Rania begitu menyemangati dirinya untuk tetap kuat dengan keadaan ini semua, tak lagi ada kemewahan seperti yang selalu ia terima. Matanya menyisir seisi gudang, mencari barang yang bisa di jadikannya bantal atau sekedar selimut.
Ia kembali pada kardus berisikan kain bekas, disana ada beberapa kain yang tersimpan rapi dalam plastic vakum.
“Akhirnya aku menemukan selimut juga,” senangnya.
Namun saat ia mengangkat semua tumpukan kain itu, matanya menatap bingkai dengan gambar yang taka sing.
“Lea?”
Tangannya terulur, meraih dan membersihkan pigura dengan gambar wajah Lea.
“Benar, ini Lea. Apa hubungan Zaky dengan Lea?”
Buru-buru Rania menyembunyikan piguran itu dibawah kain diatas kasurnya.
Tak terasa hari sudah berlalu dengan cepat, malam pun tiba menyapa para penghuni bumi.
Rania hanya bisa meringis di atas ranjang, menekan perut yang sedari tadi meminta makanan juga minuman.
Se
Mobil sudah melaju dengan begitu kencang, meninggalkan jalan dengan begitu tak berperasaan.Lio hanya bisa menatapnya menjauh, ia marah tak bisa lebih cepat menggapai cintanya.“Akh, sial!”Lio meremas rambutnya dengan begitu frustasi, rasa rindu sudah terlalu menekan dadanya.Lalu tiba-tiba matanya menatap rumah yang ditinggalkan Lea barusan.Dengan langkah hati-hati ia mulai mendekat dengan tubuh gemetar.Baru saat ia menjangkau pagar rumah, ia mendengar suara seorang bayi menangis dengan begitu keras.Dadanya bergemuruh mendengar suara itu, tangannya dengan spontan membuka lebar pagar.“Anak itu?”Langkahnya terhenti, matanya menatap tak percaya Brian yang kini ada di depan matanya.“Pa papapapa.”Bayi it uterus berceloteh, menangis sembari memanggilnya papa.Kakinya seakan memiliki pendapat sendiri, perlahan semakin dekat dengan bayi yang kini merentangkan tang
Lio masih tak percaya dengan apa yang saat ini ada didepan matanya, laki-laki yang telah menghancurkan kakaknya ternyata adalah kakak kandung dari wanita yang sangat dicintainya.Tak tahu harus berbuat apa, Lio hanya bisa mencengkram rambutnya kuat-kuat.“Katakan, apa maksudmu dengan aku sudah mendorong Rania ke dalam jurang? Apa dia baik-baik saja?” cemasnya.Lio masih diam, dia duduk dengan wajah tak terbaca.“Adelio, jawab pertanyaanku.” Bentak Leo.Dengan mata tajam, Lio menatap Leo di depannya. Matanya tiba-tiba memerah ketika mengingat tentang kakaknya itu.“Gara-gara patah hati karenamu, dia memutuskan untuk menikahi laki-laki yang aku yakin tak pernah ada di hatinya.”“Rania, menikah?”Wajah Leo awalnya penuh dengan rasa sesal, namun sedetik kemudian terdengar gelak tawa yang berasal dari mulut Leo.“Hahaha, jangan bercanda padaku kau. Rania, mencintaiku?&rdqu
Lio kini sudah tahu semua tentang keadaan keluarga Lea, sedikit banyaknya Leo sudah bercerita dengannya. Walau tak semuanya, namun Lio yakin semua inti permasalahan sudah Leo sampaikan padanya.Juga termasuk alasan kedatangan Lio ke negara tempat Lea berada.Tak membawa anak buah, Leo hanya datang dengan membawa Lio bersamanya.Ia sudah tahu rencana adiknya itu, dan tak mungkin ia malah menyalahi rencana tersebut.Dalam perjalanan, Leo terus berdoa demi keselamatan adiknya. Ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi dengan wanita yang disayanginya itu.Begitu juga Lio, bibirnya terus saja merapalkan doa demi keselamatan wanita yang sangat dicintainya itu. Ia tak ingin pertemuan mereka ini diawali dengan genangan darah.“Apa semua penjagaan di rumah sudah di pastikan?” tanya Lio.“Ehm, aku sudah membawa Brian ke bawah tanah.”“Bukan hanya Brian, tapi ayahmu juga seluruh penghuni rumah itu.” Sedik
Lius menikmati harinya, tanpa Lisa juga tanpa ocehan mertuanya. Tinggal di apartemen membuat dirinya semakin nyaman dan mantap ingin sendiri.Namun tak mungkin ia meninggalkan Lisa saat ini, sebagian aset perusahaan masih atas nama Lisa. Terlebih, apa yang dimilikinya saat ini di perusahaan masih atas nama istrinya juga.Jika ia meninggalkan Lisa, maka ia juga akan kehilangan semua kemewahan itu.“Sebaiknya begini saja, menikah namun bebas tanpanya.”Di temani segelas wine, Lius berdiri menatap tinggi gedung-gedung dari kamarnya. Ia juga mengabaikan ponselnya yang sedari tadi terus berdering memekakan telinga.-Kondisi Lasmi memburuk, jarang diberi makan namun terus dipaksa untuk melayani semua anak buah Lius.Tubuhnya kini begitu kurus, tak terawat seperti sebelum-sebelumnya. Walau tak lagi di letakkan di lantai yang dingin, namun Lasmi tetap tak bisa menikmati ranjang yang nyaman.“Panggil Lius kemari, aku
Suara roda bergesekan dengan lantai terdengar begitu kencang, lirih tangis mengisi ruang kosong bersama angin.Lea terus menangis, ia menyalahkan dirinya atas apa yang kini terjadi.Leo menyelamatkannya, kakaknya itu mengorbankan diri demi menahan timah panas yang hendak menembus tubuhnya.Terkejut?Pasti, bahkan Lea tak bisa berkata-kata saat tubuh Leo terkapar dalam pelukannya.Tubuhnya penuh dengan darah, masih membekas hangat tubuh Leo yang selalu di dekap sedari tadi.“Kak, ku mohon bertahan. Maafkan aku, “ sesalnya.Lio tak menemukan waktu untuk menyapa Lea, kondisi juga situasi tak memungkinkan ia untuk bernostalgia.Lio hanya bisa menatap Lea, melihat wanitanya begitu rapuh dan menyalahkan keadaan pada dirinya sendiri.Ingin sekali tangannya merengkuh tubuh Lea, memberi wanitanya semangat juga kehangatan.Lea masih menangis, mulutnya merapalkan doa untuk kelancaran operasi kakaknya. Sejen
_TERIMA KASIH UNTUK SELALU BERSAMA LEA DI CERITA INI, SEMOGA KALIAN SELALU MENDUKUNG KAMI DALAM CERITA INI_<3Lea hanya bisa terdiam, duduk di pinggir ranjang kakaknya menatap seisi kamar. Kosong, tak ada lagi kakaknya duduk disana, menyapanya dengan sebuah senyuman.Lea menangis, ia sudah merindukan keluarganya.Lio hanya bisa diam, menatap wanitanya dari jarak aman.“Keluargamu sudah aman, aku akan memastikan mereka semua aman.” Ucap Lio yang bersandar pada pintu.Lea tak menjawabnya, ia masih sibuk dengan pikirannya. Suara tangis Brian memenuhi pendengarannya, wajah putra juga terus berputar dalam ingatannya.Lio tahu jika Lea merindukan anaknya, ia pun juga merindukan bayi itu. Namun kondisi saat ini tak memungkinkan bagi mereka untuk ikut pergi.Harus ada orang yang tinggal untuk mengecoh musuh. Dan hal itu yang tengah di lakukan Lio juga Lea.“Ini bukan waktunya untuk
-JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KALIAN PADA CERITA INI- <3 Kondisi Lasmi saat ini sudah mulai membaik, setelah penanganan dari dokter kesehatannya sudah mulai pulih. Terlebih tak ada satupun dari anak buah Lius yang memaksanya untuk dilayani. Kini tubuhnya masih diatas ranjang, dengan selang infus menancap di punggung tangannya. Tubuhnya semakin kurus, wajahnya juga semakin tirus. Lasmi benar-benar telah berubah, tubuhnya tak sebugar dulu. Wajahnya pun tak secantik dan semenarik dulu. Kini hidupnya hanya bergantung pada kemurahan hati Lius. “Beri aku minum, aku haus.” “Mati saja, benar-benar merepotkan.” Gerutu anak buah Lius. Dengan enggan anak buah itu memberi Lasmi minuman, namun karena rasa enggan jadilah minuma itu menetes dan membasahi bajunya. “Matamu dimana, lihatlah semua air nya tumpah.” - Sudah tiga hari sejak terakhir Lisa berhubungan dengan kekasih
~SELAMAT MENIKMATI CERITA INI, JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR KALIAN AGAR CERITA SEMAKIN MENARIK~ ^_^Lisa menangis pilu, ditangannya ada sesuatu yang selalu memuaskan hasratnya sebagai wanita. Itu adalah hal yang selalu di banggakan oleh kekasihnya, dan sekarang itu terpisah dari tubuhnya.Apartement sudah penuh dengan polisi, Lisa meminta pengamanan untuk semua media agar tak bisa masuk kesana.Saat polisi menggeledah seluruh kamar mandi, Lisa hanya bisa duduk gemetar di atas ranjang. Ia tak pernah menyangka aka nada kejadian seperti saat ini.“Iblis mana yang keji berbuat seperti ini.” Gumamnya.“Ketemu.” Teriak seseorang dari dalam kamar mandi.Kini lengkap sudah bagian tubuhnya di temukan, Lisa hampir pingsan melihat pecahan tubuh kekasihnya.Ia menangis, mengamuk membabi buta. Jenazah kekasihnya di bawa pergi, apartement juga sudah di segel polisi.L