Otak Naura berputar dengan cepat ketika mendengar penawaran Arkan. "Mobil, apa mobil itu atas namaku?" tanya Naura."Hm ... atas namamu. Bahkan aku akan memberikan apartemen untukmu kalau kamu mau menjadi istri sewaan.""Istri sewaan?" batinnya.Naura menyingkirkan pikiran anehnya yang terpenting dia akan mendapatkan mobil serta apartemen jika mah menikah dengan Arkan.Bodoh jika ia menolak tawaran Arkan karena selama ini pria yang ada di hadapannya itu lah yang memenuhi kebutuhannya."Meski aku setuju sama pernikahan ini, tetap saja orang tuaku enggak akan setuju aku menikah sama Om."Arkan mendekat lalu menepuk pundaknya. "Kamu tenang saja aku punya rencana yang bisa membuat orang tuamu setuju dengan pernikahan kita."Naura mengerutkan dahinya, entah apa yang akan di lakukan Arkan yang pasti Naura ingin hidup bebas.***Diperjalanan Naura meminta Arkan menghentikan mobilnya."Kita harus membawa makanan. Mamahku pasti mengoceh kalau aku pulang enggak bawa buah tangan."Arkan mengang
Toni hanya diam memikirkan Naura meski anak sulung serta istrinya terus menjelekkan putrinya."Aku enggak percaya, kenapa Naura bisa kenal sama cowok kaya. Aku yakin Naura hamil, cowok itu pewaris Global Grup mana mau sama Naura kalau dia enggak punya senjata buat menaklukkan dia.""Benar juga, Mamah masih memikirkan hal ini. Pah, apa Papah mau diem aja ngeliat anaknya berulah?"Brak!Suara dentuman meja seketika membuat Adelia dan Desi diam. "Berulah, memangnya Naura melakukan apa sama kalian sampai membuat kalian selalu berkata buruk tentang dia?""Dia ....""Dia apa? Apa pernah Naura melakukan kesalahan sama kamu. Dengar Adelia, Papah selama ini diam saat kamu menghina Naura. Meski dia enggak pernah melakukan kesalahan seperti yang kamu tuduhkan.""Pah, kenapa Papah malah marahin Adelia sih. Jelas-jelas Naura yang membuat masalah, kenapa Papah bela dia sih?!" Tak ingin membuat masalah semakin runyam, Toni pun berlalu meninggalkan Adelia dan Desi yang masih menggerutu. Penasaran,
Suara ketukan sepatu terus beradu dengan lantai. Naura tak bisa menghentikan kakinya yang terus bergerak. "Papah pasti syok, baru tadi sore aku bilang mau menikah dan besok hari pernikahanku. Haruskah aku kabur?" Naura terus berpikir apa yang harus dia lakukan. Hingga pikiran jahat pun muncul di kepalanya. Naura keluar dari kamar ia membuka pintu kamar Arkan lyang terlihat kosong. Ia alu beralih ke ruang kerjanya dan hasilnya pun nihil. "Sepertinya dia sudah pergi." Naura kembali ke kamar untuk membawa kopernya keluar tapi saat ia akan pergi suara bel mengalihkan perhatiannya. "Siapa?" tanya Naura sembari berjalan ke arah pintu. "Lala," ujarnya melihat dari lubang pintu. Cklek Naura membuka pintu apartemennya. "Malam Sayangku, kita harus merayakan hari terakhirmu menyandang status singel." "Maksud kamu?" "Alah pura-pura enggak tau lagi, besok kan kamu menikah. Akan resmi jadi istri Arga Syahreza." Baru juga beberapa menit yang lalu mereka membahas pernikahan. Gosipnya sudah
Suara ketukan pintu membangunkan Naura dari tidur. Dengan wajah bantal serta rambut yang acak-acakan ia pun berjalan membukakan pintu. Cklek. "Selamat siang, Kak. Ayo, kita ganti bajunya dulu." Tiga wanita menerobos masuk ke dalam kamar hotel, membuat Naura kebingungan. "Tunggu, apa yang kalian lakukan?!" "Kita harus cepat-cepat makeup, kak." "Enggak!" teriak Naura. "Sepertinya kalian salah kamar, sebaiknya kalian pergi dari sini!" Mereka bertiga hanya saling beradu pandang sebelum akhirnya mereka terpaksa memegangi Naura. "Hei, kalian salah orang. Untuk apa memakai mekeup!" "Sebentar, aku telepon sahabatku dulu." Perlahan mereka melepaskan tangan Naura. Secepatnya Naura mengambil ponsel— menghubungi Lala. "Halo, La. Ini ada tiga orang cewek datang ke kamar hotel. Kamu pesan make up?" "Oh ya, aku lupa ngasih tahu kamu, biarin mereka memake-up wajahmu dulu, aku lagi di jalan menuju ke hotel." "Oke." Naura berbalik melihat ke arah para wanita yang siap medandaninya. "Seben
Gemercik air membasahi tubuh Naura yang berada di bawah shower. Entah mengapa ia begitu bersemangat menyambut hari barunya. Di tengah lantunan lagu yang mengiringi, tiba-tiba saja dering ponsel mengalihkan perhatian Naura. "Nomor baru, siapa?" Naura mengabaikan panggilan tersebut dan satu menit kemudian suara ketukan pintu mengagetkannya. "Naura ... kamu sedang apa, cepatlah keluar!" "Arrgh, si tua bangka itu selalu menggangu ketenanganku saja," gerutu Naura lalu membuka pintu kamar mandi. "Ada apa?" "Mana kado pemberian Papah?" tanya Arkan sembari mengadahkan tangannya. Naura menonyongkan bibirnya sembari berkata, "Tuh." Arkan menoleh ke belakang untuk mencari kado pemberian ayahnya itu. Dengan kasar Arkan membuka kado pemberian ayahnya untuk Naura. "Itu kadoku kenapa kamu membukanya," ucap Naura dengan merebut kado yang sudah di buka Arkan secara paksa. "Buka kadonya!" "Ini kadoku, kenapa Om penasaran sama kadoku!" hardik Naura kesal melihat kelakuan pria yang ada di hadap
Deburan ombak menjadi saksi kedekatan Naura dan Devan. Keduanya berjalan beriringan sembari menikmati hantaman ombak yang mengenai kaki yang polos tanpa alas."Kamu nginap di hotel mana?" tanya Devan.Tubuh Naura berputar ke sebelah kiri dan—"Ini hotel tempatku menginap," jawab Naura menunjuk hotel mewah yang berada tepat di depan mereka."Ah, ternyata hotel kita berdekatan. Kapan kamu balik ke Jakarta?""Entahlah, tergantung Om-ku. Paling dua sampai tiga harian."Mata Naura terus memandangi hotel yang ia tinggali hingga akhirnya matanya tertuju pada sosok pria yang sedang menatapnya."Kenapa dia ada di sana, mengganggu saja," gerutu Naura."Aku pergi dulu. Oh ya, aku boleh kan ngehubungi kamu?"Ini kali pertama Devan meminta nomor ponselnya. Dengan hati yang berbunga-bunga, Naura mengetik nomor ponselnya."Ini, nomorku sudah ada?""Hah!" Devan mengambil alih ponselnya dan melihat nama Naura yang sudah tersimpan di ponselnya sejak lama. "Ah, ternyata udah ada," ucapnya dengan gugup."
Naura terus merengek meminta ikut dengan Arkan yang memang malas mengajaknya ke klub malam. "Klub malam bukan tempatmu lagi. Jadi, berhentilah merengek untuk ikut pergi!" Naura hanya diam ketika Arkan membentaknya dengan begitu kencang. Tanpa merasa bersalah Arkan berlalu meninggalkan Naura sendiri di dalam kamar. [Naura : kamu sudah tidur?] Naura sengaja mengirimkan pesan ke Devan setelah penolakan yang ia lakukan benerapa menit lalu. [Devan : Belum, aku lagi ada di klub malam nemenin Papah ketemu rekan bisnisnya.] [Naura : Oh, baiklah have fun ya.] Dibalik kata have fun Naura pun ingin bersenang-senang di Bali.Namun, sayangnya Arkan tak memperbolehkannya keluar dan pria yang ia pikir bisa diajak keluar ternyata sedang sibuk."Sial, kenapa aku jadi penunggu kamar!" protesnya.Brak ... brak. Jam menunjukkan pukul empat pagi. Naura masih terjaga tak mempedulikan suara ketukan pintu yang terus berulang.Hingga akhirnya suara ketukan pintu kembali terdengar, kali ini diiringi
Dengan napas terengah-engah Naura berlari masuk ke dalam kelasnya."Selamat pagi, Pak."Bukan menjawab dosen itu malah melihat jam tangannya. "Kamu telat dua menit, selesai kelas kumpulkan tugas teman-temanmu dan bawa ke meja Bapak.""Baik, Pak. Makasih."Naura berjalan ke kursi kosong yang berada di belakang. Sembari mendengarkan dosen yang sedang menjelaskan ia melihat ke sekeliing mencari keberadaan Lala."Apa dia enggak masuk kuliah ya," batinnya.Tak terasa satu jam pelajaran pun berakhir. Naura memilih istirahat di kantin sebelum kelas berikutnya di mulai."Naura," panggil Lala melambaikan tangannya.Dengan tidak sopannya Lala merebut air minum Naura menghabiskan hingga tandas"Aku telat, kenapa kamu enggak bangunin aku," sambung Lala."Gimana aku mau bangunin kamu, aku sendiri telat masuk," ucap Naura.Kekesalan Naura memuncak saat ia melihat minumannya sudah di habiskan oleh Lala. "Isi ulang minumanku." Lala tertawa lalu pergi ke kantin untuk mengganti minuman Naura. "Ini. Se
Satu bulan berlalu hubungan Naura dan Arkan semakin erat. Meski harus menjalani hubungan long distance relationship, tak menghalangi rasa cinta Arkan untuk anak dan istrinya."Pagi, Sayang."Perlahan Naura membuka mata saat mendengar suara bariton berbisik di telinganya."Kapan kamu datang?""Lima menit yang lalu. Aku rindu memeluk tubuhmu, Sayang."Seketika Naura membuka matanya. "Axel, di mana dia?"Arkan mengeratkan pelukannya. "Dia di bawah sama Papah dan Bu Dila.""Oh." Naura hanya ber-oh-ria lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. "Kamu mau ke mana?""Mau buat sarapan," jawab Naura mengikat rambutnya. Namun, Arkan menarik tubuh Naura hingga tergeletak di atas kasurnya. "Aku masih kangen, diam di sini sebentar saja."Naura lalu membiarkan Arkan untuk memeluknya beberapa saat sampai dia puas meluapkan rasa rindunya."PAPA ...." teriak Axel."Tuh anaknya manggil, sana samperin."Arkan menghela napasnya lalu mencium bibir Naura dengan lembut. "Ku menginginkanmu Sayang." Tanga
Suara gemercik air membangunkan Naura dari tidurnya. Dia lalu mengibas selimut yang menutupi tubuhnya dan— "Argh." Naura berteriak histeris saat melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. "Apa yang terjadi, di mana bajuku?" gerutu Naura. Tak lama dia mendengar suara seseorang membuka pintu. Naura pun segera menutup tubuhnya dengan selimut berpura-pura tidur untuk melihat siapa orang yang keluar dari kamar mandi. Sedikit demi sedikit Naura membuka matanya dan mendapati Arkan yang sedang memakai pakaiannya setelah mandi. "Arkan, jadi aku tidur dengan dia. Tunggu, kenapa aku bisa bersama Arkan?" batinnya. Naura mencoba mengingat kembali apa yang terjadi di klub semalam. Ingatannya mulai berputar seperti sebuah rekaman dan berakhir saat dia mencium Arkan. Naura begitu menikmati ciuman itu hingga membuatnya tak ingin melepaskan sedetik pun kesempatan itu. "Aku mencintaimu, Naura." "Aku juga mencintaimu, Arkan," ucap Naura dengan sadar hingga membuat wajahnya bers
Dentuman musik mengalun begitu kencang hingga memekikkan telinga. Namun, hal itu malah menarik atmosfer di sekitar membuat orang-orang yang berada di dalam klub ikut terhanyut dengan irama musik yang dibawakan oleh seorang DJ. "Naura, ayo turun!" ajak Sela saat mereka memasuki klub malam. "Kamu aja aku tunggu di bar ya." "Jangan di bar kita cari meja saja," ujar Sela. Matanya melihat ke sekeliling mencari tempat yang kosong. Namun, sayang tidak ada tempat kosong. Hampir semua meja terisi penuh oleh orang-orang yang sedang menikmati malam panjang mereka. "Tunggu, bukankah itu Arkan. Kita ikut di meja dia saja." Naura mencekal tangan Sela, tapi wanita itu terus berjalan meninggalkannya begitu saja. Mau tidak mau Naura pun mengikuti Sela hingga berhenti tepat di depan meja Arkan. "Hai, Arkan. Sendiri aja nih, boleh gabung?" Arkan mendelik, tanpa bicara dia bergeser tanda jika dia mempersilahkan mereka untuk duduk bersama dengannya. "Terima kasih, aku titip Naura dulu ya. B
Deburan ombak mengalihkan perhatian Naura dari Roni dan Sela yang sedang berbincang. Padahal meeting sudah berakhir dan mereka berdua masih asik bersama."Ini." Naura menoleh ke samping saat Raka memberikan kopi untuknya. "Makasih.""Sama-sama."Naura kembali menoleh ke arah Sela dan Roni, tapi mereka sudah tidak ada di sana. "Ke mana mereka pergi?""Siapa? Oh Pak Roni dan Bu Sela, paling ke hotel.""Hah, kok bisa secepat itu?"Raka tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut Naura. "Kamu tenang saja mereka sedang melihat lokasi untuk penempatan barang-barang.""Oh," ujar Naura bernapas lega. Naura pun memilih berteduh di bawah pohon yang rindang lalu menurunkan bokongnya di atas pasir. "Menurutmu bagaimana Bu Sela dan Pak Roni?""Maksudnya?"Raka tersenyum lalu menjawab, "Aku sudah lama ikut kerja dengan Pak Roni, aku tau dia tertarik pada Bosmu.""Oh, aku pikir Pak Roni bukan tipe pria idaman Bu Sela. Apa lagi usia mereka terpaut jauh, aku nggak yakin hubungan mereka akan b
Setelah pertemuan Sela dan Arkan, wanita itu terus mendiamkan Naura seolah kesal kepada.Naura pun tidak tahu harus melakukan apa karena Sela terus memalingkan wajahnya."Sebentar lagi kita sampai, apa kamu akan terus bersikap seperti itu?"Sela mendelik dan hanya menggerakkan tubuhnya seolah tak memperdulikan Naura. Kesal, Naura pun menginjak rem hingga tubuh Sela terhuyung ke depan. "Argh ... Kamu gila, apa kamu ingin aku mati?""Lihat kamu masih hidup dan berteriak dengan kencang."Sela mendelik, dengan anggunnya dia merapihkan rambutnya. "Aku kesal karena kamu nggak ngasih tahu aku kalau Arkan ada di sini.""Aku juga nggak tahu kalau dia datang ke sini. Lagi pula baru tadi pagi aku ketemu sama dia. Tunggu, kenapa kamu sekesal ini sama aku. Apa kamu masih mengharapkan dia?""Hah, yang benar saja. Mana mungkin aku mau sama duda apa lagi bekas karyawanku," cibirnya.Naura berdecak kembali mengendarai mobilnya. "Berhenti berbohong buktinya kamu kesal saat melihat aku dan Arkan bersa
Deburan ombak mengalun indah menemani Naura yang sedang menikmati kopi di pagi buta. Dia sama sekali tak bisa tidur nyenyak saat berada jauh dari putra semata wayangnya.Tok,tok."Permisi, room service."Naura menoleh ke arah pintu lalu beranjak dari kursinya.CeklekNaura terkejut melihat staf hotel membawakan sarapan ke kamarnya. "Maaf aku nggak pesan, mungkin salah kamar."Staf tersebut melihat kartu untuk memastikan jika mereka tidak salah kamar. "Dengan Ibu Naura kamar 210""Iya aku Naura, tapi aku nggak pesan," tutur Naura mencoba menjelaskan. Tak lama ponsel Naura berdering terlihat nama Arkan di sana. "Halo."[Selamat menikmati sarapannya.]"Apa, jadi kamu yang kirim makanan ini. Dari mana kamu tahu aku ada di hotel ini?"[Selamat menikmati, Sayang.]Arkan mematikan panggilannya sepihak. Mau tidak mau Naura pun mempersilahkan staf untuk masuk dan menyajikan makanan pesanan Arkan.Sudut bibir Naura terangkat saat melihat makanan pesanan Arkan. Tak lupa dia mengabadikan momen
Naura merapihkan beberapa pakaian ke dalam koper. Tak lupa dia pun memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya."Sudah di masukkan semua? Awas nanti ada yang ketinggalan!" ucap Dila sambil mengajak Axel bermain."Sepertinya sudah beres semua. Bu, aku titip Axel beberapa hari ya.""Iya, kamu tenang saja. Ibu akan menjaga Axel dengan baik, lagi pula Pak Teddi juga ada pasti dia membantu Ibu menjaga Axel."Naura tersenyum lalu beranjak dari lantai. "Aku siap-siap dulu."Seolah mengerti, Dila mengajak Axel untuk keluar dari kamar Naura.Tok, tok."Permisi."Dila menuruni anak tangga lalu menghampiri tamu yang baru saja datang."Siapa Bi?" tanya Dila saat dia berjalan ke arahnya."Itu Bu, temennya Bu Naura," jawabnya."Oh Sela. Tolong buatkan minuman buat Sela ya." Dila pun menghampiri Sela yang sedang duduk di sofa. "Eh, Sela.""Tante, hai Axel," sapa Sela saat melihat Axel tersenyum menatapnya.Mereka pun duduk bersampingan sambil bermain dengan Axel. "Acaranya mendadak ya?" selidik Dila.
Suara bising di sekitar tak mengalihkan perhatian Naura dari berkas yang ada di hadapannya. Brak!Hening seketika, semua yang ada di ruang meeting diam menatap ke arah Naura. "Ini kenapa bisa beda?"Naura menggeser berkas yang ada di depannya. "Laporan keuangan ganti, salah tuh! Teliti dulu sebelum di kirim. Ini lagi, bukannya klien kita minta ganti kursi, kenapa masih ditulis kursi dengan merek yang sama?""Ma-maaf Bu, tapi Bu Sela sudah setuju dengan merek itu," jelas Kevin.Seketika Naura menoleh ke arah Sela. "Apa, aku nggak tau ya. Kevin, kamu benar-benar ya, harusnya kamu bilang kalau barangnya di ganti, aku kan nggak tahu."Sela langsung menggeser kursinya mendekati Naura seolah menyerang Kevin."Ta-tapi Bu Se—"Mata Sela hampir saja keluar memelototi Kevin bahkan mulutnya berkomat-kamit seolah menyuruhnya tutup mulut."Bereskan semuanya, kerjakan dengan baik dan teliti. Baiklah, meeting kita tutup, selamat siang."Naura keluar dari ruang meeting di ikuti Sela di belakang. Wan
Hening, seketika Naura tak mendengar suara apapun kecuali detak jantungnya yang begitu cepat.Mata Naura terpaku pada wajah pria yang selalu membuat hatinya berdesir. "Papa," teriak Axel berjalan ke arah mereka.Refleks Arkan melepaskan tangannya dari pinggang Naura. "Sayang." Axel berlari memeluk Arkan dengan erat. "Ayo, kita cari makan," sambung Arkan meninggalkan Naura yang masih mematung. Sorak dari para tamu undangan pun kembali riuh saat Adelia bersiap melempar buket bunga yang dia pegang. "Naura, sini!" panggil Adelia. Dengan enggan Naura pun ikut ke kerumunan yang bersiap menerima buket bunga. Semua bersiap hanya Naura yang diam dan ikut berdiri dengan kerumunan."Satu, dua, tiga."Buket itu pun melayang ke arah Naura, tapi seketika tubuhnya terhuyung ke depan saat seseorang mendorongnya dari belakang. "Argh," ucap Naura terkejut. Namun, dengan cepat pria itu menarik tangan Naura hingga menyentuh tubuhnya. "Woa, selamat Bro!" teriak Reza mengalihkan perhatian semua yang