Penghuni rumah mewah itu langsung heboh begitu sang nyonya rumah datang dengan membawa artis cilik yang saat ini menjadi idola berbagai kalangan.
Kelucuan, serta kecerdasan Romeo dipadukan dengan akting yang sangat bagus juga suara yang merdu membuat hampir semua orang mengaguminya, apalagi anak itu yang selalu terlihat santun dan tidak sombong menambah nilai lebih untuk anak itu.“Wah ternyata Romeo lebih tampan aslinya, astaga rasanya pingin banget cubit pipinya,” kata salah satu asisten rumah tangga dengan mencubit pipinya sendiri.Romeo memang artis, tapi selama ini penggemarnya rata-rata anak-anak seusianya meski mereka juga datang bersama orang dewasa, tapi di sini dia dikelilingi orang dewasa yang memandang kagum padanya.“Kamu mau makan kue, Romeo nanti bibi buatkan,” kata salah seorang chef pastry di rumah ini.Romeo memandang wanita itu sebentar, biasanya jika ditawari seperti itu dia akan ijin dulu pada mama, om AdaSebenarnya Raffael ingin membiarkan saja para bodyguardnya mengantar Bella ke rumahnya, tapi tentu saja dia tidak mau menambah daftar panjang perbuatan pengecut yang dia lakukan. Dulu dia meminta Bella secara baik-baik, bahkan jauh sebelum pernikahan itu hubungan mereka juga sangat erat sebagai sepasang sahabat, jadi kali ini dia ingin mengembalikan Bella dengan baik-baik juga. Berita yang sedang viral di media massa untuk menjadi daftar salah satu alasan yang akan dia pergunakan untuk menekan orang tua Bella. Butuh waktu setengah jam bagi orang suruhan Raffael untuk sampai di tempat ini. “Apa kamu sudah pastikan rumah Bella bersih dari wartawan?” tanya Raffael begitu orang yang dimaksud datang. “Sudah tuan, kami juga sudah menyebarkan gosip kalau Bella ada di tempat lain, rumah itu sekarang bersih.” Raffael mengangguk dan menaiki salah satu mobil yang dibawa anak buahnya dan meminta dua orang yang lain untuk menaiki mo
Ibunya memang tak mengatakan apapun, tapi anggukan itu sudah cukup memberinya jawaban.Raffael berjalan lunglai ke sofa yang ada di dekatnya, dia takut kalau berdiri lebih lama akan terjatuh. Syukurlah Romeo sudah kembali masuk ke dalam di temani salah satu asisten mamanya, sehingga anak itu tidak melihatnya yang shock seperti ini. Dia saja yang laki-laki dewasa terkejut seperti ini, apalagi Romeo yang hanya anak-anak.Selama tujuh tahun ini dia selalu membayangkan bagaimana rupa anak yang gugur dalam kandungan Ana. Rasa bersalah itu terus saja menghantuinya membuatnya seperti orang gila. Raffael meremas rambutnya dengan kasar, dia bingung tak tahu harus menyikapi hal ini seperti apa. Dia bahkan tak tahu apa rasa di hatinya saat ini, kejutan ini begitu tiba-tiba. “A...apa ibu tahu sejak awal?” tanya Raffael dengan suara bergetar. “Iya, ibu bertanya langsung pada dokter, waktu itu dokter be
“Romeo!” Ana langsung mendorong tubuh Adam yang menghalangi pintu, dia langsung merebut putranya yang ada dalam gendongan Raffael. “Hati-hati,” kata Raffael sambil memegang pinggang Ana, saat wanita itu akan terjatuh karena bobot tubuh Romeo yang terlalu berat untuknya. Mungkin untuk laki-laki dewasa seperti Raffael ataupun Adam mungkin bobot anak itu yang hampir dua puluh lima kilo gram tidak terlalu berat, akan tetapi bagi Ana yang bertubuh mungil akan sangat berat, mungkin dia lupa kalau putranya itu bukan lagi bayi yang biasanya di gendong. Adam menghela napas, Romeo yang memang sedang tertidur lelap tampak tak terganggu dengan perebutan itu. “Biar aku yang membawa Romeo ke dalam kalian butuh bicara.” “Tidak biar aku saja yang membawanya ke dalam.” Raffael terlihat tak terima dan akan mengambil Romeo kembali dari tangan Ana. Adam menyipitkan matanya, melihat reaksi Raffael sepertinya laki-laki itu sudah tahu kenyataan
Ana segera berlari masuk ke dalam rumah begitu di dengar suara tangis Romeo di dalam kamarnya, tidak biasanya anak itu menangis seperti itu, Romeo cenderung pendiam dan bersikap dewasa, kalau dia menangis pasti ada hal buruk yang terjadi. Di dalam kamar Romeo, Ana melihat Sasi yang sedang membujuk anak itu, Ana langsung melangkah dan menggantikan Sasi. Dipeluknya Romeo dengan sayang, sebenarnya dia ingin menggendong anak itu seperti dulu saat masih kecil, tapi dia sadar kalau badan Romeo sudah sangat besar dan ada kemungkinan mereka bisa terjatuh bersama jika nekad menggendongnya. “Romeo ini mama, kamu kenapa?” tanya Ana dengan khawatir. “Kenapa bisa nangis, Sas?" Ana menoleh pada Sasi tapi wanita muda itu juga terlihat kebingungan. “Aku juga tidak tahu, Mbak tadi aku masak di dapur tiba-tiba saja Romeo sudah nangis, sudah aku bujuk-bujuk tetap saja nangis,” jawab Sasi yang juga sama bingungnya. “Stt... anak ganteng mama, kenapa nang
Ana pikir ucapan Raffael yang akan ‘pedekate’ pada Romeo adalah isapan jempol belaka, tapi ternyata laki-laki itu serius dengan ucapannya, sudah satu minggu ini laki-laki itu mengantar jemput Romeo baik itu ke lokasi syuting atau pun ke sekolahnya. Manager Romeo sampai berkomentar. “Kurasa sopir Romeo akan minta berhenti kalau setiap hari dia tidak ada kerjaan seperti ini.” Ana hanya berdecak saja waktu itu, dia tahu kalau sopir yang dikatakan untuk Romeo tidak hanya mengantar putranya itu saja, tapi kadang juga mengantarkannya yang memang sangat malas untuk membawa mobil.Tapi yang paling membuat Ana kesal adalah waktu kebersamaannya dengan Romeo yang berkurang, biasanya dia akan mengantarkan Romeo ke sekolahnya dan sekaligus berbincang dengan putranya itu, akan tetapi sejak Romeo memiliki sopir gratisan itu Ana tentu saja enggan untuk ikut mengantar ke sekolah, karena sudah bisa dipastikan setelah itu Raffael akan pergi ke kantor. Waktu bert
Butuh waktu satu jam bagi Romeo untuk bersiap-siap, bahkan dia lebih memilih untuk hanya memimun susunya saja dan tidak menyentuh sama sekali makanan yang dibuatkan oleh ibunya. Ana yang terlalu antusias untuk segera ‘pergi’ dari rumah ini memutuskan untuk saat ini tidak akan mempermasalahkan hal itu, dia langsung membawa makanan nasi goreng yang dia buat dalam wadah, mungkin di rumah Adam nanti dia bisa sekalian menyuapi putranya. Masa kecil yang jarang sekali bertemu makanan yang layak untuk di makan membuatnya tidak ingin membuang-buang makanan, hidupnya memang sudah lebih baik, dia mempunyai tabungan yang cukup banyak dari hasil kerja kerasnya selama ini ditambah lagi tanpa sepengetahuan Ana ternyata Raffael masih rutin mengirimkan uang dalam jumlah yang banyak ke dalam rekening pribadinya sebagai uang nafkah. Ana memang sudah menolaknya, tapi Raffael selalu berkata kalau itu adalah kewajibannya, meski Ana tak tahu apa tujuan laki-laki itu sebenarnya dengan melak
“Ada perlu apa kamu kemari?” tanya Adam yang kebetulan membuka pintu rumahnya untuk tamu yang datang. Raffael mengangkat alisnya, sedikit tersinggung dengan smbutan Adam, dia terbiasa dihormati kemanapun dia berada. “Ini rumahku dan kita tidak ada janji bertemu.” “Aku hanya ingin bertemu Ana dan Romeo.” “Kenapa kamu mencarinya di sini, bukankah seharusnya kamu yang palijng tahu.” Rasanya Raffael ingin sekali memukul laki-laki di depannya ini, kata-kata Adam seolah sindiran untuknya yang sama sekali tak mampu menjaga istri dan anaknya, sama seperti tujuh tahun yang lalu saat Ana menghilang. “Apa begini caramu memperlakukan tamu?” “Aku hanya meniru caramu dulu.” Raffel teringat kala tidak mengijinkan Adam masuk ke dalam rumahnya saat menjemput Ana, ternyata laki-laki ini masih dendam padanya. Akan tetapi tentu saja Raffael tidak akan menyerah dia sudah jauh-jauh datang ke mari.Tidak ter
Bagi Ana perjalanan yang dia lalui kali ini terasa sangat lama dan melelahkan, bagaimana tidak dia harus terjebak dalam kecanggungan bersama Raffael, setalah mobil melaju, laki-laki itu sama sekali tidak berbicara sepatah kata pun padanya, pandangannya juga lurus menatap ke depan. Ana berkali-kali melirik Romeo dari kaca spion tengah, berharap anak laki-lakinya itu berbicara apa saja, supaya suasana kaku ini bisa mencair, tapi Romeo malah asyik dengan puzzle pemberian Raffael yang tadi dia bawa. Dia seperti terjebak dalam penjara dengan sipir ganteng tapi mennyeramkan seperti Raffael, belum lagi kemacetan yang membuat perjalanan mereka semakin terasa lamaaa.“Ana bangun kita sudah sampai.” Ana langsung mengerjapkan matanya saat merasakan pipinya di tepuk seseorang, ada sorot geli saat matanya bertemu pandang dengan mata Raffael, dia mengedarkan pandangannya dan baru menyadari mereka sudah sampai di depan rumah orang tua Raffael. “Ehm