Katya melangkah keluar dari dalam kamar mandi dengan mata sembab. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, sementara Arthur belum kembali ke apartemen. Entah apapun yang sedang dilakukan oleh suaminya, Katya benar-benar tidak peduli. Katya masih sangat marah sekaligus kecewa karena perlakuan Arthur padanya.
"Belum sehari menjadi istri saja sudah diperlakukan seperti ini. Lalu bagaimana dengan enam bulan ke depan?" Katya menghela napas panjang. Tidak bisa membayangkan penderitaan apa yang akan dia rasakan atas perlakuan Arthur selama enam bulan ke depan.Mata yang baru saja terpejam kini kembali terbuka. Menatap langit-langit kamar sambil memikirkan Juan. Apa laki-laki itu sudah tahu tentang pernikahannya dengan Arthur?"Aku rindu Kak Juan. Apa Kak Juan di sana juga merindukan aku?"Jelas terlihat dari kedua mata Katya kalau dia sangat sedih. Tentu saja, siapa yang tidak akan sedih kalau berada di posisi Katya?Pintu kamar terbuka secara tiba-tiba, membuat Katya tersentak kaget lalu buru-buru mengusap air matanya. Arthur seperti setan yang datang mengejutkan tiba-tiba."Kenapa pulang buru-buru, Sayang?" Arthur terlihat sempoyongan karena terlalu banyak meneguk minuman alkohol. Segera Katya beranjak untuk membantu Arthur agar tidak jatuh.Arthur tersenyum menggoda sambil menatap Katya dari dekat. "Kamu pasti sudah tidak sabar melewati malam pertama kita kan, Sayang?"Katya menyingkirkan tangan Arthur yang hendak mendekap pipinya. "Lebih baik Kak Arthur mandi sekarang.""Kamu mau mandi sama saya, hm?" Arthur semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Katya. Aroma alkohol begitu menyengat indera penciuman Katya dan itu sangat tidak nyaman."Kak...."Arthur berdecak kesal karena Katya menjauhkan wajahnya saat dia hendak mencium bibir Katya. "Kenapa kamu menghindar, hm?" tanyanya, tersinggung."Kak Arthur mabuk. Sekarang lebih baik Kakak mandi biar segar.""Saya tidak mabuk, Sayang. Ayolah, kita harus melakukan malam pertama." Arthur tersenyum nakal dengan mata menatap sendu. Lalu dia menarik tengkuk Katya dan membuat jarak mereka semakin tertangkis. Namun tiba-tiba...."Huek! Huek!"Arthur memuntahkan semua isi perutnya hingga mengenai pakaian tidur Katya. Lalu dengan tanpa dosanya dia jatuh pingsan.Katya mengeluh kesal. Aroma muntahan Arthur benar-benar menusuk indera penciuman. Ingin memaki, tapi yang melakukannya suami sendiri. Menyebalkan.***Mentari pagi bersinar indah. Katya dengan celemek yang terpasang sedang membuat sarapan di dapur. Sementara Arthur masih terlelap di kamar. Katya tidak menguasai berbagai menu masakan, tapi dia juga tidak terlalu buta tentang dapur.Dua piring nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya sudah tersaji di meja makan. Sekarang Katya bergegas ke kamar untuk membangunkan Arthur dan mengajaknya sarapan bersama."Kak, bangun, Kak."Suara Katya tidak mampu mengusik tidur Arthur sedikit pun, sehingga perempuan itu memberikan tepukan pelan di lengannya."Kak Arthur....."Tepukan pelan itu berhasil mengusik tidur Arthur. Laki-laki itu berdecak kesal tanpa membuka matanya yang terasa berat."Ayo sarapan, Kak. Aku sudah membuat nasi goreng."Arthur mengambil bantal lalu menutup kedua telinganya agar tidak mendengar suara Katya yang mengganggu.Katya menghela napas. Bagaimana pun juga sekarang ia sudah menjadi seorang istri dan jelas tertulis di surat perjanjian pernikahan mereka, kalau Arthur mau hubungan rumah tangga mereka berjalan seperti pada umumnya. Katya menjalankan tugas sebagai seorang istri dan Arthur juga akan memberinya nafkah."Apa aku bawa sarapannya ke kamar saja, Kak?"Arthur berdecak kesal. Meski telinganya sudah ditutup oleh bantal, tetap saja suara Katya masih dapat terdengar."Ya sudah, aku pergi ambil sarapannya dulu ya, Kak."Arthur benar-benar tidak peduli. Sementara Katya beranjak ke dapur lalu mengambil sepiring nasi goreng serta segelas air putih."Kak, ini sarapannya. Aku simpan di me-, aaaa!"Arthur tiba-tiba saja bangun lalu menepis kasar piring serta gelas di tangan Katya. Suara pecahan dua benda tersebut terdengar memenuhi kamar."BERISIK BANGET SIH! TIDAK TAHU ORANG SEDANG TIDUR ENAK YA?!"Tubuh Katya menggigil ketakutan. Marahnya Arthur membuat Katya tak kuasa menahan air mata. Dia sangat sensitif dengan bentakan."M-Maaf, Kak. Aku cuma mau menjalankan,-""SHUT UP!"Katya terpejam rapat. Arthur begitu mudah melayangkan umpatan pada dirinya. Padahal niat Katya baik ingin menjalankan tugas sebagai seorang istri.Suara dering handphone yang terdengar membuat pandangan Arthur teralihkan. Lalu dia mengambil benda pipih canggih tersebut dari atas nakas, kemudian menjawab panggilan yang masuk."Apa?""....""Hmm."Arthur menutup sambungan telepon, lalu dia turun dari atas tempat tidur. Berjalan melewati Katya yang menangis dengan kepala tertunduk. Arthur tidak peduli, dia masih sangat marah karena tidurnya di ganggu."Tidak usah menangis. Seperti anak kecil saja. Cepat bereskan pecahan beling itu!" Itu ucapan Arthur sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kamar mandi.Katya mengusap air mata di pipi. Nasi goreng serta pecahan beling dan kaca berserakan di lantai. Tidak ingin membuat Arthur kembali memarahinya, Katya berjongkok dan mulai mengumpulkan pecahan-pecahan beling itu dengan hati-hati agar tidak melukai tangannya.Setelah selesai, Katya menyiapkan pakaian Arthur lalu menyimpannya di atas tempat tidur. Kemudian ia melangkah keluar dan menunggu suaminya di meja makan.Arthur tersenyum remeh begitu keluar dari kamar mandi dan melihat pakaian miliknya ada di atas tempat tidur. Tentu saja Arthur tahu siapa yang sudah menyiapkannya."Jadi dia benar-benar menjalankan perannya sebagai istri?" Arthur berdecih. Lalu apa dia memakai pakaian yang sudah Katya siapkan untuknya? Jawabannya adalah tidak. Arthur memilih untuk mengambil pakaiannya yang lain di lemari. Setelah itu, barulah Arthur berjalan keluar dan melihat Katya yang sedang duduk di meja makan dengan sepiring nasi goreng yang masih utuh di depannya.Merasakan kedatangan seseorang, Katya mengalihkan pandangan dari luar jendela dan menatap Arthur yang duduk bergabung bersamanya. Katya menautkan alisnya karena Arthur tidak mengenakan pakaian yang telah ia siapkan."Kenapa?""Apa?""Kenapa tidak dimakan?"Katya menatap nasi gorengnya sekilas dan kembali menatap Arthur. "Ini sarapan punya Kakak," ucapnya lalu mendorong pelan piring tersebut."Saya tidak mau makan nasi goreng.""Terus maunya makan apa?"Arthur beranjak dari posisi duduknya dan berdiri di belakang tubuh Katya. Kemudian ia mendekatkan wajahnya dengan telinga Katya yang membuat perempuan itu bergidik ngeri. "Saya mau makan kamu sekarang."***Restoran tampak ramai didatangi oleh para pengunjung. Banyak wisatawan asing yang mampir dan menikmati berbagai menu yang tersedia di Mahesa Resto.Bara duduk di dekat jendela dengan segelas kopi yang tersaji di meja. Sudah sekitar dua puluh menit ia menunggu Juan datang ke restoran. Pernikahan Katya yang tidak dihadiri oleh keluarganya, membuat Bara penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya. Memang tidak ada hubungan keluarga antara Bara dan Juan, akan tetapi rasa tertariknya pada Katya membuat Bara ingin tahu lebih jelas. Karena selama dekat dengan Katya, yang Bara tahu perempuan itu tidak sedang menjalin hubungan dengan laki-laki.Juan keluar dari dalam mobil yang baru saja dia parkir kan. Melihat kedatangan orang yang ditunggu-tunggu, Bara segera beranjak keluar dan menghampiri Juan."Kak Juan!"Langkah Juan terhenti saat Bara memanggilnya. "Bara? Ada apa, Bar?""Kenapa Kak Juan tidak ada di pernikahan Aya kemarin?" Bara langsung bicara to the point. Sementara Juan yang diajukan pertanyaan seperti itu, seketika diam membisu.Juan menghela napas. "Bara maaf, saya harus ke dalam sekarang. Banyak pengunjung yang datang," jawabnya yang justru mengalihkan pembicaraan. Kemudian Juan melangkah pergi begitu saja.Bara menarik sebelas sudut bibirnya. "Benar kan dugaan saya. Pasti ada yang tidak beres. Karena sesibuk apapun Kak Juan, dia tidak mungkin tidak hadir di pernikahan adiknya sendiri."Sementara di dalam ruangan bernuansa putih, Juan duduk dengan perasaan tak karuan. Mungkin Juan sedang gelisah memikirkan Katya. Tapi dia terlalu sulit untuk mengakui kalau dirinya benar-benar mengkhawatirkan sang adik.Juan mengusap wajahnya dengan kasar. Kemudian mengeluarkan ponsel yang berbunyi dari dalam saku. Ada pesan masuk dari nomor tak dikenal.+628128392****Thanks, Bro. Aya memang selezat itu*PictureTangan Juan meremas kuat ponselnya. Bisa-bisanya Arthur membawa Katya ke dalam klub malam dan memberikannya pada para bajingan di sana."ARGH! FUCK!"Katya keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut yang masih basah. Alisnya menaut saat melihat Arthur tertawa-tawa sambil menatap layar ponsel. Tidak berniat bertanya, Katya duduk di meja rias lalu bergegas mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer. "Dasar bodoh! Berani bermain-main dengan saya. Kamu pikir saya anak TK yang bolot?" Melalui pantulan cermin, Katya dapat melihat Arthur yang sedang mengetikkan sesuatu di sana. Entah apa yang tertampil di layar handphone suaminya, sampai membuat laki-laki itu kesenangan. Juan: Fuck you man! Maksud kamu apa membawa pergi Aya ke tempat terkutuk itu?! Arthur: Santai, Kakak Ipar. Adik kamu menikmatinya kok. Tidak perlu khawatir.Juan: BAJINGAN SIALAN! KITA KETEMU MALAM INI JAM 10 DI MARKAS BLACK TIGER! Arthur: Dengan senang hati Kakak ipar, ha! Ha! Ha! Arthur tersenyum puas karena berhasil memancing emosi Juan. "Kamu pikir semudah itu memutus hubungan? Dasar bego," batinnya seraya menyimpan handphone ke atas nakas. "Haus! Ambilkan s
Jam terus berdetik. Arthur sudah siap pergi ke markas tempat geng-nya berkumpul saat masa putih abu-abu. Arthur mengenakan kaos putih polos yang dipadukan dengan jaket dan celana jeans panjang robek-robek berwarna hitam. Penampilannya yang seperti ini sama sekali tidak memperlihatkan kalau dia sudah berumur tiga puluh tahun. Arthur terlihat seperti anak muda dua puluh tahunan. "Kak Arthur mau pergi kemana?" Katya bertanya saat melihat suaminya keluar kamar sambil memutar-mutar kunci motor. "Mencari janda." Arthur menjawab sembarangan. "Kamu mau ikut?"Katya menggeleng. Tapi dia tahu kalau suaminya berbohong. Tidak banyak tanya, Katya biarkan Arthur pergi. Justru kalau tidak ada Arthur di sini, Katya merasa jauh lebih aman dan nyaman. "Pergi deh sana jauh-jauh. Kalau perlu tidak usah kembali sekalian," ucap Katya yang tentu saja sudah tidak ada Arthur di sini. Karena kantuk belum datang, Katya memilih untuk menonton acara televisi di kamar. Sebelum mengambil remote TV, indera pengl
Katya tersentak kaget.Namun, Arthur tiba-tiba mencengkram rambutnya. "Sshhh, Kak, sakit...," jerit Katya.Namun, Arthur tidak mempedulikan ringisan Katya. Dia justru menatap perempuan di hadapannya dengan tampang datar. "Dari mana kamu tahu kalau saya ada di sini?"Katya terdiam. Memori ingatannya berputar pada beberapa waktu lalu. Saat dimana Katya melihat notifikasi pesan yang masuk dari Juan ke handphone Arthur.FLASHBACK ON"Lho, Kak Arthur tidak membawa handphone-nya?"Katya berpikir mungkin Arthur lupa membawanya atau memang sengaja tidak dibawa. Barangkali Arthur memiliki handphone lain yang dibawanya.Katya memilih untuk mengambil handphone tersebut dan menindaknya ke atas nakas. Saat itu juga ada notifikasi pesan yang baru masuk.Juan: Jangan lupa malam iniKatya terkejut sekaligus penasaran begitu membaca pesan dari Juan yang tertampil di layar depan handphone. Katya berpikir, apa selama ini ada komunikasi antara Arthur dan Juan yang tidak Katya ketahui?"Apa maksud pesan
Arthur terbangun saat perutnya terasa lapar. Mesin pewaktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Pandangannya kemudian jatuh pada sosok perempuan yang meringkuk di sampingnya. Ada beberapa tanda kemerahan yang sengaja Arthur tinggalkan di sekitar leher dan dada Katya."Hey, bangun. Buatkan saya makanan." Arthur menggoyangkan pundak Katya cukup keras.Katya mengerutkan kening. Merasakan pening luar biasa di kepalanya. "Kepala aku pusing, Kak.""Sudahlah jangan banyak alasan. Cepat bangun dan buatkan saya makanan yang enak," ketus Arthur yang sama sekali tidak peduli dengan keluhan istrinya.Katya terpejam sejenak sambil menarik napas dalam-dalam. Percuma meminta kepedulian laki-laki itu karena dia akan lebih mementingkan perutnya yang sudah lapar.Katya melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Meski Arthur sudah melihat setiap jengkal tubuhnya, tetap saja Katya malu kalau harus berjalan ke kamar mandi tanpa sehelai benangpun dan ada Arthur yang menyaksikan.Setelah berpakaian
Katya menarik kedua sudut bibirnya saat melihat kedatangan Arthur ke meja makan."Selamat pagi, Kak."Arthur tak membalas. Jangankan membalas, melihat wajah istrinya saja tidak. Laki-laki itu langsung duduk di meja makan sambil melihat menu sarapan pagi ini."Dasinya?""Lupa.""Aku ambil dulu ya, Kak." Katya berlalu pergi ke kamar untuk mengambil salah satu dasi yang dimiliki Arthur. Sebulan menyandang status sebagai istri, membuat Katya sudah mulai terbiasa dengan sikap dan kebiasaan suaminya. Seperti menyiapkan kopi sebelum berangkat bekerja, memasangkan dasi, dan menggosok rambutnya yang masih basah menggunakan handuk. Sikap Arthur sendiri kepada Katya sudah seperti bunglon. Iya, suka berubah-ubah. Terkadang ia mudah sekali marah dan tak segan membentak Katya hanya karena masalah sepele, tapi tak jarang juga ia memperlakukan Katya dengan baik. Itu tergantung pada suasana hatinya.Katya kembali dengan membawa dasi berwarna hitam lalu menyimpannya di sandaran kursi, kemudian melayan
Katya melepas sabuk pengamannya begitu mobil sport berwarna putih ini sudah parkir rapi bersama jejeran mobil lainnya."Terima kasih ya, Ger, untuk tumpangannya."Pemuda berkemeja maroon itu tersenyum sambil menganggukkan kepala. "Iya, sama-sama. Kalo kamu mau saya juga bisa antar kamu pulang setelah ngampus, bagaimana?"Katya mengulas senyum yang membuat pemuda bernama lengkap Gery Jefferson itu terpesona."Tidak apa, aku biasa pulang naik taksi, kok. Sekali lagi terima kasih untuk tumpangannya. Aku turun duluan ya, bye!"Gery melambaikan tangan. Menatap punggung Katya semakin jauh dari penglihatannya.Gery berdecak kagum. "She look so beautiful."Gery tidak mengenal Katya, begitu juga dengan Katya yang tidak mengenal Gery. Mereka hanya orang asing yang dipertemukan dipinggir jalan, lalu memutuskan untuk berangkat bersama karena satu tujuan. Suara dering panggilan masuk terdengar dari handphone-nya. Gery mengulas senyum begitu melihat nama yang tertampil dilayar persegi panjang ters
"Aya, menurut kamu bagus yang warna merah, putih, atau hitam?" Airi bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari ketiga tas branded di tangannya.Sementara yang ditanya seolah tidak tahu dirinya sedang ditanya. Katya tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Arthur yang sedang bersama perempuan lain.Karena tidak mendengar jawaban apapun dari Katya, akhirnya Airi menoleh menatap kakak iparnya. Kedua alis gadis itu bertaut bingung saat melihat Katya yang seperti sedang melamun."Aya?" Airi menyentuh lengan Katya."Ha? Iya? Ada apa, Ai?"Airi menghela napas. "Kamu tidak dengar tadi aku bertanya apa?"Katya terkekeh pelan. "Maaf, memangnya tadi kamu bertanya apa sama aku?"Airi mengangkat dua tas berwarna merah dan hitam. "Menurut kamu mana yang lebih bagus? Merah, hitam, atau yang putih itu," ucapnya menunjuk pada tas putih di dekatnya.Katya terdiam sejenak seolah sedang menentukan pilihannya. "Semuanya bagus sih, tapi sepertinya Mama lebih suka yang merah. Itu warna kesukaan Mama bukan?
"Kamu kenapa tidak belajar mengemudi saja sih, Ya? Kan saat menikah Kak Arthur memberi mahar mobil untuk kamu."Saat ini, Katya dan Airi sedang makan di sebuah kafe sebelum mereka pulang. Dan Katya tidak memberitahu Airi kalau saat di mall dia bertemu dengan Arthur.Katya tersenyum mendengar saran dari gadis di hadapannya. Sejak Katya kelas tiga SMP, dia sudah pernah merengek kepada ayahnya kalau dia ingin belajar mengemudi mobil. Namun, Arkan tidak memberinya izin saat itu dan mengatakan kalau dia akan memberikan Katya mobil setelah perempuan itu lulus SMA. Akan tetapi, takdir mengubah kehidupan mereka semudah membalikkan telapak tangan. Tiba-tiba saja orang kepercayaan Arkan di kantor mengkhianatinya tanpa belas kasihan."Aku belum ada waktu untuk belajar mobil. Mungkin suatu hari nanti," ucap Katya menjawab pertanyaan Airi."Atau bagaimana kalau aku yang mengajari kamu? Aku tidak keberatan kok. Setiap pulang kuliah nanti aku ajari kamu mengemudi, bagaimana?"Katya tersenyum haru. Si
Katya lebih dulu pergi ke meja makan setelah membantu Arthur siap-siap, sekarang Arthur tengah berada di ruang kerjanya untuk mengerjakan sesuatu yang ia lupakan."Honeymoon...." Katya tampak tengah mempertimbangkan ajakan Arthur untuk pergi bulan madu. "Mungkin itu kesempatan yang bagus untuk menghabiskan waktu berdua bersama Mas Arthur."Katya mengangguk-anggukkan kepala. Ia akan segera memberi jawaban terkait bulan madunya bersama Arthur.Katya sedikit tersentak saat sebuah kecupan ia dapatkan dari suaminya yang tiba-tiba muncul."Mas...."Arthur memberikan senyuman yang membuat Katya terhipnotis. Apa ini? Mungkinkah usaha Katya sudah mulai memberikan pertanda baik?Pandangan Katya tidak lepas memperhatikan suaminya yang kini sudah duduk bergabung di meja makan. Dengan bibir melengkung ke atas, Arthur memberikan tatapan tergiur akan soto Betawi yang tersaji sebagai menu sarapan pagi ini."Kamu yang membuat ini?"Katya menggelengkan kepala. "Tidak. Bibi Sum yang membuatnya, aku hany
Usapan lembut di pipi berhasil membangunkan Arthur dari tidur lelapnya. Sebuah senyuman manis menjadi objek pandang pertama begitu lelaki itu membuka mata."Bangun, Mas, aku sudah siapkan air hangat untuk kamu mandi," ucap Katya dengan suara yang terdengar merdu ditelinga Arthur.Arthur berdecak malas menatap sosok perempuan yang merupakan istrinya itu. Sudah sebulan ini Katya bersikap aneh. Tak biasanya Katya membangunkan Arthur dari tidurnya kecuali Arthur sendiri yang berpesan untuk membangunkannya.Pernah sekali saat awal menikah Katya membangunkan Arthur karena hari sudah siang, namun bukannya berterima kasih justru Arthur marah-marah karena jam tidurnya diganggu. Kemudian Arthur memperingati Katya agar jangan pernah lagi membangunkan dirinya tidur meski hari sudah siang, kecuali Arthur yang memintanya sebelum tidur.Namun, sudah sebulan ini Katya melakukannya tanpa peduli amukan lelaki itu. Dan saat Arthur memarahinya, justru Katya bersikap santai bahkan terkesan bodoamat hingga
Arthur menggulingkan tubuhnya dari atas tubuh Katya. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Rintik hujan masih menemani sejak lima belas menit yang lalu disertai kilatan petir yang membuat keadaan diluar terang sejenak.Katya menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Tak terhitung berapa banyak tanda kemerahan yang Arthur buat disepanjang tubuhnya.Katya menghela napas kesal saat Arthur mengepulkan asap rokok dari mulutnya. Sungguh Katya sangat ingin menegur suaminya, namun ia tahu tegurannya tidak akan didengarkan.Katya menahan selimut di dadanya saat ia mengambil posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang. Ia baru ingat kalau hari ini ulang tahun kakak iparnya."Kak...."Arthur tidak menjawab, tapi Katya tahu kalau laki-laki itu jelas mendengar panggilannya."Aku boleh minta handphone ku yang lama?""Tidak."Katya menghela napas pelan. Handphone pemberian dari Arthur pasca menikah hanya ada empat kontak, diantaranya kontak nomor Arthur, Radit, Sabrina, dan Airi. Entah a
"Kamu mencintainya?"Arthur tersenyum remeh. "Yang benar saja.""Kamu mencintainya, Ar. Kamu menikahinya karena kamu mencintainya.""Tidak."Dalam beberapa detik mereka terdiam tanpa obrolan. Farhan menatap Arthur dalam-dalam, sementara yang ditatap tak menghiraukannya.Farhan menghela napas panjang. Ditepuknya pundak Arthur. "Saya hanya ingin mengingatkan kamu, jangan sampai kebencian membuat kamu buta dan berakhir dengan penyesalan."Penyesalan? Penyesalan karena? Karena tidak dapat membalaskan dendamnya? Arthur tersenyum remeh. Tak akan ada penyesalan yang Farhan maksud, Arthur jamin itu.***Katya keluar dari dalam kamar mandi bawah. Suara decakan ciuman mengejutkannya. Pandangan perempuan itu mengedar ke sekeliling sampai akhirnya menemukan dua orang pelaku yang sedang bercumbu di pojokan.Katya cukup terkejut melihat siapa kedua pelaku itu. Mereka adalah Airi dan Gery. Benar, laki-laki yang sedang bercumbu dengan Airi itu Gery yang memberi tumpangan kepada Katya pagi tadi."Ya a
"Mas Arthur!"Ahh! Malas sekali Arthur harus bertemu dengan perempuan centil itu lagi.Syella menghampiri Arthur dengan kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Perempuan itu mengenakan dress glamor berwarna biru dongker yang panjang hanya satu jengkal di atas lutut."Hai, Mas Arthur. Apa kabar?"Arthur memaksakan bibirnya untuk tersenyum. "Baik, Syella. Bahkan selalu baik setelah saya menikah."Syella mendengus kesal mendengarnya. Fakta itu tidak dapat Syella lupakan kalau laki-laki yang sangat dia inginkan telah menjadi suami dari perempuan lain. Tapi Syella tidak peduli, dia akan tetap mencari perhatian pada Arthur. Biarkan saja orang akan berkata apa, dia sudah terlanjur jatuh hati pada laki-laki tampan ini.Syella kembali tersenyum. Tangannya bergerak tanpa malu menggandeng lengan Arthur. Tentu saja membuat Arthur kesal."Mas Arthur mau minum sama aku tidak?"Tentu saja tidak!"Maaf, Syella. Saya tidak bisa. Kamu tahu sendiri kalau saya sudah mempunyai istri. Saya tidak mau istri
"Kamu kenapa tidak belajar mengemudi saja sih, Ya? Kan saat menikah Kak Arthur memberi mahar mobil untuk kamu."Saat ini, Katya dan Airi sedang makan di sebuah kafe sebelum mereka pulang. Dan Katya tidak memberitahu Airi kalau saat di mall dia bertemu dengan Arthur.Katya tersenyum mendengar saran dari gadis di hadapannya. Sejak Katya kelas tiga SMP, dia sudah pernah merengek kepada ayahnya kalau dia ingin belajar mengemudi mobil. Namun, Arkan tidak memberinya izin saat itu dan mengatakan kalau dia akan memberikan Katya mobil setelah perempuan itu lulus SMA. Akan tetapi, takdir mengubah kehidupan mereka semudah membalikkan telapak tangan. Tiba-tiba saja orang kepercayaan Arkan di kantor mengkhianatinya tanpa belas kasihan."Aku belum ada waktu untuk belajar mobil. Mungkin suatu hari nanti," ucap Katya menjawab pertanyaan Airi."Atau bagaimana kalau aku yang mengajari kamu? Aku tidak keberatan kok. Setiap pulang kuliah nanti aku ajari kamu mengemudi, bagaimana?"Katya tersenyum haru. Si
"Aya, menurut kamu bagus yang warna merah, putih, atau hitam?" Airi bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari ketiga tas branded di tangannya.Sementara yang ditanya seolah tidak tahu dirinya sedang ditanya. Katya tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Arthur yang sedang bersama perempuan lain.Karena tidak mendengar jawaban apapun dari Katya, akhirnya Airi menoleh menatap kakak iparnya. Kedua alis gadis itu bertaut bingung saat melihat Katya yang seperti sedang melamun."Aya?" Airi menyentuh lengan Katya."Ha? Iya? Ada apa, Ai?"Airi menghela napas. "Kamu tidak dengar tadi aku bertanya apa?"Katya terkekeh pelan. "Maaf, memangnya tadi kamu bertanya apa sama aku?"Airi mengangkat dua tas berwarna merah dan hitam. "Menurut kamu mana yang lebih bagus? Merah, hitam, atau yang putih itu," ucapnya menunjuk pada tas putih di dekatnya.Katya terdiam sejenak seolah sedang menentukan pilihannya. "Semuanya bagus sih, tapi sepertinya Mama lebih suka yang merah. Itu warna kesukaan Mama bukan?
Katya melepas sabuk pengamannya begitu mobil sport berwarna putih ini sudah parkir rapi bersama jejeran mobil lainnya."Terima kasih ya, Ger, untuk tumpangannya."Pemuda berkemeja maroon itu tersenyum sambil menganggukkan kepala. "Iya, sama-sama. Kalo kamu mau saya juga bisa antar kamu pulang setelah ngampus, bagaimana?"Katya mengulas senyum yang membuat pemuda bernama lengkap Gery Jefferson itu terpesona."Tidak apa, aku biasa pulang naik taksi, kok. Sekali lagi terima kasih untuk tumpangannya. Aku turun duluan ya, bye!"Gery melambaikan tangan. Menatap punggung Katya semakin jauh dari penglihatannya.Gery berdecak kagum. "She look so beautiful."Gery tidak mengenal Katya, begitu juga dengan Katya yang tidak mengenal Gery. Mereka hanya orang asing yang dipertemukan dipinggir jalan, lalu memutuskan untuk berangkat bersama karena satu tujuan. Suara dering panggilan masuk terdengar dari handphone-nya. Gery mengulas senyum begitu melihat nama yang tertampil dilayar persegi panjang ters
Katya menarik kedua sudut bibirnya saat melihat kedatangan Arthur ke meja makan."Selamat pagi, Kak."Arthur tak membalas. Jangankan membalas, melihat wajah istrinya saja tidak. Laki-laki itu langsung duduk di meja makan sambil melihat menu sarapan pagi ini."Dasinya?""Lupa.""Aku ambil dulu ya, Kak." Katya berlalu pergi ke kamar untuk mengambil salah satu dasi yang dimiliki Arthur. Sebulan menyandang status sebagai istri, membuat Katya sudah mulai terbiasa dengan sikap dan kebiasaan suaminya. Seperti menyiapkan kopi sebelum berangkat bekerja, memasangkan dasi, dan menggosok rambutnya yang masih basah menggunakan handuk. Sikap Arthur sendiri kepada Katya sudah seperti bunglon. Iya, suka berubah-ubah. Terkadang ia mudah sekali marah dan tak segan membentak Katya hanya karena masalah sepele, tapi tak jarang juga ia memperlakukan Katya dengan baik. Itu tergantung pada suasana hatinya.Katya kembali dengan membawa dasi berwarna hitam lalu menyimpannya di sandaran kursi, kemudian melayan