Rania merasa kecewa dengan pesan yang dikirimkan Toni padanya, walau ia sendiri sudah tahu hal ini akan terjadi. Namun rasa kecewa tak bisa ia tutupi, dihari besarnya ini ia ingin seluruh keluarganya datang dan menghadiri pernikahan.
Ini adalah pernikahan setelah dirinya terpuruk karena Leo yang memutuskannya secara sepihak, entah apa alasan dibalik itu semua namun Rania berusaha menerimanya.
“Apa pernikahanku ini tidak penting untukmu, Lio? Aku masih kakakmu, sedang Lea masih orang luar untuk kita.” Gumamnya.
Rania begitu sedih, ia ingin sekali menangis. Setelah kejadian perginya Lea, keluarganya benar-benar tak lagi sama. Semua seakan kini sibuk dengan dunianya masing-masing.
Ia tahu keluarganya merindukan Lea, begitu pun juga dirinya. Ia juga merasa bersalah atas apa yang sudah Lius perbuat pada mantan istrinya itu, namun Rania juga tak bisa berbuat apa-apa.
“Kalau kau ada disini, semua ini akan berbeda rasanya. Tidak akan sedi
“Apa yang anda lakukan di depan rumah saya?” seorang wanita menelisik penampilan Lio dari atas hingga bawah.Ada gurat kekecewaan dari wajah Lio, ia begitu yakin jika itu adalah cintanya. Namun saat kenyataan menyadarkannya, semua seakan meruntuhkan dirinya.“Oh, maaf. Saya kira ini rumah teman saya.”Setelah mengatakan itu, Lio buru-buru masuk kembali ke dalam mobil dan meninggalkan jalan tersebut. Ia memukul kemudinya secara bertubi-tubi.“Bodoh kau Lio, bagaimana bisa salah mengenali orang.”Saat mobil Lio melintas, Lea tertarik untuk melihatnya.“Ada apa? Kau mengenal orang itu?” tanya Leo.“Mana mungkin, “ sahut Lea.Ketiganya kembali bersenda gurau kembali, saling melempar canda hingga saling tertawa.Lea nampak begitu bahagia, walau Leo tahu jika adiknya itu menyimpan rindu yang teramat besar.“Sudah sore, kalian lekas bersihkan diri.”
Hari ini adalah hari ketiga Lio mencari Lea, namun hingga saat ini tak ada petunjuk apapun tentang itu. Sempat frustasi, namun Lio meyakinkan dirinya untuk bisa kembali bertemu dengan dunianya.Pagi ini ia memilih untuk berlari mengelilingi kawasan rumahnya, Lio ingin sejenak melupakan rasa putus asanya.Bersamaan dengan itu, nampak Lea juga tengah bersiap untuk lari pagi dengan anaknya. Hari ini Leo tak ikut serta, kesehatan ayahnya kurang bagus dan itu membuat Leo cemas.“Kak, kau benar tidak ikut?”Leo ingin memberitahu keadaan ayahnya, namun Wilson menahan putranya.“Tidak, aku mengantuk. Aku ingin tidur dengan ayah.”“Dasar anak ayah,” teriak Lea membalas.Ada raut sedih ketika Lea mengatakan itu dengan tawanya, ia tak bisa membayangkan wajah itu dengan raut sedihnya lagi. Leo tak bisa menerima itu semua, baginya sudah cukup tiga tahun kebelakang adiknya menelan kesedihan.Lea keluar den
Ini adalah hari kedua setelah pertemuannya dengan Brian, Lio terus memandangi foto keduanya dengan begitu takjub.Lio terus dibuat tak asing dengan paras tampan Brian, baginya wajah itu sangat tak asing di matanya.“Kenapa rasanya aku begitu nyaman dengan anak ini?” membelai foto Brian.Sedang senang-senangnya menatap potret tampan Brian, tiba-tiba panggilan dari Toni masuk. Membuat Lio mengumpati asistennya itu.“Apa kau selalu senang menggangguku?” teriaknya.Disebrang sana Toni hanya diam, ia tak tahu jika panggilannya akan mengganggu kesenangan tuannya, dan kesenangan macam apa yang ada dalam pikiran tuannya.“Katakan, kalau sampai ini sesuatu yang tak penting maka bersiaplah kau pindah ke Afrika.”“Maaf sudah mengganggu kesenangan, Tuan. Walau saya tidak tahu, jenis kesenangan apa yang ada dalam konteks ini.”“Toni,” geramnya.“Saya hanya ingin melapo
Lasmi merasa kesakitan di setiap pergelangan tangannya, semua begitu gelap ketika ia membuka mata. Berusaha meronta, namun ia hanya menyakiti dirinya.Lasmi menangsi dalam diam, bukan hanya tak bisa melihat namun ia juga tak bisa bersuara.“Apa yang terjadi denganku, kenapa aku tak bisa mengeluarkan suara?” batinnya.Lasmi terus berusaha mengeluarkan suaranya, hingga air matany menetes pun ia masih tak bisa bersuara.“Ada apa denganku, “ tangisnya dalam hening.Pintu terbuka, derap langkah seseorang semakin mendekat membuat Lasmi ketakutan. Namun ia merasa tak asing dengan aroma yang menusuk hidungnya.“Lius?”“Buka.” Perintahnya.Matanya mengerjab berkali-kali, menyesuaikan dengan cahaya yang begitu silau menusuk matanya.Lasmi terkejut, matanya kini melihat Lius duduk tak jauh dari hadapannya dalam diam.“Akfhjdnynyruesjnfuskrmhufs,” berusaha mengeluark
Rania begitu menyemangati dirinya untuk tetap kuat dengan keadaan ini semua, tak lagi ada kemewahan seperti yang selalu ia terima. Matanya menyisir seisi gudang, mencari barang yang bisa di jadikannya bantal atau sekedar selimut.Ia kembali pada kardus berisikan kain bekas, disana ada beberapa kain yang tersimpan rapi dalam plastic vakum.“Akhirnya aku menemukan selimut juga,” senangnya.Namun saat ia mengangkat semua tumpukan kain itu, matanya menatap bingkai dengan gambar yang taka sing.“Lea?”Tangannya terulur, meraih dan membersihkan pigura dengan gambar wajah Lea.“Benar, ini Lea. Apa hubungan Zaky dengan Lea?”Buru-buru Rania menyembunyikan piguran itu dibawah kain diatas kasurnya.Tak terasa hari sudah berlalu dengan cepat, malam pun tiba menyapa para penghuni bumi.Rania hanya bisa meringis di atas ranjang, menekan perut yang sedari tadi meminta makanan juga minuman.Se
Mobil sudah melaju dengan begitu kencang, meninggalkan jalan dengan begitu tak berperasaan.Lio hanya bisa menatapnya menjauh, ia marah tak bisa lebih cepat menggapai cintanya.“Akh, sial!”Lio meremas rambutnya dengan begitu frustasi, rasa rindu sudah terlalu menekan dadanya.Lalu tiba-tiba matanya menatap rumah yang ditinggalkan Lea barusan.Dengan langkah hati-hati ia mulai mendekat dengan tubuh gemetar.Baru saat ia menjangkau pagar rumah, ia mendengar suara seorang bayi menangis dengan begitu keras.Dadanya bergemuruh mendengar suara itu, tangannya dengan spontan membuka lebar pagar.“Anak itu?”Langkahnya terhenti, matanya menatap tak percaya Brian yang kini ada di depan matanya.“Pa papapapa.”Bayi it uterus berceloteh, menangis sembari memanggilnya papa.Kakinya seakan memiliki pendapat sendiri, perlahan semakin dekat dengan bayi yang kini merentangkan tang
Lio masih tak percaya dengan apa yang saat ini ada didepan matanya, laki-laki yang telah menghancurkan kakaknya ternyata adalah kakak kandung dari wanita yang sangat dicintainya.Tak tahu harus berbuat apa, Lio hanya bisa mencengkram rambutnya kuat-kuat.“Katakan, apa maksudmu dengan aku sudah mendorong Rania ke dalam jurang? Apa dia baik-baik saja?” cemasnya.Lio masih diam, dia duduk dengan wajah tak terbaca.“Adelio, jawab pertanyaanku.” Bentak Leo.Dengan mata tajam, Lio menatap Leo di depannya. Matanya tiba-tiba memerah ketika mengingat tentang kakaknya itu.“Gara-gara patah hati karenamu, dia memutuskan untuk menikahi laki-laki yang aku yakin tak pernah ada di hatinya.”“Rania, menikah?”Wajah Leo awalnya penuh dengan rasa sesal, namun sedetik kemudian terdengar gelak tawa yang berasal dari mulut Leo.“Hahaha, jangan bercanda padaku kau. Rania, mencintaiku?&rdqu
Lio kini sudah tahu semua tentang keadaan keluarga Lea, sedikit banyaknya Leo sudah bercerita dengannya. Walau tak semuanya, namun Lio yakin semua inti permasalahan sudah Leo sampaikan padanya.Juga termasuk alasan kedatangan Lio ke negara tempat Lea berada.Tak membawa anak buah, Leo hanya datang dengan membawa Lio bersamanya.Ia sudah tahu rencana adiknya itu, dan tak mungkin ia malah menyalahi rencana tersebut.Dalam perjalanan, Leo terus berdoa demi keselamatan adiknya. Ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi dengan wanita yang disayanginya itu.Begitu juga Lio, bibirnya terus saja merapalkan doa demi keselamatan wanita yang sangat dicintainya itu. Ia tak ingin pertemuan mereka ini diawali dengan genangan darah.“Apa semua penjagaan di rumah sudah di pastikan?” tanya Lio.“Ehm, aku sudah membawa Brian ke bawah tanah.”“Bukan hanya Brian, tapi ayahmu juga seluruh penghuni rumah itu.” Sedik