang sama sekali tidak peduli dengan keluhan istrinya.Katya terpejam sejenak sambil menarik napas dalam-dalam. Percuma meminta kepedulian laki-laki itu karena dia akan lebih mementingkan perutnya yang sudah lapar.Katya melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Meski Arthur sudah melihat setiap jengkal tubuhnya, tetap saja Katya malu kalau harus berjalan ke kamar mandi tanpa sehelai benangpun dan ada Arthur yang menyaksikan.Setelah berpakaian
Katya menarik kedua sudut bibirnya saat melihat kedatangan Arthur ke meja makan."Selamat pagi, Kak."Arthur tak membalas. Jangankan membalas, melihat wajah istrinya saja tidak. Laki-laki itu langsung duduk di meja makan sambil melihat menu sarapan pagi ini."Dasinya?""Lupa.""Aku ambil dulu ya, Kak." Katya berlalu pergi ke kamar untuk mengambil salah satu dasi yang dimiliki Arthur. Sebulan menyandang status sebagai istri, membuat Katya sudah mulai terbiasa dengan sikap dan kebiasaan suaminya. Seperti menyiapkan kopi sebelum berangkat bekerja, memasangkan dasi, dan menggosok rambutnya yang masih basah menggunakan handuk. Sikap Arthur sendiri kepada Katya sudah seperti bunglon. Iya, suka berubah-ubah. Terkadang ia mudah sekali marah dan tak segan membentak Katya hanya karena masalah sepele, tapi tak jarang juga ia memperlakukan Katya dengan baik. Itu tergantung pada suasana hatinya.Katya kembali dengan membawa dasi berwarna hitam lalu menyimpannya di sandaran kursi, kemudian melayan
Katya melepas sabuk pengamannya begitu mobil sport berwarna putih ini sudah parkir rapi bersama jejeran mobil lainnya."Terima kasih ya, Ger, untuk tumpangannya."Pemuda berkemeja maroon itu tersenyum sambil menganggukkan kepala. "Iya, sama-sama. Kalo kamu mau saya juga bisa antar kamu pulang setelah ngampus, bagaimana?"Katya mengulas senyum yang membuat pemuda bernama lengkap Gery Jefferson itu terpesona."Tidak apa, aku biasa pulang naik taksi, kok. Sekali lagi terima kasih untuk tumpangannya. Aku turun duluan ya, bye!"Gery melambaikan tangan. Menatap punggung Katya semakin jauh dari penglihatannya.Gery berdecak kagum. "She look so beautiful."Gery tidak mengenal Katya, begitu juga dengan Katya yang tidak mengenal Gery. Mereka hanya orang asing yang dipertemukan dipinggir jalan, lalu memutuskan untuk berangkat bersama karena satu tujuan. Suara dering panggilan masuk terdengar dari handphone-nya. Gery mengulas senyum begitu melihat nama yang tertampil dilayar persegi panjang ters
"Aya, menurut kamu bagus yang warna merah, putih, atau hitam?" Airi bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari ketiga tas branded di tangannya.Sementara yang ditanya seolah tidak tahu dirinya sedang ditanya. Katya tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Arthur yang sedang bersama perempuan lain.Karena tidak mendengar jawaban apapun dari Katya, akhirnya Airi menoleh menatap kakak iparnya. Kedua alis gadis itu bertaut bingung saat melihat Katya yang seperti sedang melamun."Aya?" Airi menyentuh lengan Katya."Ha? Iya? Ada apa, Ai?"Airi menghela napas. "Kamu tidak dengar tadi aku bertanya apa?"Katya terkekeh pelan. "Maaf, memangnya tadi kamu bertanya apa sama aku?"Airi mengangkat dua tas berwarna merah dan hitam. "Menurut kamu mana yang lebih bagus? Merah, hitam, atau yang putih itu," ucapnya menunjuk pada tas putih di dekatnya.Katya terdiam sejenak seolah sedang menentukan pilihannya. "Semuanya bagus sih, tapi sepertinya Mama lebih suka yang merah. Itu warna kesukaan Mama bukan?
Katya lebih dulu pergi ke meja makan setelah membantu Arthur siap-siap, sekarang Arthur tengah berada di ruang kerjanya untuk mengerjakan sesuatu yang ia lupakan."Honeymoon...." Katya tampak tengah mempertimbangkan ajakan Arthur untuk pergi bulan madu. "Mungkin itu kesempatan yang bagus untuk menghabiskan waktu berdua bersama Mas Arthur."Katya mengangguk-anggukkan kepala. Ia akan segera memberi jawaban terkait bulan madunya bersama Arthur.Katya sedikit tersentak saat sebuah kecupan ia dapatkan dari suaminya yang tiba-tiba muncul."Mas...."Arthur memberikan senyuman yang membuat Katya terhipnotis. Apa ini? Mungkinkah usaha Katya sudah mulai memberikan pertanda baik?Pandangan Katya tidak lepas memperhatikan suaminya yang kini sudah duduk bergabung di meja makan. Dengan bibir melengkung ke atas, Arthur memberikan tatapan tergiur akan soto Betawi yang tersaji sebagai menu sarapan pagi ini."Kamu yang membuat ini?"Katya menggelengkan kepala. "Tidak. Bibi Sum yang membuatnya, aku hany
Usapan lembut di pipi berhasil membangunkan Arthur dari tidur lelapnya. Sebuah senyuman manis menjadi objek pandang pertama begitu lelaki itu membuka mata."Bangun, Mas, aku sudah siapkan air hangat untuk kamu mandi," ucap Katya dengan suara yang terdengar merdu ditelinga Arthur.Arthur berdecak malas menatap sosok perempuan yang merupakan istrinya itu. Sudah sebulan ini Katya bersikap aneh. Tak biasanya Katya membangunkan Arthur dari tidurnya kecuali Arthur sendiri yang berpesan untuk membangunkannya.Pernah sekali saat awal menikah Katya membangunkan Arthur karena hari sudah siang, namun bukannya berterima kasih justru Arthur marah-marah karena jam tidurnya diganggu. Kemudian Arthur memperingati Katya agar jangan pernah lagi membangunkan dirinya tidur meski hari sudah siang, kecuali Arthur yang memintanya sebelum tidur.Namun, sudah sebulan ini Katya melakukannya tanpa peduli amukan lelaki itu. Dan saat Arthur memarahinya, justru Katya bersikap santai bahkan terkesan bodoamat hingga
Arthur menggulingkan tubuhnya dari atas tubuh Katya. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Rintik hujan masih menemani sejak lima belas menit yang lalu disertai kilatan petir yang membuat keadaan diluar terang sejenak.Katya menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Tak terhitung berapa banyak tanda kemerahan yang Arthur buat disepanjang tubuhnya.Katya menghela napas kesal saat Arthur mengepulkan asap rokok dari mulutnya. Sungguh Katya sangat ingin menegur suaminya, namun ia tahu tegurannya tidak akan didengarkan.Katya menahan selimut di dadanya saat ia mengambil posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang. Ia baru ingat kalau hari ini ulang tahun kakak iparnya."Kak...."Arthur tidak menjawab, tapi Katya tahu kalau laki-laki itu jelas mendengar panggilannya."Aku boleh minta handphone ku yang lama?""Tidak."Katya menghela napas pelan. Handphone pemberian dari Arthur pasca menikah hanya ada empat kontak, diantaranya kontak nomor Arthur, Radit, Sabrina, dan Airi. Entah a
"Kamu mencintainya?"Arthur tersenyum remeh. "Yang benar saja.""Kamu mencintainya, Ar. Kamu menikahinya karena kamu mencintainya.""Tidak."Dalam beberapa detik mereka terdiam tanpa obrolan. Farhan menatap Arthur dalam-dalam, sementara yang ditatap tak menghiraukannya.Farhan menghela napas panjang. Ditepuknya pundak Arthur. "Saya hanya ingin mengingatkan kamu, jangan sampai kebencian membuat kamu buta dan berakhir dengan penyesalan."Penyesalan? Penyesalan karena? Karena tidak dapat membalaskan dendamnya? Arthur tersenyum remeh. Tak akan ada penyesalan yang Farhan maksud, Arthur jamin itu.***Katya keluar dari dalam kamar mandi bawah. Suara decakan ciuman mengejutkannya. Pandangan perempuan itu mengedar ke sekeliling sampai akhirnya menemukan dua orang pelaku yang sedang bercumbu di pojokan.Katya cukup terkejut melihat siapa kedua pelaku itu. Mereka adalah Airi dan Gery. Benar, laki-laki yang sedang bercumbu dengan Airi itu Gery yang memberi tumpangan kepada Katya pagi tadi."Ya a
"Mas Arthur!"Ahh! Malas sekali Arthur harus bertemu dengan perempuan centil itu lagi.Syella menghampiri Arthur dengan kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Perempuan itu mengenakan dress glamor berwarna biru dongker yang panjang hanya satu jengkal di atas lutut."Hai, Mas Arthur. Apa kabar?"Arthur memaksakan bibirnya untuk tersenyum. "Baik, Syella. Bahkan selalu baik setelah saya menikah."Syella mendengus kesal mendengarnya. Fakta itu tidak dapat Syella lupakan kalau laki-laki yang sangat dia inginkan telah menjadi suami dari perempuan lain. Tapi Syella tidak peduli, dia akan tetap mencari perhatian pada Arthur. Biarkan saja orang akan berkata apa, dia sudah terlanjur jatuh hati pada laki-laki tampan ini.Syella kembali tersenyum. Tangannya bergerak tanpa malu menggandeng lengan Arthur. Tentu saja membuat Arthur kesal."Mas Arthur mau minum sama aku tidak?"Tentu saja tidak!"Maaf, Syella. Saya tidak bisa. Kamu tahu sendiri kalau saya sudah mempunyai istri. Saya tidak mau istri
"Kamu kenapa tidak belajar mengemudi saja sih, Ya? Kan saat menikah Kak Arthur memberi mahar mobil untuk kamu."Saat ini, Katya dan Airi sedang makan di sebuah kafe sebelum mereka pulang. Dan Katya tidak memberitahu Airi kalau saat di mall dia bertemu dengan Arthur.Katya tersenyum mendengar saran dari gadis di hadapannya. Sejak Katya kelas tiga SMP, dia sudah pernah merengek kepada ayahnya kalau dia ingin belajar mengemudi mobil. Namun, Arkan tidak memberinya izin saat itu dan mengatakan kalau dia akan memberikan Katya mobil setelah perempuan itu lulus SMA. Akan tetapi, takdir mengubah kehidupan mereka semudah membalikkan telapak tangan. Tiba-tiba saja orang kepercayaan Arkan di kantor mengkhianatinya tanpa belas kasihan."Aku belum ada waktu untuk belajar mobil. Mungkin suatu hari nanti," ucap Katya menjawab pertanyaan Airi."Atau bagaimana kalau aku yang mengajari kamu? Aku tidak keberatan kok. Setiap pulang kuliah nanti aku ajari kamu mengemudi, bagaimana?"Katya tersenyum haru. Si
"Aya, menurut kamu bagus yang warna merah, putih, atau hitam?" Airi bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari ketiga tas branded di tangannya.Sementara yang ditanya seolah tidak tahu dirinya sedang ditanya. Katya tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Arthur yang sedang bersama perempuan lain.Karena tidak mendengar jawaban apapun dari Katya, akhirnya Airi menoleh menatap kakak iparnya. Kedua alis gadis itu bertaut bingung saat melihat Katya yang seperti sedang melamun."Aya?" Airi menyentuh lengan Katya."Ha? Iya? Ada apa, Ai?"Airi menghela napas. "Kamu tidak dengar tadi aku bertanya apa?"Katya terkekeh pelan. "Maaf, memangnya tadi kamu bertanya apa sama aku?"Airi mengangkat dua tas berwarna merah dan hitam. "Menurut kamu mana yang lebih bagus? Merah, hitam, atau yang putih itu," ucapnya menunjuk pada tas putih di dekatnya.Katya terdiam sejenak seolah sedang menentukan pilihannya. "Semuanya bagus sih, tapi sepertinya Mama lebih suka yang merah. Itu warna kesukaan Mama bukan?
Katya melepas sabuk pengamannya begitu mobil sport berwarna putih ini sudah parkir rapi bersama jejeran mobil lainnya."Terima kasih ya, Ger, untuk tumpangannya."Pemuda berkemeja maroon itu tersenyum sambil menganggukkan kepala. "Iya, sama-sama. Kalo kamu mau saya juga bisa antar kamu pulang setelah ngampus, bagaimana?"Katya mengulas senyum yang membuat pemuda bernama lengkap Gery Jefferson itu terpesona."Tidak apa, aku biasa pulang naik taksi, kok. Sekali lagi terima kasih untuk tumpangannya. Aku turun duluan ya, bye!"Gery melambaikan tangan. Menatap punggung Katya semakin jauh dari penglihatannya.Gery berdecak kagum. "She look so beautiful."Gery tidak mengenal Katya, begitu juga dengan Katya yang tidak mengenal Gery. Mereka hanya orang asing yang dipertemukan dipinggir jalan, lalu memutuskan untuk berangkat bersama karena satu tujuan. Suara dering panggilan masuk terdengar dari handphone-nya. Gery mengulas senyum begitu melihat nama yang tertampil dilayar persegi panjang ters
Katya menarik kedua sudut bibirnya saat melihat kedatangan Arthur ke meja makan."Selamat pagi, Kak."Arthur tak membalas. Jangankan membalas, melihat wajah istrinya saja tidak. Laki-laki itu langsung duduk di meja makan sambil melihat menu sarapan pagi ini."Dasinya?""Lupa.""Aku ambil dulu ya, Kak." Katya berlalu pergi ke kamar untuk mengambil salah satu dasi yang dimiliki Arthur. Sebulan menyandang status sebagai istri, membuat Katya sudah mulai terbiasa dengan sikap dan kebiasaan suaminya. Seperti menyiapkan kopi sebelum berangkat bekerja, memasangkan dasi, dan menggosok rambutnya yang masih basah menggunakan handuk. Sikap Arthur sendiri kepada Katya sudah seperti bunglon. Iya, suka berubah-ubah. Terkadang ia mudah sekali marah dan tak segan membentak Katya hanya karena masalah sepele, tapi tak jarang juga ia memperlakukan Katya dengan baik. Itu tergantung pada suasana hatinya.Katya kembali dengan membawa dasi berwarna hitam lalu menyimpannya di sandaran kursi, kemudian melayan