Lasmi merasa kesakitan di setiap pergelangan tangannya, semua begitu gelap ketika ia membuka mata. Berusaha meronta, namun ia hanya menyakiti dirinya.
Lasmi menangsi dalam diam, bukan hanya tak bisa melihat namun ia juga tak bisa bersuara.
“Apa yang terjadi denganku, kenapa aku tak bisa mengeluarkan suara?” batinnya.
Lasmi terus berusaha mengeluarkan suaranya, hingga air matany menetes pun ia masih tak bisa bersuara.
“Ada apa denganku, “ tangisnya dalam hening.
Pintu terbuka, derap langkah seseorang semakin mendekat membuat Lasmi ketakutan. Namun ia merasa tak asing dengan aroma yang menusuk hidungnya.
“Lius?”
“Buka.” Perintahnya.
Matanya mengerjab berkali-kali, menyesuaikan dengan cahaya yang begitu silau menusuk matanya.
Lasmi terkejut, matanya kini melihat Lius duduk tak jauh dari hadapannya dalam diam.
“Akfhjdnynyruesjnfuskrmhufs,” berusaha mengeluark
Rania begitu menyemangati dirinya untuk tetap kuat dengan keadaan ini semua, tak lagi ada kemewahan seperti yang selalu ia terima. Matanya menyisir seisi gudang, mencari barang yang bisa di jadikannya bantal atau sekedar selimut.Ia kembali pada kardus berisikan kain bekas, disana ada beberapa kain yang tersimpan rapi dalam plastic vakum.“Akhirnya aku menemukan selimut juga,” senangnya.Namun saat ia mengangkat semua tumpukan kain itu, matanya menatap bingkai dengan gambar yang taka sing.“Lea?”Tangannya terulur, meraih dan membersihkan pigura dengan gambar wajah Lea.“Benar, ini Lea. Apa hubungan Zaky dengan Lea?”Buru-buru Rania menyembunyikan piguran itu dibawah kain diatas kasurnya.Tak terasa hari sudah berlalu dengan cepat, malam pun tiba menyapa para penghuni bumi.Rania hanya bisa meringis di atas ranjang, menekan perut yang sedari tadi meminta makanan juga minuman.Se
Mobil sudah melaju dengan begitu kencang, meninggalkan jalan dengan begitu tak berperasaan.Lio hanya bisa menatapnya menjauh, ia marah tak bisa lebih cepat menggapai cintanya.“Akh, sial!”Lio meremas rambutnya dengan begitu frustasi, rasa rindu sudah terlalu menekan dadanya.Lalu tiba-tiba matanya menatap rumah yang ditinggalkan Lea barusan.Dengan langkah hati-hati ia mulai mendekat dengan tubuh gemetar.Baru saat ia menjangkau pagar rumah, ia mendengar suara seorang bayi menangis dengan begitu keras.Dadanya bergemuruh mendengar suara itu, tangannya dengan spontan membuka lebar pagar.“Anak itu?”Langkahnya terhenti, matanya menatap tak percaya Brian yang kini ada di depan matanya.“Pa papapapa.”Bayi it uterus berceloteh, menangis sembari memanggilnya papa.Kakinya seakan memiliki pendapat sendiri, perlahan semakin dekat dengan bayi yang kini merentangkan tang
Lio masih tak percaya dengan apa yang saat ini ada didepan matanya, laki-laki yang telah menghancurkan kakaknya ternyata adalah kakak kandung dari wanita yang sangat dicintainya.Tak tahu harus berbuat apa, Lio hanya bisa mencengkram rambutnya kuat-kuat.“Katakan, apa maksudmu dengan aku sudah mendorong Rania ke dalam jurang? Apa dia baik-baik saja?” cemasnya.Lio masih diam, dia duduk dengan wajah tak terbaca.“Adelio, jawab pertanyaanku.” Bentak Leo.Dengan mata tajam, Lio menatap Leo di depannya. Matanya tiba-tiba memerah ketika mengingat tentang kakaknya itu.“Gara-gara patah hati karenamu, dia memutuskan untuk menikahi laki-laki yang aku yakin tak pernah ada di hatinya.”“Rania, menikah?”Wajah Leo awalnya penuh dengan rasa sesal, namun sedetik kemudian terdengar gelak tawa yang berasal dari mulut Leo.“Hahaha, jangan bercanda padaku kau. Rania, mencintaiku?&rdqu
Lio kini sudah tahu semua tentang keadaan keluarga Lea, sedikit banyaknya Leo sudah bercerita dengannya. Walau tak semuanya, namun Lio yakin semua inti permasalahan sudah Leo sampaikan padanya.Juga termasuk alasan kedatangan Lio ke negara tempat Lea berada.Tak membawa anak buah, Leo hanya datang dengan membawa Lio bersamanya.Ia sudah tahu rencana adiknya itu, dan tak mungkin ia malah menyalahi rencana tersebut.Dalam perjalanan, Leo terus berdoa demi keselamatan adiknya. Ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi dengan wanita yang disayanginya itu.Begitu juga Lio, bibirnya terus saja merapalkan doa demi keselamatan wanita yang sangat dicintainya itu. Ia tak ingin pertemuan mereka ini diawali dengan genangan darah.“Apa semua penjagaan di rumah sudah di pastikan?” tanya Lio.“Ehm, aku sudah membawa Brian ke bawah tanah.”“Bukan hanya Brian, tapi ayahmu juga seluruh penghuni rumah itu.” Sedik
Lius menikmati harinya, tanpa Lisa juga tanpa ocehan mertuanya. Tinggal di apartemen membuat dirinya semakin nyaman dan mantap ingin sendiri.Namun tak mungkin ia meninggalkan Lisa saat ini, sebagian aset perusahaan masih atas nama Lisa. Terlebih, apa yang dimilikinya saat ini di perusahaan masih atas nama istrinya juga.Jika ia meninggalkan Lisa, maka ia juga akan kehilangan semua kemewahan itu.“Sebaiknya begini saja, menikah namun bebas tanpanya.”Di temani segelas wine, Lius berdiri menatap tinggi gedung-gedung dari kamarnya. Ia juga mengabaikan ponselnya yang sedari tadi terus berdering memekakan telinga.-Kondisi Lasmi memburuk, jarang diberi makan namun terus dipaksa untuk melayani semua anak buah Lius.Tubuhnya kini begitu kurus, tak terawat seperti sebelum-sebelumnya. Walau tak lagi di letakkan di lantai yang dingin, namun Lasmi tetap tak bisa menikmati ranjang yang nyaman.“Panggil Lius kemari, aku
Suara roda bergesekan dengan lantai terdengar begitu kencang, lirih tangis mengisi ruang kosong bersama angin.Lea terus menangis, ia menyalahkan dirinya atas apa yang kini terjadi.Leo menyelamatkannya, kakaknya itu mengorbankan diri demi menahan timah panas yang hendak menembus tubuhnya.Terkejut?Pasti, bahkan Lea tak bisa berkata-kata saat tubuh Leo terkapar dalam pelukannya.Tubuhnya penuh dengan darah, masih membekas hangat tubuh Leo yang selalu di dekap sedari tadi.“Kak, ku mohon bertahan. Maafkan aku, “ sesalnya.Lio tak menemukan waktu untuk menyapa Lea, kondisi juga situasi tak memungkinkan ia untuk bernostalgia.Lio hanya bisa menatap Lea, melihat wanitanya begitu rapuh dan menyalahkan keadaan pada dirinya sendiri.Ingin sekali tangannya merengkuh tubuh Lea, memberi wanitanya semangat juga kehangatan.Lea masih menangis, mulutnya merapalkan doa untuk kelancaran operasi kakaknya. Sejen
_TERIMA KASIH UNTUK SELALU BERSAMA LEA DI CERITA INI, SEMOGA KALIAN SELALU MENDUKUNG KAMI DALAM CERITA INI_<3Lea hanya bisa terdiam, duduk di pinggir ranjang kakaknya menatap seisi kamar. Kosong, tak ada lagi kakaknya duduk disana, menyapanya dengan sebuah senyuman.Lea menangis, ia sudah merindukan keluarganya.Lio hanya bisa diam, menatap wanitanya dari jarak aman.“Keluargamu sudah aman, aku akan memastikan mereka semua aman.” Ucap Lio yang bersandar pada pintu.Lea tak menjawabnya, ia masih sibuk dengan pikirannya. Suara tangis Brian memenuhi pendengarannya, wajah putra juga terus berputar dalam ingatannya.Lio tahu jika Lea merindukan anaknya, ia pun juga merindukan bayi itu. Namun kondisi saat ini tak memungkinkan bagi mereka untuk ikut pergi.Harus ada orang yang tinggal untuk mengecoh musuh. Dan hal itu yang tengah di lakukan Lio juga Lea.“Ini bukan waktunya untuk
-JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KALIAN PADA CERITA INI- <3 Kondisi Lasmi saat ini sudah mulai membaik, setelah penanganan dari dokter kesehatannya sudah mulai pulih. Terlebih tak ada satupun dari anak buah Lius yang memaksanya untuk dilayani. Kini tubuhnya masih diatas ranjang, dengan selang infus menancap di punggung tangannya. Tubuhnya semakin kurus, wajahnya juga semakin tirus. Lasmi benar-benar telah berubah, tubuhnya tak sebugar dulu. Wajahnya pun tak secantik dan semenarik dulu. Kini hidupnya hanya bergantung pada kemurahan hati Lius. โBeri aku minum, aku haus.โ โMati saja, benar-benar merepotkan.โ Gerutu anak buah Lius. Dengan enggan anak buah itu memberi Lasmi minuman, namun karena rasa enggan jadilah minuma itu menetes dan membasahi bajunya. โMatamu dimana, lihatlah semua air nya tumpah.โ - Sudah tiga hari sejak terakhir Lisa berhubungan dengan kekasih
Sony geram dengan wajah berani Jo terhadapnya, ia pun marah dan terjadilah pertarungan disana.Dengan menahan sakit, Jo terus melawan. Juli tak terima melihat putranya hampir kalah, ia pun segera mendekati Divya dan mengancam Jo disana.โBerani kau memukul putraku, maka gadis ini akan aku pukul balik.โDivya hanya bisa menangis, menjerit bahkan memohon saat melihat Jo habis babak belur di tangan Sony. Belum lagi luka di perutnya kembali terbuka dan mengeluarkan banyak darah.Jo sudah tak sanggup, ia jatuh dan hilang kesadaran.Divya yang panik mendorong Juli dan berlari kepada JO.โKalian biadab, binatang kalian semua.โ Makinya.Divya memeluk tubuh Jo kedalam pelukannya, gadis itu menangis tersedu-sedu memohon pada Jo untuk kembali membuka mata.Sony sangat puas, ia pun meninggalkan ruangan dengan tawa senang diikuti Juli di belakang.Tak ada ranjang yang layak, semua tempat nampak kumuh tak terawat. Hanya ada ranjang usang yang kemarin digunakannya.Dengan susah payah Divya menarik tu
Namun tekat bulat Jo membuat laki-laki itu segera kabur dan mengabaikan teriakan Brian.Brian panik, kondisi Jo masih belum pulih. Belum lagi lukanya baru saja kembali dijahit, Brian benar-benar dibuat sangat panik.“Kamu coba kejar dia, papa akan kembali ke atas dan memberitahu semuanya.”Mengangguk, Brian segera menyusul dengan menggunakan mobilnya.Di dalam taxi, Jo mencoba melacak keberadaan Divya dari ponsel pintarnya. Namun sayang sejak tadi tak kunjung dia menemukan titik lokasi keberadaan Divya.“Permisi, Tuan. Tujuan kita kemana ya?” tanya supir taxi.“Jalan XX depan bangunan kosong.”Taxi melaju dengan kencang membelah kemacetan, namun fokus Jo masih dengan ponsel di tangannya.Setibanya disana, Jo berjalan menyusuri jalan sepi tanpa penghuni.“Kenapa titik lokasinya ada disini? daerah ini bukankah sudah tidak berpenghuni?” gumam Jo.Sepanjang jalan kakinya
Semua tengah bersantai, berkumpul bersama walau di rumah sakit tempatnya.Lio sengaja meluangkan waktu demi memberi perhatian lebih pada Jo yang sedang terluka. Bagi Lio, Jo sudah seperti anak juga baginya.Lio memesan banyak makanan juga cemilan, ia tak ingin keluarganya kelaparan atau kekurangan makanan.“Adek, jangan diisengin dong Jo nya.” Dengan lembut menegur sang putri.Divya hanya cengengesan saat mendengar sang ayah menegur tingkahnya. Ia pun kembali menyuapi Jo dengan buah anggur di tangannya.Brian fokus dengan laptopnya, sedang Daniel sibuk bermesraan dengan Luna tanpa melihat tempat mereka berada.“Bucin terus, nggak lihat-lihat tempat.”“Dih, sirik aja. Makanya punya pacar,” ejek Daniel.Tiba-tiba saja Divya bangkit dari tempat, berjalan keluar meninggalkan ruang rawat.“Adek, mau kemana?”“Sebentar, Pah. Nggak lama,” serunya sebelum benar-b
Pagi yang begitu cerah, semua orang tengah bersiap untuk menjengur Jo di rumah sakit.Tak lupa Lea juga membawa banyak masakan untuk anak-anak yang sejak semalam menginap disana.“Pakaian untuk mereka sudah siap?”“Sudah, Mom.”Sekar sudah tak sabar mengunjungi Jo disana, ia juga merindukan cucu-cucunya yang sejak semalam tak pulang.Mengendarai dua mobil, mereka melesat menuju rumah sakit.Tiba disana, semua orang dibuat tercengang dengan keadaan di dalam.“Astaga, ini kenapa begini?” seru Rania melihat putra juga keponakannya tengah berlutut dengan memegang kedua telinganya.“Bangun, “ titah Lio pada keduanya.Luna hanya diam, gadis itu tersenyum sembari meletakkan buah yang sedari tadi dipangkunya.“Ada apa? Kenapa panas sekali suasananya?” tanya Sekar pada Luna.“Mereka berdua bikin lukanya Jo kembali terbuka dan harus kembali di jahit, O
Lea berhasil menenangkan suaminya, di dalam pelukan wanita itu Lio terlelap dengan begitu damai.Lea terus membelai rambut Lio, dengan penuh kasih dan sayang ia mengecup kening laki-lakinya.“Maaf jika diamku membuatmu hancur dan seakan dibohongi. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu, ayah yang mengingikan semua ini dan bukan aku.” Gumamnya dengan berlinang air mata.Kembali mengingat kejadian lampau itu membuat luka yang masih belum kering kembali basah.Menatap jam dinding, Lea tersadar jika ini hampir tengah malam.Sejak tadi ia tak mendengar suara anak-anak, ia pun juga belum turun untuk melihat mereka semua.“Kemana lagi anak-anak?”Deg, ia pun ingat tentang keadaan Jo saat ini. Dengan cepat ia berusaha menghubungi Brian sang putra.Tak menunggu lama, Brian segera menerima panggilan ibunya.Dengan nada yang sangat cemas, Lea menanyakan tentang keadaan Jo saat ini. Wanita itu benar-benar men
Divya sama sekali tak meninggalkan kekasihnya barang sedikitpun, semenjak tahu kejadian sebenarnya ia menolak meninggalkan sang kekasih lama-lama.Bagi Divya, ia harus memastikan sendiri keselamatan laki-lakinya.Memang belum secara resmi mereka bersama, namun keadaan saat ini sudah membuat kebahagiaan tersendiri bagi dua anak manusia itu.“Sayang, kamu istirahat ya. Dari tadi kamu udah ngurusin aku,” ucap Jo.“Aku akan istirahat, tapi tidak sekarang. Masih ada yang harus aku kerjakan.”“Apa?”Namun Divya tak menjawab, ia terlihat sibuk dengan gawai pipih yang tengah di genggamnya.Jo sebenarnya tahu apa yang saat ini tengah di lakukan kekasih kecilnya, ia tahu apa yang menjadi tujuan dari perbuatan Divya saat ini.Ia tak ingin melarangnya, ia tak ingin kemarahan Divya tak tersalurkan. Namun dibalik itu semua, ia tetap memantau dan mengendalikan perbuatan dari kekasihnya.“Aku ti
Divya berusaha melangkahkan kakinya, namun rasanya begitu berat. Belum lagi air matanya yang tak berhenti mengalir deras di pipi, membuat dirinya bingung sendiri.“Nggak mungkin, semuanya hanya salah paham.” Gumamnya sembari melangkah perlahan.Brian tak sanggup melihat adiknya terluka, namun ia juga tak sanggup jika harus masuk dan melihat semuanya.Begitu juga dengan Daniel, laki-laki itu hanya diam menyesali semua yang sudah terjadi.“Seharusnya dari awal kita memberitahunya, kalau begini kita sama saja menusuknya.”Brian hanya diam, menundukkan kepala tanpa tahu apa yang dikatakan.Divya semakin dekat dengan pintu, jantungnya semakin berdetak dengan begitu tak menentu. Begitu sakit, seakan ada sesuatu yang menghantam dadanya.Suasana begitu berbeda, kini di depannya banyak berbaring jasad yang sudah tak bernyawa.Tubuh Divya luruh ke bawah, air matanya semakin deras mengalir membasahi pipinya. Isakan
Rahasia yang selama ini coba di lupakan pada akhirnya terbongkar dengan cara yang tak terduga. Sekar yang sudah lama memendam rasa bersalah membongkar semua kejahatan putra keduanya di depan semua orang.Lio tak tahu apapun tentang itu semua, ia sama terkejutnya dengan Brian yang masih bersitegang dengan Lius.“Maksud oma?” tanya Brian.“Ayah kandungmu lah penyebab kakek Wilson meninggal.” Seru Sekar tanpa ingin menutup-nutupinya lagi.“Mom,” teriak Lius.Lio terduduk lemas, ia tak percaya dengan apa yang sudah di dengarnya ini. Selama ini ia tak tahu apapuun tentang kesakitan dan fakta yang dirasakan oleh istrinya.“Bagaimana bisa, bukankah ayah Wilson meninggal karena jatuh dari tangga?”“Ayah mertuamu tidak jatuh dari tangga, tapi jatuh dari lantai dua rumah lama kita.” Sahut Antonio.Lebih lanjut Antonio juga menjelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan kemaraha
Nindya kembali ke rumah, ia segera mengemas semua pakaian dan berniat meninggalkan semuanya.Ia merasa puas terakhir kali melihat keadaan Jo yang mengenaskan, ada rasa bahagia dan terluka dalam satu waktu bersamaan.Nindya menangis, ia menatap kedua tangan yang sudah dengan tega melukai Jo hingga seperti tadi. Menyesal?Tidak, sama sekali Nindya tak merasa menyesal dengan apa yang sudah diperbuatnya. Hanya saja hatinya ikut terluka saat melihat air mata yang mengalir keluar dari mata indah pujaan hatinya.“Andai bapak menerima cinta saya, andai bapak tidak terpengaruh dengan wanita licik itu maka semuanya tidak akan jadi seperti ini.”Cepat-cepat Nindya mengemas barang bawaannya, juga beberap obat yang diperlukannya saat ini.Membuka pintu lemari, Nindya mengambil semua uang yang ada disana.“Dengan uang ini aku bisa mengembalikan wajahku seperti semula, maafkan Nindya nek karena menjual rumah itu.”Deng