Share

2. Cinta Satu Malam

"Aku tak menyangka seorang Arkan Syahreza mulai tertarik ke gadis polos."

Sebelum benar-benar pergi, Lala dan pasangannya memperhatikan Naura yang menghabiskan minuman dari Arkan. Pria dingin itu jarang mau berdekatan dengan gadis muda dan menawarkan minum secara sukarela.

Namun, Naura adalah pengecualian.

Lucunya lagi, Naura menghabiskannya dalam sekali teguk!

Hal ini membuat Arkan tampak terkesan.

"Kamu suka minum?" tanyanya. Entah mengapa, dia jadi ingin menuangkan minuman kembali ke gelas Naura.

Naura hanya mengangguk sembari kembali meneguk minuman di depannya.

Dia memang pernah meminum bir kalengan–sisa kakaknya. Tapi, tidak banyak.

Hanya saja, apa perlu dia menjelaskannya pada Arkan?

Toh, itu sama saja, kan? Terlebih, mereka baru kenal dan dia hanya menunggu Lala di sini.

“Om, apakah om tahu ke mana temanku pergi?” tanya Naura mendadak.

"Om …?" Alih-alih menjawab, Arkan justru tertawa mendengar ucapan Naura yang memanggilnya Om.

"Berapa usiamu? Apa seusia dengan Lala?" tanyanya lagi.

Naura mengangguk sembari meneguk minuman yang dituangkan ke gelasnya lagi.

"Lantas, kenapa kamu memanggilku, Om?"

"Karena wanita yang datang ke sini, biasanya sudah 30 ke atas."

Arkan tertawa mendengar ucapan Naura. "Jadi, menurutmu berapa usiaku?"

Naura berpikir sejenak lalu berucap asal, "Mungkin 40? Aku salah satu pelanggan tetap di sini jadi aku tahu."

"Benarkah, apa aku setua itu?"

Arkan tertawa terbahak-bahak, terlebih kala melihat Naura mengangguk.

Hal itu rupanya tak luput dari pandangan Rendy yang sedang menari di lantai dansa.

"Sepertinya temanmu berhasil mengambil hati Arkan," bisiknya pada Lala.

Teman Naura itu sontak menoleh pada Naura dan Arkan yang sedang berbincang.

Hanya saja, ekspresi Naura tampak mulai berubah menjadi takut kala menatap Arkan.

"Sepertinya aku harus menemui temanku," ujar Lala.

"Hei, biarkan saja. Lagi pula temanmu itu sudah dewasa. Dia pasti tau cara menikmati kesenangan." Rendy menarik tangan Lala, hingga gadis tak bisa berkutik.

Terlebih, kala Rendy merangkulnya dan mengajak menjauh dari sana–ke tempat lebih privat.

Di sisi lain, Naura terus melihat ke lantai dansa.

Dia mencari sosok Lala di tengah keramaian.

Naura mulai merasa tak nyaman.

Hal itu menarik perhatian Arkan. Sudut bibirnya terangkat. Ia lalu menuangkan minuman racikannya ke gelas Naura.

"Minumlah."

Naura menarik gelas tanpa menoleh ke arah Arkan dan meneguknya kembali.

Hanya saja, dia mendadak memikirkan aromanya yang begitu kuat.

"Kenapa?" tanya Arkan.

"Enggak apa-apa," jawab Naura asal sembari mencari Lala.

Arkan tersenyum. Dia pun meminum kembali. Tak lupa, ia menuangkan minuman untuk Naura.

Entah mengapa, ekspresi Naura dan reaksinya tiap meneguk minuman begitu lucu.

Keduanya terus minum, hingga akhirnya Naura tampak mabuk.

"Aku mau pulang," ucap perempuan itu dengan suara berat.

Mendadak, Naura pun bangkit dari kursinya.

Arkan sontak memegang tangan Naura, sembari memperhatikan keberadaan Randy dan Lala.

Sayangnya, keduanya tampak sudah menghilang dari lantai dansa.

"Biar aku antar pulang," ucapnya.

Keduanya sempat bertatapan, sampai Naura tiba-tiba muntah di baju Arkan!

"Oek, maaf aku …," ucapnya lalu kembali muntah.

Arkan mencengkeram bahu Naura. Dia benar-benar jijik dengan muntahan!

Segera, pria itu menarik tangan Naura.

"Kamu harus membayar semuanya nanti!" ucapnya, lalu mengangkat tubuh Naura–masuk ke dalam mobil mewahnya.

***

Arkan menghentikan shower setelah selesai membersihkan diri dari muntahan Naura.

Sial, memang!

Tapi, salahnya juga yang terus mencekoki Naura dengan minuman itu.

Arkan lantas memilih keluar dari kamar mandi–hanya dengan melilitkan handuk di pinggangnya.

Namun, begitu sampai di kasur, tubuh polos Naura menyambutnya.

“Shit….” umpatnya, tak nyaman. Dia tadi memang melepaskan baju Naura yang kotor karena tak seorang pun yang bisa dipanggilnya.

Baju Naura juga sudah ia taruh ke tempat cucian.

Segera saja, dia menutup tubuh Naura dengan selimut. Namun, mendadak gadis itu menatapnya.

“Om Arkan….” lirih Naura mendadak.

Entah mengapa, Arkan merasa aliran darahnya mengalir cepat.

Dia memang bukan pria polos.

Hanya saja, Arkan bukanlah tipe yang suka melakukannya tanpa consent, apalagi dengan Naura yang tidak sadar seperti ini.

Pria itu hendak pergi, tetapi Naura justru mendadak menarik dan mencium bibirnya.

“Hemmmph…”

“Jangan pergi!” pinta Naura memelas.

Hanya saja, itu membuat tali tipis kesadaran Arkan putus.

Terlebih, Naura mendekapnya erat!

Kemolekan tubuh yang belum pernah terjamah oleh pria manapun itu membuat Arkan terlena….

“Kau akan menyesal,” ucap Arkan dengan suara berat. Namun, Naura justru menggeleng.

Entah siapa yang memulai kembali, sentuhan-sentuhan keduanya semakin liar.

Erangan dan desahan memenuhi kamar dengan cepat.

Suasana di kamar itu pun semakin panas.

Keduanya berkeringat meskipun AC di sana sudah diatur menjadi yang terendah.

Arkan sampai dibuat takjub.

Bagaimana bisa di lingkungan yang bebas ini masih ada wanita yang masih perawan dan luar biasa seperti Naura…?

Cukup lama bermain, keduanya akhirnya sama-sama puas.

Sesaat Arkan menoleh ke arah Naura yang masih tak sadarkan diri dan memperhatikan wanita polos itu.

Setelah ini, apakah Naura ingin apa yang sudah terjadi bersamanya?

Drrrt!

Dering ponsel menyadarkan Arkan dari lamunannya.

"Di mana kamu? Bikin malu keluarga saja!” omel mamanya pada Arkan sebelum pria itu sempat mengucapkan salam.

“Cepat pulang!” bentaknya lagi.

Arkan bahkan sampai menjauhkan ponselnya.

"Bukannya mereka sudah pulang?” balas pria itu pada akhirnya, “Ini sudah jam tiga pagi!"

"Kamu benar-benar membuat malu keluarga. Mereka datang jauh-jauh hanya ingin melihat kamu. Kapan lagi ada wanita yang mau menikah dengan pria yang berstatus duda seperti kamu!"

Arkan memijat pelipisnya sembari mendengarkan ocehan ibunya.

Dia memang kabur dari acara perjodohan yang dibuat sang ibu karena tak ingin terikat lagi dengan pernikahan.

Kegagalan di masa lalu membuat Arkan malas berurusan serius dengan wanita.

Hanya saja, dia tak menyangka temannya malah membawa gadis semenarik Naura.

Sebuah ide pun muncul mendadak.

"Mah, aku akan menikah," ucapnya pada akhirnya.

"Benarkah?” pekik sang ibu senang, “Baguslah! Mamah akan menghubungi keluarga Om Irwan agar segera menyiapkan pernikahan kalian. Kamu–"

"Ma, aku tidak akan menikah dengan anaknya Om Irwan,” potong Arkan, “aku akan menikah dengan wanita lain."

Arkan menoleh ke arah Naura yang tertidur pulas di ranjangnya.

Sementara itu, sang ibu sepertinya kecewa.

Helaan napas panjang terdengar oleh Arkan dari telepon, sebelum akhirnya berkata, "Kalau gitu, bawa wanita itu ke rumah."

Tut!

Sang ibu langsung memutus panggilan.

Segera ia memakai kembali pakaiannya untuk mengurus masalah esok hari–tak lupa ia menyelimuti tubuh polos Naura dengan selimut.

Perempuan itu tampak tertidur nyenyak, sampai akhirnya merasakan dingin di sekujur tubuhnya di pagi hari.

Naura menggeser kakinya mencari selimut.

Namun, saat tangannya mengenai dadanya, ia merasakan suatu keanehan.

Seketika ia membuka mata lalu melihat ke bawah.

"Argh ...." jerit Naura kala melihat tubuhnya sudah tak memakai pakaiannya sama sekali.

Ia sontak terduduk melihat ke sekeliling. "Ini bukan kamarku. Di mana aku?" panik Naura yang berusaha mengingat apa yang terjadi dengannya.

Deg!

"Pria itu?" lirihnya kala kejadian kemarin mulai tersusun.

Bersamaan itu, pintu kamar mendadak terbuka.

Namun, Naura menahan diri untuk tidak menjerit kala melihat Arkan yang bertelanjang dada.

"Kamu sudah bangun?" tanya pria itu mendekat ke arah Naura.

Tak lupa, dengan senyum yang begitu menggoda!

Comments (2)
goodnovel comment avatar
penikmatnovel
cinta pandangan pertama
goodnovel comment avatar
onetuyi
suka.........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status