“Kenapa ponsel Mas Jeremy tidak aktif sejak kemarin? Ada apa dengan dia?”
Dona berjalan mondar-mandir sambil terus mencoba menghubungi suaminya itu. Sepengetahuan Dona, suaminya itu sedang berada di luar kota untuk mengurusi cabang bisnisnya. Namun tiba-tiba saja suaminya itu sama sekali tidak bisa dihubungi.
Dona sudah mencoba mengubungi beberapa orang kepercayaan suaminya yang ada di kantor, namun jawaban mereka seakan sudah terdikte dengan baik. Mereka sama-sama mengatakan tidak mengetahui kemana suaminya itu.
“Ada apa, Nduk? Ibu lihat kamu dari tadi gelisah terus,” tanya Desi, ibunda Dona yang berjalan begitu pelan dari arah dalam rumahnya.
Sudah setahun ini kesehatan ibunda Dona semakin menurun. Atas persetujuan Jeremy, Dona meminta ibunya agar tinggal bersama dengan mereka. Dia ingin merawat orangtua satu-satunya itu. sayangnya, disaat Dona sedang fokus pada kesehatan jantung ibunya yang mulai melemah, sikap Jeremy malah mulai berubah. Padahal meskipun Dona sibuk mengurus ibunya, dia sama sekali tidak pernah mengabaikan kebutuhan suaminya.
“Nggak ada, Bu. Dona sedang menghubungi Mas Jeremy tapi ponselnya tidak aktif. Mungkin Mas Jeremy terlalu sibuk sampai lupa mengisi daya ponselnya, Bu,” jawab Dona berusaha menenangkan hati ibunya, sekaligus dirinya sendiri.
“Kamu sedang hamil muda, Nduk. Jangan banyak pikiran berat. Itu sangat berpengaruh dengan janin kamu. Doakan saja suamimu selalu sehat di sana.”
“Iya, Bu.” Dona menganggukkan kepalanya sambil tersenyum ke arah ibunya itu.
Apa yang dikatakan oleh ibunya memang benar, namun hal itu sama sekali tidak bisa menghentikan kekhawatiran di dalam hati Dona. Entah kenapa kali ini kegelisahannya terasa begitu kuat. Firasatnya begitu buruk, entah apa yang sedang terjadi pada suaminya disaat mereka sedang terpisah jauh seperti saat ini.
“Ayo kita masuk, Bu” ucap Dona sambil menggandeng lembut tangan ibunya dan menuntunnya pelan.
Baru beberapa langkah, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan halaman rumahnya. Dona dan Desi serentak menghentikan langkah mereka dan melihat ke arah mobil yang datang itu.
“Itu sepertinya Nak Jeremy. Sama siapa dia datang, Nduk?” tanya Desi pada putrinya saat melihat menantunya keluar dari dalam mobil mewah itu bersama dengan seorang wanita cantik dan seksi bak seorang model.
Dona terdiam mematung. Melihat wanita cantik itu berjalan bersama dengan suaminya membuatnya merasa begitu cemburu. Tentu saja, tak lama kemudian tangan lentik nan gemulai itu tanpa canggung sama sekali menggelayut manja di lengan suaminya.
“Bu,” ucap Jeremy sedikit membungkuk meraih tangan ibu mertuanya kemudian mencium punggung tangan mertuanya itu.
Desi menatap nanar menantunya itu. kehadiran wanita canti dengan bahasa tubuh yang tidak wajar padamenantunya itu membuat dia bisa merasakan keresahan dan sakit di dalam hati putrinya.
“Bukannya kamu sedang ada di luar kota? Sejak tadi Dona menelponmu tapi nomor ponsel kamu tidak aktif,” ucap Desi pada menantunya itu.
“Kami datang ke sini memang ingin menyampaikan sesuatu hal yang penting,” jawab Jeremy dengan wajah yang tenang.
“Ka-kami?” tanya Dona sambil mengernyitkan keningnya.
“Don, perkenalkan. Ini Jihan, calon istriku. Dia akan menjadi adik madumu. Besok kami akan melangsungkan pernikahan di Hotel Horizon. Kamu dan Ibu silahkan hadir jika kalian ingin ikut merasakan kebahagiaan kami.”
Bagaikan sebuah petir yang menyambar di siang bolong. Tanpa hujan, tanpa angin. Nada bicara Jeremy begitu tenang namun terasa riuh menusuk perasaan Dona.
“M-Mas mau menikah lagi?” tanya Dona ulang.
“Iya. Ini undangannya. Datanglah, ajak ibu.”
Tanpa rasa bersalah Jeremy memberikan selembar undangan dengan foto prewedding dirinya dan Jihan yang entah kapan mereka lakukan dibelakang Dona.
Kedua mata Dona nanar menatap undangan yang masih menggantung dalam genggaman tangan suaminya itu. Belum sempat tangannya meraih undangan itu, tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang terjatuh di dekatnya.
“Ibu!” teriak Dona begitu melihat tubuh ibunya telha terbaring tak sadarkan diri di lantai.
Beberapa asisten rumah tangga yang melihat kejadian itupun dengan sigap membantu mengangkat tubuh Desi dari lantai.
“Bawa masuk ke mobil saya. Bik Arum ikut saya ya. Kita bawa ibu ke rumah sakit,” ucap Dona dengan panik.
Seorang asisten rumah tangga tampak berlari membawa sebuah kunci mobil dan membuka pintunya agar tubuh Desi bisa segera masuk ke dalam.
Dona bergegas mengambil kunci itu dan masuk ke dalam bagian kemudi. Dia sama sekali tidak mempedulikan Jeremy dan gundiknya yang sama sekali tidak bergeming membantu ibunya yang sedang pingsan di depan mereka.
Dona berusaha mempercepat laju mobilnya. Wajah ibunya terlihat semakin pucat dan masih tak sadarkan diri. Begitu tiba di ruang gawat darurat rumah sakit, Desi langsung diperiksa intensif oleh dokter. Dilihat dari gerakan mereka yang begitu cepat dengan wajah yang begitu serius, jelas Ibunda Dona dalam keadaan mengkhawatirkan.
Sekitar lima belas menit kemudian, dokter yang menangani Desi datang menemui Dona yang terlihat gelisah.
“Bagaimana keadaan ibu saya, Dokter?” tanya Dona dengan panik.
“Maaf, Bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Nyawa pasien tidak bisa tertolong. Pasien mengalami serangan jantung yang membuat jantungnya mendadak berhenti berfungsi.”
Tubuh Dona bergetar hebat. Belum ada satu jam sejak kabar buruk yang diterimanya dari suaminya, kini dia juga harus menelan pil pahit kehilangan ibu yang sangat dicintainya. Kepala Dona tiba-tiba terasa begitu pusing. Perutnya terasa begitu nyeri. Ada sesuatu yang mengalir diantara kedua kakinya.
“Ibu sedang hamil?” tanya dokter begitu melihat darah segar mengalir diantara kaki Dona.
Dona menganggukkan kepalanya pelan sembari menahan rasa sakit di perutnya. Tak lama kemudian seluruh dunia terlihat gelap. Dona tidak tahu apa lagi yang terjadi
Begitu tersadar, Dona merasakan sakit dibagian perutnya. Kepalanya juga masih terasa begitu sakit.
“Berbaringlah. Kamu baru saja dikuret karena keguguran,” ucap seorang wanita yang berdiri di samping Dona sambil tersenyum sinis.
“Keguguran? Anakku tidak ada?” balas Dona tergagap sambil memegangi perutnya.
“Kalian benar-benar merepotkan. Aku dan Mas Jeremy akan menikah besok tapi hari ini kami masih harus sibuk mengurus kamu dan pemakaman ibu kamu. Memang benar kata Mas Jeremy, kamu itu istri yang tidak berguna, Dona!”
Hati Dona terasa teriris. Suaminya akan menikah lagi, ibunya meninggal dunia dan sekarang dia masih harus kehilangan janin yang sedang di kandungnya. Dia masih juga harus mendengar ucapan tajam dari perempuan perebut suaminya.
“Jaga mulutmu, Jihan! Jika bukan karena kamu, ini semua tidak akan terjadi!” kedua tangan Dona mengepal kuat. Suaranya terdengar bergetar. Buliran bening itu membendung di sudut matanya.
“Aku yakin setelah ini Mas Jeremy akan segera menceraikan kamu. Untuk apa dia mempertahankan wanita malang seperti kamu! Aku yang akan menjadi Nyonya di dalam hidup Mas Jeremy. Istri dari seorang pengusaha terkenal dan ternama.”
“Tidak akan ada kebahagiaan yang akan kalian rasakan setelah dzolim yang kalian perbuat kepadaku!”
Jihan terkekeh sambil berdecih. “Kita lihat saja nanti. Siapa yang akan tertawa bahagia diakhir cerita ini, Dona. Sudahlah, aku harus istirahat sekarang. Besok aku harus tampil cantik di hari pernikahan aku dan Mas Jeremy.”
Dona menatap tajam punggung Jihan yang perlahan menghilang dari pandangannya. Tangis yang sejak tadi ditahannya akhirnya pecah. Air matanya menganak sungai di kedua pipinya.
“Tidak akan aku biarkan kalian hidup bahagia setelah semua kehilangan ini. Sisa hidupku akan aku habiskan untuk membalaskan semua kesakitan ini. Bagaimanapun caranya!”
***
Keesokan harinya, dengan langkah yang begitu pelan, Dona memaksakan dirinya yang masih belum begitu pulih untuk datang ke makan ibu dan anaknya.
Tangisnya pecah begitu melihat dua gundukan tanah yang masing-masing tertancap batu nisan. Kini dirinya benar-benar sebatang kara. Tidak ada lagi penyemangat yang membuatnya tersenyum.
Tak lama kemudian, seorang laki-laki yang merupakan salah satu orang kepercayaan suaminya di perusahaan datang menemui Dona.
“Bu Dona, Pak Jeremy mengalami kecelakaan hebat saat akan menuju ke hotel dimana acara pernikahannya digelar. Namun saat Pak Jeremy dibawa ke rumah sakit, nyawanya sudah tidak bisa tertolong.”
Tatapan Dona masih terus terpaku dengan deretan gundukan tanah dimana kedua orang tersayangnya telah terbaring di dalamnya.
“Secepat itu?” gumam Dona sambil berdecih.
“Aku harus pulang untuk menguburkan jasad suamiku.” Dona membalikkan tubuhnya.
“Tapi Bu Jihan sudah terlebih dulu meminta agar jasad Pak Jeremy dibawa ke rumahnya.”
“Aku adalah satu-satunya istri sah Mas Jeremy. Tidak ada perempuan lain yang berhak atas Mas Jeremy dan semua yang dimilikinya selain aku sendiri. Bawa jasad Mas Jeremy ke rumah kami dan larang perempuan itu datang!”
“Baik, Bu.”
Dona melangkahkan kakinya menuju ke mobilnya.
“Aku tidak menyangka secepat ini kamu menuai semua kepahitan yang kamu tabur, Mas. Bahkan kamu belum sempat menikahi gundikmu itu. Aku sangat lega mendengarnya, setidaknya tugas dendamku telah berkurang. Aku hanya tinggal membalaskan kepedihan ini pada gundikmu yang tidak tahu diri itu!”
Tiga tahun kemudian, Dona yang telah berusaha menata kembali hatinya kini tampil menjadi seorang Dona yang baru. Penuh semangat dan dendam.Pukul delapan pagi, Dona berdiri tepat di dekat jendela apartemennya. Kedua netranya menatap sebuah foto yang yang ada di genggaman tangannya. Wajahnya menatap nanar, tak lama kemudian tatapan itu berubah menajam.“Sayangnya aku tidak bisa membalaskan semua sakit hati ini padamu, Mas!” ucap Dona menggeram. Tangannya yang lain tampak mengepal kuat, jelas menggambarkan betapa hebatnya rasa sakit yang membendung di dalam hatinya.“Seharusnya kamu merasakan pedih yang aku rasakan atas semua perbuatan bejatmu sebelum mati! Kamu memang sama sekali tidak pernah berubah, begitu egois dan tamak! Aku sudah menemanimu sejak kamu belum memiliki apapun hingga memiliki segalanya namun setelah kamu sukses, dengan mudahnya kamu menghadirkan Jihan di dalam pernikahan kita!”Tatapan tajam itu kembali berubah menjadi sebuah seringai.“Aku akan terus menyimpan foto i
“Cut!” teriak sutradara, pertanda syuting telah mendapatkan scene yang diinginkan.Doni dan Dona menarik napas lega. Mereka saling melempar senyum manis.“Dona, Doni, luar biasa. Kalian memang pasangan yang sempurna di layar kaca. Chemistry kalian benar-benar menyatu. Seluruh penonton selalu tertipu dengan akting kalian. Seandainya kalian benar-benar pasangan di dunia nyata, pasti seluruh dunia sangat memuja kalian sebagai couple goal. Kalian tidak pernah gagal membawakan apapun peran kalian berdua sejak pertama kali kalian dipasangkan berdua,” puji Hanung, sang sutradara.“Dona benar-benar berbakat dan profesional, Mas. Selain sangat cantik dan sempurna tentunya,” puji Doni pada Dona sambil memandang ke arah Dona dengan pandangan nakal.“Mas Doni terlalu melebihkan. Apalah Dona tanpa Doni. Pesona Mas Doni itu paripurna dan menular,” balas Dona tidak mau kalah.“Apa-apan ini? Kalian saling memuji satu sama lain. Kalian sedang pamer atau apa? Aku telah salah mengambil topik pembicaraa
Aaron berdiri menatap ke arah jendela ruangannya. Kedua matanya menatap jauh ke arah langit yang begitu cerah pagi itu. Batin dan pikirannya melayang ke kejadian kemarin. Wajah cantik wanita yang tanpa sengaja ditabraknya kemarin begitu membekas diingatannya.Lamunannya buyar begitu mendengar suara ketukan pada pintu ruangannya.“Masuk!” perintah Aaron pada seseorang yang berada dibalik pintu ruangannya.Aaron membalikkan tubuhya begitu mendegar suara langkah yang berjalan masuk ke arahnya.“Sudah kamu temukan siapa wanita itu?” tanya Aaron dengan serius.“Sudah, Pak. Ini semua identitas dan foto yang telah kami temukan.”Aaron mengambil beberapa berkas dari tangan sekretarisnya itu.“Kamu tidak salah orang kan? Sudah kamu periksa benar-benar nomor polisi mobil yang saya berikan kemarin?”“Sudah, Pak.” Sekretarisnya menganggukkan kepalanya dengan yakin. “Silahkan bapak cek dulu foto yang ada di dalam, apakah benar dia yang bapak cari.”Aaron membuka berkas itu dan mengambil lembaran f
“Mas kemana semalam? Ada syuting dimana sampai tidak pulang? Bukannya Mas syutingnya sudah selesai?” cecar Jihan begitu Doni masuk ke dalam rumah.“Mas ada meeting sampai larut malam dengan sutradara dan beberapa artis yang akan terlibat dalam project mas selanjutnya. Mas sudah kecapekan jadi Mas memutuskan menginap di hotel tempat kami meeting. Mas ketiduran waktu akan mengabari kamu. Baru ingat pagi ini.”Jihan terdiam sambil menatap suaminya.“Kamu nggak lagi bohong dengan aku kan, Mas? Kamu harus lebih cerdas kalau mau berbohong dengan aku. Aku juga sudah lama berkecimpung di dunia hiburan, Mas.”“Kamu kenapa sih, Sayang? Lagi dapet ya? Dari tadi marah-marah mulu sih.”“Aku tahu bagaimana liarnya wanita di dunia hiburan, Don. Aku tidak mau kamu terpatuk bisa ular betina yang berkeliaran di sekitar kamu. Aku tidak mau kehilangan kamu. Kamu tahu kan betapa besarnya rasa cintaku padamu?” Jihan menatap dalam kedua manik hitam suaminya dan merangkul dada bidang Doni.Doni tersenyum tip
"Ada tawaran pekerjaan yang menggiurkan untuk kamu, Don," ucap Gina sambil tersenyum. Kedua matanya berbinar sembari berjalan dengan cepat menghampiri Dona yang sedang asyik menyeruput kopinya di balkon apartemennya."Tawaran pekerjaan apa? Jangan bilang tentang naked photoshoot atau semu blue film ya. Gin. Aku sudah pernah mengatakan kalau aku tidak akan mengambil job seperti itu.""Ini bukan job seperti itu, Dona. Aku tidak mungkin mengajukan job seperti itu padamu. Ini job film layar lebar dengan peran aman namun bayaranmu tiga kali lipat dari standar yang sudah kita tetapkan."Dona terkesiap. Wajahnya yang tadi terlihat santai menikmati kopinya berubah menjadi serius menatal manajernya itu. Siapa yang berani membayar tiga kali lipat honor fantastis artis yang sedang naik daun itu?"Siapa yang sanggup membayar honorku tiga kali lipat?" tanya Dona serius. Gina menyunggingkan senyum puasnya karena akhirnya berhasil menyita perhatian Dona."Kamu baru saja bertemu dengannya beberapa h
"Maaf sudah mengganggu waktu sibuk kamu," ucap Aaron begitu duduk bersama dengan Dona di sebuah kafe yang berada tidak jauh dari lokasi syuting Dona."Bisa kita langsung ke inti pembicaraan? Tidak perlu berbasa basi."Aaron tersenyum geli bercampur kagum mendengar respon ketus Dona. Senyum tipis bercampur tatapan tajam merupakan kombinasi yang begitu mempesona di wajah cantik Dona bagi Aaron."Baiklah." Aaron menganggukkan kepalanya. "Saya menerima balasan penawaran kerjasama dari manajer kamu pagi ini, isinya menyatakan bahwa kamu menolak kerjasama itu. Boleh saya tahu alasan kenapa kamu menolaknya?""Aku sedang terikat banyak kontrak kerja saat ini. Mungkin lain kali. Itupun kemungkinannya sangat kecil mengingat banyak mitra bisnis yang berlomba-lomba ingin bekerja sama dengan saya."Gotcha! Kesan sombong dan angkuh. Seharusnya Aaron tersinggung dan muak dengan respon dan kesan arogan yang terang-terangan ditunjukkan oleh Dona. Tapi kenyataannya, Aaron malah semakin tertarik dengan
"Sial! Kenapa Jihan bisa ada di sini?" umpat Doni dengan geram setelah membaca isi pesan yang dikirimkan Jihan padanya."Ada apa, Mas?" "Jihan ada di sini sekarang dan dia melihat mobil Mas terparkir di depan.""Pergilah. Temui dia.""Arghh! Aku muak jika harus mendengar cecara interogasi dari mulutnya. Entah sudah berapa ribu kali aku harus mendengarkan pertanyaan-pertanyaan yang sama berulang-ulang."Dona tersenyum sambil menyesap minumannya pelan."Dia istrimu, Mas. Pantas dong dia menanyakan segala hal tentang kamu. Akupun pasti akan melakukan hal yang sama jika menjadi dia.""Dia memuakkan, Sayang. Berbeda dengan kamu.""Pergilah. Temui dia dan ajak dia makan siang. Aku akan keluar dari tempat ini diam-diam." Dona mengambil handbagnya kemudian mulai berdiri."Dona..""Its okay, Mas. Aku juga ingin istirahat. Syuting hari ini lumayan menghabiskan tenagaku."Dona melemparkan senyum manisnyabke arah Doni kemudian perlahan keluar dari dalam ruangan privat itu meninggalkan Doni.Dona
"Dia datang hanya untuk menanyakan tentang alasan kenapa kontrak kerjasama yang dia ajukan kamu tolak tadi pagi?" Suara Gina menggema dalam apartemen Dona.Dona menganggukkan kepalanya pelan sambil menyeruput pelan teh lemon hangat di tangannya."Itu artinya dia memang benar-benar serius ingin bekerjasama dengan kamu, Don. Tidak mungkin seorang pemilik perusahaan turun gunung langsung menemui kamu kalau tidak karena hal yang serius.""Aku tidak peduli, Gina. Aku tidak suka dengan caranya yang menggampangkan segala sesuatu dengan uang. Selain itu, aku tidak ingin Doni berpikir yang tidak-tidak antara aku dan laki-laki itu.""Tentang Doni lagi.." Gina menghelakan napasnya dengan kasar. "Doni itu hanya kekasihmu, Dona. Jangan pertaruhkan masa depan karirmu demi seorang laki-laki buaya seperti dia. Sudah punya istri masih aja gatal dengan perempuan lain."Dona tersenyum tipis sambil melihat ke arah managernya itu. Dia dan Doni memang sengaja merahasiakan pernikahan siri mereka dari manage
“Kamu dimana?” tanya Doni saat Dona mengangkat teleponnya. “Di apartemen.” “Mas ke sana sekarang.” “Tidak usah. Sebentar lagi aku akan tiba di kantor. Kita bertemu di sana saja.” “Ada yang mau Mas tanyakan denganmu. Ini penting. Tidak bisa dibicarakan di kantor.” “Bicarakan saja sekarang. Mas tidak perlu ke apartemenku.” “Apakah sekarang Mas tidak boleh lagi ke apartemenmu?” “Tidak.” “Kenapa?" "Mas tidak boleh datang ke sini selama Mas belum menceraikan Jihan." "Tapi kamu juga istriku, Don." "Aku hanya istri pelampiasan, bukan istri yang sebenarnya. Aku muak disembunyikan selayaknya sesuatu hal yang memalukan." "Jangan begini, Don. Please. Mas tidak sanggup kalau kamu begini terus. Mas kan sudah janji akan menepati janji Mas untuk menceraikan Jihan. Kamu bersabar sebentar ya," mohon Doni. "Sudahlah, Mas. Buktikan saja apa yang menjadi janji Mas padaku." "Apa kamu sengaja melakukan hal ini karena laki-laki itu?" "Cih! fitnah apa lagi ini, Mas?" Dona terdec
Doni menghelakan napasnya dengan kasar. Hidupnya begitu dipenuhi oleh konflik. Jihan dan Dona sama-sama berang padanya. Tuntutan mereka sama persis, cemburu.“Aku harus apa sekarang?” batin Doni sambil menyugar kasar rambutnya. Penampilannya sudah sangat kacau.“Dona tidak bisa dihubungi sejak tadi, Don.” Roland, pihak management Dona dan Doni tiba-tiba datang dan masuk ke dalam ruangan Doni.“Aku akan membuat janji dengannya besok pagi jika dia sudah bisa dihubungi. Acara meet and greet itu harus kita meetingkan bersama dulu tentang waktu, tempat serta konsepnya. Dona juga harus hadir,” lanjutnya sambil berjalan mendekati tempat duduk Doni.Langkah Roland melambat seiring perubahan ekspresi pada wajahnya melihat keadaan Doni yang begitu menyedihkan dan kusut.“Kamu baik-baik saja, Don? Apa ada masalah?” tanya Roland bingung.Doni mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Roland sambil tersenyum.“Tidak ada. Aku hanya kelelahan hari ini. Aku ingin pulang dan beristirahat.”“Kamu yakin
Jihan berdiri menatap ke arah luar dari balkon kamarnya. Dicecapnya beberapa kali wine yang ada di dalam gelas bordeaux di tangannya. Pikirannya melayang jauh. Dia sama sekali tidak menyangka suami yang selalu dibanggakan dan diperjuangkannya tega melakukan hal sejahat itu padanya. Meski belum melihatnya secara langsung, namun firasatnya sebagai seorang istri tidak dapat dibohongi.“Apa kurangku di matamu sampai kamu tega mengkhianati aku, Mas?” ucap Jihan sambil menatap kosong ke luar.“Aku terus menemanimu sejak kamu bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa. Aku tetap mempertahankan kamu meskipun aku memiliki banyak pilihan lain yang lebih mapan dan mencintai aku, bahkan aku menjual semua yang aku punya demi bisa membangun sebuah perusahaan untukmu. Tapi sekarang apa balasanmu padaku, Mas? Kamu diam-diam mengkhianatiku bermain api dengan wanita lain!”Tangan Jihan yang tidak memegang gelas dengan cepat mengepal kuat. Hatinya begitu sakit dan emosinya meluap. Di satu sisi, dia ta
Suara bel di depan pintu apartemennya membuat Dona terkesiap. Dengan cepat diselesaikannya step terakhir riasan wajahnya dan berjalan menuju ke pintu apartemennya. “Dia menepati janjinya,” gumam Dona sambil menyunggingkan senyum sinisnya. “Hai,” sapa Aaron yang berdiri tepat di depan Dona. “Bagaimana kamu tahu alamatku?” “Mendapatkan alamat orang yang aku cari adalah hal yang sangat mudah bagiku, terlebih orang itu adalah artis terkenal seperti kamu,” jawab Aaron sambil tersenyum. “Uang memang bisa memudahkan segalanya.” Dona memutar kedua bola matanya. “Tunggu sebentar, aku ambil tas dulu.” Dona bergegas mengambil tasnya kemudian kembali keluar dari dalam apartemennya. “Kamu sudh lama menungguku?”tanya Aaron sambil berjalan di samping Dona. “Aku tidak sedang menunggu kamu, Tuan Arogan. Jangan terlalu percaya diri.” Aaron menahan tawanya mendengar penyangkalan Dona. “Lalu kamu sedang menunggu siapa dengan gaun dan riasan wajah seperti itu?” “Aku memiliki banyak ja
“Ada denganmu, Sayang?” “Maksudnya apa sih, Mas?” tanya Dona balik sabil menyeruput minumannya. Kejadian tabrakan tadi membuatnya memerlukan asupan yang bisa membuat pikirannya lebih dingin. “Kamu benar-benar tidak tahu apa yang terjadi? Gosip kita di media sosial sudah sangat viral, Dona.” “Gosip apa, Mas?” Dona berpura bingung. “Gosip tentang meet and greet kita. Padahal kan kita masih belum mempersiapkan apapun untuk itu. Bagaimana mereka bisa mengetahui hal itu?” “Aku sudah mengumumkannya di salah satu fanbase kita. Nggak masalah kan, Mas? Toh nanti juga akan terlaksana. Aku juga sudah minta izin dengan Mas tadi pagi.” “Tapi event seperti itu bukan hanya tentang kita berdua saja, Sayang. Ada managemen kita yang juga harus tahu dan semuanya butuh proses persiapan yang matang. Mas kan sudah jelasin tadi pagi.” “Sudahlah, Mas. Kan mas bisa langsung bicara dengan managemen nanti.” Doni menghelakan napasnya. Putus asa mendengar setiap bantahan dari Dona yang begitu ringa
Dona menyunggingkan senyum bahagia di wajahnya tatkala melihat sebuah postingan di beranda media sosialnya. Sebuah foto profil yang menampilkan sepasang sejoli nan rupawan menghiasai akun si pembuat status itu. Foto sepasang selebriti yang sempat digadang-gadang sebagai couple goal oleh seluruh orang.Sebuah foto langit hitam tampak pada postingan itu. Sang pemilik akun menyematkan sebuah kalimat yang mewakili postingan itu.“Aku pernah mati-matian memperjuangkanmu. Mengabaikan semuanya hanya demi kamu. Bahkan mengorbankan impianku hanya demi impianmu. Menjadi tahu diri adalah adab penting dalam hidup.”Dona tertawa lepas begitu selesai membaca status yang diposting oleh Jihan lima menit yang lalu itu. Hatinya merasa begitu bahagia membaca status yang menyiratkan makna kekecewaan itu. Jelas Dona tahu pada siapa status itu ditujukan.“Satu tikus usdah masuk ke dalam perangkap. Kita lihat nanti apakah tikus dalam perangkap ini bisa menarik pasangannya untuk mati bersamanya?” ucap Dona s
“Meet and greet? Untuk apa, Sayang?” tanya Doni setengah berbisik saat Dona menelpon siang itu.Doni baru saja terbangun dari tidurnya, langsung tersentak duduk mendengar permintaan dari istri sirinya itu. Pusing akibat semalaman berperang hebat dengan Jihan masih belum hilang, sekarang Dona dengan semangat menambah intensitas nyeri di sekujur isi kepalanya.“Aku mendapat banyak DM di semua sosial mediaku, Mas. Komunitas penggemar kita berdua sangat ingin kita mengadakan meet and greet. Kebetulan bulan ini adalah anniversary sinetron pertama kita sebagai couple yang ketiga. Ayolah, Mas. Aku nggak mau membuat mereka kecewa. Nama besar kita sekarang kan karena loyalitas mereka yang terus aktif mengkampanyekan apapun projek yang kita jalani.”“Tapi hal seperti itu bukan hal yang mudah dilakukan begitu saja, Sayang. Kita harus membicarakannya dengan pihak managemen juga. Pemilihan lokasi dan sistem keamanannya juga harus dipersiapkan dengan matang.”“Iya, Mas. Aku ngerti kok maksudnya. Ak
"Dia datang hanya untuk menanyakan tentang alasan kenapa kontrak kerjasama yang dia ajukan kamu tolak tadi pagi?" Suara Gina menggema dalam apartemen Dona.Dona menganggukkan kepalanya pelan sambil menyeruput pelan teh lemon hangat di tangannya."Itu artinya dia memang benar-benar serius ingin bekerjasama dengan kamu, Don. Tidak mungkin seorang pemilik perusahaan turun gunung langsung menemui kamu kalau tidak karena hal yang serius.""Aku tidak peduli, Gina. Aku tidak suka dengan caranya yang menggampangkan segala sesuatu dengan uang. Selain itu, aku tidak ingin Doni berpikir yang tidak-tidak antara aku dan laki-laki itu.""Tentang Doni lagi.." Gina menghelakan napasnya dengan kasar. "Doni itu hanya kekasihmu, Dona. Jangan pertaruhkan masa depan karirmu demi seorang laki-laki buaya seperti dia. Sudah punya istri masih aja gatal dengan perempuan lain."Dona tersenyum tipis sambil melihat ke arah managernya itu. Dia dan Doni memang sengaja merahasiakan pernikahan siri mereka dari manage
"Sial! Kenapa Jihan bisa ada di sini?" umpat Doni dengan geram setelah membaca isi pesan yang dikirimkan Jihan padanya."Ada apa, Mas?" "Jihan ada di sini sekarang dan dia melihat mobil Mas terparkir di depan.""Pergilah. Temui dia.""Arghh! Aku muak jika harus mendengar cecara interogasi dari mulutnya. Entah sudah berapa ribu kali aku harus mendengarkan pertanyaan-pertanyaan yang sama berulang-ulang."Dona tersenyum sambil menyesap minumannya pelan."Dia istrimu, Mas. Pantas dong dia menanyakan segala hal tentang kamu. Akupun pasti akan melakukan hal yang sama jika menjadi dia.""Dia memuakkan, Sayang. Berbeda dengan kamu.""Pergilah. Temui dia dan ajak dia makan siang. Aku akan keluar dari tempat ini diam-diam." Dona mengambil handbagnya kemudian mulai berdiri."Dona..""Its okay, Mas. Aku juga ingin istirahat. Syuting hari ini lumayan menghabiskan tenagaku."Dona melemparkan senyum manisnyabke arah Doni kemudian perlahan keluar dari dalam ruangan privat itu meninggalkan Doni.Dona