Kini Arkan memarkirkan mobilnya di parkiran kampus.Namun, Naura masih diam di kursinya tanpa membuka sabuk pengaman seperti yang Arkan lakukan."Kenapa kamu diam saja. Ayo, keluar!""Tunggu!" Naura memegang tangan Arkan yang hendak keluar dari mobilnya. "Aku takut, kalau aku keluar sama Om nanti mahasiswa yang lain menggosipkan aku yang enggak-enggak," sambungnya.Arkan menghela napasnya. "Kamu tinggal bilang kalau aku pacar kamu."Dengan kasar Naura memukul lengan Arkan begitu kencang. "Pacar, nanti mereka pikir sugar baby-nya Om.""Ya sudah, kamu tinggal bilang aku ini Om-mu." Naura mengangkat tangannya seperti ingin memukul Arkan, namun segera di tahan oleh Arkan. "Maksudku kamu tinggal bilang aku Om dari Ibu atau Ayahmu, gampang kan," sambungnya.Naura mengangguk, ia baru kepikiran dengan alasan yang logis baik di mata guru serta teman di kampusnya.Ia pun keluar dari mobil bersama Arkan. Hampir semua siswa yang kenal dengan Naura terus menatap ke arahnya.Namun, bukan Naura
Sementara itu, aroma masakan Naura mulai menyeruak ke seisi ruangan.Perempuan cantik itu segera mengambil sendok lalu mencicipi masakannya sendiri.Meski rasanya agak aneh di lidah Naura, tetapi dia tetap tenang.Dicobanya untuk menambahkan lagi sedikit garam dan bumbu penyedap."Gimana rasanya atau memang seperti ini rasanya?" tanya Naura pada dirinya sendiri.Ia mematikan kompor lalu melihat kembali video memasak."Sudah sesuai resepnya harusnya si enak," gumamnya.Tak lama Naura mendengar seseorang membuka pintu apartemen. Ia yakin jika Arkan pulang dari kantornya. Naura pun bergegas menuangkan masakannya ke dalam piring lalu menyajikannya ke atas meja. "Om sudah pulang, mau makan dulu?"Arkan menoleh ke arah masakan yang sudah tersedia di meja."Aku mau mandi. Saat aku selesai mandi, dapur sudah harus bersih enggak berantakan seperti itu, mengerti!" "Iya."Brak!Naura terperanjat sembari mengusap dada. "Argh, dia begitu menyebalkan. Enggak bisa apa nutup pintu pelan-pelan!"N
Suara alarm sama sekali tak membangunkan Naura yang sedang terlelap tidur.Padahal ia menyalakan alarm perlima menit sekali ketika sudah jam enam pagi. Hingga akhirnya suara Arkan lah yang menjadi alarm baginya."Hei, bangun. Ini udah siang Naura ...!"Seketika Naura terbangun dan mendapati Arkan berdiri di depan wajahnya dengan membawa air yang siap di lempar ke wajahnya."Ap-apa yang sedang Om lakukan?"Arkan berdecak, ia menurunkan lagi tangannya melihat Naura bangun. Padahal dia sudah bersiap menyiramkan air ke wajahnya jika tak kunjung bangun."Cepat bangun, buatkan sarapan!" Setelah mengatakan itu Arkan menarik tangan Naura lalu memberikan air yang sebelumnya ia bawa. "Cuci wajahmu!"Naura yang nyawanya belum semua terkumpul hanya memegangi bak kecil pemberian Arkan. Perlahan Naura beranjak dari ranjang lalu pergi ke kamar mandi yang berada di seberang lemari pakaiannya. Selesai mencuci wajahnya, Naura bergegas ke dapur saat ia mencium aroma masakan yang begitu nikmat menurutny
Naura merasakan kebas ditangannya setelah menampar wajah Adelia hingga ia mengaduh kesakitan. "Tutup mulutmu. Kamu enggak berhak menghakimi hidup orang lain apa lagi kamu enggak pernah berada di posisi dia." Adelia mengusap pipinya yang terasa sakit lalu menatap Naura dengan tajam. "Beraninya kamu menamparku!" "Jelas aku berani karena aku enggak salah. Lagi pula untuk apa kamu datang ke sini, hah. Ingin mencari tahu kenapa aku bisa kembali kuliah di sini?" "Kuliah, jadi benar Naura kembali kuliah," batin Adelia. "Yang benar saja. Aku ke sini hanya ingin mengatakan kepadamu jangan pernah menginjakkan kakimu lagi di rumah setelah aku pergi ke Amerika."Naura berdecak lalu berkata, "Kamu enggak usah khawatir. Aku enggak akan pernah menginjakkan kakiku lagi di sana. Baik ada kamu atau pun enggak ada." "Baguslah, ini lihat." Adelia memberikan kertas dan langsung di ambil oleh Naura. Betapa terkejutnya Naura melihat kartu keluarga yang sudah tidak ada namanya lagi. "Coba lihat, Pap
Naura begitu terkejut melihat Arkan yang memberinya tatapan sinis."A-aku bary pulang dari kampus," kilah Naura.Jelas Arkan tidak percaya begitu saja. Apa lagi dia tahu jadwal pulang Naura dari kampus."Bukannya kamu pulang jam dua, kenapa sampai ke apartemen jam lima sore?""Itu ... karena aku ada kerja kelompok dirumah teman.""Teman yang mana?"Naura melipat bibirnya, bukankan ini keterlaluan. Mengapa dia harus tau apa yang Naura lakukan."Ak—""Cukup, buatin aku makanan karena aku sudah lapar."Naura melempar tasnya ke atas ranjang lalu keluar dari kamar mengikuti Arkan. "Kamu mau masak apa?" tanya Arkan bersandar di lemari pendingin.Naura berpikir sejenak, ia mencari menu dengan bahan yang tidak terlalu banyak serta mudah baginya."Nasi goreng."Arkan terperangah, ia tak percaya Naura akan memasak nasi goreng untuk makan malam mereka."Enggak, aku enggak mau nasi goreng. Aku mau ayam lada hitam dan capcay."Naura sadar betul jika pria yang ada di dekatnya itu sedang mengujinya
"Naura ...."Teriakan Arkan menggema di seluruh ruangan. Membuat Naura yang berada di dalam kamar pun bergegas memakai pakaiannya. Brak! "Arrgh ... Om aku belum selesai pakai baju! " Tak mendengar ucapan Naura, Arkan malah menerobos masuk ke dalam kamarnya. "Apa yang kamu lakukan dengan meja kerjaku? " tanya Arkan dengan nada tinggi. Naura memakai kaosnya yang tadi belum sempat karena ia terkejut dengan kedatangan Arkan. "Aku hanya membersihkannya semalam. Memangnya kenapa?""Kenapa kamu tanya kenapa? Itu semua berkas meeting yang harus aku bawa siang ini. Argh, suruh siapa kamu membersihkan ruang kerjaku!""I-itu—""Lalu kamu kemanakan semua berkas yang ada di meja?"Jantung Naura berdegup begitu kencang, ini kali pertama ia merasakan takut hingga tangannya bergetar. "Ada, aku rapi kan di laci meja," jawab Sera dengan suara bergetar. Sera berlari ke ruang kerja Arkan untun mengambil berkas yang sudah ia rapi kan. "I-ini, " sambung Naura. Arkan merebut dengan kasar—membuka sa
Naura terus memikirkan apa yang harus dia lakukan. Sementara hubungannya dengan orang tuanya saja sedang tidak baik-baik saja. "Kenapa harus menikah si, kan kesepakatannya cuma pacar palsu," gerutunya. Dengan kesal Naura beranjak dari ranjang ke kamar Arkan. Brak! "Om ... Om." Naura tak melihat sosok Arkan di kamarnya. Ia pun pergi ke ruang kerja, tapi hasilnya sama. "Kemana dia?" Naura duduk di sofa, memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk menghindari pernikahan mereka. "Aku harus kabur. Ya aku harus kabur." Naura mengambil kopernya lalu memasukkan pakaian ke dalam koper. [Naura : La tolong jemput aku di apartemen.] Tulisannya mengirimkan pesan kepada sahabatnya itu. [Lala : Oke.] Ini kesempatan bagi Naura untuk kabur dari apartemen Arkan. Ia tidak mau menghancurkan mimpinya karena pernikahan. Duda? Yang benar saja ini kali pertama Naura mengetahui status Arkan dan hal itu cukup membuatnya semakin di kucilkan oleh keluarganya. Naura pun bergegas keluar dari rumah A
Otak Naura berputar dengan cepat ketika mendengar penawaran Arkan. "Mobil, apa mobil itu atas namaku?" tanya Naura."Hm ... atas namamu. Bahkan aku akan memberikan apartemen untukmu kalau kamu mau menjadi istri sewaan.""Istri sewaan?" batinnya.Naura menyingkirkan pikiran anehnya yang terpenting dia akan mendapatkan mobil serta apartemen jika mah menikah dengan Arkan.Bodoh jika ia menolak tawaran Arkan karena selama ini pria yang ada di hadapannya itu lah yang memenuhi kebutuhannya."Meski aku setuju sama pernikahan ini, tetap saja orang tuaku enggak akan setuju aku menikah sama Om."Arkan mendekat lalu menepuk pundaknya. "Kamu tenang saja aku punya rencana yang bisa membuat orang tuamu setuju dengan pernikahan kita."Naura mengerutkan dahinya, entah apa yang akan di lakukan Arkan yang pasti Naura ingin hidup bebas.***Diperjalanan Naura meminta Arkan menghentikan mobilnya."Kita harus membawa makanan. Mamahku pasti mengoceh kalau aku pulang enggak bawa buah tangan."Arkan mengang