Katya keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut yang masih basah. Alisnya menaut saat melihat Arthur tertawa-tawa sambil menatap layar ponsel. Tidak berniat bertanya, Katya duduk di meja rias lalu bergegas mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer.
"Dasar bodoh! Berani bermain-main dengan saya. Kamu pikir saya anak TK yang bolot?"Melalui pantulan cermin, Katya dapat melihat Arthur yang sedang mengetikkan sesuatu di sana. Entah apa yang tertampil di layar handphone suaminya, sampai membuat laki-laki itu kesenangan.Juan: Fuck you man! Maksud kamu apa membawa pergi Aya ke tempat terkutuk itu?!Arthur: Santai, Kakak Ipar. Adik kamu menikmatinya kok. Tidak perlu khawatir.Juan: BAJINGAN SIALAN! KITA KETEMU MALAM INI JAM 10 DI MARKAS BLACK TIGER!Arthur: Dengan senang hati Kakak ipar, ha! Ha! Ha!Arthur tersenyum puas karena berhasil memancing emosi Juan. "Kamu pikir semudah itu memutus hubungan? Dasar bego," batinnya seraya menyimpan handphone ke atas nakas."Haus! Ambilkan saya minum!" Arthur berseru dengan punggung bersandar di kepala ranjang.Katya segera menyimpan hairdryer nya lalu menoleh menatap Arthur. "Kak Arthur mau aku buatkan minuman apa?""Americano cofee." Arthur mengangkat kedua sudut bibirnya. "Saya mau minuman itu yang ada di Riel Cafe."Katya terdiam sejenak. Bukankah tadi Arthur mengatakan kalau dirinya haus? Sementara Riel Cafe tempatnya cukup jauh dari sini."Saya memang mempunyai banyak pengawal yang bisa saya perintahkan ini dan itu. Tapi kamu tidak lupa kan, kalau menuruti perintah suami itu adalah kewajiban istri?""Iya, Kak. Sebentar, aku ganti baju dulu." Segera Katya pergi ke walk in closet untuk berpakaian karena sebelumnya ia hanya mengenakan bathrobe.Arthur membaringkan tubuhnya dengan menjadikan tangan sebagai bantalan. Dulu, Juan sangat tega menghajarnya habis-habisan atas kesalahan yang tidak Arthur perbuat. Maka sekarang, jangan salahkan Arthur karena memperlakukan Katya sesuka hatinya.***Katya keluar dari dalam kafe dengan membawa pesanan yang Arthur minta. Terhitung sudah satu jam Katya meninggalkan Arthur yang kehausan dan menginginkan Americano Cofee dari Riel Cafe. Katya berpikir, apakah benar Arthur sangat menginginkan minuman kopi dari Riel Cafe atau mungkin ini hanya akal-akalan dia saja untuk mengerjai Katya?Matahari bersinar sangat cerah hari ini. Jalanan sudah mulai padat dipenuhi kendaraan. Katya melangkahkan kaki ke tepi jalan untuk mendapat taksi. Meski Arthur memiliki banyak anak buah, tapi dia tidak memerintahkan satu orang pun untuk mengantar Katya pergi."JAMBRET!"Teriakan mengejutkan dari arah samping kanan berhasil mengalihkan perhatian Katya. Belum sempat Katya melihat yang sebenarnya terjadi, laki-laki yang diduga pelaku penjambretan tersebut menyenggol cukup kuat bahu Katya hingga membuat perempuan itu terjatuh."Ah!"Katya meringis kesakitan. Kulit tangannya yang mulus kini terkena luka gores. Sementara jambret tersebut berlari menghindari kejaran beberapa orang di belakangnya.Rasa perih luka di tangan seketika hilang saat Katya melihat minuman kopi pesanan Arthur berada di dekatnya dengan wadah yang sudah pecah."Ya ampun, Aya! Ceroboh banget sih. Kenapa bisa jatuh minumannya? Kak Arthur bisa marah banget kalau aku pulang semakin lama." Katya berdecak menyalahkan diri sendiri.Katya hentak bangun agar segera masuk ke kafe dan memesan kembali Americano Cofee. Namun, sebuah tangan tiba-tiba terulur di hadapannya. Sebelum menerima uluran tangan tersebut, Katya mendongak untuk melihat siapa orang yang berada di hadapannya ini."Tante Sabrina?"Sabrina mengulas senyum. "Ayo bangun."Katya mengangguk lalu menerima uluran tangan ibu mertuanya. "Terima kasih, Tante.""Mama.""Ha?""Jangan panggil Tante lagi. Kamu sudah menikah dengan putra Mama dan itu berarti sekarang kamu juga putri Mama," ucap Sabrina dengan senyum hangatnya yang terpancar.Katya tersenyum kaku sambil mengangguk. "Iya, Ma."Sabrina melihat sekilas ke arah minuman yang tumpah di dekat Katya. Kemudian matanya menangkap luka yang tergores di kulit tangan menantu perempuannya ini."Tangan kamu luka. Kita ke rumah sakit sekarang."Katya buru-buru menggeleng. "Tidak perlu, Ma. Tak apa, ini hanya luka kecil. Nanti aku obati kalau sudah sampai di apartemen."Sabrina menatap Katya cukup lama. Dan itu membuat Katya salah tingkah. "Sekarang masuk mobil. Mama juga mau ke apartemen kalian.""Mama duluan saja. Aku mau ke dalam lagi.""Arthur?""Hmm?"Sabrina mengusap bahu Katya. "Nanti biar orang Mama yang belikan Americano Cofee untuk suami kamu. Sekarang ayo masuk ke mobil."Merasa tidak ada pilihan lain, akhirnya Katya masuk ke dalam mobil dan pergi ke apartemen bersama ibu mertuanya.***"Ssshhh...."Katya meringis saat luka di tangannya sedang di obati oleh Sabrina. Sekarang mereka sudah berada di apartemen dengan Arthur yang duduk sambil bermain handphone."Sudah.""Terima kasih, Ma."Sabrina membalasnya dengan senyuman.Katya mengambil kotak P3K lalu membawanya untuk di simpan ke tempat semula. Meninggalkan Arthur berdua bersama mamanya."Ekhm!"Suara dehaman itu membuat perhatian Arthur seketika teralihkan. Laki-laki tersebut langsung melempar senyum lebar saat beradu tatap dengan mamanya."Maksud kamu apa? Membiarkan istri kamu pergi seorang diri ke Riel Cafe? Lihat kan jadinya. Dia terluka karena ulah kamu."Arthur sudah akan membuka mulut untuk menjawab ucapan Sabrina. Akan tetapi, lebih dulu Katya datang lalu menyahut."Bukan salah Kak Arthur kok, Ma. Ini memang keinginan aku sendiri. Aku mau berbakti sama suami."Arthur merangkul pundak Katya yang sudah duduk di sampingnya. "Tuh, Ma. Dengar sendirikan apa yang dikatakan sama menantunya? Aku sudah melarangnya tadi. Tapi Aya bersikeras mau pergi sendiri. Jadi ya sudah, daripada kita ribut-ribut kan?"Sabrina berdecak. "Kalian ini kan pengantin baru. Kalian bisa pergi bersama ke sana. Gak harus membiarkan Aya pergi sendiri dan tanpa ditemani bodyguard. Dulu waktu Papa sama Mama masih pengantin baru, keluar kamar aja harus bersama-sama."Arthur terkekeh pelan. "Iya, Ma. Aku pastikan kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi," ucapnya lalu mengecup pipi Katya. "Iya kan, Sayang?"Katya mencoba tersenyum. "Iya, Kak.""Terus kapan kalian pergi honeymoon?"Pertanyaan dari Sabrina membuat Katya menoleh menatap suaminya. Mereka belum membicarakan tentang jawaban yang akan diberikan saat mendapat pertanyaan seperti ini."Sementara ini aku sama Aya belum ada rencana buat pergi honeymoon. Mengingat Aya yang baru pindah kampus ke Jakarta, jadi dia harus segera mengenal lingkungan kampusnya dan supaya tidak tertinggal jauh pelajaran," jawab Arthur yang langsung dibalas anggukan oleh Katya."Iya, Ma. Benar kata Kak Arthur. Aku takut makin keteteran nanti."Sabrina menghela napas. "Ya sudah kalau memang itu menjadi keputusan kalian untuk menunda honeymoon. Tapi Mama tidak mau munafik, kalau Mama ingin segera mendapat cucu dari kalian."Katya tersenyum miris dalam hati. Tentu saja permintaan ibu mertuanya yang menginginkan cucu dari mereka tidak akan bisa terkabul. Kontrak pernikahan mereka saja hanya sampai enam bulan. Katya tidak juga tidak sudi kalau harus mengandung darah daging Arthur. Laki-laki kejam dan egois yang telah membuat hidupnya hancur seperti ini."Cucu?" Arthur bertanya ulang sambil menampilkan senyum remeh."Hmm, Mama juga mau seperti teman-teman arisan Mama yang bisa membicarakan dan membanggakan cucu-cucu mereka. Lagi pula, usia kamu juga kan sudah tiga puluh tahun. Sudah pantas menjadi seorang Ayah."Arthur menanggapinya dengan mengangguk-anggukkan kepala. Tentu saja dia tidak ambil pusing dengan permintaan dari mamanya."Aya," panggil Sabrina."Iya, Ma?""Kamu tidak masalah bukan kalau harus mengandung di usia muda dan masih kuliah? Banyak kok, mahasiswi yang mengandung bahkan sudah punya anak."Katya melirik sekilas pada Arthur yang tampak biasa saja. Mungkin bagi Arthur memberikan harapan palsu pada orang tua sendiri, tidak akan membuatnya merasa bersalah. Tapi Katya rasanya tidak akan tega kalau harus melakukan itu. Namun, bagaimana pun juga pernikahannya dengan Arthur bukanlah pernikahan sungguhan. Ini hanya sebatas permainan yang diciptakan oleh laki-laki itu."Aku sedikasihnya saja, Ma. Kalau memang harus mengandung di usia muda, itu tidak akan menjadi masalah."Jawaban Katya berhasil menerbitkan senyum di bibir Sabrina. Wanita yang sudah tak lagi muda itu terlihat sangat senang mendengarnya."Syukurlah. Semoga kalian cepat dipercaya sama yang di atas untuk menjadi orang tua.""Aamiin!" Arthur berseru menjawab sambil melihat Katya dengan senyum menyebalkan di mata perempuan itu.Setelah mengantar ibu mertuanya keluar, Katya hendak masuk ke dalam kamar. Akan tetapi, tangannya ditarik tiba-tiba dari belakang hingga membuat tubuh Katya berbalik. Arthur langsung menyerang bibir Katya dengan bibirnya. Menarik pinggang perempuan itu hingga membuat tubuh mereka semakin tak berjarak. Ciuman yang Arthur berikan sangat menggebu dan itu membuat Katya kewalahan. Bahkan tanpa ragu, Arthur menggigit cukup kuat bibir Katya sampai mengeluarkan darah, sebelum akhirnya dia melepaskan ciumannya.Katya terpejam sejenak karena Arthur menekan kedua pipinya dengan satu tangan."Senang kan kamu sekarang, ha? Puas sudah membuat saya terlihat buruk di mata Mama sebagai seorang suami, hm?"Arthur sangat kesal dan marah karena Katya telah membuat Sabrina menyalahkannya atas luka yang didapat oleh Katya."K-Kak lepas....""Dengar ya, kamu ini hanya menantu sementara. Tidak usah manja, sok baik, dan mengakrabkan diri sama Mama. Apalagi sampai membuat Mama saya sayang sama kamu," ucap Arthur dengan tegas lalu melepas kasar tangannya di pipi Katya."Sshhhh...."Arthur mendengus kasar sambil menyisir rambut ke belakang. "Sekarang buatkan saya makan siang. Lapar!""Iya, Kak."Katya bergegas pergi ke dapur. Sementara Arthur memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas sofa sambil bermain handphone.Bahan masakan yang tersedia di kulkas tinggal sedikit. Katya harus segera pergi belanja nanti. Sementara untuk menu makan siang, Katya akan membuat ayam goreng crispy, capcay bakso, dan cumi saos tiram. Karena seingat Katya, saat hubungan pertemanan Arthur dan Juan masih terjalin baik, Arthur pernah memakan ketiga menu tersebut saat makan di rumahnya bersama Juan.Jam terus berdetik. Arthur sudah siap pergi ke markas tempat geng-nya berkumpul saat masa putih abu-abu. Arthur mengenakan kaos putih polos yang dipadukan dengan jaket dan celana jeans panjang robek-robek berwarna hitam. Penampilannya yang seperti ini sama sekali tidak memperlihatkan kalau dia sudah berumur tiga puluh tahun. Arthur terlihat seperti anak muda dua puluh tahunan. "Kak Arthur mau pergi kemana?" Katya bertanya saat melihat suaminya keluar kamar sambil memutar-mutar kunci motor. "Mencari janda." Arthur menjawab sembarangan. "Kamu mau ikut?"Katya menggeleng. Tapi dia tahu kalau suaminya berbohong. Tidak banyak tanya, Katya biarkan Arthur pergi. Justru kalau tidak ada Arthur di sini, Katya merasa jauh lebih aman dan nyaman. "Pergi deh sana jauh-jauh. Kalau perlu tidak usah kembali sekalian," ucap Katya yang tentu saja sudah tidak ada Arthur di sini. Karena kantuk belum datang, Katya memilih untuk menonton acara televisi di kamar. Sebelum mengambil remote TV, indera pengl
Katya tersentak kaget.Namun, Arthur tiba-tiba mencengkram rambutnya. "Sshhh, Kak, sakit...," jerit Katya.Namun, Arthur tidak mempedulikan ringisan Katya. Dia justru menatap perempuan di hadapannya dengan tampang datar. "Dari mana kamu tahu kalau saya ada di sini?"Katya terdiam. Memori ingatannya berputar pada beberapa waktu lalu. Saat dimana Katya melihat notifikasi pesan yang masuk dari Juan ke handphone Arthur.FLASHBACK ON"Lho, Kak Arthur tidak membawa handphone-nya?"Katya berpikir mungkin Arthur lupa membawanya atau memang sengaja tidak dibawa. Barangkali Arthur memiliki handphone lain yang dibawanya.Katya memilih untuk mengambil handphone tersebut dan menindaknya ke atas nakas. Saat itu juga ada notifikasi pesan yang baru masuk.Juan: Jangan lupa malam iniKatya terkejut sekaligus penasaran begitu membaca pesan dari Juan yang tertampil di layar depan handphone. Katya berpikir, apa selama ini ada komunikasi antara Arthur dan Juan yang tidak Katya ketahui?"Apa maksud pesan
Arthur terbangun saat perutnya terasa lapar. Mesin pewaktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Pandangannya kemudian jatuh pada sosok perempuan yang meringkuk di sampingnya. Ada beberapa tanda kemerahan yang sengaja Arthur tinggalkan di sekitar leher dan dada Katya."Hey, bangun. Buatkan saya makanan." Arthur menggoyangkan pundak Katya cukup keras.Katya mengerutkan kening. Merasakan pening luar biasa di kepalanya. "Kepala aku pusing, Kak.""Sudahlah jangan banyak alasan. Cepat bangun dan buatkan saya makanan yang enak," ketus Arthur yang sama sekali tidak peduli dengan keluhan istrinya.Katya terpejam sejenak sambil menarik napas dalam-dalam. Percuma meminta kepedulian laki-laki itu karena dia akan lebih mementingkan perutnya yang sudah lapar.Katya melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Meski Arthur sudah melihat setiap jengkal tubuhnya, tetap saja Katya malu kalau harus berjalan ke kamar mandi tanpa sehelai benangpun dan ada Arthur yang menyaksikan.Setelah berpakaian
Katya menarik kedua sudut bibirnya saat melihat kedatangan Arthur ke meja makan."Selamat pagi, Kak."Arthur tak membalas. Jangankan membalas, melihat wajah istrinya saja tidak. Laki-laki itu langsung duduk di meja makan sambil melihat menu sarapan pagi ini."Dasinya?""Lupa.""Aku ambil dulu ya, Kak." Katya berlalu pergi ke kamar untuk mengambil salah satu dasi yang dimiliki Arthur. Sebulan menyandang status sebagai istri, membuat Katya sudah mulai terbiasa dengan sikap dan kebiasaan suaminya. Seperti menyiapkan kopi sebelum berangkat bekerja, memasangkan dasi, dan menggosok rambutnya yang masih basah menggunakan handuk. Sikap Arthur sendiri kepada Katya sudah seperti bunglon. Iya, suka berubah-ubah. Terkadang ia mudah sekali marah dan tak segan membentak Katya hanya karena masalah sepele, tapi tak jarang juga ia memperlakukan Katya dengan baik. Itu tergantung pada suasana hatinya.Katya kembali dengan membawa dasi berwarna hitam lalu menyimpannya di sandaran kursi, kemudian melayan
Katya melepas sabuk pengamannya begitu mobil sport berwarna putih ini sudah parkir rapi bersama jejeran mobil lainnya."Terima kasih ya, Ger, untuk tumpangannya."Pemuda berkemeja maroon itu tersenyum sambil menganggukkan kepala. "Iya, sama-sama. Kalo kamu mau saya juga bisa antar kamu pulang setelah ngampus, bagaimana?"Katya mengulas senyum yang membuat pemuda bernama lengkap Gery Jefferson itu terpesona."Tidak apa, aku biasa pulang naik taksi, kok. Sekali lagi terima kasih untuk tumpangannya. Aku turun duluan ya, bye!"Gery melambaikan tangan. Menatap punggung Katya semakin jauh dari penglihatannya.Gery berdecak kagum. "She look so beautiful."Gery tidak mengenal Katya, begitu juga dengan Katya yang tidak mengenal Gery. Mereka hanya orang asing yang dipertemukan dipinggir jalan, lalu memutuskan untuk berangkat bersama karena satu tujuan. Suara dering panggilan masuk terdengar dari handphone-nya. Gery mengulas senyum begitu melihat nama yang tertampil dilayar persegi panjang ters
"Aya, menurut kamu bagus yang warna merah, putih, atau hitam?" Airi bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari ketiga tas branded di tangannya.Sementara yang ditanya seolah tidak tahu dirinya sedang ditanya. Katya tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Arthur yang sedang bersama perempuan lain.Karena tidak mendengar jawaban apapun dari Katya, akhirnya Airi menoleh menatap kakak iparnya. Kedua alis gadis itu bertaut bingung saat melihat Katya yang seperti sedang melamun."Aya?" Airi menyentuh lengan Katya."Ha? Iya? Ada apa, Ai?"Airi menghela napas. "Kamu tidak dengar tadi aku bertanya apa?"Katya terkekeh pelan. "Maaf, memangnya tadi kamu bertanya apa sama aku?"Airi mengangkat dua tas berwarna merah dan hitam. "Menurut kamu mana yang lebih bagus? Merah, hitam, atau yang putih itu," ucapnya menunjuk pada tas putih di dekatnya.Katya terdiam sejenak seolah sedang menentukan pilihannya. "Semuanya bagus sih, tapi sepertinya Mama lebih suka yang merah. Itu warna kesukaan Mama bukan?
"Kamu kenapa tidak belajar mengemudi saja sih, Ya? Kan saat menikah Kak Arthur memberi mahar mobil untuk kamu."Saat ini, Katya dan Airi sedang makan di sebuah kafe sebelum mereka pulang. Dan Katya tidak memberitahu Airi kalau saat di mall dia bertemu dengan Arthur.Katya tersenyum mendengar saran dari gadis di hadapannya. Sejak Katya kelas tiga SMP, dia sudah pernah merengek kepada ayahnya kalau dia ingin belajar mengemudi mobil. Namun, Arkan tidak memberinya izin saat itu dan mengatakan kalau dia akan memberikan Katya mobil setelah perempuan itu lulus SMA. Akan tetapi, takdir mengubah kehidupan mereka semudah membalikkan telapak tangan. Tiba-tiba saja orang kepercayaan Arkan di kantor mengkhianatinya tanpa belas kasihan."Aku belum ada waktu untuk belajar mobil. Mungkin suatu hari nanti," ucap Katya menjawab pertanyaan Airi."Atau bagaimana kalau aku yang mengajari kamu? Aku tidak keberatan kok. Setiap pulang kuliah nanti aku ajari kamu mengemudi, bagaimana?"Katya tersenyum haru. Si
"Mas Arthur!"Ahh! Malas sekali Arthur harus bertemu dengan perempuan centil itu lagi.Syella menghampiri Arthur dengan kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Perempuan itu mengenakan dress glamor berwarna biru dongker yang panjang hanya satu jengkal di atas lutut."Hai, Mas Arthur. Apa kabar?"Arthur memaksakan bibirnya untuk tersenyum. "Baik, Syella. Bahkan selalu baik setelah saya menikah."Syella mendengus kesal mendengarnya. Fakta itu tidak dapat Syella lupakan kalau laki-laki yang sangat dia inginkan telah menjadi suami dari perempuan lain. Tapi Syella tidak peduli, dia akan tetap mencari perhatian pada Arthur. Biarkan saja orang akan berkata apa, dia sudah terlanjur jatuh hati pada laki-laki tampan ini.Syella kembali tersenyum. Tangannya bergerak tanpa malu menggandeng lengan Arthur. Tentu saja membuat Arthur kesal."Mas Arthur mau minum sama aku tidak?"Tentu saja tidak!"Maaf, Syella. Saya tidak bisa. Kamu tahu sendiri kalau saya sudah mempunyai istri. Saya tidak mau istri
Katya lebih dulu pergi ke meja makan setelah membantu Arthur siap-siap, sekarang Arthur tengah berada di ruang kerjanya untuk mengerjakan sesuatu yang ia lupakan."Honeymoon...." Katya tampak tengah mempertimbangkan ajakan Arthur untuk pergi bulan madu. "Mungkin itu kesempatan yang bagus untuk menghabiskan waktu berdua bersama Mas Arthur."Katya mengangguk-anggukkan kepala. Ia akan segera memberi jawaban terkait bulan madunya bersama Arthur.Katya sedikit tersentak saat sebuah kecupan ia dapatkan dari suaminya yang tiba-tiba muncul."Mas...."Arthur memberikan senyuman yang membuat Katya terhipnotis. Apa ini? Mungkinkah usaha Katya sudah mulai memberikan pertanda baik?Pandangan Katya tidak lepas memperhatikan suaminya yang kini sudah duduk bergabung di meja makan. Dengan bibir melengkung ke atas, Arthur memberikan tatapan tergiur akan soto Betawi yang tersaji sebagai menu sarapan pagi ini."Kamu yang membuat ini?"Katya menggelengkan kepala. "Tidak. Bibi Sum yang membuatnya, aku hany
Usapan lembut di pipi berhasil membangunkan Arthur dari tidur lelapnya. Sebuah senyuman manis menjadi objek pandang pertama begitu lelaki itu membuka mata."Bangun, Mas, aku sudah siapkan air hangat untuk kamu mandi," ucap Katya dengan suara yang terdengar merdu ditelinga Arthur.Arthur berdecak malas menatap sosok perempuan yang merupakan istrinya itu. Sudah sebulan ini Katya bersikap aneh. Tak biasanya Katya membangunkan Arthur dari tidurnya kecuali Arthur sendiri yang berpesan untuk membangunkannya.Pernah sekali saat awal menikah Katya membangunkan Arthur karena hari sudah siang, namun bukannya berterima kasih justru Arthur marah-marah karena jam tidurnya diganggu. Kemudian Arthur memperingati Katya agar jangan pernah lagi membangunkan dirinya tidur meski hari sudah siang, kecuali Arthur yang memintanya sebelum tidur.Namun, sudah sebulan ini Katya melakukannya tanpa peduli amukan lelaki itu. Dan saat Arthur memarahinya, justru Katya bersikap santai bahkan terkesan bodoamat hingga
Arthur menggulingkan tubuhnya dari atas tubuh Katya. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Rintik hujan masih menemani sejak lima belas menit yang lalu disertai kilatan petir yang membuat keadaan diluar terang sejenak.Katya menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Tak terhitung berapa banyak tanda kemerahan yang Arthur buat disepanjang tubuhnya.Katya menghela napas kesal saat Arthur mengepulkan asap rokok dari mulutnya. Sungguh Katya sangat ingin menegur suaminya, namun ia tahu tegurannya tidak akan didengarkan.Katya menahan selimut di dadanya saat ia mengambil posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang. Ia baru ingat kalau hari ini ulang tahun kakak iparnya."Kak...."Arthur tidak menjawab, tapi Katya tahu kalau laki-laki itu jelas mendengar panggilannya."Aku boleh minta handphone ku yang lama?""Tidak."Katya menghela napas pelan. Handphone pemberian dari Arthur pasca menikah hanya ada empat kontak, diantaranya kontak nomor Arthur, Radit, Sabrina, dan Airi. Entah a
"Kamu mencintainya?"Arthur tersenyum remeh. "Yang benar saja.""Kamu mencintainya, Ar. Kamu menikahinya karena kamu mencintainya.""Tidak."Dalam beberapa detik mereka terdiam tanpa obrolan. Farhan menatap Arthur dalam-dalam, sementara yang ditatap tak menghiraukannya.Farhan menghela napas panjang. Ditepuknya pundak Arthur. "Saya hanya ingin mengingatkan kamu, jangan sampai kebencian membuat kamu buta dan berakhir dengan penyesalan."Penyesalan? Penyesalan karena? Karena tidak dapat membalaskan dendamnya? Arthur tersenyum remeh. Tak akan ada penyesalan yang Farhan maksud, Arthur jamin itu.***Katya keluar dari dalam kamar mandi bawah. Suara decakan ciuman mengejutkannya. Pandangan perempuan itu mengedar ke sekeliling sampai akhirnya menemukan dua orang pelaku yang sedang bercumbu di pojokan.Katya cukup terkejut melihat siapa kedua pelaku itu. Mereka adalah Airi dan Gery. Benar, laki-laki yang sedang bercumbu dengan Airi itu Gery yang memberi tumpangan kepada Katya pagi tadi."Ya a
"Mas Arthur!"Ahh! Malas sekali Arthur harus bertemu dengan perempuan centil itu lagi.Syella menghampiri Arthur dengan kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Perempuan itu mengenakan dress glamor berwarna biru dongker yang panjang hanya satu jengkal di atas lutut."Hai, Mas Arthur. Apa kabar?"Arthur memaksakan bibirnya untuk tersenyum. "Baik, Syella. Bahkan selalu baik setelah saya menikah."Syella mendengus kesal mendengarnya. Fakta itu tidak dapat Syella lupakan kalau laki-laki yang sangat dia inginkan telah menjadi suami dari perempuan lain. Tapi Syella tidak peduli, dia akan tetap mencari perhatian pada Arthur. Biarkan saja orang akan berkata apa, dia sudah terlanjur jatuh hati pada laki-laki tampan ini.Syella kembali tersenyum. Tangannya bergerak tanpa malu menggandeng lengan Arthur. Tentu saja membuat Arthur kesal."Mas Arthur mau minum sama aku tidak?"Tentu saja tidak!"Maaf, Syella. Saya tidak bisa. Kamu tahu sendiri kalau saya sudah mempunyai istri. Saya tidak mau istri
"Kamu kenapa tidak belajar mengemudi saja sih, Ya? Kan saat menikah Kak Arthur memberi mahar mobil untuk kamu."Saat ini, Katya dan Airi sedang makan di sebuah kafe sebelum mereka pulang. Dan Katya tidak memberitahu Airi kalau saat di mall dia bertemu dengan Arthur.Katya tersenyum mendengar saran dari gadis di hadapannya. Sejak Katya kelas tiga SMP, dia sudah pernah merengek kepada ayahnya kalau dia ingin belajar mengemudi mobil. Namun, Arkan tidak memberinya izin saat itu dan mengatakan kalau dia akan memberikan Katya mobil setelah perempuan itu lulus SMA. Akan tetapi, takdir mengubah kehidupan mereka semudah membalikkan telapak tangan. Tiba-tiba saja orang kepercayaan Arkan di kantor mengkhianatinya tanpa belas kasihan."Aku belum ada waktu untuk belajar mobil. Mungkin suatu hari nanti," ucap Katya menjawab pertanyaan Airi."Atau bagaimana kalau aku yang mengajari kamu? Aku tidak keberatan kok. Setiap pulang kuliah nanti aku ajari kamu mengemudi, bagaimana?"Katya tersenyum haru. Si
"Aya, menurut kamu bagus yang warna merah, putih, atau hitam?" Airi bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari ketiga tas branded di tangannya.Sementara yang ditanya seolah tidak tahu dirinya sedang ditanya. Katya tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Arthur yang sedang bersama perempuan lain.Karena tidak mendengar jawaban apapun dari Katya, akhirnya Airi menoleh menatap kakak iparnya. Kedua alis gadis itu bertaut bingung saat melihat Katya yang seperti sedang melamun."Aya?" Airi menyentuh lengan Katya."Ha? Iya? Ada apa, Ai?"Airi menghela napas. "Kamu tidak dengar tadi aku bertanya apa?"Katya terkekeh pelan. "Maaf, memangnya tadi kamu bertanya apa sama aku?"Airi mengangkat dua tas berwarna merah dan hitam. "Menurut kamu mana yang lebih bagus? Merah, hitam, atau yang putih itu," ucapnya menunjuk pada tas putih di dekatnya.Katya terdiam sejenak seolah sedang menentukan pilihannya. "Semuanya bagus sih, tapi sepertinya Mama lebih suka yang merah. Itu warna kesukaan Mama bukan?
Katya melepas sabuk pengamannya begitu mobil sport berwarna putih ini sudah parkir rapi bersama jejeran mobil lainnya."Terima kasih ya, Ger, untuk tumpangannya."Pemuda berkemeja maroon itu tersenyum sambil menganggukkan kepala. "Iya, sama-sama. Kalo kamu mau saya juga bisa antar kamu pulang setelah ngampus, bagaimana?"Katya mengulas senyum yang membuat pemuda bernama lengkap Gery Jefferson itu terpesona."Tidak apa, aku biasa pulang naik taksi, kok. Sekali lagi terima kasih untuk tumpangannya. Aku turun duluan ya, bye!"Gery melambaikan tangan. Menatap punggung Katya semakin jauh dari penglihatannya.Gery berdecak kagum. "She look so beautiful."Gery tidak mengenal Katya, begitu juga dengan Katya yang tidak mengenal Gery. Mereka hanya orang asing yang dipertemukan dipinggir jalan, lalu memutuskan untuk berangkat bersama karena satu tujuan. Suara dering panggilan masuk terdengar dari handphone-nya. Gery mengulas senyum begitu melihat nama yang tertampil dilayar persegi panjang ters
Katya menarik kedua sudut bibirnya saat melihat kedatangan Arthur ke meja makan."Selamat pagi, Kak."Arthur tak membalas. Jangankan membalas, melihat wajah istrinya saja tidak. Laki-laki itu langsung duduk di meja makan sambil melihat menu sarapan pagi ini."Dasinya?""Lupa.""Aku ambil dulu ya, Kak." Katya berlalu pergi ke kamar untuk mengambil salah satu dasi yang dimiliki Arthur. Sebulan menyandang status sebagai istri, membuat Katya sudah mulai terbiasa dengan sikap dan kebiasaan suaminya. Seperti menyiapkan kopi sebelum berangkat bekerja, memasangkan dasi, dan menggosok rambutnya yang masih basah menggunakan handuk. Sikap Arthur sendiri kepada Katya sudah seperti bunglon. Iya, suka berubah-ubah. Terkadang ia mudah sekali marah dan tak segan membentak Katya hanya karena masalah sepele, tapi tak jarang juga ia memperlakukan Katya dengan baik. Itu tergantung pada suasana hatinya.Katya kembali dengan membawa dasi berwarna hitam lalu menyimpannya di sandaran kursi, kemudian melayan